Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

TRAUMA KIMIA PADA MATA


Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata di
RSUD Kota Salatiga

Pembimbing:
dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M

Disusun oleh :
Irawati Hidayah
20174011029

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
TRAUMA KIMIA PADA MATA

Disusun Oleh:
Irawati Hidayah
20174011028

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
10 Jauari 2019

Disahkan oleh:
Dokter Pembimbing,

dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat

ii
dan berkah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan presentasi kasus ini
dengan judul “Trauma Kimia pada Mata” dengan sebaik-baiknya.
Adapun laporan presentasi kasus ini telah penulis usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan laporan ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M selaku pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan, baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Dengan
demikian, penulis mengharapkan saran dan kritik pembaca.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat yang dapat diterapkan bagi pembaca.

Salatiga, Januari 2019

Penyusun

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Sdr. AW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Alamat : Kecandran, Sidomukti, Salatiga
Pekerjaan : Cleaning Service
Periksa ke Poli : 31 Desember 2018

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Mata kanan nyeri setelah terkena cairan klorin
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Sdr. AW datang bersama rekan kerjanya ke IGD RSUD Kota Salatiga
dengan keluhan mata kanan nyeri setelah terkena cairan klorin. Pasien
terciprat cairan klorin saat akan membersihkan peralatan pabrik 25 menit
sebelum periksa ke poliklinik. Pada saat sampai IGD pasien tidak
mendapatkan penanganan dan disarankan untuk langsung periksa ke
poliklinik mata dengan diantarkan oleh seorang siswa perawat. Keluhan
disertai mata merah, keluar banyak air mata, rasa mengganjal dan pandangan
kabur pada mata sebelah kanan. Sesaat setelah kejadian, pasien mengguyur
mata sebelah kanan dengan air mengalir selama 5 menit. Keluhan lain : mata
belekan (-), mata silau saat melihat cahaya (-), pandangan ganda (-). Riwayat
alergi (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Sdr. AW tidak memiliki riwayat penyakit berat sebelumnya. Pasien
juga tidak pernah mengeluhkan hal yang sama pada matanya sebelumnya.
Keluhan riwayat penyakit pada mata dan riwayat operasi pada mata
disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


Riwayat penyakit, DM, jantung dan hipertensi pada keluarga
disangkal. Riwayat keluhan serupa dan penyakit pada mata disangkal oleh
pasien.
5. Riwayat Personal Sosial (RPSos)

1
Pasien seorang cleaning service di sebuah pabrik di Salatiga. Setiap
hari ia bertugas membersihkan peralatan pabrik dengan mengunakan cairan
pembersih (klorin). Pada saat bekerja, pasien tidak menggunakan alat
pelindung diri, contohnya seperti kacamata. Pasien seorang perokok dan tidak
mengonsumsi alkohol.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan umum : Tamak kesakitan
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 125/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,7oC
 Pemeriksaan Fisik
- Kepala dan Leher : DBN
- Thorax : DBN
- Abdomen : DBN
- Ekstremitas : DBN

Status Oftalmologikus
Pemeriksaan palpasi
Palpasi Oculi Dextra Oculi Sinistra
Tensi Okuler Lunak Lunak
Nyeri tekan (+) (-)
Nyeri pergerakan (+) (-)
Massa /tumor (-) (-)
Glandula
Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
preaurikuler

Pemeriksaan Segmen Anterior

Keterangan Oculi Dextra Oculi Sinistra


Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kedudukan Bola Mata Orthoforia

2
Gerakan Bola Mata

Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)


Hiperemis (+) edema (+) Hiperemis (-) edema (-)
Palpebra superior
nyeri tekan (+) nyeri tekan (-)
Palpebra inferior Hiperemis (+) edema (+) Hiperemis (-) edema (-)
Konjungtiva tarsus superior Hiperemis (+) benjolan (-) Hiperemis (-) benjolan (-)
Konjungtiva tarsus inferior Papil (-) folikel (-) Papil (-) folikel (-)
Injeksi konjungtiva (+), Injeksi konjungtiva (+)
Konjungtiva bulbi
injeksi silier (+), kemosis (+)
Fluoresen tes (+), erosi luas Jernih
Kornea
di kornea, iskemik limbus (-)
Bilik Mata Depan Sedang, jernih Sedang, jernih
Coklat, kripte (+), gambaran Coklat, kripte (+),
Iris
baik gambaran baik
Bulat , Refleks direk(+), Bulat , Refleks direk(+),
Pupil Refleks indirek (+), diameter Refleks indirek (+),
3 mm diameter 3 mm
Lensa Jernih Jernih

3
D. ASSESSMENT
 Diagnosis utama : OD trauma kimia asam grade I

E. PENATALAKSANAAN/PLANNING
 Irigasi menggunakan RL selama 15-30 menit
 Salep mata chloramphenicol dan polymixin B sulphate
 Mata dibebat
 Tetes mata kloramfenicol 8x1 tetes OD (di Apotek diberikan levoflocacin
Hemihydrate)
 Salep Oksitetrasiklin- 1% 3x OD
 Doksisiklin Hyclate capsul 100 mg 2x1
 Vitamin C 50 mg 2x1
 Edukasi untuk mencegah pajanan zat kimia di tempat kerja dapat mencegah
terjadinya trauma kimia pada mata. Pekerja yang dapat terpajan zat kimia di
tempat kerja harus menggunakan safety goggles
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam

Quo ad visam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

Quo ad cosmetica : bonam

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan pada mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat
juga sebagai kasus tindakan kriminal. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Trauma mata
dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun di sini, kami akan membahas tentang
trauma kimia pada mata yang melibatkan trauma akibat basa dan asam pada mata.1
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau
basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh
zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7 yang dapat menyebabkan kerusakan
struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume,
konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada
kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan
kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan memakai bahan kimia, serta paparan
bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan
tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang
harus segera dilakukan.1
Berdasarkan data CDC tahun 2000, sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat
mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta
pada satu mata, dan sekitar 50.000 orang menderita cedera serius yang mengancam
penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat
menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari
800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap
tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata
4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998, trauma okular berakibat kebutaan
unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta orang mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat trauma mata.

5
Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi trauma kimia asam
berbanding basa bervariasi, yaitu berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Secara international,
80% dari trauma kimia dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United
States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi kasus trauma kimia di Amerika
Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah.
Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.
A. Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi mata.3


Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang
dekat dan jauh, serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak.3
Mata terdiri dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya
masing-masing. Struktur dari mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris,
lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus yang masing-
masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri (Gambar 1).3
 Sklera : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan
bagian luar sklera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan

6
pembungkus dari iris, pupil, dan bilik anterior serta
membantu memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
 Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di
belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah
ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor
aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan
cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian
belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visual
melalui saraf optikus ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan serat saraf yang membawa pesan visual dari
retina ke otak.
 Humor aqueus : cairan jernih yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber
nutrisi bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus
siliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan
retina (mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian yang masing-masing terisi oleh cairan,3
yaitu:
1. Segmen anterior: mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang
merupakan sumber nutrisi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior
sendiri terbagi menjadi 2 bagian, yaitu (i) bilik anterior: mulai dari kornea sampai
iris, dan (ii) bilik posterior: mulai dari iris sampai lensa. Dalam keadaan normal,
humor aqueus dihasilkan di bilik posterior oleh prosesus siliaris, lalu melewati
pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran
Schlemm.
2. Segmen posterior: mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina,
berisi humor vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.

7
Mata mempunyai otot, saraf, serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja
sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang
orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya,3 yaitu:
 Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke
otak,
 Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata,
dan
 Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan
merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata
kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis.
Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.3
Mata memiliki fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua
jenis, yaitu sel batang dan sel kerucut (Gambar 2). Pada manusia, terdapat sekitar 7
juta sel kerucut dan kurang lebih 125 juta sel batang untuk setiap mata.
Sel batang merupakan sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan intensitas
rendah. Sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari atau tempat-
tempat gelap untuk menghasilkan ketajaman pengelihatan yang rendah. Sayangnya,
sel batang tidak mampu mendeteksi warna. Sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali
di fovea. Di dalam sel batang terdapat pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah
muda atau ungu). Rodopsin hanya 1 jenis, sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika
rodopsin terpapar atau menyerap cahaya, rodopsin akan terurai menjadi opsin dan
retinal. Sebaliknya, jika tidak ada cahaya atau gelap, rodopsin akan terbentuk
kembali.3

Gambar 2. Lapisan retina.


8
` Sel kerucut menghasilkan penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel
kerucut hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen
fotosensitif iodopsin. Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masing-masing
peka terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda. Ketiga jenis iodopsin
tersebut peka terhadap warna merah, biru, dan hijau. Oleh karena itu, sel kerucut
mampu mendeteksi warna. Jika ketiga sel kerucut tersebut mendapatkan stimulasi
yang sama, maka kita akan melihat warna putih.3,4

B. Trauma Kimia pada Mata


1. Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kegawat daruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan pengelihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam ataupun
basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.1,5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7
yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma
ditentukan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi
dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada laboratorium, industri, pekerjaan yang
memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang menggunakan
bahan kimia, serta paparan bahan kimia dari alat alat rumah tangga. Setiap trauma
kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma
kimia merupakan tindakan yang harus segera dilaksanakan.1,6
2. Epidemiologi
Berdasarkan data dari Center of Disease Contol and Prevention (CDC) tahun
2000, sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan pengelihatan
akibat trauma mata. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar
50.000 orang menderita cedera serius yang mengancam pengelihatan setiap
tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di Amerika Serikat menerima
pengobatan medis akibat trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus
trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.2,7
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4
kali lebih besar. Dari data World Health Organization (WHO) tahun 1998, trauma

9
okular berakibat kebutaan unilateral terjadi pada 19 juta orang, 2,3 juta orang
mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan
bilateral akibat trauma mata. Sebagian besar kasus (84%) merupakan trauma kimia.
Rasio frekuensi trauma kimia asam berbanding basa bervariasi, yaitu berkisar antara
1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimia dikarenakan oleh
pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR),
frekuensi kasus trauma kimia di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun.2,7
3. Trauma Asam pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma
akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.2
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya. Karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein, maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi, sehingga terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas (Gambar 3).
Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja (Gambar 4). Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.2,5
Bahan kimia yang bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidroklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, dan asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam
sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata.
Asam hidroflorida dapat ditemukan di rumah pada cairan penghilang karat,
pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu
pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion
fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik
dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes.

10
Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium,
yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis
akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan
gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik. 2,8.
Beberapa bahan asam yang dapat menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4) pada aki mobil dan bahan pembersih industry,
b. Sulfurous acid (H2SO3) pada pengawet sayur dan buah,
c. Hydrofluoric acid (HF) efek sama dengan trauma basa, ditemukan pada pembersih
karat, pengkilat aluminuium dan penggosok kaca,
d. Acetic acid (CH3COOH) pada cuka, dan
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38% zat pembersih.

Gambar 3. Koagulasi protein


yang berlaku pada mata akibat trauma
asam, dan menimbulkan
kekeruhan pada kornea, yang nantinya akan cenderung untuk masuk ke bilik depan
mata dan bisa menimbulkan katarak. (Sumber: Vaughan DG, Taylor A, and Paul
RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

11
Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan


protein

Menyebabkan koagulasi protein


plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang


membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada


permukaan luar saja

Asam masuk ke bilik mata depan


menimbulkan iritis dan katarak

Gangguan persepsi
penglihatan

Gambar 4. Patofisiologi trauma asam pada mata.2,8

Gambar 5. Mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan
pupil yang melebar karena peningkatan tekanan intraocular. (Sumber:
Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.)

4. Trauma Basa pada Mata


12
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat, yaitu hidrofilik dan lipolifik, yang dapat secara cepat
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,
apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawat daruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina
dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
menimbulkan proses saponifikasi, disertai dengan dehidrasi.5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi, alkali akan mengakibatkan saponifikasi disertai dengan
disosiasi asam lemak membran sel. Akibat saponifikasi membran sel, penetrasi lebih
lanjut zat alkali akan lebih mudah. Basa menyebabkan hilangnya mukopolisakarida
jaringan dan terjadinya penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen
kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea, akan
terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini
cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.
Akibat membran sel basal epitel kornea rusak, sel epitel diatasnya mudah lepas. Sel
epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya
melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator
dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea (Gambar 6).5
Selain itu, gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dapat
menyebabkan ulkus kornea menjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk
9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12 hingga 21. Biasanya
ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan
ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup
dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan
terjadi gangguan fungsi korpus siliaris. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu
terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang
peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan
pembersih dalam rumah tangga, dan soda kuat. Bahan alkali yang biasa
menyebabkan trauma kimia adalah:

13
a. Amonia (NH3), zat ini biasa ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga, zat
pendingin, dan pupuk,
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa,
c. Potassium Hydroxide (KOH), seperti caustic potash,
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2), seperti pada kembang api, dan
e. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen, dan kapur.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan.5,8
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan
oklusi pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari
sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.

14
Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan


Persabunan disertai disosiasi asam lemak
membran sel → penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan
menghilang & terjadi
penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea


akan membengkak &
kornea akan mati

Edema → terdapat serbukan sel


polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung
disertai masuknya pembuluh darah
(neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen
aktivator & kolagenase
(merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan
penyembuhan
epitel

Berkelanjutan menjadi
ulkus kornea atau
perforasi ke lapisan yang
lebih dalam

Gambar 6. Patofisiologi trauma basa yang merusak mata.5


Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam:6
 Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik),
 Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat
kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik),
 Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak
jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus (prognosis kurang), dan

15
 Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus (prognosis
sangat buruk).

Gambar 7. Klasifikasi trauma kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c)


derajat 3, (d) derajat 4.6
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan
kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan
berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Menurut
klasifikasi Hughes:
Ringan
 Prognosis baik
 Terdapat erosi epitel kornea
 Kekeruhan yang ringan pada kornea
 Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang
 Prognosis baik
 Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
 Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
Berat
 Prognosis buruk
 Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
 Konjungtiva dan sklera pucat

5. Diagnosis dan Penanganan Trauma Kimia pada Mata


Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan

16
dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya
diperlukan anamnesa singkat.6
a. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia, yaitu epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya
dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea.
Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa
hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa
lebih berat dibanding trauma asam.6
b. Anamnesis
Pada anamnesis, sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan
terjadinya trauma tersebut.6
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba-tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum
trauma. Harus pula dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat
trauma akibat ledakan.3,6
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman, dan
kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan
dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan
kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea,
neovaskularisasi, peradangan kronik, dan defek epitel yang menetap dan berulang.6
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai keratitis epitel punctata yang
ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai ada defek epitel
namun tidak ditemukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang
setelah beberapa menit.

17
b) Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari ringan sampai opasifikasi menyeluruh
sehingga tidak bisa melihat kamera okuli anterior (KOA).
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari sampai minggu setelah
trauma kimia yang berat.
d) Reaksi inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering
terjadi pada trauma alkali / basa.
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi pada segmen
anterior dan deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan
penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan
mudah iritasi.
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva.
h) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau
ketidaknyamanan pasien.

18
Gambar 8. Trauma kimia karena jeruk lemon. Vaskularisasi kornea terlihat jelas, dan
mata menjadi kering akibat kehilangan sebagian besar sel goblet.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan
sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit
lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan
indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri
untuk mengetahui tekanan intraokular.6
6. Penatalaksanaan
Tatalaksana Emergensi5
a. Irigasi
Merupakan hal yang krusial dan harus dilakukan sesegera mungkin untuk
meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH
pada saccus konjungtiva. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan
untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit sampai pH mata menjadi normal (7,3).
Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2.000 ml
dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,
larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih
baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah
kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
b. Double eversi pada kelopak mata
Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain
itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva
palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
c. Debridemen

19
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik dapat terjadi re-epitelisasi
pada kornea. Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7
hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea.
Medikamentosa5
a. Steroid
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan
sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di-tappering off setelah 7-10 hari. Deksametason 0,1%
ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg.
b. Sikloplegik
Siklopegik diberikan untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis, dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
c. Asam askorbat
Asam askorbat dapat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur
oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk
dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
d. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Beta blokter digunakan untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid
(diamox) 500 mg.
e. Antibiotik
Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil, dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan
sistemik (doksisiklin 100 mg).

Pembedahan3,5

20
a. Pembedahan Segera
Sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan
populasi sel limbus, dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat
digunakan untuk pembedahan:
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus, bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari
donor (allograft), bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
 Graft membran amnion, untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
b. Pembedahan Lanjut
Pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik. Hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
Tatalaksana berdasarkan prosedur standar di bagian IP mata RSCM berdasarkan
gradasi, dan lamanya trauma kimia tersebut.
Berdasarkan fase lamanya trauma kimia, dibagi menjadi :
I. Fase kejadian (immediate)
Tujuan : menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin
Tindakan :
 Irigasi Bahan Kimia
o Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi topikal
terlebih dahulu. Pembilasan dengan larutan non-toxic (NaCl 0.9%, Ringer
Lactat dsb), sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas
Lakmus). Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi
terlebih dahulu. Pembilasan dengan larutan non-tosis (NaCl 0.9%, RL
dsb), sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus).
Pembilasan dilakukan selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit (60
mnt untuk trauma basa). Untuk bahan asam dipergunakan larutan natrium
21
bikarbonat 3%, sedangkan untuk basa digunakan larutan asam borat, asam
asetat 0,5% atau buffer asam asetat pH 4,5% untuk menetralisir. Pendapat
lain menganjurkan untuk memakai cairan yang netral.
o Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis harus
dibuang (pada anak-anak, jika perlu dalam narkose).
o Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan
(BMD), dilakukan irigasi BMD dengan larutan RL.
 Diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, oftalmologis dan penentuan
gradasi klinis.
 Penderita dirawat bila sesuai indikasi

II. Fase Akut (sampai hari ke 7)


Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit
Prinsip :
 Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
 Mengontrol tingkat peradangan
o Mencegah infiltrasi sel-sel radang
o Mencegah pembentukan enzim kolagenase
 Mencegah infeksi sekunder
 Mencegah peningkatan tekanan bola mata
 Suplement / anti oksidan
 Tindakan pembedahan
Penatalaksanaan
Tdkn Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A - Bandage lens Bandage lens Bandage lens
Autoserum tetes 6x Autoserum tetes jam
B (AB+) Kortikosteroid Dexamethason/Pred Dexamethason/Predn
steroid tetes 6x nison tetes/jam ison tetes/30 menit
tetes 4-6x Na-EDTA 1% Na-EDTA tetes/ Na-EDTA tetes/ 30
EDTA 1% tetes 6x jam menit
tetes 4-6x Autoserum tetes 6x Autoserum tetes/jam
C Antibiotik Tetrasiklin salep Tetrasiklin salep 4x Tetrasiklin salep 4x
(+ steroid) 4x Doksisiklin Doksisiklin 2x100mg
4-6x Doksisiklin 2x100mg

22
2x100mg
D - Timolol 0,5% Timolol 0,5% tetes Timolol 0,5% tetes
tetes 2x 2x 2x
Asetazolamid Asetazolamid
2x500mg + 2x500mg + substitusi
substitusi ion ion Kalium
Kalium
E SA 1% 3x SA 1% 3x SA 1% 3x SA 1% 3x
Vit.C4x500 Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x500 mg
mg
F Nekrotomi + graf Nekrotomi + graf
konjungtiva-limbus konjungtiva-limbus

III. Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 – 21)


Tujuan : Membatasi tingkat penyulit
Masalah:
 Hambatan re-epitelisasi kornea
 Gangguan fungsi kelopak mata
 Hilangnya sel Goblet
 Ulserasi stroma perforasi kornea
Prinsip : sesuai dengan Phase II
Penatalaksanaan
Tdkn Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A Re- Rerepitelisasi (+) Bandage lens Bandage lens
epitelisasi Bandage lens Autoserum tetes 6x Autoserum tetes jam
sempurna terus
(+)
B (AB+) Kortikosteroid Dexamethason/Predni Dexamethason/Predn
steroid tetes tetes tapp off son tetes tapp off/ ison ganti :
tapp off Na-EDTA 1% ganti dengan : NSAID tetes/ jam
tetes tapp off NSAID Na-EDTA tetes/ 30
(Indomethasin/Diklof menit
enac)tetes 6x/jam Autoserum tetes/jam
Na-EDTA tetes/ jam
Autoserum tetes 6x

23
C Antibiotik Tetrasiklin salep Tetrasiklin salep 4x Tetrasiklin salep 4x
(+ steroid) 4x Doksisiklin 2x100mg Doksisiklin 2x100mg
tapp Doksisiklin
2x100mg
D - Peningkatan TIO Peningkatan TIO (-): Timolol 0,5% tetes
(-) Timolol,Asetazolami 2x
Timolol stop d substitusi ion Asetazolamid +
Kalium stop subst ion Kalium
terus
E Uveitis : SA Uveitis : SA stop SA 1% 3x SA 1% 3x
stop Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x2000 mg Vit.C 4x2000 mg
Retinoic acid salep 2x Vit A dan E
F Jaringan nekrotik : Jaringan nekrotik :
eksisi eksisi
Ulserasi stroma : graf Ulserasi stroma : graf

IV. Phase Pemulihan Akhir (late repair : setelah hari ke 21)


Tujuan : Rehabilitasi fungsi penglihatan
Masalah :
 Disfungsi sel Goblet
 Hambatan re-epitelisasi Kornea
 Ulserasi stroma (gradasi III dan IV)
Prinsip :
 Mempercepat proses re-epitelisasi kornea, atau optimalisasi fungsi epitel
permukaan
 Dan seterusnya sesuai dengan phase II

Penatalaksanaan
Tdkn Gradasi Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
I
A Solcoser Epiteliopati Epiteliopati (): Reepitelisasi () :
y 3x (): Solcosery 4x Bandage lens diteruskan
Solcosery 4x Retinoic acid 1% 1x
malam

24
B - NSAID tetes NSAID tetes 4x NSAID 4-6x
4x Medrox-progestron Medroxy-progesteron 4-6x
1% 4x Na-EDTA 4-6x
Autoserum 4-6x
C - - - Tetrasiklin salep 4x
Doksisiklin 2x100mg
D - - - Peningkatan TIO (-) :
Timolol 0,5% tapp off
Asetazolamid + substitusi
ion Kalium stop
E - - - Uveitis (-) : SA stop
Vit.C 4x2000 mg, vit A
dan E
F - - - Jaringan nekrotik : eksisi
Ulserasi stroma : graf

Rujukan
Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus dirujuk ke fasilitas dimana
terdapat dokter mata.
Pencegahan
Edukasi dan pelatihan untuk mencegah pajanan zat kimia di tempat kerja
dapat mencegah terjadinya trauma kimia pada mata. Pekerja yang dapat terpajan zat
kimia di tempat kerja harus menggunakan safety goggles.5
Trauma kimia pada anak sering terjadi karena tidak adanya pengawasan.
Letakkan semua produk rumah tangga yang dapat menimbulkan bahaya di tempat
yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak.6

7. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma, dan
jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain:3
a. Simblefaron (Gambar 9), adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu,
b. Kornea keruh, edema, neovaskuler,
c. Sindroma mata kering,

25
d. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH
cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi
akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam
mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
e. Glaukoma sudut tertutup, atau
f. Entropion dan ptisis bulbi (Gambar 10).

Gambar 9. Simblefaron.

Gambar 10. Ptisis bulbi.

26
8. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan
prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan
gambaran “cooked fish eye” yang memiliki prognosis paling buruk, dapat terjadi
kebutaan (Gambar 11).

Gambar 11. Cooked fish eye.


Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi
inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.

27
BAB III
PEMBAHASAN

Sdr. AW datang bersama rekan kerjanya ke IGD RSUD Kota Salatiga dengan
keluhan mata kanan nyeri setelah terkena cairan klorin. Pasien terciprat cairan klorin
saat akan membersihkan peralatan pabrik 25 menit sebelum periksa ke poliklinik.
Keluhan disertai mata merah, keluar banyak air mata, rasa mengganjal (+) dan
pandangan kabur pada mata sebelah kanan. Sesaat setelah kejadian, pasien
mengguyur mata sebelah kanan dengan air mengalir selama 5 menit, kemudian
segera periksa ke RSUD Kota Salatiga.
Pasien mengalami mata kanan merah, buram yang disertai rasa nyeri dan rasa
mengganjal dikarenakan trauma kimia yang bersifat asam (klorin).
Klorin adalah sebuah materi kimia yang dipakai secara umum untuk pemutih
serta desinfektan. Senyawa klorin yang paling sederhana adalah asam klorida, HCl,
merupakan bahan kimia utama dalam industri dan laboratorium, baik dalam bentuk
gas maupun larut dalam air dalam bentuk asam hidroklorat.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH,
sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan
menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma
akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.2
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya. Karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein, maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi, sehingga terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja

Mata merah pada pasien disebabkan karena iritasi akibat bahan kimia asam.
Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi karena kerusakan epitel kornea yang

28
merupakan salah satu media refrakta. Edema palpebra terjadi karena reaksi inflamasi
terhadap bahan basa tersebut.
Mata pasien yang nampak merah menandakan belum terjadinya iskemia di
pembuluh darah konjungtiva. Berdasarkan kriteria Hughes, yakni derajat kerusakan
stem sel limbus karena trauma kimia kasus ini digolongkan ke dalam derajat I, yaitu
telah terjadi iskemia limbus yang minimal atau tidak ada.
Tindakan pertama pasien dengan mengguyur mata setelah terkena cairan klorin
sudah benar, namun durasi yang dilakukan kurang lama. Tujuan melakukan
pengaliran air (irigasi) pada mata yang terkena bahan kimia tersebut adalah untuk
menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang dilberikan sebaiknya
dilakukan selama 15-30 menit.
Pada saat di IGD, pasien seharusnya dilakukukan irigasi ulang dengan
menggunakan cairan RL dengan durasi yang lebih lama, sekitar 15-30 menit dan
tidak perlu menunggu periksa di poliklinik. Tindakan ini merupakan tindakan awal
penanganan jika terdapat pasien trauma kimia mata. Setelah irigasi, pemeriksaan pH
menggunakan kertas lakmus perlu dilakukan untuk menilai apakah pH mata sudah
kembali normal.
Sebelum pulang mata kanan pasien diberikan sale yang berisi kloramfenikol
dan polimiksin B sulfat untuk mencegah adanya infeksi bakteri. Pembebatan pada
mata pasien bertujuan untuk mengistirahatkan mata agar kelopak tidak sering
berkedip sehingga tidak bergesekan dengan permukaan kornea dan memberi waktu
agar terjadi reepitelisasi epitel kornea.
Pasien diberikan tetes mata kloramfenicol 8x1 tetes OD (di Apotek diberikan
evoflocacin Hemihydrate), Salep Oksitetrasiklin- 1% 3x OD, Doksisiklin Hyclate
capsul 100 mg 2x1. Antibiotik yang diberikan berguna untuk mencegah terjadinya
infeksi oleh kuman oportunis.
Pasien juga diberi vit.C dengan tujuan meningkatkan produksi kolagen dan
mempunyai kelebihan dapat menekan perforasi kornea.

BAB V
KESIMPULAN

29
 Pasien mengalami trauma kimia asam grade 1 pada mata kanan.
 Trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan yang
merupakan suatu pelindung, sehingga zat asam tidak dapat penetrasi lebih
dalam.
 Gejala utama yang muncul pada trauma kimia mata adalah epifora,
blefarospasme, dan nyeri yang hebat
 Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan
segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat
terutama antibiotik, multivitamin. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan
preventif kepada pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
3. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology
Third Edition. Washington. 2005.
5. Randleman JB.2006. Chemical department of ophtalology. diakses dari
http://www.emedicine.com
6. Ilyas S. 2002 . Ilmu penyakit mata edisi ketiga.Jakarta : FK UI
7. Center of Disease contol and prevention. Work related eye injuries. Diakses
dari http://www.cdc.gov/feature/dsworksplaceeye/
8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular
Complaints. Diunduh tanggal 28 Juni 2012 dari
http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
9. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface
burns, 85: 1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses 28 Juni
2012, dari http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.

31

Anda mungkin juga menyukai