Anda di halaman 1dari 61

A.

SKENARIO

Seorang laki-laki, 64 tahun, dirawat di RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh kelemahan
seluruh tubuh sebelah kanan yang terjad secara tiba-tiba saat penderita sedang beristirahat. Saat
serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5
tahun tapi control tidak teratur. Penyakit ini diserita untuk pertama kali.

Pemeriksaan fisik

a. Status Generalikus :

Sensorium : compos mentis , GCS : 15

Vital sign : TD : 180/100mmHg, N : 100x/mnt ireguler, RR : 20x/mnt, Temp : 36.8 oC

BB : 80 kg, TB : 167 cm

Kepala:

Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal

Lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-).

Thorax:

Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade
II di area katup mitral. Pulmo

: dalam batas normal

b. Status Neurologikus:

Fungsi motorik:

Ext. Superior et inferior dextra et sinistra:

Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-
Fungsi sensoris: dalam batas normal

Fungsi luhur: afasia motorik

Pemeriksaan neurologis lain dalam batas normal

Laboratorium:

Darah rutin:

Hb: 12,3 g/dl, Ht: 37 vol%, Leukosit: 7000/mm 3, LED: 30 mm/jam, Trombosit: 270.000/mm3

Kimia klinik:

Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl

BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl

Ureum: 40 mg/dl, Creatinin: 1,1 mg/dl

EKG: HR: 100-115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain

B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kencing manis kelainan yang ditandai dengan ekskresi urin yang
banyak

2. Hipertensi tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tingi


daripada normal karena penyempitan pembuluh
darah atau gangguan lainnya

3. Lagoftalmus ketidakmampuan mata untuk menutup dengan


sempurna

4. Plica nasolabialis lipatan diantara hidung dan sudut bibir


5. Fasikulasi berkerutnya sekelompok serabut otot yang dapat
dilihat dan secara subjektif dirasakan juga sebagai
getaran atau denyutan dibawah kulit

6. Deviasi penyimpangan dari standard atau perjalanan biasa


7. Murmur sistolik grade II Bising jantung yang terdengar selama sistol
biasanya disebabkan oleh regurgitasi katup mitral
atau trikuspid atau karena obstruksi katup aorta
atau pulmonal

8. Tonus ketegangan jaringan khususnya otot dan kulit


9. Clonus serangkaian kontraksi dan relaksasi otot involunter
yang bergantian secara cepat

10. Babinsky, Chaddock goresan sepanjang tepi lateral kaki diluar telapak
kaki dari bawah ke atas

11. Afasia motoric hilangnya kemampuan secara total atau parsial


dalam berbicara

12. LV strain peregangan atau pengunaan otot ventrikel kiri


secara berlebihan

C. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Seorang laki-laki, 64 tahun, dirawat di RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh
kelemahan seluruh tubuh sebelah kanan yang terjad secara tiba-tiba saat penderita sedang
beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar
2. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi
masih dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
3. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi control tidak teratur.
Penyakit ini diserita untuk pertama kali.
4. Pemeriksaan fisik
Status Generalikus :

Sensorium : compos mentis , GCS : 15

Vital sign : TD : 180/100mmHg, N : 100x/mnt ireguler, RR : 20x/mnt, Temp : 36.8 oC

BB : 80 kg, TB : 167

cm Kepala:
Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan
tertinggal

Lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-).

Thorax:

Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik
grade II di area katup mitral.

Pulmo : dalam batas normal

Status Neurologikus:

Fungsi motorik:

Ext. Superior et inferior dextra et sinistra:

Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-

Fungsi sensoris: dalam batas normal

Fungsi luhur: afasia motorik

Pemeriksaan neurologis lain dalam batas normal


5. Laboratorium:

Darah rutin:

Hb: 12,3 g/dl, Ht: 37 vol%, Leukosit: 7000/mm 3, LED: 30 mm/jam, Trombosit:

270.000/mm3 Kimia klinik:

Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl

BSN: 160 mg/dl, BSPP: 250 mg/dl

Ureum: 40 mg/dl, Creatinin: 1,1 mg/dl


6. EKG: HR: 100-115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain
D. ANALISIS MASALAH
1. Seorang laki-laki, 64 tahun, dirawat di RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan oleh
kelemahan seluruh tubuh sebelah kanan yang terjad secara tiba-tiba saat penderita sedang
beristirahat. Saat serangan penderita mengalami sesak napas dan jantung berdebar.
a. Bagaimana patofisiologi dari kelemahan separuh tubuh sebelah kanan?
Hampir semua orang berusia lanjut memiliki sumbatan pada beberapa arteri kecil di otak yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi otak yang serius. Hal ini biasanya disebabkan oleh plak
aterosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih arteri yang memberi makan ke otak. Plak dapat
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, yang menghasilkan bekuan dan menghambat
aliran darah di arteri sehingga akan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut pada area
yang terlokalisasi. Efek neurologis yang ditimbulakan ditentukan oleh area otak yang
terpengaruh. Sumbatan pada arteri serebri media sisi kiri otak akan menyebabkan hilangnya
fungsi area pengatur motorik yang menimbulkan paralisis spastik di semua atau sebagian besar
otot di sisi tubuh yang berlawanan, yaitu sisi tubuh sebelah kiri yang ditandai dengan kelemahan
separuh tubuh sebelah kanan.

b. Apa etiologi dari kelemahan separuh tubuh sebelah kanan?


Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pada pasien dapat
mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer serebri
kontralateral. Hemiparesis dapat disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah di otak yang
dapat di sebabkan oleh adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total
yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari
arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dextra dan
sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willis.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi yaitu hemisfer kiri dan hemisfer
kanan yang dihubungkan oleh korpus kalosum. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan
pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara
motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak
kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ.
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota
gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di
atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu,
yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Pada kasus ini arteri yang mengalami
gangguan yaitu arteri serebri media. Gejala klinis jika terjadi sumbatan pada arteri serebri media
adalah Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan, bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

c. Bagian otak manakah yang mengalami kerusakan dan bagaimana vaskularisasinya?


Daerah kortikal mengawal fungsi motorik yang terletak di bagian posterior lobus frontal. Daerah
motorik termasuk korteks motorik primer, korteks premotor, Broca’s area, dan the front eye
field. Korteks motorik primer terletak di girus presentral dari lobus frontal. Sel piramidal (neuron
besar) pada girus ini membolehkan kita mengawal pergerakan volunter dari otot rangka secara
sadar. Broca’s area adalah daerah motorik lisan yang menginstruksi otot lidah, tenggorokan dan
bibir untuk mengungkap kata-kata.

d. Bagaimana patofisiologi dari sesak napas?


Penderita mengalami sesak nafas dikarenakan kompensasi sebagai upaya pasokan oksigen pada
jaringan yang mengalami lesi.
Selain itu penderita juga mengalami jantung berdebar yang dikarenakan adanya emboli sehingga
menyebabkan jantun memompa lebih cepat untuk memperdarahi jaringan yang terkena iskemi
Mekanisme :
Thrombus pada jantung lepas  embolus  membentuk oklusi pada arteri carotis media 
suplai darah dan oksigen berkurang  iskemik jaringan sekitar  kompensasi tubuh, sesak
nafas dan palpitasi.
e. Bagaimana patofisiologi dari jantung berdebar-debar?
Jantung berdebar dapat terjadi akibat beberapa teori. Pertama pada penderita hipertensi seperti
kasus ini akan terjadi hipertrofi ventrikel kiri sebagai mekanisme kompensasi dari remodeling
jantung. akibat terjadinya hipertrofi ini maka lama kelamaan darah akan banyak tertampung di
atrium sehingga dapat terjadi fibrilasi atrium. Bila terjadi AF maka denyut jantung menjadi tidak
teratur sehingga dirasakan sebagai jantung yang berdebar-debar. Selain itu kita ketahui bahwa
pada pemeriksaan fisik, denyut jantung mengalami peninmgkatan, akibatnya penderita juga
akan merasa jantung berdetak lebih cepat sehingga terasa sebagai jantung yang berdebar-debar.

2. Pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat, tetapi masih
dapat memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
a. Apa penyebab pasien tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun
isyarat ?
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia adalah
suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau lesi patologik
pada area lobus frontal, temporal, atau parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu
area broca, area wernicke atau jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini
biasanya terletak di hemisfer kiri otak dan kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan
tempat kemampuan berbahasa diatur.
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke, cedera otak
traumatik, pendarahan otak akut, penyakit degeneratif dan sebagainya. Afasia dapat muncul
perlahan-lahan pada kasus tumor otak.
Area broca atau area 44 dan 45 broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik
berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa
memahami bahasa dan tulisan.
Area wernicke atau area 41 dan 42 broadmann, merupakan area sensorik penerima untuk
impuls pendengaran. Lesi pada daerah ini akan menyebabkan penurunan hebat kemampuan
memahami serta mengerti suatu bahasa.
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua daerah pengaturan bahasa diatas. Selain itu
lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat
muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area broca dan area
wernicke.
Afasia dapat diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinik yaitu afasia tidak lancar/non-fluent
dan afasia lancara/fluent. Berdasarkan lesi anatomik yaitu afasia broca/motorik, ekspresif, afasia
wernicke/sensorik,reseptif, dan afasia konduksi. Sindrom afasia daerah perbatasan yaitu afasia
transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik dan afasia transkortikal campuran. Sindrom
afasia subkortikal yaitu afasia talamik dan afasia striatal. Sindrom afasia non-lokalisasi yaitu
afasia anomik dan afasia global.
Pada kasus ini afasia yang terjadi adalah afasia broca (motorik,ekspresif) yaitu ketidakmampuan
untuk berbicara,mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.

3. Pasien menderita darah tinggi dan kencing manis selama 5 tahun tapi control tidak teratur. Penyakit
ini diserita untuk pertama kali.
a. Apa dampak dari kencing manis dan darah tinggi yang tidak terkontrol ?

Dampak hipertensi jangka panjang


1. Jantung.
Rusaknya arteri membuat jantung bekerja ekstra dalam memompa, ditambah lagi dengan
penyumbatan pembuluh darah, otot-otot jantung akan membesar dan tidak lagi efisien dalam
memompa. Selain dapat memicu serangan jantung, dalam jangka panjang hal ini dapat
menyebabkan kondisi gagal jantung.
2. Otak.
Hipertensi bisa menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak dan memicu pecahnya
pembuluh darah otak hingga terjadi serangan stroke.
3. Ginjal.
Ginjal seharusnya berfungsi menyaring air yang berlebih dan limbah makanan yang berasal dari
darah. Jika arteri rusak, peredaran darah ke ginjal ikut terganggu dan ginjal tidak bisa berfungsi
dengan baik, sehingga limbah tersebut menumpuk dan muncullah kegagalan ginjal beserta
banyak komplikasi lainnya.
4. Organ Vital.
Pada wanita, hipertensi bisa menyebabkan kehilangan gairah seksual, vagina terasa kering dan
tidak bisa melakukan orgasme, sedangkan pada pria, bisa mengakibatkan terjadinya disfungsi
ereksi.
5. Mata.
Pada tingkatan yang cukup parah, hipertensi bisa berdampak pada terjadinya pendarahan pada
organ mata bahkan kebutaan.
6. Tulang.
Tekanan darah tinggi memicu banyaknya kalsium yang terbuang lewat urin sehingga kepadatan
tulang berkurang dan mudah keropos. Terutama jika terjadi pada wanita yang sudah memasuki
masa menopause.
• Otak : menyebabkan stroke
• Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
• Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark miokardial), gagal
jantung dan gejala angina.
• Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

DM jangka panjang
1. Efek mikrovaskuler
Gejala kerusakan pembuluh-pembuluh darah halus terutama terjadi pada mata, ginjal, dan saraf:

 Kerusakan retina mata (retinopati). Ada jutaan pembuluh darah kecil (kapiler) di retina mata
yang dapat rusak oleh glukosa darah yang terus-menerus tinggi. Retina adalah lapisan tipis di
bagian belakang mata. Fungsinya adalah mengubah cahaya yang masuk mata menjadi sinyal
saraf yang dikirim ke otak. Kerusakan retina terjadi secara bertahap. Pada awalnya, pembuluh
darah di mata menjadi lebih besar di tempat-tempat tertentu (disebut mikroaneurisma).
Pembuluh darah juga bisa tersumbat dan pecah sehingga cairan bisa bocor ke retina. Pada tahap
selanjutnya, pembuluh-pembuluh darah baru mulai tumbuh di mata. Pembuluh tersebut rapuh
dan mudah mengalami perdarahan. Bekas luka yang awalnya kecil kemudian terus berkembang,
baik di retina dan di bagian lain dari mata (vitreous). Akibatnya, berbagai masalah penglihatan
seperti kehilangan ketajaman, kehilangan penglihatan warna, dan bahkan kebutaan total dapat
terjadi. Yang terakhir ini terjadi ketika pembuluh- pembuluh darah kecil bocor parah sehingga
darah mengalir deras keluar dan menutupi sebagian besar retina. Sel-sel retina menjadi rusak
permanen. Manifestasi spesifik dari kerusakan pembuluh kapiler di mata pada penderita
diabetes disebut retinopati diabetik. Tingkat keparahannya sangat bervariasi pada masing-
masing orang.
 Kerusakan ginjal (nefropati). Di ginjal, proses yang sama terjadi terhadap jutaan filter sangat
halus yang disebut glomerulus (jamak: glomeruli). Filter tersebut dalam kondisi normal terdiri
dari pembuluh-pembuluh darah sangat halus yang secara selektif meloloskan sampah dari
pembuluh darah dan mengumpulkannya di dalam urin, sementara zat-zat berguna dalam darah
seperti protein, antibodi, dan lainnya ditahan untuk dikembalikan ke dalam aliran darah. Akibat
diabetes kronis, pembuluh-pembuluh darah di glomeruli mengalami kebocoran sehingga
meloloskan zat-zat yang berguna ke dalam urin. Selain itu, sel-sel pembentuk glomeruli mulai
mati. Kondisi ini disebut nefropati diabetik. Bila berlanjut, kerusakan jutaan glomeruli ini
menyebabkan gagal ginjal. Diabetes adalah salah satu penyebab paling umum terjadinya gagal
ginjal.
 Kerusakan saraf (neuropati). Neuropati diabetik adalah komplikasi umum dari diabetes. Sekitar
50% penderita diabetes pada akhirnya mengembangkan kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat
bersifat sementara atau permanen. Kerusakan saraf yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah dan kadar gula darah tinggi tersebut dapat memengaruhi saraf di tengkorak (saraf kranial)
atau saraf di kolom tulang belakang dan cabang-cabangnya. Penderita komplikasi neuropati
diabetik lebih mungkin untuk mengalami cedera kaki. Hal itu karena mereka tidak merasakan
sakit, panas, dingin, atau tekanan di kaki akibat matinya sensor saraf. Bila kaki mereka terluka,
mereka tidak menyadarinya sehingga berkembang menjadi infeksi. Neuropati diabetik otonom
memengaruhi saraf yang mengatur fungsi organ vital, termasuk jantung dan lambung.
2. Efek makrovaskuler
Gula darah yang tinggi mempercepat proses aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh darah
besar seperti aorta, arteri koroner, atau arteri yang memasok darah ke kaki dan otak. Akibatnya,
risiko serangan jantung dan stroke jauh lebih besar pada penderita diabetes daripada non-
penderita yang memiliki usia, ras, berat badan, dan jenis kelamin yang sama.

b. Apa sajakah faktor resiko dari kasus yang dialami oleh laki-laki ini?
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke bertambah
dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di
bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intra-kranial maupun perdarahan
subarahnoid.

2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia jantung dan atrium
fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.

3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Risiko pada wanita lebih besar daripada
pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.

4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun fibrinogen akan
meningkatkan risiko stroke.

5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack)


50 % stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA. Beberapa laporan
menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala
lanjutan dan 1/3 akan mengalami stroke.

6. Peningkatan kadar lemak darah


Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein dengan
arterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar kolesterol total dan
trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif antara meningkatnya HDL dengan
risiko stroke.

7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap per hari.

8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa. Obesitas tanpa
hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang bermakna.

9. Kurang aktivitas fisik / olah raga


Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak. Timbunan lemak yang
berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi
endotel.

10. Usia tua


Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh darah makin tidak
elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami
aterosklerosis.

11. Jenis kelamin (pria > wanita)


Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan wanita,
dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih rawan dari pada wanita pada usia yang
lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-
hasil penelitian menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para
wanita sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun
memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20%
dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan subaraknoid
sekitar 50% lebih besar.

12. Riwayat Keluarga dan genetika


Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke. Namun, gen memang
berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun.19 Anggota
keluarga dekat dari orang yang pernah mengalami PSA memiliki peningkatan risiko 2-5% terkena
PSA.

13. Ras (kulit hitam > kulit putih)


Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini disebabkan
oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita
stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.

4. Pemeriksaan fisik

Status Generalikus :

Sensorium : compos mentis , GCS : 15

Vital sign : TD : 180/100mmHg, N : 100x/mnt ireguler, RR : 20x/mnt, Temp : 36.8 oC

BB : 80 kg, TB : 167 cm

Kepala:

Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal

Lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-).

Thorax:

Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade
II di area katup mitral. Pulmo

: dalam batas normal

Status Neurologikus:

Fungsi motorik:

Ext. Superior et inferior dextra et sinistra:

Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-

Fungsi sensoris: dalam batas normal


Fungsi luhur: afasia motorik

Pemeriksaan neurologis lain dalam batas normal


a. Bagaimanakah interpretasi dan Mekanisme Abnormal dari hasil pemeriksaan diatas?
Jawab :
1. Sensorium : compos mentis , GCS : 15
Vital sign : TD : 180/100mmHg, N : 100x/mnt ireguler, RR : 20x/mnt, Temp : 36.8 oC
BB : 80 kg, TB : 167 cm
pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi
status general

Sensorium Compos mentis Compos mentis Normal

GCS 15 15 Normal

Tekanan Darah 180/100 120/80 Hipertensi tingkat II

Denyut Nadi 100x/menit ireguler 60-100x/menit Jumlah denyut nadi


reguler normal, tapi
ireguler (irama
tidak normal)

Frekuensi bernafas 20x/menit 16-24x/menit Normal


Temperatur 36,7° C 36,5-37,2 ° C Normal
BMI (BB 80kg dan 29,3 kg/m² 18-22,9 kg/m² Obesitas tingkat 1
TB 165cm)

Mekanisme Abnormal :

Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut
the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Hipertensi lama kelamaan dapat menimbulkan penebalan pembuluh darah dan
meningkatkan tahanan vaskuler. Selain itu hipertensi dapat merubah kemampuan endotel
untuk melepas vasokatif dan menimbulkan peningkatan tonus otot dan menyebabkan
mudah terjadi vasokontriksi pembuluh darah. Hipertensi dapat mempermudah terjadinya
atherosclerosis yang menyebabkan thrombus atau emboli, dan menyebabkan mudahnya
terjadi atrial fibrillation dan pembentukan emboli pada atrium kiri.

Denyut nadi (irama tidak teratur)

Bila irama denyut nadi tidak teratur, menunjukkan beberapa kemungkinan antara lain: a.
Sinus aritmia (keadaan normal dimana pada inspirasi denyut nadi lebih cepat dari pada saat
ekspirasi) b. Ekstrasistolik (keadaan diman terdapat sekali – kali denyut nadi yangdatang
lebih cepat (prematur) dan disusul dengan suatu istirahat yang lebih panjang) c. Fibrilasi
atrial (keadaan dimana denyut nadi sama sekali tidak teratur/ tidak ada irama dasar. Dalam
keadaan ini harus dihitung denyut jantung dan dibandingkan dengan frekuensi nadi dan
biasanya frekuensi nadi lebih rendah sehingga terdapat pulsus defisit) d. Blok
atrioventrikuler (keadaan dimana tidak semua rangsang dari nodus SA diteruskan ke
ventrikel sehingga saat itu ventrikel tidak berkontraksi, dalam keadaan ini biasanya terdapat
bradikardia)

BMI (obesitas tingkat 1) pada skenario ini tidak diberi penjelasan apakah laki – laki ini
memiliki riwayat keturunan obes atau mempunyai pola makan yang tidak baik.

3. Kepala:

Kerut dahi simetris, lagoftalmus (-), plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal

Lidah deviasi ke kanan, fasikulasi (-), atrofi papil (-).

Pemeriksaan fisik kepala dengan hasil normal mengesampingkan diagnosis banding berupa
tumor otak, dimana pada kasus tumor otak dapat terjadi dilatasi pupil, papiledema,
peningkatan tekanan intrakranial, atau pada anak kecil dapat terjadi pembesaran diameter
tengkorak dan penonjolan bagian fontanel.
4. Thorax:

Cor : ictus cordis di 2 jari lateral LMC sinistra ICS V, HR : 115 bpm ireguler, murmur sistolik grade
II di area katup mitral. Pulmo

: dalam batas normal

Pemeriksaan Nilai pada kasus Nilai pada rujukan Interpretasi


Ictus cordis 2 jari
lateral LMC sinistra Abnormal
ICS V

Thorax HR: 115 bpm, 60-100 bpm, Takikardia


irregular regular

Murmur sistolik
grade II di area (-) Abnormal
katup mitral

Pulmo dalam batas Normal


normal

Mekanisme abnormal torax :


a. Iskemia akibat oklusi pembuluh darah  kebutuhan oksigen meningkat, supply berkurang
 peningkatan aktivitas jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen  takikardi
b. Berdasarkan dari jenis murmur sistolik grade II di area katup mitral menunjukkan bahwa
terdapat kelainan pada katup mitral yaitu regurgitasi mitral. Regurgitasi mitral ini
menyebabkan adanya aliran berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri dan vena pulmonalis
sehingga tekanan vena pulmonalis meningkat tetapi darah dari paru-paru tetap sehingga
mengakibatkan overload volume pada ventrikel kiri. Overload volume ini menyebabkan
hipertrofi ventikel kiri dan memperlebar katup jantung sehingga terdengar murmur sistolik.
Hipertofi ventrikel menyebabkan hipertrofi jantung yang ditandai dengan adanya ictus
cordis 2 jari lateral LMC sinistra ICS V.

5. Status Neurologikus:

Fungsi motorik:
Ext. Superior et inferior dextra et sinistra:

Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus -/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (Babinsky,Chaddock)+/-

Fungsi sensoris: dalam batas normal

Fungsi luhur: afasia motorik

a. Status neurologi
Pemeriksaan Normal Hasil Interpretasi
Kerutan dahi Kerutan dahi Normal
simetris simetris

(-) Lagoftalmus (-) Normal


(-),simetris Plica Gangguan N
nasolabialis VII(nervus
kanan datar fasialis)

(-) Sudut mulut Gangguan N VII


kanan tertinggal (nervus fasialis)

Lidah lurus lidah deviasi ke Gangguan N XII


kanan (hypoglosus)

(-) Fasilukasi (-) Normal


(-) Atropi papil (-) normal

b. Fungsi motorik (cimey raven)


Ext. Superior et inferior dextra et sinistra :
Gerakan kurang/cukup, kekuatan 2/5, tonus meningkat/normal, clonus-/-, refleks fisiologis
meningkat/normal, refleks patologis (babinsky, chaddock) +/-
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada ekstremitas superior et inferior dextra terdapat:
 Keterbatasan gerak
 Kekuatan otot kurang
 Peningkatan tonus
 Peningkatan refleks fisiologis
 Adanya refleks patologis
Mekanisme abnormal :
Pada kasus ini kemungkinan terjasi oklusi pembuluh darah padah arteri serebri media
sinistra dan arteri serebri anterior sinistra yang merupakan cabang dari arteri carotis
interna. Kedua arteri ini memperdarahi gyrus precentralis (area motorik) yang
menyebabkan keterbatasan gerak, berkurangnya kekuatan otot (lemah) pada ektremitas
superior et inferior dextra. Gangguan pada UMN juga menjadi penyebab dari meningkatnya
reflex fisiologis dan patologis ada.

Dalam praktek sehari-hari, tenaga (kekuatan) otot dinyatakan dengan menggunakan angka
dari 0-5.

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.


1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang
harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi).
Misalnya, pasien mampu menggeser tungkainya di tempat tidur, namun tidak mampu
mengangkatnya.
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Di samping dapat melawan gaya berat, ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

c. Fungsi sensoris
Dalam batas normal

d. Fungsi luhur (zahid bella)


Afasia yang terjadi pada skenario ini adalah afasia ekspresif. Tersumbatnya arteri serebri
media dapat menyebabkan aliran darah ke area broca, gyrus fontralis inferior kiri berkurang
sehingga hilangnya kemampuan berbicara atau menulis.

5. Laboratorium:
Darah rutin:
Hb: 12,3 g/dl, Ht: 37 vol%, Leukosit: 7000/mm 3, LED: 30 mm/jam, Trombosit: 270.000/mm3

Kimia klinik:

Kolesterol total: 300 mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL: 35 mg/dl, Trigliseride: 400 mg/dl

BSN: 160 mg/dl (normal 70-110 mg/dl) , BSPP: 250 mg/dl

Ureum: 40 mg/dl, Creatinin: 1,1 mg/dl


a. Bagaimanakah interpretasi dan Mekanisme Abnormal dari hasil laboratorium diatas?
Jawab :
1. Darah Rutin
pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi
Hb 12,3 g/dl P:13-18g/dl Anemia
Ht 37 vol% 37- 48 vol% Anemia
Leukosit 7000/mm³ 5000- Normal
10.000/mm³

LED 30 mm/jam <15 mm/jam Meningkat


Trombosit 270.00/mm³ 150.000- Normal
400.00/mm³

Mekanisme Abnormal :
- Hb:12,3 g/dl
Hal ini menunjukkan bahwa penderita mengalami anemia. Hal ini dapat terjadi akibat
bertambahanya usia. Semakian tua usia seseorang maka akan cenderung terjadi anemia
pada orang tersebut. Selain itu anemia juga dapat diakibatkan oleh terjadinya agregasi
eritrosit karena adanya agregasi trombosit. Dalam konteks lain anemia juga dapat terjadi
akibat adanya kerusakan ginjal sehingga menganggu pembentukan eritropoetin untuk
pematangan sel darah merah, sehingga dapat terjadi anemia. Namun , dari pemeriksaan lab
belum didapatkan adanya kenaikan secara berarti dari ureum dan keratin.
- Ht : 37 vol%,
Hematokrit menurun akibat terjadi anemia. Prinsip pemriksaan hematokrit adalah dengan
melakukan sentrifugasi pada darah vena yang diambil. Bila terjadi anemia maka akan terjadi
penurunan jumlah RBC. Akibatnya ketika disentrifugasi hanya akan ada sedikit RBC yang
diendapkan, sehinga akan terjadi penurunan jumlah hematokrit.
- LED : 30 mm/jam
Peningakatan LED dapat terjadi karna 2 hal. Pertama apabila terjadi anemia maka jumlah
RBC akan berkurang. Hal ini mengakibatkan peningkatan kecepatan laju darah untuk
mengendap bila didiamkan selama satu jam. Kedua, selain akibat anemaia, adanya inflamasi
juga dapat meningkatkan nilai LED. Inflamasi dalam kasusu ini terjadi akibat adanya plak
aterosklerosis dan pembentukan thrombus.

2. Kimia Klinik
Hasil pem. Lab Nilai pada kasus Nilai rujukan Keterangan
Kolesterol total 300 mg/dl <200 mg/dl Tinggi,
hiperlipidemia

LDL 190 mg/dl <130 mg/dl Tinggi,


dislipidemia

HDL 35 mg/dl ♂ : >40 mg/dl ♀ : >50 Rendah,


mg/dl dislipidemia

Trigeliserida 400 mg/dl <150 mg/dl Tinggi,


dislipidemia

BSN (puasa) 160 mg/dl <110 mg/dl Tinggi,


menunjukkan
hiperglikemia

BSPP 250 mg/dl <140 Tinggi,


menunjukkan
hiperglikemia

Ureum 40 mg/dl 10-50 mg/dl Normal


Creatinin 1,1 mg/dl 0,5-1,3mg/d Normal

6. EKG: HR: 100-115 bpm ireguler, left axis deviation, LV strain


a. Bagaimanakah interpretasi dan Mekanisme Abnormal dari hasil pemeriksaan EKG diatas?
Left Axis Deviation (LAD)
QRS Axis
QRS axis adalah arah yang menunjukkan QRS flow. Normalnya axis me nunjukkan ke arah

bawah sebelah kiri (-3 0o sampai +90o) karena otot ventrikel kiri menghasilkan depolarisasi
yang lebih kuat daripa da otot bagian kanan jantung. Adanya deviasi axis dapat membantu
menegakkan diagnosis klinis.

Left Axis Deviation (LAD) adalah kondisi dimana rata-rata axis elektrik dari kontraksi
ventrikel jantung berada diantara -30° sampai -90° (deviasi ke kiri). Hal in i menggambarkan
kompleks QRS positif p ada sadapan I dan negatif pada sadapan aVF dan II. Penyebab umum
dari terbentuknya LA D adalah hipertropi ventrikel kiri, lesft anterior fa sicular block (atau
hemiblock) dan infark myocardium inferior. LAD dapat pula timbul pada orang obese atau
berasosiasi dengan Si ndrom Wolf-Parkinson-White (WPW) ataupun a trial septal defect
(ASD).
LAD menandakan gambaran sumbu ke kiri yang khas akibat penjalaran impuls lebih lambat
pada ventrikel kiri akibat dari hipertrofi ventrikel kiri sehingga depolarisasi jantung yang
menyebar melewati ventrikel kanan akan 2-3 kali lebih cepat dari depolarisasi yang
melewati ventrikel kiri. Ventrikel kanan akan bermuatan elektronegatif sementara ventrikel
kiri tetap bermuatan elektropositif. Sehingga timbul vektor dengan kekuatan yang sangat
besar yang diproyeksikan dari ventrikel kanan menuju ke ventrikel kiri.

Left Axis Deviation


LV strain
Pola “strain” dikarakteristikan oleh adanya depresi ST ≥ 1 mm pada sadapan lateral I, aVL,
dan V4-V6 (biasanya hanya V5-V6). Adanya pola “strain” menunjukkan prognosis buruk.
Pola strain ini dapat disebabkan oleh meningkatnya LVM dan CAD, maupun akibat
subendocardial iskemik.
Pada kasus ini, LV Strain menandakan telah terjadinya hipertropi ventrikel kiri akibat
peningkatan kontraksi ventrikel kiri secara kontinyu, biasanya dari hasil EKG ditemukan
depresi segmen ST dan inversi gelombang T.

Ventricular Strain Patterns Perubahan Segmen ST dan gelombang T


berkaitan dengan repolarisasi abnormal yang
terjadi untuk meningkatkan tegangan
ventrikular disebut sebagai pola “strain”.

Left Hipertropi Ventrikel kiri biasanya berasosiasi

Ventricular dengan ST depresi dan inversi dalam


Strain gelombang T. Perubahan ini terjadi pada
sadapan precordial sebelah kiri, V5 dan V6.
Pada sadapan ekstremitas, perubahan ST-T
terjadi berlawanan dengan kompleks QRS
yang utama. Oleh karena itu, jika axis vertikal,
perubahan ST-T terlihat pada sadapan II, III
dan aVF. Jika axis horizontal, perubahan ST-T
terlihat pada sadapan I dan aVL.

Right Hipertropi Ventrikel kanan dapat berasosiasi


Ventricular dengan ST depresi dan inversi gelombang T
Strain pada sadapan precordial sebelah kanan, V1-
V3. Perubahan ST-T Right ventricular
hypertrophy can be associated with ST
depression and T wave inversion in the right
precordial leads, V1 - V3. Pada sadapan II, III
dan aVF dapat terlihat perubahan ST-T yang
mirip pula.

7. Template
a. Differential Diagnosis
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multiple

a. Working Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan EKG dapat
disimpulkan pasien ini menderita stroke non-haemorrhagic et causa cardioemboli, Hipertensi,
Diabetes Melitus, dan Atrial Fibrilasi.
b. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :
- Stroke perdarahan atau strok hemoragik
- Stroke iskemik atau stroke non hemoragik  kematian jaringan otak karena pasokan
darah yang tidak adekuat
Etiologi:
 Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah. Selain dari endapan
lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri
(tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter
pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
 Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini
berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri
atau vena.
 Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju
otak.
 Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin dan kokain
dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
 Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak,
yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
 Viskositas darah
 Sistem pompa darah
 Penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark, penyakit jantung ischemic)
c. Epidemiologi
Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001, terdapat264 orang
penderita stroke iskemik pada usia 18-45 tahun, yang disebabkan olehkelebihan lemak,
merokok, hipertensi dan riwayat stroke. Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat
oleh Pusat Pengembangan danPenanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi
pada tahun 2002,terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia
30-50tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun
sebesar22,95%.Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun1999-
2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan sukupenderita stroke
yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120 orang(54,5%) dan yang
terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%), berdasarkan statusperkawinan penderita
stroke yang dirawat inap sebagian besar berstatus kawinsebanyak 217 orang (98,6%) dan
yang berstatus tidak kawin sebanyak 3 orang(1,4%).
Menurut Tempat
Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderitastroke pertahun,
dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angkakematian penderita stroke
di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun.Di China (2005), terdapat 1,5 juta
penderita stroke dan 1 juta penderita strokemeninggal dunia dengan CFR 66,66%.Di India,
angka prevalensi stroke sebesar 8,6per 100.000 populasi pertahun.Di Indonesia
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena seranganstroke, 125.000 orang
meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami cacatringan atau berat dengan
proporsi 75% (375.000 orang).
Menurut Waktu
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwadi seluruh dunia,
dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun2015 dan 7,8 juta
penderita pada tahun 2030.Berdasarkan Penelitian Misbach di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo tahun2000-2003, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke tahun 2000
sebanyak 641 orang, tahun 2001 sebanyak 722 orang, tahun 2002 sebanyak 706 orang dan
tahun2003 sebanyak 522 orang. Di RSU Banyumas, terjadi peningkatan penderita
strokeyang dirawat inap pada tahun 1997-2000. Pada tahun1997 terdapat penderita
strokesebanyak 255 orang, tahun 1998 sebanyak 298 orang, tahun 1999 sebanyak 393
orangdan tahun 2000 sebanyak 459 orang.
d. Tatalaksana
Tatalaksana Farmakologi dan Non-farmakologi sesuai kasus
1) Menjamin 02 / energy ke otak tetap baik dengan memberikan life support secara
umum
2) Memperbaiki metabolisme sel otak
3) Meminimalkan lesi stroke
4) Mencegah komplikasi akibat stroke
5) Melakukan rehabilitasi
6) Mencegah timbulnya serangan ulang stroke
Prinsip :
Airway : pertahankan jalan nafas tetap lancar
Brain: cegah / atasi edema dan juga kejang
Circulation : fungsi jantung ; tekanan darah ; viskositas darah
Infection : cegah / atasi infeksi
Nutrition: sesuai kebutuhan dengan memperhatikan penyakit penyerta
Penatalaksanaan Emergency
1) Pastikan jalan napas bersih, posisikan kepala 30-45 derajat
memungkinkan jalan napas dapat lancar dan tidak ada hambatan
2) Beri oksigen melalui nasal kanul, saturasi oksigen > 95 %, bia pasien sedang
mengalami sesak napas lakukan oksigenisasi dengan cepat
3) Perbaiki sirkulasi dengan pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin
0,9%atau RL dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5%
sebaiknyatidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri. Jangan lupa
pasang kateter untuk monitoring output.
4) Jangan dulu mencoba untuk menurunkan tekanan darah, karena bere siko untuk
memperluas kerusakan yang terjadi, kecuali bila terdaapt komplikasi hipertensi
sepertiedem pulmonary.
5) Atasi kejang dan demam (jika terjadi) dengan diazepam 5-
20 mg slow IV,acetaminophen 650 mg.
6) Atasi palpitasi jantung agar jantung tidak berdebar dengan cepat.
7) Berikan aspirin 300 mg tablet dalam 48 jam jika terjadi pendarahan intraserebral dan
subaraknoid.
8) Setelah kondisi stabil lakukan (CT SCAN otak; Laboratorium darah: rutin,
trombosit,BSS, ureum, creatinin, elektrolit, faktor pembekuan; chest X ray; EKG dll)
Medikamentosa:

1) Trombolisis rt-PA intravena (satu-satunya yang desetujui FDA)---terapi diberikan dalam


3 jam sejak onset stroke.
2) Trombolisis* TPA – Altepelase* ≤ 2 jam serangan* 0,9 mg/kgBB* 10% bolus sisanya per
drip selama 1 jam* dengan memastikan bukan stroke hemorrhagicTrombolisis
Intravena.
3) Pemberian trombolisis rt-PA intravena:
 Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada
menit pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.
 Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke.
 Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30
menit dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama.
 Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan
infus dansegera lakuan pemeriksaan CT Scan.
 Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam
berikutnya,tiap 60 menit sampai 24 jam pertama.
 Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik > 180 mmHg atau diastolik >
105mmHg.
 Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit.
Dosisdapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg
atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Pantau TD tiap
15 menit dan perhatikan timbulnya hipotensi.
 Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit.
Dosisdapat diulangi atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg
atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak
terkontrol dapatdipertimbangkan infus sodium nitroprusid.
 Bila TD diastolik > 140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit,
infussodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit.

Table 1 Blood Pressure Treatment

Candidates for Pre treatment Labetalol 10-20 mg IVP 1-2 dosesor


fibrinolysis SBP >185 or DBP >110 mmHg Enalapril 1.25 mg IVP

Post treatment Sodium nitroprusside

DBP >140 mm HgSBP >230 mm (0.5mcg/kg/min) Labetalol 10-20 mg

Hg or DBP 121-140 mm Hg
IVP andconsider labetalol infusion at
1-2mg/min or nicardipine 5 mg/h
IVinfusion and titrate

Labetalol 10 mg IVP, may repeatand


SBP 180-230 mm Hg or DBP
double every 10 min up tomaximum
105-120 mm Hg
dose of 150 mg

Noncandidatesfor DBP >140 mm Hg Sodium nitroprusside 0.5mcg/kg/min;

fibrinolysis may reduceapproximately 10-20%

Labetalol 10-20 mg IVP over 1-2min;


may repeat and double every10 min
up to maximum dose of 150mg or
SBP >220 or DBP 121-140 mmHg
nicardipine 5 mg/h IVinfusion and
or MAP >130 mmHg titrate

Antihypertensive therapy
indicatedonly if AMI, aortic

SBP <220 mmHg or DBP 105-120 dissection,severe CHF, or

mmHg or MAP <130 mmHg hypertensiveencephalopathy present

 Tunda pemasangan NGT dan kateter.


 Jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama.
Antikoagulan dan antiplatelet---aspirin 160-325 mg/hr dalam 48 jam setelah onset Atasi
hipertensi diantaranya dengan labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit dapatdiulang setiap
10 menit hingga dosis max 300 mg.

Non-medikamentosa:

Perawatan Penderita Stroke

1.Istirahat dikamar yang tenang

2.Monitor ketat status neurologis

3.Pertimbangkan monitoring jantung

4.Posisi kepala / leher terhadap tempat tidur 30 derajat

5.Jangan mengejan

6.Nutrisi oral untuk pasien yang sadar

7.Nutrisi ngt untuk penderita yang tidak sadar

8.Keseimbangan air elekrolit

9.Bila gelisah diberikan sedatif yang ringan

10.Kurangi rasa nyeri dengan analgetik

11.Turunkan tekanan darah secara hati-hati dan monitor ketat

12.Bila perlu tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan

13.Bila terjadi kejang segera diatas

e. Komplikasi

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang
dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif
dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia
aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan
pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki
risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24
jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5%
dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak
onset stoke :
i. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
ii. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
iii. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
iv. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
v. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
vi. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
vii. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
viii. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena

5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam


6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan
latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achilesdi
lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di
lakukanneurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc
setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan
pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin
bila pasien sudah sadar.

f. Prognosis

Prognosis bergantung pada tipe stroke, derajat, durasi obstruksi, dan seberapa luas jaringan yang
mengalami kelumpuhan. Hal ini juga harus sesuai dengan ketepatan dalam cepatnya dan
ketelitian dalam penangan dan besarnya lesi. Jadi harapan, dubia ad bonam sekitar 50%
- Sekitar 50% penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi
normalnya.

- Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu bergerak,
berbicara atau makan secara normal.

- Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit.

g. KDU
3B mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-
ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, merujuk ke rumah sakit yang
relevan (kasus gawat darurat).

E. HIPOTESIS
Seorang laki-laki 64 tahun, diduga mengalami stroke non hemmoragic akibat hipertensi dan diabetes
yang tidak terkontrol.

F. KESIMPULAN
Seorang laki-laki, 64 tahun, mengalami stroke non hemoragik akibat hipertensi dan diabetes yang
tidak terkontrol, ditambah dengan penyakit jantung katup regurgitasi mitral dan aterosklerosis yang
menyebabkan iskemik.
G. KERANGKA KONSEP

DM Dislipidemia Hipertensi
Pembentukan Plak ↑ beban tekanan dan

Gg. Metabolisme
glukosa pada pembuluh darah beban volume jantung
Pemb. trombus ↑ tegangan dinding

Pemecahan lemak di
jaringan adiposa ↑ otot jantung
Emboli Jantung mengalami Hipertrofi

↑ pelepasan TGD

LV sbg kompensasi

↑ LDL Terjadi oklusi

Arah proyeksi LV Strain


bergeser ke kiri

Disfungsi endotel
Iskemia

a. Serebri media sinistra Kompensasi :Sesak nafas &


jantung berdebar

Gyrus Prasentralis
(area motorik)

Plica nasolabialis Hemiparese dextra Disatria & deviasi


kanan datar lidah ke kanan
H. LEARNING ISSUE

1. Anatomi, Fisiologi, dan Vaskularisasi Otak

Anatomi :

Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii, dilanjutkan
sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum.

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemisperium cerebri yang
dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut corpus callosum. Setiap hemisphere
terbentang dari os frontale sampai os occipitale, di atas fossa cranii anterior, media, dan
posterior, di atas tentorium cerebelli.

Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh substantia grisea.
Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyri, yang dipisahkan oleh fissura atau sulci. Sejumlah sulci
yang besar membagi permukaan setiap hemisphere dengan lobus-lobus. Lobus-lobus diberi
nama sesuai dengan tulang tengkorak yang ada diatasnya :

- Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
- Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
- Lobus occipitalis, terletak di bawah sulcus parieto-occipitalis
- Lobus temporalis, terletak di bawah sulcus lateralis.

Lobus Parietalis

Terdiri dari beberapa area :

- Area somatosensorik primer (Korteks sensorik somatik primer S1) menempati gyrus
postcentralis (terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis) di permukaan lateral
hemispherium dan permukaan medial bagian posterior lobulus paracentralis (area
Brodmann 3,1, dan 2).
Area somatosensorik primer cortex cerebri menerima serabut-serabut proyeksi dari
nucleus ventralis posterolateral thalami dan nucleus ventralis posteromedial thalami.
Setengah bagian tubuh kontralateral dipresentasikan terbalik. Daerah faring, lidah, dan
rahang dipresentasikan di bagian paling inferior gyrus postcentralis; daerah ini diikuti oleh
wajah, jari-jari tangan, tangan, lengan, badan, dan paha. Area tungkai dan kaki terdapat
pada permukaan medial hemisphere di bagian posterior lobulus paracentralis, begitu juga
dengan daerah anal dan genital.
Walaupun sebagian besar sensasi mencapai korteks dari sisi tubuh yang berlawanan,
beberapa sensasi dari daerah mulut berjalan ke sisi ipsilateral, dan sensasi yang berasal
dari faring, laring, dan perineum berjalan ke kedua sisi.
- Area somatosensorik sekunder (korteks sensorik somatik sekunder, S2) terletak di bibir
atas crus posterius fissura lateralis. Area somatosensorik sekunder jauh lebih kecil dan
kurang penting daripada area sensorik primer.
Daerah wajah terletak paling anterior, sedangkan daerah tungkai paling posterior. Tubuh
dipresentasikan secara bilateral pada sisi kontralateral yang dominan.
Diketahui bahwa neuron-neuron terutama bereaksi terhadap stimulus kulit sementara,
seperti gosokan sikat atau ketukan pada kulit.
Area somatosensorik asosiasi menempati lobulus parietalis superior yang membentang
hingga permukaan medial hemispherium cerebri (area Brodmann 5 dan 7). Fungsi
utamanya diduga adalah menerima dan mengintegrasikan berbagai modalitas sensorik.
Misalnya, seseorang mampu mengenali sebuah objek yang diletakkan ditangannya tanpa
melihat. Dengan kata lain, area ini tidak hanya menerima informasi mengenai ukuran dan
bentuk objek, tetapi juga menghubungkannya dengan pengalaman sensorik sebelumnya
sehingga informasi dapat diinterpretasikan dan dikenali.

Fisiologi :
1. Kolumna Dorsalis Lemniskus Medialis (Jaras
Sensorik)
2. Traktus Kortikospinal (Jaras Motorik)

Walaupun setiap jaras berakhir pada nukleus-nukleus yang berbeda, namun rangsangan dari
nukleus-nukleus tersebut seluruhnya disampaikan ke gyrus postcentralis (jaras sensori) dan
gyrus precentral (jaras motorik), kerusakan pada gyrus-gyrus ini dapat menyebabkan
kelumpuhan total fungsi sensorik dan motorik seseorang.
Gambar homunculus diatas (pada precentral dan postcentral gyrus) menunjukan fungsi tiap-
tiap area yang berbada, hal ini dapat dijadikan petunjuk seberapa besar nekrosis yang terjadi
pada lobus-lobus ini.

Pengaliran darah ke-otak dilakukan oleh 2 pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri carotis
interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang arteri
vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arterio karotis bercabang menjadi arteri cerebri
anterior dan arteri cerebri media yang memperdarahi daerah depan hemisfer cerebri, pada
bagian belakang otak dan dibagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakhir ini
memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis ( chusid,
1993)

Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor :

- Tekanan darah dikepala (perebedaan antara tekanan arteriol dan venosa pada daerah
setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata-rata 70 mmHg, dan
dibawah tekanan ini terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius.
- Resistensi cerebrovaskuler : Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh
:
 Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran
darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada
tekanan diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat.
 Viskositas darah : sirkulasi dapat menurun lebih dari 50% pada policythemia, suatu
peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat.
 Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : pada keadaan patologis, blok
ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah ke
otak.

Perdarahan Otak :
1. Arteri Otak
Otak dipasok oleh dua a. carotis interna dan dua a. vertebralis. Keempat arteri ini

beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus willisi.


- A. Carotis Interna
A. Carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus
anterior dengan menembus dura mater. Kemudian masuk ke cavum arachnoidea setelah
menembus arachnoidea mater dan membalik ke daerah substansi perforata anterior otal.
Pada ujung medial sulcus lateralis. Di sini arteri tersebut bercabang menjadi a. cerebri
anterior dan media.

Cabang-cabang Serebral a. carotis interna :

 A. ophthalmica dicabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus cavernosus.


Masuk ke orbita lewat canalis opticus, di bawah dan lateral terhadap n. opticus.
 A. communicans posterior berjalan ke belakang dan bergabung dengan a. cerebri
posterior.
 A. choroidea, sebuah cabang kecil, yang berjalan ke belakang, memasuki cornu inferior
ventriculus lateralis dan berakhir dalam plexus choroideus.
 A. cerebri anterior berjalan ke depan dan medal dan masuk ke fissura longitudinalis
cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan pembuluh sejenis dari sisi sebelah melalui a.
communicans anterior. Kemudian melengkung balik di atas corpus callosum dan
cabang-cabang kortikal mendarahi seluruh permukaan medial cortex cerebri sampai ke
sulcus parietooccipitalis. Arteri-arteri tersebut juga mendarahi sebagian korteks selebar
2,5 cm, pada permukaan lateral yang berdekatan. Jadi a. cerebri anterior mendarahi
“daerah tungkai” dari gyrus precentralis. Sejumlah cabang sentral menembus substansi
otak dan mendarahi massa substansia grisea bagian dalam hemispherium cerebri.
 A. cerebri media, cabang terbesar dari a. carotis interna, berjalan ke lateral dalam
sulcus lateralis. Cabang-cabang kortikal memasok seluruh permukaan lateral hemisfer,
kecuali daerah sempit yang dipasok a. cerbri anterior, polus occipitalis dan permukaan
inferolateral hemisfer (dipasok a. cerebri posterior). Jadi arteri ini memasok seluruh
korteks motorik kecuali “daerah tungkai”. Cabang-cabang sentral masuk ke substantia
grisea di dalam hemispherium cerebri.

- A. Vertebralis
A.vertebralis, cabang dari bagian pertama a.subclavia, berjalan naik melalui foramen
processus transversi C1-6. Masuk ke cranium melalui foramen magnum dan berjalan ke
atas, ke depan dan ke medial pada medulla oblongata. Sampai di tepi bawah pons arteri
ini bergabung dnegan pembuluh pasangannya, membentuk a. basilaris. Cabang-cabang
kranial a. vertebralis :
 Rami meningei
 A.spinalis anterior dan posterior
 A.inferior posterior cerebelli
 Rami medullares

- Arteri Basilaris

A.basilaris, dibentuk oleh penggabungan dua a. vertebralis, berjalan naik dalam alur pada
permukaan anterior pons. Pada tepi atas pons, bercabang menjadi dua a.cerebri posterior.

Cabang-cabang :

 Cabang-cabang untuk pons, cerebellum dan telinga dalam


 A.cerebri posterior
A.cerebri posterior pada tiap sisi melengkung ke lateral dan belakang sekeliling otak
tengah. Cabang kortikal mendarahi permukaan inferolateral lobus temporalis dan
permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi, mendarahi korteks visual. Cabang-
cabang sentral menembus substansi otak dan mendarahi (1) massa substantia grisea
bagian dalam hemispherium cerebri dan (2) otak tengah.

Circulus willisi terletak dalam fossa interpenducularis pada facies inferior cerebri. Ia
dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis.
A.communicans anterior, cerebri anterior, carotis interna, communicans posterior, cerebri
posterior dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus willisi memungkinkan darah
yang masuk melalui a. carotis interna atau a.vertebralis untuk disebarkan ke setiap bagian
hemispherium cerebri. Cabang-cabang kortikal dan setral timbul dari circulus dan
mendarahi substansia otak.
Sirkulus willisi merupakan sirkulasi kolateral yang menjadi suatu jalan untuk menjamin
ketersediaan kebutuhan otak akan vaskularisasi terutama saat terjadinya iskemik cerebri
atau pada gangguan -gangguan lain. Hal ini penting karena otak menerima 1/6 Cardiac

Output dan 20% O2 d ari seluruh tubuh.

2. Vena Otak
Vena otak tidak memilik j aringan otot dalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak memiliki
katup. Vena-vena ini kel uar dari otak dna terletak dalam cavum arach noidea. Kemudian
menembus arachnoid mat er dan lapis meningeal dura mater, mengalir ke dalam sinus venosus
cranialis. Terdiri dari vena cerebri, cerebelli dan vena batang otak. V.magn a cerebri dibentuk
oleh bergabungnya kedua v.interna cerebri dan bermuara ke sinus rectus.

2. Stroke

Strok adalah sindrom klinis yg awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/at au global, yg berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan per edaran darah otak
non traumatik
Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA)

Klasifikasi

Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan.
Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga
timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak.

Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan
oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

Klasifikasi Stroke Non Hemoragik


Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
 Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik yang timbul
akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
 Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
 Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama
makin berat.
 Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
 Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginyakadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkanpada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri
kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
 Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yanG
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

Gejala Stroke Non Hemoragik


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
 Buta mendadak (amaurosis fugaks).
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)`bila gangguan
terletak pada sisi dominan.
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
 Gangguan mental.
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
 Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
 Meningkatnya refleks tendon.
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara
(disatria).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor),
koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi).
 Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya
gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua
mata (hemianopia homonim).
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral.
 Ketidakmampuan membaca (aleksia).
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga. f.
Gejala akibat gangguan fungsi luhur
 Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.
Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk
mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasiasensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan
dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
 Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
 Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
 Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
 Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukangerakan yang sesuai
dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang
disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
 Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
 Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya
gangguan bicara.
 Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
 Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara :
- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan aterom
- Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
- Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :

- Keadaan pembuluh darah


- Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat  aliran darah ke
otak jadi lebih lambat, anemia berat  oksigenasi otak menurun.
- Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak
tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
- Kelainan jantung  menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya
embolus sehingga menimbulkan ischemia otak.

Etiologi

Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :


- Stroke perdarahan atau strok hemoragik
- Stroke iskemik atau stroke non hemoragik  kematian jaringan otak karena pasokan
darah yang tidak adekuat
Etiologi:
 Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya
berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk menyebabkan penyempitan
lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah. Selain dari endapan lemak,
aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan
dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
 Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda
asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah
jantung, arteri atau vena.
 Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju otak.
 Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin dan
kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
 Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini
sangat parah dan menahun.
 Viskositas darah
 Sistem pompa darah
 Penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark, penyakit jantung ischemic)

Faktor Resiko
Yang tidak dapat diubah :
Umur
Jenis kelamin
Ras
Genetik
Yang dapat diubah :
Hipertensi
DM
Merokok
Penyalahgunaan alkohol dan obat
Kontrasepsi oral
Hematokrit meningkat
Bruit karotis asimtomatis
Hiperurisemia
Dislipidemia

Cara Mendiagnosis
Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut
(baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau
gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejalah
seperti mual, muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi
pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau
binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejalah atau onset stroke seperti:
1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi
sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.

b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan
kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan
terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus
okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler
perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran
harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.

c. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke, memisahkan
stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan menyediakan
informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks
tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan
dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak
mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat.
1. Arteri serebri media (MCA)
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,
hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik
ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada
tungkai bawah.
2. Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara, timbulnya
refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan
kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik
kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.
3. Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral, kebutaan kortikal,
agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan memori.
4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis, serebellar, batang
otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop,
ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia,
disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis
yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik
kontralateral).
5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah bifurkasio arteri
karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari
arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang
episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea anterior, serebri
anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun
dapat timbul.
6. Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di daerah
subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul adalah
hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.

Gambaran Laboratorium
 Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia,
dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
sedang diderita saat ini seperti anemia.
 Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejalah
seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
 Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.
 Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.(9)

Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12
jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya
stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA),
asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.

b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah
awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi
dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.

c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.

d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke
akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang
tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan
protokol lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion weighted imaging
(PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik
akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu,
DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung
perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras
dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri
karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler
berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG
(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang
dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk
mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. (okta puput)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik et causa cardioemboli

a. Airway and breathing

Pasien yang memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika
terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan

terjadinya herniasi otak besar maka target pCO 2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula
diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan
bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan
terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun
GERD.

b. Circulation

Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke.

c. Pengontrolan gula darah

Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang
kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik
tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar
karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.
Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula
darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus
dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.

d. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien
dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena
itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.

e. Pengontrolan tekanan darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK,
pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung
pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran
darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di
sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki
tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.

Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non hemoragik
adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik
kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah
harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus
ditangani.

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140 mmHg
maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada
kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah
nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan
diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan
pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi
komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan
adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa setiap
15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam
selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari
nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.

1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan
labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga
maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.

2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal
15mg/jam.

3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat


menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai
puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol
rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.

Penatalaksanaan Khusus

a. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika
Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak
mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS) pada
620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu
tidak lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi
pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang
meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai
sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan bahwa
terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya sangat besar
sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih
kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan
menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam
setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk
stroke iskemik akut tidak dianjurkan.

b. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta
yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu
diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.

1. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose),
diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.

2. Heparin

Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast


cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan
darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase.
Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan
tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial
50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan
dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis
dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat
dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam
setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).

c. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,


berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

1. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi

lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A 2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time)
plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin
pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet
untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam
arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh

dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A 2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin.

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang
memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet.
Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.

2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat tiklopidin atau
clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut suatu
studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen
untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen
dengan penggunaan tiklopidin.

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi tiklopidin
untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin,
disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen
dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.

e. Terapi Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel
glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan
reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk
reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada
binatang percobaan maupun pada manusia.

f. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien semakin
buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari
jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.

1. Karotis Endarterektomi

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang mengalami
stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang
mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka kombinasi
Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and opens up the
narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada
penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan
untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas
akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.

Gambar 10. Endarterektomi adalah prosedur


pembedahan yang menghilangkan plak dari lapisan arteri (dikutip dari kepustakaan 18)

2. Angioplasti dan Sten Intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan
sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih
dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.

3. Metabolisme Lemak dan Karbohidrat Pada Kasus


Metabolisme Karbohidrat
Banyak sel tubuh yang tidak dapat mengambil glukosa tanpa bantuan insulin sehingga kadar
glukosa darah yang tinggi tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme sel. Meskipun otak
merupakan organ yang bersifat non-insulin-dependent dan tetap mendapatkan nutrisi yang
cukup pada kondisi DM, perkembangan penyakit yang lebih lanjut dapat menyebabkan disfungsi
otak.
Ketika glukosa darah meningkat hingga melebihi kapasitas reabsorpsi sel tubulus ginjal, glukosa
akan diekskresikan melalui urin (glukosuria). Glukosa pada urin memiliki efek osmotik yang dapat
menarik H2O masuk ke dalam tubulus ginjal sehingga terjadi proses osmotik diuresis yang
ditandai poliuria. Peningkatan kehilangan cairan tubuh menyebabkan dehidrasi yang dapat
mengakibatkan kegagalan sirkulasi perifer karena penurunan volume darah. Jika tidak ditangani,
dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak berkurang atau gagal ginjal sekunder
akibat gangguan filtrasi. Sel tubuh mengalami kehilangan cairan akibat air berpindah dari sel ke
cairan ekstraselular yang bersifat hipertonik. Sel otak sangat sensitif sehingga dapat terjadi
gangguan fungsi sistem saraf. Polidipsia merupakan mekansime kompensasi terhadap dehidrasi.
Defisiensi glukosa intrasel menstimulasi peningkatan nafsu makan sehingga terjadi polifagia.
Namun, pasien mengalami penurunan berat badan secara progresif akibat defisiensi insulin pada
metabolisme lemak dan protein.

Metabolisme Lemak
Penurunan sintesis trigliserid disertai peningkatan lipolisis mengakibatkan mobilisasi asam lemak
dari penyimpanan trigliserid dalam jumlah besar. Peningkatan asam lemak darah digunakan
sebagai sumber energi alternatif bagi sel tubuh. Peningkatan penggunaan asam lemak oleh liver
mengakibatkan penglepasan badan keton ke plasma darah dalam jumlah besar sehingga terjadi
ketosis yang dapat berujung pada metabolik asidosis progresif. Asidosis menekan otak dan pada
keadaan yang parah dapat mengakibatkan koma diabetikum atau bahkan kematian.

Metabolisme Protein
Salah satu efek defisiensi insulin adalah meningkatkan katabolisme protein. Pemecahan protein
otot mengakibatkan penurunan massa dan kelemahan otot rangka. Diabetes pada anak
menurunkan pertumbuhan secara umum. Penurunan uptake asam amino oleh sel tubuh disertai
peningkatan degradasi protein merupakan penyebab peningkatan kadar asam amino dalam
darah. Asam amino dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai prekursor glukoneogenesis yang
dapat memperparah hiperglikemia.

4. Diagnosis Banding
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10.Sklerosis multiple

5. Pemeriksaan Tambahan unuk Kasus ini


Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu :
1. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non
hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak
memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan
pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan
CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara
untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau
bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma
intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri
otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah
di leher dan kepala.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai