Anda di halaman 1dari 9

NEUROPSYCHIATRIC SYSTEMIC LUPUS

ERYTHEMATOSUS

Disusun Oleh:

Stacey Nathasia

01073170055

Preseptor:

dr. Evlyne Erlyna Suryawijaya, M.Biomed, SpS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU NEUROEMERGENCY


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RS UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE OKTOBER-NOVEMBER 2018
TANGERANG
ANALISA KASUS

Pasien wanita berumur 29 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
kelemahan anggota gerak kiri mendadak sejak 2 jam SMRS. Kelemahan dirasakan
saat pasien bangun tidur sehingga pasien tidak dapat bangkit dari tempat tidur.
Kelemahan tidak disertai dengan sakit kepala, muntah, kejang, ataupun penurunan
kesadaran. Selain itu, pasien juga mengeluhkan bahwa bicaranya menjadi pelo
bersamaan dengan kelemahan. Pasien juga mengaku bahwa beberapa minggu ini
pasien sedang stress dan kelelahan, serta mengalami rasa gatal dan bentol
kemerahan di daerah muka, leher, dan lengan atas. Berdasarkan anamnesis,
ditemukan bahwa pasien terdiagnosis dengan systematic lupus erythematosus
(SLE) sejak 7 tahun yang lalu dan masih mengkonsumsi obat secara rutin. Obat-
obatan tersebut ialah azatioprin, cavit D3, candesartan, kloroquin, dan
methylprednisolon. Pasien juga memiliki riwayat nefritis lupus.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien compos mentis dan
sedang dalam keadaan hipertensi dengan tekanan darah 150/90 mmHg. Selain itu,
tampak lesi eritema dan ekskoriasi pada wajah, leher, dan lengan atas pasien. Pada
pemeriksaan neurologis, ditemukan hemiparesis sinistra dan parese nervus kranialis
VII dan XII sinistra sentral. Berdasarkan penilaian National Institutes of Health
Stroke Scale (NIHSS), pasien mendapatkan nilai 6 yang berarti pasien
diklasifikasikan sebagai moderate stroke.
Berdasarkan penemuan diatas dan onset gejala pasien yang mendadak,
maka dapat dicurigai bahwa etiologi penyakit pasien adalah vaskuler, yang lebih
tepatnya berupa stroke iskemik. Pada pasien dengan SLE, resiko stroke dan
kematian prematur yang meningkat. Stroke juga ditemukan pada 19% pasien SLE.1
Selain itu, SLE menyebabkan pasien dengan umur muda lebih beresiko mengalami
stroke dibandingkan dengan populasi yang berumur sama tanpa SLE.
Oleh karena riwayat pasien yang telah terdiagnosis dengan SLE dan bahwa
merupakan wanita berumur muda, maka diduga stroke iskemik pasien disebabkan
oleh SLE yang diidap pasien. Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus

1
Futrell N, Millikan C. Frequency, etiology, and prevention of stroke in patients with systemic
lupus erythematosus. Stroke 1989; 20:583.
(NPSLE) merupakan manifestasi neurologis dan psikiatrik dari SLE,
diklasifikasikan sebagai manifestasi sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.
NPSLE adalah komplikasi dari SLE yang cukup berpengaruh pada kualitas hidup,
morbiditas, dan mortalitas pasien.2

Sayangnya, dalam diagnosis NPSLE tidak terdapat sebuah gold standard,


yang berarti diagnosis akan ditegakkan melalui cara eksklusi dan tergantung pada
opini ahli-ahli. Pada seluruh pasien maka perlu dieksklusikan penyebab lain sperti
infeksi, abnormalitas metabolic, atau efek samping obat. Pemeriksaan pada pasien
dapat dilakukan sama seperti pasien tanpa SLE dengan melakukan penilaian
neurologis dan kognitif.3

2
Jeltsch-David H, Muller S. Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus: pathogenesis and
biomarkers. Nature Reviews Neurology. 2014;10(10):579-596.
3
Magro-Checa C, Zirkzee E, Huizinga T, Steup-Beekman G. Management of Neuropsychiatric
Systemic Lupus Erythematosus: Current Approaches and Future Perspectives. Drugs.
2016;76(4):459-483.
Untuk pemeriksaan penunjang, perlu dilakukan CT scan kepala non-
kontras untuk melihat apakah stroke pada pasien merupakan proses iskemik atau
perdarahan. Laboratorium darah juga perlu dilakukan, serta penilaian faktor resiko
menggukan GDS, profil lipid, dan foto x-ray thorax. Sebagai pemeriksaan
penunjang yang belum dilakukan, saya ingin menyarankan tambahan seperti
pemeriksaan laboratorium untuk antiphospholipid, termasuk antibodi
anticardiolipin dan antikoagulan lupus karena pemeriksaan ini memiliki nilai
diagnostic paling baik pada NPSLE, terutama pasien dengan gejala fokal seperti
gangguan serebrovaskular dan kejang.4 Pemeriksaan antibodi antiphospholipid
penting karena pada NPSLE hal tersebut merupakan etiologi yang paling diterima
sebagai penyebab gangguan serebrovaskular. Hal ini dapat terjadi karena
antiphospholipid syndrome (APS) akan ditemukan pada 40% pasien pengidap SLE
berdasarkan American College of Rheumatology. Adanya antibodi antiphospholipid
menyebabkannya kerusakan pada fungsi endotel, stenosis vaskular, aterosklerosis,
aktivasi platelet dan agregasinya. Seluruh proses ini menyebabkan pasien lebih
beresiko untuk terjadi trombosis.5

4
Zirkzee EJ, Magro Checa C, Sohrabian A, Steup-Beekman GM. Cluster analysis of an array of
autoantibodies in neuropsychiatric systemic lupus erythematosus.J Rheumatol. 2014;41(8):1720-1.
5
Corban M, Duarte-Garcia A, McBane R, Matteson E, Lerman L, Lerman A. Antiphospholipid
Syndrome. Journal of the American College of Cardiology. 2017;69(18):2317-2330.
Selain itu, stroke iskemik dapat terjadi pada pasien dengan SLE oleh
karena aterosklerosis. Aterosklerosis dapat terjadi lebih cepat pada pasien dengan
SLE oleh karena produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks imun yang pada akhirnya merusak endotelium. Hilangnya integritas
fungsional dari sel endotelial menyebabkan sebuah kaskade yang terdiri dari sistem
koagulasi, kinin, komplemen, dan fibrinolitik – yang seharusnya menyebabkan
perbaikan dari lokasi yang rusak pada keadaan normal. Ketidakseimbangan dari
sistem-sistem ini menyebabkan terjadinya aterogenesis.

Pasien dengan SLE memiliki keadaan prokoagulan yang disebabkan oleh


kerusakan endotel. Kerusakan jaringan memicu kaskade koagulasi yang
mendukung permeabilitas vaskular dan vasodilatasi. Kaskade ini akan
menyebabkan agregasi dan adhesi platelet.6

6
Thomas G, Tam L, Tomlinson B, Li E. Accelerated atherosclerosis in patients with systemic
lupus erythematosus: a review of the causes and possible prevention. Hong Kong Medical Journal.
2002;8:26-32.
Untuk penatalaksanaan, pasien dapat diberikan tatalaksana stroke pada
umumnya. Saat pasien datang maka dapat langsung dilakukan stabilisasi jalan
napas dan pernapasan. Pasien diposisikan dengan elevasi kepala 30o. Oksigen dapat
diberikan apabila saturasi oksigennya <95% dengan nasal kanul. Akses vena dapat
dipasangkan pada pasien untuk tatalaksana selanjutnya. Pasien harus terus
diobservasi dan dibawa untuk melakukan CT scan kepala non-kontras secepatnya.
Pasien tentunya juga harus dikonsultasikan kepada spesialis saraf dan spesialis
penyakit dalam. Saat hasil keluar dan menunjukkan bahwa tidak ditemukan maka
dapat dilanjutkan dengan trombolisis oleh karena onset gejala pada pasien yang
masih <4,5 jam dan tidak masuk kriteria eksklusi dari rtPA.

Proses rtPA adalah pemeberian alteplase dengan dosis 0,9 mg/kgBB dalam
1 jam dengan 10% dari dosis diberikan pada menit pertama. Setelah itu pasien perlu
dirawat di stroke unit dan diobservasi untuk memantau tanda-tanda terjadi
perdarahan dan dilakukan CT scan kepala non kontras ulang 24 jam setelahnya.
Pasien lalu dapat diberikan antiplatelet berupa aspirin 80 mg setiap harinya 24 jam
setelah pemberian IV alteplase sebagai prevensi.7 Apabila tidak terjadi komplikasi,
maka pasien dapat kemungkinan akan dirawat selama 5-7 hari sampai fase akut dari
stroke berakhir.
Untuk memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak berulang lagi, maka
perlu dipastikan bahwa faktor-faktor resiko pada pasien harus terkontrol dan begitu

7
Powers W, Rabinstein A, Ackerson T, Adeoye O, Bambakidis N, Becker K et al. 2018
Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for
Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association.
Stroke. 2018;49(3).
juga dengan keadaan SLE pasien. Pasien perlu dikonsulkan kepada ahli reumatologi
ataupun spesialis penyakit dalam untuk terapi dari SLE yang dimilikinya.
Tatalaksana dapat bervariasi berdasarkan penyebab kejadian NPSLE, baik
penyebabnya inflamasi maupun iskemia.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Futrell N, Millikan C. Frequency, etiology, and prevention of stroke in patients with


systemic lupus erythematosus. Stroke 1989; 20:583.
2. Jeltsch-David H, Muller S. Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus:
pathogenesis and biomarkers. Nature Reviews Neurology. 2014;10(10):579-596.
3. Magro-Checa C, Zirkzee E, Huizinga T, Steup-Beekman G. Management of
Neuropsychiatric Systemic Lupus Erythematosus: Current Approaches and Future
Perspectives. Drugs. 2016;76(4):459-483.
4. Zirkzee EJ, Magro Checa C, Sohrabian A, Steup-Beekman GM. Cluster analysis of an
array of autoantibodies in neuropsychiatric systemic lupus erythematosus.J Rheumatol.
2014;41(8):1720-1.
5. Corban M, Duarte-Garcia A, McBane R, Matteson E, Lerman L, Lerman A.
Antiphospholipid Syndrome. Journal of the American College of Cardiology.
2017;69(18):2317-2330.
6. Thomas G, Tam L, Tomlinson B, Li E. Accelerated atherosclerosis in patients with
systemic lupus erythematosus: a review of the causes and possible prevention. Hong
Kong Medical Journal. 2002;8:26-32.
7. Powers W, Rabinstein A, Ackerson T, Adeoye O, Bambakidis N, Becker K et al. 2018
Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A
Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2018;49(3).

Anda mungkin juga menyukai