Anda di halaman 1dari 17

HIPERPROLAKTINEMIA

PENDAHULUAN

Prolaktin merupakan hormon hipofisis yang memiliki peranan penting dalam


kesehatan reproduksi.1 Hiperprolaktinemia atau meningkatnya kadar prolaktin di atas
nilai normal, dapat disebabkan oleh mikro atau makroadenoma, kehamilan,
hipotiroidisme, dan pemakaian obat antagonis dopamin (termasuk fenotiazin dan
metoklopramid).2,3 Hiperprolaktinemia saja ditemukan pada 10% dari populasi,
sedangkan hiperprolaktinemia yang disertai dengan gejala klinis (oligomenorea,
amenorea, galaktorea, atau infertilitas) ditemukan pada 0,4-5% dari populasi.3
Hiperprolaktinemia ditemukan pada 9% wanita dengan amenorea, 25% wanita
dengan galaktorea, dan 70% wanita dengan amenorea dan galaktorea. 1,4 Secara
umum, penanganan baik dengan medikamentosa maupun pembedahan ditujukan
untuk mengembalikan fertilitas dan fungsi gonad normal.4

PROLAKTIN

Prolaktin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 199 asam amino dengan
berat molekul 23 kD.1 Rantai polipeptida prolaktin dihubungkan oleh dua jembatan
disulfida. Pembentukan prolaktin dikode oleh gen yang terletak pada kromosom 6
p22.2, p21.3. Pit-1 merupakan faktor transkripsi yang berikatan dengan gen prolaktin
sehingga memicu produksi prolaktin di hipofisis anterior.2 Struktur prolaktin
menyerupai hormon pertumbuhan dan hormon plasenta laktogen.3

1
Gambar 1. Struktur prolaktin

Prolaktin merupakan hasil produksi utama kelenjar hipofisis yang disintesa


dan disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior.2-4 Prolaktin juga
dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh kelenjar mammae, plasenta, uterus dan limfosit
T.4 Pada kehamilan, prolaktin juga disekresi oleh sel stroma endometrium desidualis. 3
Fungsi utama prolaktin adalah untuk memicu perkembangan payudara saat hamil
serta merangsang dan mempertahankan proses laktasi.1,5 Secara tidak langsung
prolaktin turut mengatur sekresi hormon hipofisis yang berperan pada fungsi gonad,
termasuk luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH).6 Hal ini
adalah karena prolaktin dapat berikatan dengan reseptor spesifik di gonad selain dari
sel limfoid, dan hepar. 1,6-8

Sekresi prolaktin bersifat pulsatil, dalam 24 jam terjadi 40 kali pengeluaran. 2,6
Prolaktin akan meningkat pada saat tidur, stress, kehamilan, dan saat dilakukan
stimulasi pada dinding dada. Nilai prolaktin puasa normal umumnya adalah kurang
dari 30 ng/mL.1 Hormon prolaktin dikatakan berhubungan dengan hormon
pertumbuhan karena susunan asam aminonya mirip dengan hormon pertumbuhan dan

2
laktogen plasenta. Hormon-hormon ini mempunyai persamaan genom, struktur dan
ciri biologi protein.3,4,8

Prolaktin merupakan hormon hipofisis yang unik, hal ini karena regulasi oleh
hipotalamus adalah melalui kontrol inhibitorik oleh dopamin hipotalamus. Tidak
seperti hormon hipofisis anterior lainnya, pengaruh hipotalamus dominan adalah
berupa inhibitori tonik. Hipotalamus mensekresi prolactin-release-inhibiting factor
(PIF) dan prolactin-releasing factor (PRF) yang mengatur keseimbangan prolaktin
dalam darah. Jika keseimbangan ini terganggu, maka terjadilah hiperprolaktinemia
yang seringkali ditemukan sebagai bagian dari permasalahan endokrinologi, obstetri
dan ginekologi.2-5

HIPERPROLAKTINEMIA

ETIOLOGI

Banyak penyebab hiperprolaktinemia yang perlu dipertimbangkan sebelum men-


diagnosa hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis. Penyebab tersering
hiperprolaktinemia adalah kehamilan, hipotiroidisme, pemakaian obat antagonis
dopamin (termasuk fenotiazin dan metoklopramid). Hiperprolaktinemia juga
merupakan manifestasi utama dari sindrom ovarium polikistik. Penyebab tersering
hiperprolaktinemia yang berasal dari hipofisis adalah mikroadenoma dan
hiperprolaktinemia idiopatik.3

Secara umum hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh empat golongan


gangguan sekresi prolaktin.2

 Defisiensi dopamin hipotalamus


Penyakit hipotalamus, seperti tumor, malformasi arteriovena, proses
peradangan misalnya sarkoidosis dapat berakibat pada berkurangnya

3
sintesis atau pelepasan dopamin. Di samping itu, ada terdapat obat (seperti
alfa-metildopa dan reserpin) yang menekan cadangan dopamin sentral.2
 Gangguan mekanisme transportasi
Gangguan pada tangkai hipofisis yang mengakibatkan gangguan transpor
dopamin dari hipotalamus ke sel laktotrof. Ini dikenal juga sebagai “stalk
effect”.6 Suplai pendarahan abnormal pada tumor hipofisis atau tangkainya,
dapat mengganggu sirkulasi hipotalamus ke tangkai hipofisis dan ke sel
laktotrof.2
 Insensitifitas sel laktotrof terhadap dopamin
Reseptor dopamin ditemukan pada sel laktotrof hipofisis. Sensitifitas
reseptor terhadap dopamin dapat menurun, sehingga respon terhadap
stimulasi dopamin endogen berkurang; namun hal ini dapat diatasi dengan
pemakaian agonis dopamin. Obat yang termasuk dalam agen dopamine-
receptor-blocking adalah fenotiazin, butirofenon, dan benzamida.2
 Stimulasi sel laktotrof
Hipotiroidisme dapat terkait dengan hiperprolaktinemia. Hipotiroidisme
menyebabkan peningkatan produksi TRH (thyrotropin-releasing hormone),
jadi TRH (yang dapat bekerja sebagai PRF) akan menstimulasi sekresi
prolaktin. Di samping itu, eliminasi prolaktin dari sirkulasi sistemik
menurun pada hipotiroid. Ini meningkatkan lagi konsentrasi prolaktin
dalam darah.2,6 Pengaruh estrogen adalah secara langsung pada hipofisis,
yakni stimulasi dari sel laktotrof dan hal ini meningkatkan sekresi
prolaktin. Estrogen juga meningkatkan aktivitas mitotik sel laktotrof.
Cedera pada dinding dada juga dapat berakibat pada hiperprolaktinemia;
hal ini adalah akibat refleks abnormal dari stimulasi cedera tersebut
sehingga terjadi peningkatan prolaktin.2

Sekresi dan pelepasan prolaktin dimediasi oleh dopamin, dan semua proses
yang mengganggu sekresi dopamin atau mengganggu transpor dopamin ke pembuluh
darah portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Terdapat 10 kali lipat
peningkatan prolaktin selama kehamilan, setelah senam, makan, dan pada stimulasi

4
dinding dada.1,7 Stress fisik dan psikologik juga dapat meningkatkan kadar prolaktin.
Metoklopramid, fenotiazin, dan antagonis butirofenon dapat menyebabkan
peningkatan prolaktin sampai melebihi 100 µg/L.4,7 Begitu juga dengan risperidon,
inhibitor oksidase monoamine dan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan kadar
prolaktin melalui efeknya terhadap transpor dopamin ke pembuluh portal. Obat-
obatan lainnya yang dapat meningkatkan kadar prolaktin adalah verapamil, estrogen,
serotonin-reuptake inhibitor, reserpin dan metildopa, walaupun peningkatannya tidak
signifikan (antara 25-100 µg/L).7

Akromegali merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan


hiperprolaktinemia. Pada penderita akromegali, hormon prolaktin juga disekresi
bersama dengan hormon pertumbuhan. Tumor hipofisis non fungsional juga dapat
menekan tangkai hipofisis sehingga terjadi peningkatan prolaktin dalam kadar antara
25-100 µg/L.6,7 Beberapa pasien hipotiroidisme primer dapat menderita
hiperprolaktinemia ringan akibat meningkatnya sintesa TRH (thyrotropin-releasing
hormone). Sedang pada penderita gagal ginjal kronik, prolaktin meningkat karena
terjadi penurunan klirens hormon tersebut. Bila tidak ditemukan penyebab yang
spesifik, maka ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia idiopatik.7

PATOFISIOLOGI

Fungsi primer prolaktin adalah untuk menstimulasi sel epitel payudara untuk
berproliferasi dan merangsang produksi air susu.1,4 Estrogen menstimulasi proliferasi
sel laktotrof hipofisis, dan meningkatkan kuantititas sel ini pada wanita usia
premenopause, terutama saat kehamilan. Namun, laktasi dihambat oleh kadar
estrogen dan progesteron yang tinggi saat kehamilan. Penurunan kadar estrogen dan
progesteron yang cepat pada periode pasca persalinan akan menyebabkan terjadinya
laktasi. Saat laktasi dan menyusui, ovulasi dapat ditekan akibat supresi gonadotropin
oleh prolaktin.1

5
Seperti kebanyakan hormon hipofisis anterior lainnya, prolaktin diregulasi
oleh hormon hipotalamus lewat sirkulasi portal hipotalamus-hipofisis. Pada
umumnya, sinyal dominan adalah bersifat inhibitorik tonik, yang menghalangi
pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh neurotransmitter dopamin, yang bekerja
pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada sel laktotrof. Sedangkan sinyal stimulatorik
dimediasi oleh hormon hipotalamus, yaitu TRH (thyrotropin-releasing hormone) dan
VIP (vasoactive intestinal peptide).1,6 Keseimbangan antara kedua sinyal tersebut
menentukan jumlah prolaktin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior. Jumlah
yang dikeluarkan melalui ginjal turut menentukan konsentrasi prolaktin di dalam
darah.6 Maka pada hipotiroidisme (keadaan di mana kadar TRHnya tinggi) dapat
terjadi hiperprolaktinemia. VIP meningkatkan kadar prolaktin sebagai respons dari
menyusui dengan meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-cyclic phosphate (cAMP).1

Menurunnya kadar dopamin dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang


berlebihan.1 Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamin, transpor dopamin ke
kelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat mengakibatkan
hiperprolaktinemia.1,5

Secara praktis, dapat diingat 3P – Physiological, Pharmacological dan


Pathological. Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan akibat dari
kehamilan dan stress. Agen farmakologik yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa blockers, antidepressan, dan
estrogen. Penyebab patologik antara lain adalah penyakit hipotalamo-hipofisis, cedera
tangkai hipofisis, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis dan sirosis hati. Manifestasi
klinis pada hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormon terhadap jaringan
target prolaktin, yaitu sistem reproduksi dan jaringan payudara dari kedua jenis
kelamin.5

6
Gambar 2. Bagan penyebab hiperprolaktinemia.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang terkait dengan hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh beberapa


faktor: efek langsung dari prolaktin yang berlebihan, seperti induksi galaktorea atau
hipogonadisme; efek dari lesi struktural (seperti tumor hipofisis), yang menyebabkan

7
gejala nyeri kepala, gangguan lapang pandang, atau yang terkait disfungsi sekresi
hormon hipofisis anterior.2 Pasien biasanya datang dengan keluhan gangguan
menstruasi – amenorea atau oligomenorea – atau siklus regular tetapi dengan
infertilitas. Kadang, pasien dapat mengeluh menoragia atau galaktorea. Galaktorea
jarang terjadi pada wanita postmenopause akibat kurangnya estrogen.1,2 Pada fase
lanjut dapat timbul gejala akibat perluasan tumor (mis. nyeri kepala, gangguan visus,
dan oftalmoplegi eksterna) atau gejala-gejala akibat kegagalan kelenjar adrenal atau
gangguan tiroid sekunder.2

Manifestasi klinis hiperprolaktinemia umumnya berasal dari efek prolaktin


pada payudara dan fungsi gonad. Kurang lebih 90% penderita wanita dengan
hiperprolaktinemia mengalami galaktorea3 Galaktorea dapat terjadi unilateral atau
bilateral, klinis atau sub-klinis, spontan atau dirangsang, dan dapat bersifat encer atau
kental. Namun galaktorea bukan ciri khas dari hiperprolaktinemia karena ia dapat
terjadi tanpa adanya hiperprolaktinemia.5

Gejala tersering pada wanita premenopause adalah amenorea dan


infertilitas.1,2,7 Wanita amenore karena hiperprolaktinemia tidak mengalami atrofi
payudara seperti pada wanita postmenopause lainnya. Pada pemeriksaan, didapatkan
payudara dan areola terbentuk sempurna dengan tuberkel Montgomery yang
hiperplastik. Bila dilakukan pemijatan dari arah perifer menuju areola untuk
mengosongkan duktus laktaris, diikuti dengan penekanan areola untuk mengosongkan
sinus laktaris, dapat ditemukan galaktorea.2 Efek prolaktin terhadap gonad
kemungkinan disebabkan oleh gangguan pulsatilitas normal dari gonadotrophin-
releasing hormone (GnRH) dan perubahan sekresi luteinizing hormone (LH) dan
follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini akan berakibat pada anovulasi, dengan
gejala amenorea atau oligomenorea dan infertilitas.3 Biasanya penderita mengalami
oligomenorea, namun dapat juga mengalami menstruasi teratur.3,5

8
Hiperprolaktinemia juga akan mengakibatkan osteoporosis sekunder yaitu
penurunan densitas mineral tulang pada tulang punggung. Setelah nilai prolaktin
kembali ke nilai normal, densitas tulang dapat meningkat kembali tetapi tidak
mencapai nilai normal.1,3,5,7

Manifestasi klinis akibat peningkatan kadar prolaktin dapat dibagi dalam 2


kelompok, yakni yang diakibatkan secara langsung oleh kadar prolaktin yang
berlebihan dan manifestasi klinis akibat hipogonadisme.6 Pada wanita usia pre
menopause: 4,6

 Peningkatan kadar prolaktin yang tinggi (> 100 µg/L [normalnya 10 – 28


µg/L]) sering terkait dengan hipogonadisme, galaktorea dan amenorea
 Peningkatan kadar prolaktin yang sedang (51 – 75 µg/L) sering terkait
dengan oligomenorea
 Peningkatan kadar prolaktin yang ringan (31 – 50 µg/L) sering terkait
dengan fase luteal pendek, penurunan libido dan infertilitas
 Pertambahan berat badan dapat terkait dengan prolactin-secreting pituitary
tumor
 Osteopenia sering terjadi pada penderita hiperprolaktinemia dengan
hipogonadisme

DIAGNOSIS

Kemungkinan kehamilan harus selalu disingkirkan, kecuali pada pasien


pascamenopause atau pada pasien yang telah menjalani histerektomi.
Hiperprolaktinemia merupakan hal normal pada pasca persalinan. Sampel sebaiknya
tidak diambil pada saat tidak puasa, setelah aktivitas olahraga yang berlebihan, pada

9
penderita sindroma ovarium polikistik, setelah riwayat operasi atau trauma pada
dinding dada, atau pada penderita dengan gagal ginjal atau sirosis hati. Namun,
kondisi-kondisi tersebut biasanya menunjukkan kadar prolaktin kurang dari 50
ng/mL.1,3 Hal serupa dapat ditemukan pada penderita hipotiroidisme dan pemakai
obat yang menekan kadar dopamin atau memblokir reseptor dopamin sentral.

Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga sebaiknya


dilakukan karena banyak obat dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia, dengan kadar
prolaktin kurang dari 100 ng/mL.1,2 Obat-obat tersebut antara lain adalah: 1

 Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon, risperidon,


metoklopramid, sulpiride)
 Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin)
 Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiat)

Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan menyingkirkan suatu


lesi hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus dipertimbangkan: mikro-
adenoma (lebih sering pada wanita premenopause), makro-adenoma (lebih sering
wanita postmenopause), atau tidak ada tumor sama sekali. Jika tidak dapat ditegakkan
adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.
Dikatakan suatu mikoradenoma adalah bila diameter terbesar tumor kurang dari 10
mm (diameter maksimal suatu kelenjar hipofisis yang normal adalah 10 mm) dan
dikatakan makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama dengan 10 mm. Kadar
normal prolaktin adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360 mU/L). 1,2,4 Prolaktinoma
biasanya disertai dengan kadar prolaktin lebih dari 250 ng/mL, kecil kemungkinan
terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang dari 100 ng/mL.1 Nilai prolaktin
serum pada pasien mikroadenoma biasanya kurang dari 200 ng/mL dan pada pasien
makroadenoma biasanya nilainya lebih dari 200 ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah
lebih dari 100 ng/mL atau kurang dari 250 ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan
radiologi, khususnya MRI. Jika dengan MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat
ditegakkan, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.1,2

10
Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan
penyebabnya: minimal (hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan stress,
hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik; sedang (hingga 5000 mU/l) terkait
dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai hipofisis, peningkatan di
atas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu makroadenoma hipofisis.3

Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan keluhan


utama seperti amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang dibutuhkan pengukuran
kadar prolaktin puasa. Untuk mendeteksi hipotiroid, dilakukan pengukuran hormon
TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar ureum kreatinin untuk mendeteksi gagal
ginjal. Tes kehamilan perlu dilakukan, kecuali pada pasien yang telah menopause atau
pada pasien yang telah dilakukan histerektomi. Pasien dengan makroadenoma perlu
dievaluasi untuk mencari suatu hipohipofisisme.1

Gambar 3. Alur diagnosis hiperprolaktinemia


11
MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi penderita
hiperprolaktinemia yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses fisiologis,
kehamilan, obat obatan atau hipotiroidisme. MRI dapat mendeteksi adenoma sampai
ukuran sekecil 3-5 mm.1,5,6

Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan MRI.


Dengan MRI dapat dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan hipofisis itu sendiri
(baik kelenjar normal atau suatu tumor), dan tangkainya. Maka dapat diketahui
hubungan antara struktur-struktur tersebut.2 Jika tidak ada fasilitas MRI, dapat
dipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus dibanding MRI sendiri, CT scan
tidak dapat mendeteksi mikroadenoma.2,5,6

Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup untuk
menunjukkan suatu hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami sekresi prolaktin
yang pulsatil dan sekresi prolaktin dapat dipengaruhi stress, maka hasil 25-40 µg/L
perlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia. Kebanyakan
penyebab hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, tes kehamilan, penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal. Dalam kasus
prolaktinoma, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan sebagai
alternatif.7

12
Gambar 4. Gambaran pemeriksaan MRI yang menunjukkan mikroadenoma dan
makroadenoma. Mikroadenoma (anak panah, Gambar 3A) merupakan suatu massa
intrasellar hipodens, dengan diameter 4 mm. Makroadenoma (anak panah, Gambar
4B) merupakan massa, dengan diameter 1 cm, dengan perluasan ke kiasma optik.

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau mengurangi


ukuran tumor. Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan penyebab terjadinya
hiperprolaktinemia, seperti dengan menghentikan obat obatan yang mengakibatkan
hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan hipotiroidisme dengan memberikan
terapi hormone replacement.1

Medikamentosa


Dopamine agonist, bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan utama.
Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak 70-100%, dan
memulihkan proses ovulasi pada wanita usia premenopause. Pada pasien
dengan intoleransi bromocriptine atau resisten terhadap obat tersebut,

13
dapat diberikan cabergoline. Terapi diberikan selama 12-24 bulan dan
dihentikan jika kadar prolaktin telah kembali ke nilai normal. Bromocriptine
juga dapat digunakan untuk mengecilkan ukuran makroadenoma. Jika
pengobatan medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan operasi.1,6

Operasi


Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien dengan
intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi medikamentosa, atau
pada pasien dengan gangguan lapangan pandang yang persisten meskipun
telah diberikan terapi medikamentosa (manifestasi akibat penekanan
tumor).1,6

Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat diobati
dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan transfenoidal.2

14
Gambar 5. Penanganan Hiperprolaktinemia

KOMPLIKASI

Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi tersebut;
komplikasi hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan, pendarahan, osteoporosis,
dan infertilitas.1

PROGNOSIS

15

Sebanyak 90–95 % pasien dengan mikroadenoma mengalami
penurunan sekresi prolaktin secara gradual, jika konsisten dengan pengobatan
minimal selama 7 tahun.1

Sepertiga pasien dengan hiperprolaktinemia dapat mengalami resolusi
tanpa pengobatan.1,2

Angka rekurensi hiperprolaktinemia adalah 80%, dan bila terjadi maka
pasien memerlukan terapi medis jangka panjang.1

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Shenenberger D., Hyperprolactinemia, [August] 2001, [cited 2009 May],
Available from : http://www.emedicine.com
2. Thorner M.O., Hyperprolactinemia, [October] 2003, [cited 2009 May], Available
from : http://www.endotext.com

3. Davis J.R.E., Prolactin and Reproductive Medicine. In: Current Opinion in


Obstetrics and Gynecology, Lippincott, Manchester, UK; 2004:331-7.

4. Bachelot A., Binart N., Reproductive Role of Prolactin. In Reproduction Review,


[December] 2006, [cited 2009 May], Available from: http://www.reproduction-
online.org

5. Rajasoorya C., Hyperprolactinaemia and its Clinical Significance. In: Singapore


Medical Journal 2001, 61(9):398-401.

6. Serri O., Chik C.L., Ur E., Ezzat S., Diagnosis and management of
hyperprolactinemia. In: Canadian Medical Association Journal 2003,
169(6):575-81.

7. Schlechte J.A., Prolactinoma. In: The New England of Journal of Medicine 2003,
349:2035-41.

8. Goffin V., Bernichtein S., Touraine P., Kelly P.A., Development and potential
clinical uses of human prolactin receptor antagonists, [September] 2005, [cited
2009 May], Available from: http://edrv.endojournals.org

17

Anda mungkin juga menyukai