Anda di halaman 1dari 82

KELAINAN GINEKOLOGI

POLIP SERVIKS

Polip serviks merupakan pertumbuhan


massa atau tumor bertangkai

Prevalensi kasus polip serviks berkisar


antara 2 hingga 5% wanita

68% gejala berupa “abnormal vaginal


bleeding”
Anatomi Serviks
Definisi
 Polip serviks adalah
tumor jinak berupa
adenoma maupun
adenofibroma

 Tumbuh menonjol
dan bertangkai,
tumbuh di mukosa
serviks.
Etiopatogenesis

Degenerasi
Hiperplastik Hormonal

Inflamasi Kongesti
Pembuluh
Darah

Merck Manual Professional. Benign Gynecologic Lession: Cervical Polyp.Gynecology and Obstersics, 2008
Faktor Risiko
Hipertensi

Vaginitis dan Servisitis Berulang

Peningkatan Usia

Obesitas

Tamoxifen
Morfologi
• Polip
Endoserviks

• Polip
Ektoserviks

• Struktur polip
memiliki
vaskularisasi
yang adekuat
Intermenstrual bleeding, postcoital
bleeding, leukorea, hipermenorrhea

“Gejala Tersering”
DIAGNOSIS

1. Anamnesa (keluhan)
2. Inspekulum (pemeriksaan ginekologi
Terlihat : polip bertangkai pada vagina bagian atas
(servik ), agak padat, tertutup epitel, bernanah, warna
merah, mudah berdarah, jaringan dapat bertambah.

3. USG transvaginal
Tatalaksana

1. Ekstirpasi & Kuretase


Polip dipelintir sampai putus, kemudian tangkainya di kuret.

2. Patologi Anatomi Jaringan polip (jika curiga keganasan).


Kemungkinan ganasnya kecil.

3. Obat2an : ex : Analgetik, AB, Vit, Fe


POLIP ENDOMENTRIUM

 Polip endometrium = polip


rahim = Yaitu massa atau
jaringan lunak yang tumbuh
pada dinding bagian dalam
endometrium dan menonjol ke
dalam rongga endometrium
Anatomi & Fisiologi
Endometrium
Uterus :
•Korpus
•Servik

Endometrium :
• kelenjar-kelenjar
endometrium
• sel-sel stroma mesenkim
• pembuluh darah
• tempat Implantasi

Sensitive  Hormone
Estrogen & Progesterone
Penyebab

1. Faktor hormonal

2. Karena adanya bagian dari endometrium yang sangat


sensitif terhadap hormon estrogen sehingga mengalami
pertumbuhan lebih cepat & besar dibanding bagian
endometrium yg lain

3. Produksi hormon yg abnormal yaitu hormon estrogen


yang tidak diimbangi hormon progesteron
Morfologi
Gejala

 Perdarahan diluar waktu haid

 Perdarahan vagina setelah menopause

 Rasa sakit atau dismenore (nyeri pada saat menstruasi)

 Perdarahan yang banyak dan lebih lama

 Mengalami dispareuni ( nyeri saat berhubungan seksual )


Diagnosa

 USG transvaginal
 Histeroskopi
Tatalaksana

1. Terapi Hormon

2. Ekstirpasi & Kuretase : Polip dipelintir sampai putus,


kemudian tangkainya di kuret.

3. Kauterusasi, dilakukan melalui histeroskopi atau pada


polip bertangkai

4. Histerektomi, dilakukan bila hasil pemeriksaan polip


endometrium mengandung sel kanker.
KISTA PILOSEBASEA
 Kista yang paling sering ditemukan pada Vulva.

 Kista yang terbentuk akibat adanya penyumbatan yang disebabkan


oleh infeksi pada saluran duktus sekrekotris kelenjar minyak

 Kista yang dilapisi oleh epitel skuama dan berisi minyak atau
lemak.

 Diameter kecil, soliter, biasanya asimptomatik

 Dapat terjadi infeksi (hiperemis, nyeri lokal)

 Terapi :

Insisi dan drainase (bila infeksi)


KISTA BARTHOLIN
 Ditemukan pada 1/3 posterior
labia minor
 Terjadi akibat sumbatan kel.
Bartolini
 Infeksi sekunder akan
membentuk Abses.
 Ciri Khas:
 Supuratif (hiperemis, permukaan
tegang, dan nyeri)
 Eksudatif (ketegangan kista
berkurang, penipisan dinding
kista, sekret keputihan)
ANATOMI

KELENJAR BARTHOLINI
 Homolog kelenjar Cowper
(Bulbourethral)
 Bilateral di dasar labia
minora
 Ukuran sebesar kacang (0,5-1 cm)
 Kelenjar dilapisi epitel kuboid, duktus o/ epitel
transisional, muara o/ epitel squamosa
 Fungsi: memberikan kelembaban bagi vestibulum
Etiopatologi
 Sumbatan bagian distal duktus Bartholini -> retensi
sekresi -> pelebaran duktus -> kista -> infeksi
sekunder -> abses
Gejala Klinis

1) Teraba massa unilateral pada labia minor sebesar


telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau
terkadang tegang dan keras.
2) Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau
berhubungan seksual.
3) Tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi.
4) Biasanya ada sekret di vagina.
5) Dapat terjadi ruptur spontan.
TERAPI
 Antibiotik
 TINDAKAN OPERATIF
 Incisi dan drainase
 Marsupialisasi
 Bartholinectomy
Marsupialisasi
KISTA GARTNER
• Kista gartner adalah tumor kistik
vagina yang bersifat jinak yang
berasal dari sisa kanalis Wolfii

• Kista gartner berdinding tipis


dan transulen yang berada di
anterolateral vagina yang
tersusun dari epitel gepeng
berlapis atau epitel kolumnar
atau dapat kedua-duanya.
Diagnosa

 Lokasi kista pada anterolateral puncak vagina dekat


urethra dan klitoris

 Saat di palpasi kista bersifat kistik dilapisi oleh dinding


translusen tipis

 Rasa tidak nyaman di vagina jika benjolan membesar


Tatalaksana

 Insisi dinding anterolateral vagina untuk mengeluarkan


kista dan sisa kanalis Wolfii
KISTA NABOTHI

 Kista Nabothi atau kista retensi merupakan kista yang bertempat


dipermukaan serviks.

 Terjadi karena infeksi atau restrukturisasi endoservix sehingga


terjadi metaplasia skuama muara kelenjar endoservix akan
tertutup yang akan membentuk kista.
Faktor Resiko

 1.Penggunaan kondom wanita (cervical cap dan diafragma)

 2. Penyangga uterus (Pessarium)

 3. Alergi spermisida pada kondom pria

 4. Paparan terhadap bahan kimia


Gejala Klinis

 Kebanyakan wanita yang


menderita kista naboti tidak
bergejala (asimtomatik).

 Diameter tumor berkisar


antara 2 - 10 millimeter

 Kandungan mukusnya bisa


berwarna kuning pucat
sampai kecoklatan
Diagnosa
 Anamnesa

Adanya infeksi berulang, nyeri panggul, usia ibu,


higienitas ibu, penggunaan cairan pembersih
vagina.

 Pemeriksaan fisik (Inspekulo)

Secara makroskopik, tampak jaringan tumor yan


g ber!arna putih kekuningan dan terdapat
tampakan yang transparan dan mengandung
mukus

• Pemeriksaan penunjang
• USG transvaginal
• Kolposkopi
• Biopsi
Tatalaksana

 Elektrokauter : kauter (pembakaran) pada kista

 Cryofreezing : Pembekuan pada tumor


Kista Ovarium
1. Kista Follikel
• Kista yang terjadi akibat kegagalan ovulasi yang kemudian cairan
intrafolikel tidak diabsorbsi kembali.
• Kista berukuran (3-8cm)

Gejala klinis:
 Nyeri pelvic
 Dispareneu
 Terjadi pendarahan abnormal

Pemeriksaan penunjang:
 USG Abdomen
 USG Transvaginal

Tatalaksana :
 Pungsi kista
Kista Ovarium
2. Kista Korpus Lutem
• Kista yang terjadi akibat pertumbuhan lanjut dari korpus luteum
atau pendarahan yang mengisi rongga yang terjadi setelah ovulasi.

Gejala klinis:
 Nyeri pelvic
 Dispareneu
 Terjadi pendarahan abnormal

Pemeriksaan penunjang:
 USG Abdomen
 USG Transvaginal

Tatalaksana :
 Pungsi kista
PCOS
(Policystic Ovarium Syndrome)
 Suatu sindrom (Stein-Leventhal
Syndrome) dengan karakteristik
berupa anovulasi kronis dan
hiperandrogenisme yang dapat
menyebabkan beragam
manifestasi klinis.
Anatomi Ovarium
Etiologi

1. Hormon Ovarium meningkat

2. Kadar Androgen yang tinggi

3. Kadar Insulin dan gula darah


yang meningkat
Peningkatan produksi androgen oleh sel theca
karena pengaruh LH yang tinggi
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang

Jenis USG Kriteria Diagnostik


-Penebalan Stroma
Transabdominal - >10 folikel berdiameter 2-9 mm di
subkorteks dalam satu bidang
-Penebalan Stroma 50%
-Volume ovarium > 8cm3
Transvaginal
- >15 folikel dengan diameter 2-10
mm dalam satu bidang
Diagnosis
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik

 Acanthosis Nigricans

 Hirsutisme

 Acne

 Virilisasi

 Obesitas

 Infertil
Diagnosis
Pemeriksaan
penunjang:
USG : Gambaran Polycistic
ovarium
Terapi

 Olahraga secara teratur

 Konsumsi makanan sehat

 Berhenti kebiasaan merokok

 Mengendalikan berat badan


Terapi Medikamentosa

 Kontrasepsi oral

 Progestin sintetis

 Antiandrogen

 Diuretik

 Metformin (Glucophage).
Terapi Pembedahan

1. Electrocauter
2. Laparoscopic ovarian drilling
PROLAPS
PROLAPS UTERI

 Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari posisi normal


di rongga pelvis kedalam atau keluar vagina oleh
karena kelemahan otot atau fascia menyokongnya.
Penyangga Uterus
Etiologi
1. Persalinan pervaginam yang sering

2. Menopause

3. Trauma dasar panggul

4. Peningkatan tekanan intra abdominal, seperti adanya neoplasma


atau asites, batuk yang kronis, atau gejala mengejan (obstipasi,
atau stirktur traktus urinalis).
Patofisiologi
Klasifikasi
 Desensus uteri : Uterus turun tetapi serviks masih didalam vagina

 Tingkat 1 : Uterus turun paling rendah sampai introitus


vagina

 Tingkat 2 : Uterus sebagian keluar dari vagina

 Tingkat 3 : Uterus keluar seluruhnya dari vagina disertai dengan


inversio vagina.
Gejala Klinis
 Pelvis terasa berat dan  Kesulitan berkemih
nyeri pelvis
 Peningkatan frekuensi,
 Protrusi atau penonjolan urgensi, dan inkontinensia
jaringan dalam berkemih

 Disfungsi seksual:  Nausea


dispareunia, penurunan
libido, dan kesulitan  Discharge purulen
orgasme  Perdarahan
 Nyeri punggung bawah  Ulserasi
 Konstipasi  Kesulitan berjalan
Tatalaksana

 Terapi non operatif :

 Latihan latihan otot


dasar panggul, (Senam
Kegel)

 Pemasangan dengan
pessarium.

 Terapi Operatif :

• Hysterektomi vaginae

• Kolporafi anterior
SISTOKEL
Sistokel adalah melemahnya dinding antara vagina dan
kandung kemih yang dapat menyebabkan prolaps kandung
kemih ke dalam vagina
Etiologi

Penyebab terjadinya sistokel antara lain dari :

1. Penegangan otot saat partus

2. Mengangkat beban berat

3. Menopause.
Patofisiologi
Gejala Klinis
 Mengeluh adanya tekanan pada pelvis

 Keletihan

 Masalah perkemihan : inkontinensia, sering berkemih, jika ada


penekanan intraabdominal meningkat (terutama saat bersin,
batuk,tertawa keras, mengangkat barang berat).

 Saat mengejan keras waktu berkemih, sehingga sistokelnya lebih


menonjol, atau bahkan sistokel perlu didorong terlebih dahulu
sebelum berkemih.
Klasifikasi
Klasifikasi sistokel terdiri dari :

1. Grade I ( ringan ) : dimana kandung kemih turun sedikit kejalan vagina.

2. Grade II ( sedang ) : dimana kandung kemih masuk kejalan vagina cukup jauh
kedaerah pintu vagina.

3. Grade III ( berat ) : dimana kandung kemih menonjol keluar kepintu vagina
Tatalaksana
Pengobatan medis:

 Latihan otot-otot dasar panggul (senam Kegel) untuk menguatkanotot-


otot dasar panggul

 Stimulasi otot-otot dengan alat listrik untuk memacu kontraksi otot-otot


dasar panggul

 Terapi hormon estrogen pada pasien menopause.

Pengobatan operatif:

 Kolporafi anterior
REKTOKEL
Rektokel adalah herniasi atau penonjolan dinding anterior rektum
terhadap dinding vagina posterior sedemikian rupa sehingga dinding
anterior rektum berada tepat berseberangan dengan epitel vagina.
Klasifikasi
Secara anatomis rektokel terbagi atas :

 Rendah (Level III DeLancey): defek pada bagian


distal fasia yang melekatkan badan perineum.

 Tengah (Level II DeLancey): defek pada fasia


endopelvik yang meluas pada septum
rektovaginal dan fasia pararektal, timbul di atas
hiatus levator.

 Tinggi (Level I DeLancey): defek pada bagian


proksimal kompleks ligamen uterosakralis dan
kardinal, umumnya timbul sekunder karena
kelemahan septum rektovaginal bagian atas
akibat enterokel.

 Kombinasi ketiganya.
Etiologi
1. Robekan septum rektovaginal

2. Persalinan pervaginam

3. Trauma obstetrik pada vagina dan panggul dapat menyebabkan


kelemahan septum rektovaginal, kerusakan nervus perineal dan
kelemahan seluruh fasia endopelvik serta otot dasar panggul.

4. Peningkatan kronis tekanan intraabdominal,

5. BMI tinggi, kekurangan estrogen, konstipasi kronis.

6. Kelemahan kongenital pada sistem penyokong organ panggul.


Gejala Klinis

 Sering menyebabkan keluhan penekanan pada panggul.

 Perasaan ingin mengejan atau perasaan seperti sesuatu akan keluar dari
kemaluan, dirasakan lebih berat jika berdiri atau mengangkat beban
dan berkurang jika pasien berbaring.

 Keluhan yang berhubungan langsung dengan prolaps:


 Perasaan adanya massa atau penonjolan di vagina
 Penekanan atau nyeri panggul
 Nyeri punggung bawah
 Kesulitan hubungan seksual intravaginal.
 Disfungsi defekasi
Terapi
Pengobatan medis:

 Latihan otot-otot dasar panggul (senam Kegel) untuk menguatkan otot-


otot dasar panggul

 Stimulasi otot-otot dengan alat listrik untuk memacu kontraksi otot-


otot dasar panggul

 Terapi hormon estroge pada pasien menopause.

Pengobatan operatif:

 Kolporafi posterior
TUBO OVARIAL ABSCESS
(TOA)
Tubo-ovarian abscess (TOA) adalah pembengkakan yang
terjadi pada tuba-ovarium yang ditandai dengan radang
bernanah, baik di salah satu tuba-ovarium, maupun
keduanya
• TOA dibagi menjadi 2 yaitu
- TOA primer, berkembang setelah episode PID
- TOA sekunder, abses pelvis yang berkembang dari appendiks /
usus yang perforasi atau yang dikaitkan dgn keganasan
Uterus, Bilateral Fallopian Tubes, and Ovaries

U: Uterus
C: Cervix
F
U F: Fallopian Tube
M O: Normal Ovary
O
M: Inflamed Tubo-
Ovarian Mass
C
Inflamed Fallopian Tubes
Etiologi

 Neisseria gonorrhea
 Chlamydia trachomatis
 Dari kultur : organisme an aerob
E coli (37%), B. fragillis (22%)
Patofisiologi
Gonorrhea dan Chlamydia trachomatis (menginfeksi Tuba fallopi)
penetrasi hancurkan sel epitel nekrosis jaringan desilasi
mukosa lalu membentuk pus  eksudat purulen

Respon inflamasi pada tubuh host muncul gejala klinis

Pus mengalir dari ujung fimbria tuba ke abdomen, menyebar ke ovarium


dan organ lain di dekatnya (omentum, usus, kandung kemih dan uterus
Faktor Risiko

 Adapun faktor risiko adalah sebagai berikut


 Multiple partner Sex
 Status ekonomi rendah.
 Riwayat PID
 Menggunakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Gambaran Klinis
- Demam, ±38°C
- Nyeri pelvis
- terdapat massa pada pelvis
- Discharge vagina
- Mual dengan atau tanpa muntah
- Perdarahan abnormal dari vagina
- Didahului proses inflamasi pelvis akut
- Sering pada usia 20 – 40 tahun (20-60% nullipara)
- Menopouse  infeksi atau perforasi usus
Diagnosa
 Klinis:
 Riwayat infeksi pelvis
 Adanya massa adnexa, biasanya lunak
 Produksi pus dari kuldesintesis pada ruptur

 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium:
 USG
 CT-Scan
 Laparoskopi
Komplikasi

 TOA yang utuh: pecah sampai sepsis, reinfeksi di


kemudian hari, infertilitas

 TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal,


abses subkronik, abses paru/otak.
Tatalaksana
 Curiga TOA utuh tanpa gejala
 Antibotika
 Pengawasan lanjut, bila massa tak mengecil dalam 14 hari
atau mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan
lebih lanjut dengan kemungkinan untuk laparatomi

 TOA utuh dengan gejala :


 Tirah baring posisi “semi fowler”
 Observasi ketat tanda vital dan produksi urine, periksa lingkar
abdmen
 Antibiotika
 Jika perlu dilanjutkan (laparatomi, SO unilateral, atau
pengangkatan seluruh organ genetalia interna)
Lanjutan…

 TOA yang pecah (darurat) :


 Laparotomi dan pasang drain kultur nanah.

Anda mungkin juga menyukai