SKENARIO
Seorang laki-laki, 64 tahun, dirawat di RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh kelemahan
seluruh tubuh sebelah kanan yang terjad secara tiba-tiba saat penderita sedang beristirahat. Saat
serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5
tahun tapi control tidak teratur. Penyakit ini diserita untuk pertama kali.
Pemeriksaan fisik
a. Status Generalikus :
BB : 80 kg, TB : 167 cm
Kepala:
Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal
Thorax:
Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade
II di area katup mitral. Pulmo
b. Status Neurologikus:
Fungsi motorik:
Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-
Fungsi sensoris: dalam batas normal
Laboratorium:
Darah rutin:
Hb: 12,3 g/dl, Ht: 37 vol%, Leukosit: 7000/mm 3, LED: 30 mm/jam, Trombosit: 270.000/mm3
Kimia klinik:
Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl
B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kencing manis kelainan yang ditandai dengan ekskresi urin yang
banyak
10. Babinsky, Chaddock goresan sepanjang tepi lateral kaki diluar telapak
kaki dari bawah ke atas
C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Seorang laki-laki, 64 tahun, dirawat di RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh
kelemahan seluruh tubuh sebelah kanan yang terjad secara tiba-tiba saat penderita sedang
beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar
2. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi
masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
3. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi control tidak teratur.
Penyakit ini diserita untuk pertama kali.
4. Pemeriksaan fisik
Status Generalikus :
BB : 80 kg, TB : 167
cm Kepala:
Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan
tertinggal
Thorax:
Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik
grade II di area katup mitral.
Status Neurologikus:
Fungsi motorik:
Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-
Darah rutin:
Hb: 12,3 g/dl, Ht: 37 vol%, Leukosit: 7000/mm 3, LED: 30 mm/jam, Trombosit:
Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl
Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu,
yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Pada kasus ini arteri yang mengalami
gangguan yaitu arteri serebri media. Gejala klinis jika terjadi sumbatan pada arteri serebri media
adalah Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan, bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
2. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih
dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
a. Apa penyebab pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun
isyarat ?
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia adalah
suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau lesi patologik
pada area lobus frontal, temporal, atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu
area broca, area wernicke atau jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini
biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan
tempat kemampuan berbahasa diatur.
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak
traumatik, pendarahan otak akut, penyakit degeneratif dan sebagainya. Afasia dapat muncul
perlahan-lahan pada kasus tumor otak.
Area broca atau area 44 dan 45 broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik
berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa
memahami bahasa dan tulisan.
Area wernicke atau area 41 dan 42 broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk
impuls pendengaran. Lesi pada daerah ini akan menyebabkan penurunan hebat kemampuan
memahami serta mengerti suatu bahasa.
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua daerah pengaturan bahasa diatas. Selain itu
lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat
muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area broca dan area
wernicke.
Afasia dapat diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinik yaitu afasia tidak lancar/non-fluent
dan afasia lancara/fluent. Berdasarkan lesi anatomik yaitu afasia broca/motorik, ekspresif, afasia
wernicke/sensorik,reseptif, dan afasia konduksi. Sindrom afasia daerah perbatasan yaitu afasia
transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik dan afasia transkortikal campuran. Sindrom
afasia subkortikal yaitu afasia talamik dan afasia striatal. Sindrom afasia non-lokalisasi yaitu
afasia anomik dan afasia global.
Pada kasus ini afasia yang terjadi adalah afasia broca (motorik,ekspresif) yaitu ketidakmampuan
untuk berbicara,mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.
3. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi control tidak teratur. Penyakit
ini diserita untuk pertama kali.
a. Apa dampak dari kencing manis dan darah tinggi yang tidak terkontrol ?
DM jangka panjang
1. Efek mikrovaskuler
Gejala kerusakan pembuluh-pembuluh darah halus terutama terjadi pada mata, ginjal, dan saraf:
Kerusakan retina mata (retinopati). Ada jutaan pembuluh darah kecil (kapiler) di retina mata
yang dapat rusak oleh glukosa darah yang terus-menerus tinggi. Retina adalah lapisan tipis di
bagian belakang mata. Fungsinya adalah mengubah cahaya yang masuk mata menjadi sinyal
saraf yang dikirim ke otak. Kerusakan retina terjadi secara bertahap. Pada awalnya, pembuluh
darah di mata menjadi lebih besar di tempat-tempat tertentu (disebut mikroaneurisma).
Pembuluh darah juga bisa tersumbat dan pecah sehingga cairan bisa bocor ke retina. Pada tahap
selanjutnya, pembuluh-pembuluh darah baru mulai tumbuh di mata. Pembuluh tersebut rapuh
dan mudah mengalami perdarahan. Bekas luka yang awalnya kecil kemudian terus berkembang,
baik di retina dan di bagian lain dari mata (vitreous). Akibatnya, berbagai masalah penglihatan
seperti kehilangan ketajaman, kehilangan penglihatan warna, dan bahkan kebutaan total dapat
terjadi. Yang terakhir ini terjadi ketika pembuluh- pembuluh darah kecil bocor parah sehingga
darah mengalir deras keluar dan menutupi sebagian besar retina. Sel-sel retina menjadi rusak
permanen. Manifestasi spesifik dari kerusakan pembuluh kapiler di mata pada penderita
diabetes disebut retinopati diabetik. Tingkat keparahannya sangat bervariasi pada masing-
masing orang.
Kerusakan ginjal (nefropati). Di ginjal, proses yang sama terjadi terhadap jutaan filter sangat
halus yang disebut glomerulus (jamak: glomeruli). Filter tersebut dalam kondisi normal terdiri
dari pembuluh-pembuluh darah sangat halus yang secara selektif meloloskan sampah dari
pembuluh darah dan mengumpulkannya di dalam urin, sementara zat-zat berguna dalam darah
seperti protein, antibodi, dan lainnya ditahan untuk dikembalikan ke dalam aliran darah. Akibat
diabetes kronis, pembuluh-pembuluh darah di glomeruli mengalami kebocoran sehingga
meloloskan zat-zat yang berguna ke dalam urin. Selain itu, sel-sel pembentuk glomeruli mulai
mati. Kondisi ini disebut nefropati diabetik. Bila berlanjut, kerusakan jutaan glomeruli ini
menyebabkan gagal ginjal. Diabetes adalah salah satu penyebab paling umum terjadinya gagal
ginjal.
Kerusakan saraf (neuropati). Neuropati diabetik adalah komplikasi umum dari diabetes. Sekitar
50% penderita diabetes pada akhirnya mengembangkan kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat
bersifat sementara atau permanen. Kerusakan saraf yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah dan kadar gula darah tinggi tersebut dapat memengaruhi saraf di tengkorak (saraf kranial)
atau saraf di kolom tulang belakang dan cabang-cabangnya. Penderita komplikasi neuropati
diabetik lebih mungkin untuk mengalami cedera kaki. Hal itu karena mereka tidak merasakan
sakit, panas, dingin, atau tekanan di kaki akibat matinya sensor saraf. Bila kaki mereka terluka,
mereka tidak menyadarinya sehingga berkembang menjadi infeksi. Neuropati diabetik otonom
memengaruhi saraf yang mengatur fungsi organ vital, termasuk jantung dan lambung.
2. Efek makrovaskuler
Gula darah yang tinggi mempercepat proses aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh darah
besar seperti aorta, arteri koroner, atau arteri yang memasok darah ke kaki dan otak. Akibatnya,
risiko serangan jantung dan stroke jauh lebih besar pada penderita diabetes daripada non-
penderita yang memiliki usia, ras, berat badan, dan jenis kelamin yang sama.
b. Apa sajakah faktor resiko dari kasus yang dialami oleh laki-laki ini?
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke bertambah
dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di
bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intra-kranial maupun perdarahan
subarahnoid.
2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia jantung dan atrium
fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Risiko pada wanita lebih besar daripada
pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.
4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun fibrinogen akan
meningkatkan risiko stroke.
7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap per hari.
8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa. Obesitas tanpa
hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang bermakna.
4. Pemeriksaan fisik
Status Generalikus :
BB : 80 kg, TB : 167 cm
Kepala:
Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal
Thorax:
Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade
II di area katup mitral. Pulmo
Status Neurologikus:
Fungsi motorik:
Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-
GCS 15 15 Normal
Mekanisme Abnormal :
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut
the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Hipertensi lama kelamaan dapat menimbulkan penebalan pembuluh darah dan
meningkatkan tahanan vaskuler. Selain itu hipertensi dapat merubah kemampuan endotel
untuk melepas vasokatif dan menimbulkan peningkatan tonus otot dan menyebabkan
mudah terjadi vasokontriksi pembuluh darah. Hipertensi dapat mempermudah terjadinya
atherosclerosis yang menyebabkan thrombus atau emboli, dan menyebabkan mudahnya
terjadi atrial fibrillation dan pembentukan emboli pada atrium kiri.
Bila irama denyut nadi tidak teratur, menunjukkan beberapa kemungkinan antara lain: a.
Sinus aritmia (keadaan normal dimana pada inspirasi denyut nadi lebih cepat dari pada saat
ekspirasi) b. Ekstrasistolik (keadaan diman terdapat sekali – kali denyut nadi yangdatang
lebih cepat (prematur) dan disusul dengan suatu istirahat yang lebih panjang) c. Fibrilasi
atrial (keadaan dimana denyut nadi sama sekali tidak teratur/ tidak ada irama dasar. Dalam
keadaan ini harus dihitung denyut jantung dan dibandingkan dengan frekuensi nadi dan
biasanya frekuensi nadi lebih rendah sehingga terdapat pulsus defisit) d. Blok
atrioventrikuler (keadaan dimana tidak semua rangsang dari nodus SA diteruskan ke
ventrikel sehingga saat itu ventrikel tidak berkontraksi, dalam keadaan ini biasanya terdapat
bradikardia)
BMI (obesitas tingkat 1) pada skenario ini tidak diberi penjelasan apakah laki – laki ini
memiliki riwayat keturunan obes atau mempunyai pola makan yang tidak baik.
3. Kepala:
Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal
Pemeriksaan fisik kepala dengan hasil normal mengesampingkan diagnosis banding berupa
tumor otak, dimana pada kasus tumor otak dapat terjadi dilatasi pupil, papiledema,
peningkatan tekanan intrakranial, atau pada anak kecil dapat terjadi pembesaran diameter
tengkorak dan penonjolan bagian fontanel.
4. Thorax:
Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade
II di area katup mitral. Pulmo
Murmur sistolik
grade II di area (-) Abnormal
katup mitral
5. Status Neurologikus:
Fungsi motorik:
Ext. Superior et inferior dextra et sinistra:
Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-
a. Status neurologi
Pemeriksaan Normal Hasil Interpretasi
Kerutan dahi Kerutan dahi Normal
simetris simetris
Dalam praktek sehari-hari, tenaga (kekuatan) otot dinyatakan dengan menggunakan angka
dari 0-5.
c. Fungsi sensoris
Dalam batas normal
5. Laboratorium:
Darah rutin:
Hb: 12,3 g/dl, Ht: 37 vol%, Leukosit: 7000/mm 3, LED: 30 mm/jam, Trombosit: 270.000/mm3
Kimia klinik:
Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl
Mekanisme Abnormal :
- Hb:12,3 g/dl
Hal ini menunjukkan bahwa penderita mengalami anemia. Hal ini dapat terjadi akibat
bertambahanya usia. Semakian tua usia seseorang maka akan cenderung terjadi anemia
pada orang tersebut. Selain itu anemia juga dapat diakibatkan oleh terjadinya agregasi
eritrosit karena adanya agregasi trombosit. Dalam konteks lain anemia juga dapat terjadi
akibat adanya kerusakan ginjal sehingga menganggu pembentukan eritropoetin untuk
pematangan sel darah merah, sehingga dapat terjadi anemia. Namun , dari pemeriksaan lab
belum didapatkan adanya kenaikan secara berarti dari ureum dan keratin.
- Ht : 37 vol%,
Hematokrit menurun akibat terjadi anemia. Prinsip pemriksaan hematokrit adalah dengan
melakukan sentrifugasi pada darah vena yang diambil. Bila terjadi anemia maka akan terjadi
penurunan jumlah RBC. Akibatnya ketika disentrifugasi hanya akan ada sedikit RBC yang
diendapkan, sehinga akan terjadi penurunan jumlah hematokrit.
- LED : 30 mm/jam
Peningakatan LED dapat terjadi karna 2 hal. Pertama apabila terjadi anemia maka jumlah
RBC akan berkurang. Hal ini mengakibatkan peningkatan kecepatan laju darah untuk
mengendap bila didiamkan selama satu jam. Kedua, selain akibat anemaia, adanya inflamasi
juga dapat meningkatkan nilai LED. Inflamasi dalam kasusu ini terjadi akibat adanya plak
aterosklerosis dan pembentukan thrombus.
2. Kimia Klinik
Hasil pem. Lab Nilai pada kasus Nilai rujukan Keterangan
Kolesterol total 300 mg/dl <200 mg/dl Tinggi,
hiperlipidemia
bawah sebelah kiri (-3 0o sampai +90o) karena otot ventrikel kiri menghasilkan depolarisasi
yang lebih kuat daripa da otot bagian kanan jantung. Adanya deviasi axis dapat membantu
menegakkan diagnosis klinis.
Left Axis Deviation (LAD) adalah kondisi dimana rata-rata axis elektrik dari kontraksi
ventrikel jantung berada diantara -30° sampai -90° (deviasi ke kiri). Hal in i menggambarkan
kompleks QRS positif p ada sadapan I dan negatif pada sadapan aVF dan II. Penyebab umum
dari terbentuknya LA D adalah hipertropi ventrikel kiri, lesft anterior fa sicular block (atau
hemiblock) dan infark myocardium inferior. LAD dapat pula timbul pada orang obese atau
berasosiasi dengan Si ndrom Wolf-Parkinson-White (WPW) ataupun a trial septal defect
(ASD).
LAD menandakan gambaran sumbu ke kiri yang khas akibat penjalaran impuls lebih lambat
pada ventrikel kiri akibat dari hipertrofi ventrikel kiri sehingga depolarisasi jantung yang
menyebar melewati ventrikel kanan akan 2-3 kali lebih cepat dari depolarisasi yang
melewati ventrikel kiri. Ventrikel kanan akan bermuatan elektronegatif sementara ventrikel
kiri tetap bermuatan elektropositif. Sehingga timbul vektor dengan kekuatan yang sangat
besar yang diproyeksikan dari ventrikel kanan menuju ke ventrikel kiri.
7. Template
a. Differential Diagnosis
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multiple
a. Working Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan EKG dapat
disimpulkan pasien ini menderita stroke non-haemorrhagic et causa cardioemboli, Hipertensi,
Diabetes Melitus, dan Atrial Fibrilasi.
b. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :
- Stroke perdarahan atau strok hemoragik
- Stroke iskemik atau stroke non hemoragik kematian jaringan otak karena pasokan
darah yang tidak adekuat
Etiologi:
Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah. Selain dari endapan
lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri
(tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter
pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini
berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri
atau vena.
Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju
otak.
Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin dan kokain
dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Viskositas darah
Sistem pompa darah
Penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark, penyakit jantung ischemic)
c. Epidemiologi
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat264 orang
penderita stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan olehkelebihan lemak,
merokok, hipertensi dan riwayat stroke. Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat
oleh Pusat Pengembangan danPenanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi
pada tahun 2002,terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia
30-50tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun
sebesar22,95%.Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun1999-
2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan sukupenderita stroke
yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang(54,5%) dan yang
terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan statusperkawinan penderita
stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawinsebanyak 217 orang (98,6%) dan
yang berstatus tidak kawin sebanyak 3 orang(1,4%).
Menurut Tempat
Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderitastroke pertahun,
dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angkakematian penderita stroke
di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun.Di China (2005), terdapat 1,5 juta
penderita stroke dan 1 juta penderita strokemeninggal dunia dengan CFR 66,66%.Di India,
angka prevalensi stroke sebesar 8,6per 100.000 populasi pertahun.Di Indonesia
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena seranganstroke, 125.000 orang
meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacatringan atau berat dengan
proporsi 75% (375.000 orang).
Menurut Waktu
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwadi seluruh dunia,
dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun2015 dan 7,8 juta
penderita pada tahun 2030.Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000
sebanyak 641 orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan
tahun2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita
strokeyang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat penderita
strokesebanyak 255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393
orangdan tahun 2000 sebanyak 459 orang.
d. Tatalaksana
Tatalaksana Farmakologi dan Non-farmakologi sesuai kasus
1) Menjamin 02 / energy ke otak tetap baik dengan memberikan life support secara
umum
2) Memperbaiki metabolisme sel otak
3) Meminimalkan lesi stroke
4) Mencegah komplikasi akibat stroke
5) Melakukan rehabilitasi
6) Mencegah timbulnya serangan ulang stroke
Prinsip :
Airway : pertahankan jalan nafas tetap lancar
Brain: cegah / atasi edema dan juga kejang
Circulation : fungsi jantung ; tekanan darah ; viskositas darah
Infection : cegah / atasi infeksi
Nutrition: sesuai kebutuhan dengan memperhatikan penyakit penyerta
Penatalaksanaan Emergency
1) Pastikan jalan napas bersih, posisikan kepala 30-45 derajat
memungkinkan jalan napas dapat lancar dan tidak ada hambatan
2) Beri oksigen melalui nasal kanul, saturasi oksigen > 95 %, bia pasien sedang
mengalami sesak napas lakukan oksigenisasi dengan cepat
3) Perbaiki sirkulasi dengan pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin
0,9%atau RL dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5%
sebaiknyatidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri. Jangan lupa
pasang kateter untuk monitoring output.
4) Jangan dulu mencoba untuk menurunkan tekanan darah, karena bere siko untuk
memperluas kerusakan yang terjadi, kecuali bila terdaapt komplikasi hipertensi
sepertiedem pulmonary.
5) Atasi kejang dan demam (jika terjadi) dengan diazepam 5-
20 mg slow IV,acetaminophen 650 mg.
6) Atasi palpitasi jantung agar jantung tidak berdebar dengan cepat.
7) Berikan aspirin 300 mg tablet dalam 48 jam jika terjadi pendarahan intraserebral dan
subaraknoid.
8) Setelah kondisi stabil lakukan (CT SCAN otak; Laboratorium darah: rutin,
trombosit,BSS, ureum, creatinin, elektrolit, faktor pembekuan; chest X ray; EKG dll)
Medikamentosa:
Hg or DBP 121-140 mm Hg
IVP andconsider labetalol infusion at
1-2mg/min or nicardipine 5 mg/h
IVinfusion and titrate
Antihypertensive therapy
indicatedonly if AMI, aortic
Non-medikamentosa:
5.Jangan mengejan
e. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang
dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif
dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia
aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan
pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki
risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24
jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5%
dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak
onset stoke :
i. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
ii. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
iii. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
iv. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
v. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
vi. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
vii. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
viii. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
f. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe stroke, derajat, durasi obstruksi, dan seberapa luas jaringan yang
mengalami kelumpuhan. Hal ini juga harus sesuai dengan ketepatan dalam cepatnya dan
ketelitian dalam penangan dan besarnya lesi. Jadi harapan, dubia ad bonam sekitar 50%
- Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi
normalnya.
- Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu bergerak,
berbicara atau makan secara normal.
g. KDU
3B mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, merujuk ke rumah sakit yang
relevan (kasus gawat darurat).
E. HIPOTESIS
Seorang laki-laki 64 tahun, diduga mengalami stroke non hemmoragic akibat hipertensi dan diabetes
yang tidak terkontrol.
F. KESIMPULAN
Seorang laki-laki, 64 tahun, mengalami stroke non hemoragik akibat hipertensi dan diabetes yang
tidak terkontrol, ditambah dengan penyakit jantung katup regurgitasi mitral dan aterosklerosis yang
menyebabkan iskemik.
G. KERANGKA KONSEP
DM Dislipidemia Hipertensi
Pembentukan Plak ↑ beban tekanan dan
Gg. Metabolisme
glukosa pada pembuluh darah beban volume jantung
Pemb. trombus ↑ tegangan dinding
Pemecahan lemak di
jaringan adiposa ↑ otot jantung
Emboli Jantung mengalami Hipertrofi
↑ pelepasan TGD
LV sbg kompensasi
Disfungsi endotel
Iskemia
Gyrus Prasentralis
(area motorik)
Anatomi :
Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii, dilanjutkan
sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum.
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemisperium cerebri yang
dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut corpus callosum. Setiap hemisphere
terbentang dari os frontale sampai os occipitale, di atas fossa cranii anterior, media, dan
posterior, di atas tentorium cerebelli.
Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh substantia grisea.
Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyri, yang dipisahkan oleh fissura atau sulci. Sejumlah sulci
yang besar membagi permukaan setiap hemisphere dengan lobus-lobus. Lobus-lobus diberi
nama sesuai dengan tulang tengkorak yang ada diatasnya :
- Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
- Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
- Lobus occipitalis, terletak di bawah sulcus parieto-occipitalis
- Lobus temporalis, terletak di bawah sulcus lateralis.
Lobus Parietalis
- Area somatosensorik primer (Korteks sensorik somatik primer S1) menempati gyrus
postcentralis (terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis) di permukaan lateral
hemispherium dan permukaan medial bagian posterior lobulus paracentralis (area
Brodmann 3,1, dan 2).
Area somatosensorik primer cortex cerebri menerima serabut-serabut proyeksi dari
nucleus ventralis posterolateral thalami dan nucleus ventralis posteromedial thalami.
Setengah bagian tubuh kontralateral dipresentasikan terbalik. Daerah faring, lidah, dan
rahang dipresentasikan di bagian paling inferior gyrus postcentralis; daerah ini diikuti oleh
wajah, jari-jari tangan, tangan, lengan, badan, dan paha. Area tungkai dan kaki terdapat
pada permukaan medial hemisphere di bagian posterior lobulus paracentralis, begitu juga
dengan daerah anal dan genital.
Walaupun sebagian besar sensasi mencapai korteks dari sisi tubuh yang berlawanan,
beberapa sensasi dari daerah mulut berjalan ke sisi ipsilateral, dan sensasi yang berasal
dari faring, laring, dan perineum berjalan ke kedua sisi.
- Area somatosensorik sekunder (korteks sensorik somatik sekunder, S2) terletak di bibir
atas crus posterius fissura lateralis. Area somatosensorik sekunder jauh lebih kecil dan
kurang penting daripada area sensorik primer.
Daerah wajah terletak paling anterior, sedangkan daerah tungkai paling posterior. Tubuh
dipresentasikan secara bilateral pada sisi kontralateral yang dominan.
Diketahui bahwa neuron-neuron terutama bereaksi terhadap stimulus kulit sementara,
seperti gosokan sikat atau ketukan pada kulit.
Area somatosensorik asosiasi menempati lobulus parietalis superior yang membentang
hingga permukaan medial hemispherium cerebri (area Brodmann 5 dan 7). Fungsi
utamanya diduga adalah menerima dan mengintegrasikan berbagai modalitas sensorik.
Misalnya, seseorang mampu mengenali sebuah objek yang diletakkan ditangannya tanpa
melihat. Dengan kata lain, area ini tidak hanya menerima informasi mengenai ukuran dan
bentuk objek, tetapi juga menghubungkannya dengan pengalaman sensorik sebelumnya
sehingga informasi dapat diinterpretasikan dan dikenali.
Fisiologi :
1. Kolumna Dorsalis Lemniskus Medialis (Jaras
Sensorik)
2. Traktus Kortikospinal (Jaras Motorik)
Walaupun setiap jaras berakhir pada nukleus-nukleus yang berbeda, namun rangsangan dari
nukleus-nukleus tersebut seluruhnya disampaikan ke gyrus postcentralis (jaras sensori) dan
gyrus precentral (jaras motorik), kerusakan pada gyrus-gyrus ini dapat menyebabkan
kelumpuhan total fungsi sensorik dan motorik seseorang.
Gambar homunculus diatas (pada precentral dan postcentral gyrus) menunjukan fungsi tiap-
tiap area yang berbada, hal ini dapat dijadikan petunjuk seberapa besar nekrosis yang terjadi
pada lobus-lobus ini.
Pengaliran darah ke-otak dilakukan oleh 2 pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri carotis
interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang arteri
vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arterio karotis bercabang menjadi arteri cerebri
anterior dan arteri cerebri media yang memperdarahi daerah depan hemisfer cerebri, pada
bagian belakang otak dan dibagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakhir ini
memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis ( chusid,
1993)
- Tekanan darah dikepala (perebedaan antara tekanan arteriol dan venosa pada daerah
setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata-rata 70 mmHg, dan
dibawah tekanan ini terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius.
- Resistensi cerebrovaskuler : Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh
:
Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran
darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada
tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat.
Viskositas darah : sirkulasi dapat menurun lebih dari 50% pada policythemia, suatu
peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat.
Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : pada keadaan patologis, blok
ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah ke
otak.
Perdarahan Otak :
1. Arteri Otak
Otak dipasok oleh dua a. carotis interna dan dua a. vertebralis. Keempat arteri ini
- A. Vertebralis
A.vertebralis, cabang dari bagian pertama a.subclavia, berjalan naik melalui foramen
processus transversi C1-6. Masuk ke cranium melalui foramen magnum dan berjalan ke
atas, ke depan dan ke medial pada medulla oblongata. Sampai di tepi bawah pons arteri
ini bergabung dnegan pembuluh pasangannya, membentuk a. basilaris. Cabang-cabang
kranial a. vertebralis :
Rami meningei
A.spinalis anterior dan posterior
A.inferior posterior cerebelli
Rami medullares
- Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk oleh penggabungan dua a. vertebralis, berjalan naik dalam alur pada
permukaan anterior pons. Pada tepi atas pons, bercabang menjadi dua a.cerebri posterior.
Cabang-cabang :
Circulus willisi terletak dalam fossa interpenducularis pada facies inferior cerebri. Ia
dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis.
A.communicans anterior, cerebri anterior, carotis interna, communicans posterior, cerebri
posterior dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus willisi memungkinkan darah
yang masuk melalui a. carotis interna atau a.vertebralis untuk disebarkan ke setiap bagian
hemispherium cerebri. Cabang-cabang kortikal dan setral timbul dari circulus dan
mendarahi substansia otak.
Sirkulus willisi merupakan sirkulasi kolateral yang menjadi suatu jalan untuk menjamin
ketersediaan kebutuhan otak akan vaskularisasi terutama saat terjadinya iskemik cerebri
atau pada gangguan -gangguan lain. Hal ini penting karena otak menerima 1/6 Cardiac
2. Vena Otak
Vena otak tidak memilik j aringan otot dalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak memiliki
katup. Vena-vena ini kel uar dari otak dna terletak dalam cavum arach noidea. Kemudian
menembus arachnoid mat er dan lapis meningeal dura mater, mengalir ke dalam sinus venosus
cranialis. Terdiri dari vena cerebri, cerebelli dan vena batang otak. V.magn a cerebri dibentuk
oleh bergabungnya kedua v.interna cerebri dan bermuara ke sinus rectus.
2. Stroke
Strok adalah sindrom klinis yg awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/at au global, yg berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan per edaran darah otak
non traumatik
Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA)
Klasifikasi
Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan
oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
Etiologi
Faktor Resiko
Yang tidak dapat diubah :
Umur
Jenis kelamin
Ras
Genetik
Yang dapat diubah :
Hipertensi
DM
Merokok
Penyalahgunaan alkohol dan obat
Kontrasepsi oral
Hematokrit meningkat
Bruit karotis asimtomatis
Hiperurisemia
Dislipidemia
Cara Mendiagnosis
Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut
(baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau
gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah
seperti mual, muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi
pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau
binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejalah atau onset stroke seperti:
1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi
sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.
b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan
kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan
terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus
okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran
harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.
c. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke, memisahkan
stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan menyediakan
informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks
tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan
dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak
mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat.
1. Arteri serebri media (MCA)
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,
hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik
ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada
tungkai bawah.
2. Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara, timbulnya
refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan
kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik
kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.
3. Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral, kebutaan kortikal,
agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan memori.
4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis, serebellar, batang
otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop,
ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia,
disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis
yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik
kontralateral).
5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah bifurkasio arteri
karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari
arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang
episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri
anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun
dapat timbul.
6. Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di daerah
subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul adalah
hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.
Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia,
dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
sedang diderita saat ini seperti anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejalah
seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.(9)
Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12
jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya
stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA),
asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah
awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi
dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke
akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang
tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan
protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion weighted imaging
(PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik
akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu,
DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung
perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras
dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik et causa cardioemboli
Pasien yang memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika
terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan
terjadinya herniasi otak besar maka target pCO 2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula
diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan
bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan
terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun
GERD.
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke.
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang
kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik
tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar
karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.
Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula
darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus
dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien
dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena
itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK,
pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung
pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran
darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di
sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki
tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik
adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik
kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah
harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus
ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg
maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada
kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah
nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan
diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan
pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi
komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan
adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap
15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam
selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari
nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan
labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga
maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal
15mg/jam.
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai
puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol
rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.
Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika
Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak
mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada
620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu
tidak lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi
pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang
meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai
sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan bahwa
terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar
sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih
kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan
menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam
setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk
stroke iskemik akut tidak dianjurkan.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta
yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose),
diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2. Heparin
c. Hemoreologi
1. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi
lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A 2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time)
plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin
pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet
untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam
arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh
dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A 2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang
memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet.
Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat tiklopidin atau
clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu
studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen
untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen
dengan penggunaan tiklopidin.
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi tiklopidin
untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin,
disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel
glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan
reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk
reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien semakin
buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari
jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
1. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang mengalami
stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang
mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka kombinasi
Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and opens up the
narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada
penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan
untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas
akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan
sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih
dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.
Metabolisme Lemak
Penurunan sintesis trigliserid disertai peningkatan lipolisis mengakibatkan mobilisasi asam lemak
dari penyimpanan trigliserid dalam jumlah besar. Peningkatan asam lemak darah digunakan
sebagai sumber energi alternatif bagi sel tubuh. Peningkatan penggunaan asam lemak oleh liver
mengakibatkan penglepasan badan keton ke plasma darah dalam jumlah besar sehingga terjadi
ketosis yang dapat berujung pada metabolik asidosis progresif. Asidosis menekan otak dan pada
keadaan yang parah dapat mengakibatkan koma diabetikum atau bahkan kematian.
Metabolisme Protein
Salah satu efek defisiensi insulin adalah meningkatkan katabolisme protein. Pemecahan protein
otot mengakibatkan penurunan massa dan kelemahan otot rangka. Diabetes pada anak
menurunkan pertumbuhan secara umum. Penurunan uptake asam amino oleh sel tubuh disertai
peningkatan degradasi protein merupakan penyebab peningkatan kadar asam amino dalam
darah. Asam amino dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai prekursor glukoneogenesis yang
dapat memperparah hiperglikemia.
4. Diagnosis Banding
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10.Sklerosis multiple