Anda di halaman 1dari 22

Ajaran Isalam yang telah tersebar ke berbagaipenjuru dunia selama berabad-abad tentunya

meninggalkan tinta emas dan torehan positif berupa khasanah keilmuan bagi peradaban dunia,
meskipun tidak ada lagi kekuasaan Islam secara mutlak. Hal itu disebabkan oleh ekspansi Islam
ke daerah-daerah tidak bertujuan untuk mengambil harta kekayaan dan rampasan, tetapi untuk
membangun dan mengelola kebudayaan yang ada di daerah tersebut.

Peradaban Islam bisa maju di masa itu, salah satunya berkat kerja keras para ilmuwan dan
cendekiawan. Mereka adalah pelopor lahirnya peradaban dunia yang baru, yang awalnya
mempelajari dan mempertahankan peradaban Yunani Kuno. Tidak hanya itu, tetapi para
ilmuwan muslim juga mengembangkan pola pikir dan kecerdasan otaknya untuk menciptakan
sesuatu yang baru dalam ilmu pengetahuan. Peran dan sumbangsih umat Islam dalam
kemajuan peradaban dunia diakui oleh seorang orientalis Barat yang bernama Gustave Lebon.
Dia mengatakan "orang-orang Arablah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban karena
mereka adalah iman kita selama enam abad.

Dikalangan Barat, Islam memegang peran penting sebagai donator kemajuan peradaban
mereka, meskipun sekarang justru baratlah yang menjadi ikon kemajuan peradaban dunia.
Kontribusi Islam tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Karya-karya ilmuwan muslim dalam bidang filsafat dan sains yang dialihbahasakan ke
bahasa Barat termasuk Spanyol sehingga penduduk Barat dapat menambah wawasan pendidikan
mereka. Masa ini berlangsung dari abad ke-12 dan ke-13.
2. Metode dan teori sains melalui penelitian dan eksperimen yang dilakukan ilmuwan
muslim.
3. Kontribusi dalam bidang matematika, seperti sistem notasi dan desimal.
4. Buku-buku terjemahan yang diadopsi oleh Bangsa Barat, misalnya karya Ibnu Sina
tentang kedokteran yang digunakan sebagai materi pokok pendidikan Barat sampai abad ke-17 M.
5. Berkat kegigihan dan kecerdasannya, para ilmuwan muslim secara tidak langsung telah
memotivasi Barat untuk mengembangkan kebudayaan mereka. Seperti renaisans dan budaya
Romawi Kuno.
6. Universitas-universitas di Eropa yang sekarang ini banyak didirikan merupakan
pengembangan dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan sebelumnya.
7. Ketika barat masih berkutat dengan kegelapan, umat Islam telah berhasil melestarikan
pemikiran dan kebudayaan Romawi-Persia (Greco Helenistic).
8. Para sarjana dan ilmuwan Barat menuntut ilmu dari lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang kemudian dibawa ke negaranya.
9. Kontribusi umat Islam dalam bidang kesehatan, sanitasi, dan makanan kepada dunai
Barat pada masa itu.
Advertisement
Ketika perdaban Islam dibawa ke Barat oleh orang-orang non-Arab, ilmu-ilmu tersebut masih
dalam satu bingkai dan belum dipisah-pisah. Oleh karena itu, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu
alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih belum diklasifikasikan dan masih bercampur. Para
ilmuwan muslim kemudian menggabungkan ilmu-ilmu filsafat dengan ilmu agama, ini berarti ada
perpaduan antara akal dan keimanan. Tidak seperti bangsa Barat yang masih mendikotomikan
ilmu-ilmu akal dengan ilmu agama sehingga tidak ada inovasi-inovasi baru.

Setelah mengadopsi pemikiran-pemikiran para ilmuwan muslim, bangsa Barat mampu


memajukan peradaban mereka dan sampai sekarang merajai peradaban dunia. Kebanyakan
bangsa Barat mengadopsi gaya pendidikan di Timur Tengah terutama dari lembaga-lembaga
pendidikannya sehingga mereka mendirikan universitas dan akademi seperi di dunia Islam.

Bangsa Barat mempunyai kelebihan dalam hal ketekunan dan kekonsistenan mengembangkan
keilmuan, dan itulah yang tidak dimiliki oleh umat Islam saat ini. Dengan demikian, barat
sekarang menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan peradaban yang sebenarnya dimotori oleh
keilmuan muslim zaman dahulu. Bagi umat Islam yang ingin mendalami ilmu-ilmu yang ada
sekarang, mereka harus pergi ke kawasan Barat karena di Barat terdapat karya-karya ilmuan
muslim yang terawat dan tersedia di beberapa perpustakaan.

ISLAM & PERADABAN DUNIA


SUMBANGAN ISLAM BAGI PERADABAN DUNIA
A. Pendahuluan

Islam yang hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melaui Muhammad saw.
Akan tetapi untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke
seluruh penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan
oleh masa khulafau-r-rasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya.
Dan telah berhasil membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi

dinasti besar lainnya pada masa itu, yakni Bizantium dan Persia.[1]
Demikian Islam telah menorehkan tinta emas pada sejarah kehidupan umat
manusia. Dan sebagaimana Islam yang datang sebagai rahmatan lil ‘alamin,
sehingga Islam mampu berdiri tegak pada setiap masa dan kurun waktu. Realitas
spiritual dan metahistorikal yang mentransformasi kehidupan lahir dan batin dari
beragam manusia di dalam situasi temporal maupun ruang yang berbeda. Dan
secara historis Islam telah memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan
beberapa aspek pada peradaban dunia.
Dengan pernyataan diatas, memungkinkan adanya pertanyaan “Bagaimanakah
Islam mempengaruhi peradaban dunia?”

B. Sekilas tentang peradaban Islam dan periode kejayaan peradaban Islam

Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi


berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga
kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas.[2] Dengan kata lain peradaban Islam
bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup di
dunia dan di akhirat.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Islam dalam menegakkan peradabannya tidak
hanya memandang satu sisi kehidupan dunia dengan pencapaian kebudayaan yang
dapat memajukan peradabannya, akan tetapi juga memperhatikan prinsip
pencapaian kebahagiaan kehidupan akhirat, dengan memberikan ajaran dengan cara
berkehidupan yang bermoral dan santun dalam memandang keberagaman dunia.

Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak hanya
keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi teologis
dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak
ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah
realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau
eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya keseragaman sering mendominasi
segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama
itu sendiri selalu ada, sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan
kultur Islam. Akan tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam,
menganggap bahwa keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah
karunia Tuhan.[3] Namun dengan segala keberagamannya tersebut, masih saja
terlihat kesatuan yang amat mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam,
sebagaimana hal tersebut telah mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban
itu, dan membimbing alur sejarahnya selama berabad-abad.
Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang telah
diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun penyebaran
Islam dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas dari metode dan
sistem penyebarannya, mulai dari perdagangan, korespondensi (seperti yang
dilakukan Rasulullah dengan mengirim surat kepada para raja Mesir, Persia, dll.),
diplomasi politik, sampai pada peperangan perebutan kekuasaan dan pendudukan
wilayah.

Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai sejak masa
Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-masa kejayaan
peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban dunia. Dan pereodisasi
peradaban Islam tersebut, secara umum terbagi menjadi 3 (tiga) periode,[4] yang
antara lain :
1. Periode klasik

Pada masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Sebelum
wafatnya Nabi Muhammad saw (632 M), seluruh semenanjung Arabia telah tunduk
ke bahwah kekuasaan Islam, yang kemudian dilanjutkan dengan ekspansi keluar
Arabia pada masa khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, hingga berlanjut pada
kekhalifahan berikutnya.

Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya Irak pada
tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada masa Umar bin
Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan tentara Bizantium di
daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636 M), selanjutnya
menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir dengan tembok Babilonnya
pada masa itu. Dan kekuasaan Islampun meluas hingga Palestina, Syiria, Irak, Persia
dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Tripoli dan Ciprus pun
tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi keguncangan politik pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga wafatnya.

Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa ini
kekuasaan Islam semakin meluas, berawal dti Tunis, Khurasan, Afganistan, Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind, Punjab, dan Multan.
Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan Maroko, bahkan telah
membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan menjadikan Cordova sebagai
ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada masa dinasti ini kekuasaan Islam
telah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak,
sebagaian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis
(di Asia Tengah).

Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan pamor


keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan perhatiannya pada
kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut antara lain perubahan
bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab, dengan
demikian bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus dipelajari, hingga
mendorong Imam Sibawaih menyusun Al-Kitab yang menjadi pedoman dalam tata
bahasa Arab.
Pada saat itu pula (± abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan Islam,
dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenal Laila Majnun yang
ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan adanya pusat kegiatan
ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama bidang tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu
kalam.
Pada bidang ekonomi dan pembangunan, Bani Umayyah di bawah pimpinan Abd al-
Malik, telah mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham. Sedangkan
pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di Damaskus,
Cordova, dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-Aqsa di al-Quds
(Yerussalem), juga pembangunan Monumen Qubbah as-sakhr, juga pembangunan
istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir, seperti Qusayr dan al-
Mushatta.
Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh Bani Abbasiyah
pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan peradabannya terus
menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi, perekonomian mengalami
peningkatan dengan konsep perbaikan sistem pertanian dengan irigasi, dan juga
pertambangan emas, perak, tembaga dan lainnya yang juga meningkat pesat.
Bahkan perekonomian menjadi lebih baik setelah dibukanya jalur perdagangan
dengan transit antara timur dan barat, dengan Basrah sebagai pelabuhannya.

Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun menjadi lebih
mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter, dan farmasi. Hingga
Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter. Dilanjutkan pada masa al-
Makmun yang lebih berkonsenrasi pada pengembangan ilmu pengetahuan, dengan
menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani dan Sansekerta,[5] dan
berdirinya Baitu-l-hikmah sebagai pusat kegiatan ilmiahnya. Yang disusul kemudian
dengan berdirinya Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga dibangunnya sekolah-
sekolah, hingga Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Maka,
tak dapat dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini dikatakan sebagai the golden age.
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa ini.
Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai
penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan
filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi menambahkan ke
dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan sains dan
filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi sebagai metematikawan yang telah menelurkan aljabar dan algoritma,
al-Fazari dan al-Farghani sebagai ahli astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan
ibnu al-Haytam dengan teori optika (abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar
Zakaria ar-Razi sebagai tokoh kimia yang disegani (abad IX), Abu Raihan
Muhammad al-Baituni sebagai ahli fisika (abad IX), Abu al-Hasan Ali Mas’ud
sebagai tokoh geografi (abad X), Ibnu Sina sebagai seorang dokter sekaligus seorang
filsuf yang sangat berpengaruh (akhir abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang filsuf
ternama dan terkenal di dunia filsafat Barat dengan Averroisme, dan juga al-Farabi
yang juga seorang filsuf Muslim.

Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar tentang
keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam Malik, Imam
Syafi’I, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir terkenal ath-Thabari,
sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Sa’ad. Masih adalagi yang bergerak dalam ilmu
kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha’, Ibnu al-Huzail, al-Allaf, Abu al-Hasan
al-Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh tasawuf dan mistisisme seperti, Zunnun al-
Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain bin Mansur al-Hallaj, dan sebagainya. Di dunia
sastra pun mengenalkan Abu al-Farraj al-Asfahani, dan al-Jasyiari yang terkenal
melalui karyanya 1001 malam, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di
dunia.
2. Periode pertengahan

Pada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam pada sekitar 1250-1500 M.
Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangan Mongol, dan kerajaan
Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh raja-raja Kristen yang bersatu, hingga
orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.

Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian Islam pada


masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang menjadi tonggak
bejayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan
Turki Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan Mughal di India.

Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan menduduki


Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki Usmani mampu
menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis,
Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.

Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan Safawi
(1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh Saifuddin yang
beraliran Syi’ah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh Persia. Dan berbatasan
dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan Mughal di kawasan timur.
Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan pendirinya
Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore, India Tengah,
Malwa dan Gujarat. Di India, bahsa Urdu akhirnya menjadi bahasa kerajaan
menggantikan bahasa Persia. Dan kemajuannya telah membuat beberapa bukti
peninggalan sejarah antara lain, Taj Mahal, Benteng Merah, masjid-masjid, istana-
istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.

Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak diberikan
perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk adalah sangat
besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukan the patron of art. Ketiga
kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan bidang politik dan ekonomi.
Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan dengan melihat jalur yang terbuka ke
pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah dari daerah Timur Jauh melaui
Afrika Selatan.
Hingga pada Abad ke-17, di eropa mulai mencul negara-negara kuat, bahkan Rusia
mulai maju di bawah Peter Yang Agung. Dan melalui peperangan, Usmani
mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun ditaklukkan oleh Raja Afghan yang
mempunyai perbedaan faham. Dan kerajaan Mughal India pecah dikarenakan
terjadi pemberontakan dari kaum Hindu, bahkan Inggris pun berperan
menguasainya pada tahun 1857 M.

3. Periode Modern

Periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan Islam, yang mana dengan
berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah membuka mata umat Islam akan
kemunduruan dan kelemahannya di samping kemajuan dan kekuasaan Barat. Raja
dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan keluar untuk
mengembalikan keseimbangan kekuatan, yang telah pincang dan membahayakan
umat Islam.[6] Sebab Islam yang pernah berjaya pada masa klasik, kini berbalik
menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi lebih maju dengan ilmu pengetahuan,
teknologi dan peradabannya.
Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam islam yang disebut
dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah
mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju
sebagaimana pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad bin
Abdul Wahab di Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani, Muhammad
Rasyid Ridha di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah, dan Muhammad Iqbal
di India, Sultan Mahmud II dan Musthafa Kamal di Turki, dan masih banyak lagi
yang lainnya.

C. Transformasi peradaban Islam kepada peradaban dunia.

Sekian lamanya Islam melakukan penyebaran ajarannya, hingga lebih dari 14 abad
lamanya. Tentunya dari masa perjuangan tersebut telah menorehkan banyak hasil
yang dapat dirasakan oleh dunia saat ini walaupun sudah tidak ada lagi kekuasaan
Islam yang mutlak. Karena Islam dalam ekspansinya, tidak hanya mengambil
keuntungan materi dari daerah yang dapat dikuasai, melainkan ikut membangun
dan memajukan peradaban yang ada dan tetap toleran terhadap budaya lokal yang
ada.
Para tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak
dilakukan oleh orang-orang barat pada masa kegelapan, adalah dengan mempelajari
dan mempertahankan peradaban yunani kuno, serta mengembangkan buah
pemikirannya untuk menemukan sesuatu yang baru dari segi filsafat dan ilmu
pengetahuan. Seorang pemikir orientalis barat Gustave Lebon, dan telah
diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin, mengatakan bahwa “(orang Arablah) yang
menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalam imam kita selama
enam abad”.[7]
Hingga peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang
khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia.
Kontribusi besar tersebut antara lain :

1. Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim
dalam bidang filsafat, sains, dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya
kurikulum pendidikan dunia Barat.

2. Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai metode


dan teori sains ke dunia Barat.

3. Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke
dunia barat.

4. Karya-karya dalam bentuk terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina (Avicenna)


dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi
sampai pertengahan abad ke-17 M.

5. Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan


Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang
pada gilirannya melahirkan Renaisance.
6. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa
bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di
Eropa.

7. Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah


Romawi-Persi (Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.
8. Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan
mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.

9. Para ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah


sakit, sanitasi, dan makanan kepada Eropa.[8]
Pada kondisi-kondisi tersebut, terutama pada abad ke-11 dan ke-12, walaupun tradisi
Islam yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara ilmu-
ilmu yang ada dan ketika itu ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika,
dan ilmu kedokteran masih bercampur. Akan tetapi Islam telah mampu
mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan agama. Sedangkan bangsa
Barat pada masa itu masih terdapat stereotipe yang memisahkan antara akal dan
iman serta filsafat dan agama. Hal ini juga terjadi pada ilmu pengetahuan dan ilmu
alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan akal dengan alam, menetapkan
kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti, dan keserasian
Tuhan dengan alam.

Hingga akhirnya filsafat skolastik Barat mencapai puncaknya yang telah didukung
oleh adanya pilar Islam dengan dibangunnya akademi-akademi di Eropa yang
diadopsi dari gaya akademi di kawasan Timur. Hal ini merupakan evolusi dari
illuminisme biara ke kegiatan pemikiran yang dialihkan kesekolahan dan akademi.
Dan kurikulum yang diajarkan adalah filsafat lama, dan ilmu-ilmu Islam terutama
Averoisme Paris. Pada saat yang sama terjadi perubahan kecenderungan pemikiran
dari kesenian dan kasusatraan ke gramatika dan logika, dari retorika ke filsafat dan
pemikiran, dan dari paganisme kesusastraan Latin ke penyucian Tuhan sebagai
pemikiran Islam.

Demikianlah sumbangan besar Islam atas peradaban dunia Barat, yang selanjutnya
jusru dijadikan sebagai pusat peradaban dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan
kekonsistensian dunia Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Bahkan karya-karya besar para ilmuwan Muslim tersebut hingga kini
masih dapat kita teukan di perpustakaan-perpustakaan internasional, khususnya di
Amerika, yang secara profesional dan rapi telah menyimpannya.[9] Sehingga para
umat Muslim di masa kini, yang ingin mempelajari lebih banyak tentang khasanah
Islam tersebut, harus pergi ke negara Barat (non Islam) agar dapat meminta kembali
“permata” yang sementara ini telah mereka pinjam.
D. Penutup

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah :

1. Penyebaran ajaran Islam dan ekspansinya ke berbagai penjuru dunia telah


berhasil membawa kemajuan pada setiap masanya, baik dari segi keagamaan
maupun non agama yang berupa ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Para tokoh dan cendekiawan Islam yang telah berhasil mempelajari ilmu-ilmu
Yunani dan Sansekerta, telah memberikan pengembangan yang signifikan pada
bidangnya masing-masing, jauh sebelum para ilmuwan Barat menemukan teori-teori
tentang ilmu pengetahuan.

Dengan demikian telah memberikan bukti bahwa Islam dan peradaban yang telah
dibangunnya pada masa lalu, telah memberikan investasi besar pada pencapaian
peradaban dunia modern saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1
(Jakarta: Amzah, 2009)
Ansary, Abdou Filali, Pembaharuan Islam : dari mana dan hendak ke mana?, terj.
Machasin, (Bandung : Mizan, 2009)
Hanafi, Hassan, Oksidentalisme : Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, (Jakarta :
Paramadina, 2000)
Hodgson, Marshal G.S, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia,
(masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj.
Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta : Paramadina, 2002)
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2 (Yogyakarta :
Pustaka Book Publisher, 2009)
Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Global Pustaka
Utama, 2004)
Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet.
2, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003)
Nasr, Seyyed Hossein, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya : Risalah
Gusti, 2003)

[1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2 (Yogyakarta :
Pustaka Book Publisher, 2009), hlm. 8.
[2] Ibid, hlm. 36
[3] Seyyed Hossein Nasr, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya :
Risalah Gusti, 2003), hlm. xviii
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1
(Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 20-45.
[5] Marshal G.S Hodgson, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban
Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj.
Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta : Paramadina, 2002), hlm. 236.
[6] Samsul Munir Amin, hlm. 45.
[7] Samsul Munir Amin, hlm. 32.
[8] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet.
2, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003) hlm. 85.
[9] Abdurrahman Mas’ud, Islam dan Peradaban (sebagai pengantar), dalam Samsul
Munir Amin, hlm. x.
Makalah Islam dan Tantangan Modernitas
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam
dosen pengampu : M.Arif Khoirudin S.Sos.i

Disusun oleh :
Heni Sulasmini

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI


FAKULTAS TARBIYAH
2015-2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden).
Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata
pada manusia dalam memahami realitas.
Meski demikian, secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban,
realitas sosial kemanusiaan. Pada wilayah ini nilai-nilai Islam bertemu dan berdialog secara
intens dengan kenyataan hidup duniawi yang selalu berubah dalam partikularitas konteksnya.
Dialog antara universalitas nilai dan partikularitas konteks menjadi penting
dan harus selalu dilakukan agar misi Islam sebagai rahmat semesta alam dapat diwujudkan.
Ketidakmampuan berdialog dapat menjebak agama pada posisi keusangan (kehilangan
relevansi) atau pada posisi lain kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah tentang Islam dan Tantangan Modernitas saya batasi dalam
makalah ini, adalah:
1. Bagaimanakah problematika sosial dalam islam?
2. Apa definisi modernisme islam dan latar belakang lahirnya modernisasi dalam islam?
3. Apa saja proses yang menyebabkan modernisasi dalam islam?
4. Bagaimana dampak modernisasi terhadap perubahan sosial ?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Problematika sosial yang ada dalam islam.
2. Pengertian modenisme islam dan sebab-sebab adanya modernisasi dalam islam.
3. proses yang menyebabkan modernisasi dalam perkembangan islam.
4. akibat modernisasi terhadap perubahan sosial?
D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini kami uraikan antara lain :
1. Pembaca dapat memahami tentang pengertian modernisasi islam itu sendiri.
2. Agar pembaca mendapat pengalamam dari pembahasan tersebut, khususnya bagi penulis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Problematika Sosial

Dari pada sekedar merespon fenomena teologis, agama sesungguhnya lebih berperan
besar dalam mersepon fenomena sosiologis. Artinya, agama kerap diturunkan melalui
seorang hamba Tuhan yang disebut nabi seiring dengan konteks sosial di mana sang nabi
tersebut dirisalahkan. Nabi Muhammad misalnya, hadir membawa ajaran Islam empat belas
abad yang lalu untuk merespon fenomena kehidupan sosial masyarakat Arab ketika itu yang
hidup dalam kondisi “jahiliyah”. Jika ajaran yang disampaikan nabi Muhammad sampai hari
ini disepakati sebagai ajaran Islam, dan dalam perjalanannya Islam awal hadir untuk
merespon masyarakat jahiliyah Arab sebagai gejala sosial ketika itu, maka pertanyaan yang
mungkin dapat dikedepankan adalah: bagaimana posisi Islam dalam merespon problematika
sosial saat ini?.
Terma problematika sosial sesunggunhya menjadi term yang dapat dibincangkan dari
berbagai aspek: budaya, politik, ekonomi dan aspek-aspek lainnya. Meski demikian,
pembicaraan mengenai problematika sosial agaknya lebih cendrung diarahkan pada aspek
perekonomian masyarakat seperti masalah kemiskinan yang memiliki integrasi dengan
konsep zakat di dalam Islam. Setidaknya inilah salah satu aspek yang sering disoroti beberapa
tokoh ketika membicarakan Islam dan problematika sosial, sehingga kadang kala kita hampir
melupakan aspek-aspek lain yang juga penting dibincangkan sebagai fenomena kontemporer.
Kemiskinan sebagai problem sosial pada prinsipnya telah mendapatkan jawaban yang
jelas dalam ajaran Islam dengan konsep zakat, infak dan sedekah. Namun demikian, jika kita
mencoba keluar dari persoalan ini menuju persoalan lain yang pada dasarnya juga menjadi
persoalan yang dapat disoroti sebagai problematika sosial, seperti mengenai pluralisme
misalnya, pembicaraan akan menuai kontroversi yang cukup akut. Pembicaraan lain yang
masih dirasa hangat, setidaknya di Indonesia, sebagai persoalan yang juga masih dapat
ditafsirkan sebagai problematika sosial adalah soal kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Bukankah persoalan-persoalan yang baru disebutkan merupakan sebuah perwajahan dari
problematika sosial yang dihadapi umat Islam (Indonesia) saat ini?.
Ada sebuah stigma yang terbangun di tengah masyarakat pada umumnya, bahwa
orang-orang muslim memiliki jiwa solidaritas yang begitu tinggi terhadap saudaranya seiman
dan sekeyakinan. Namun orang orang muslim, agaknya sulit bernegosiasi untuk komunitas
yang berada di luar keyakinannya (non-muslim). Tentu stigma semacam ini tidak dapat
digeneralisasi sebagai argumentasi untuk menyebutkan Islam sebagai demikian adanya.
Sebab dalam faktanya kita masih dapat menemukan Islam yang berwajah ramah di tengah
fenomena Islam yang berwajah “amarah”. Jika ditinjau dari sumber-sumber utama ajaran
Islam sekalipun kita dapat menemukan Islam yang benar-benar menjadi“rahmat bagi seluruh
alam” dari pada sekedar “azab bagi sebagaian alam”. Sehingga wajar jika seorang tokoh
pernah mengatakan: orang-orang dari kalangan non-muslim kecil kemungkinan untuk dapat
masuk/memeluk Islam jika melihat fenomena yang ditunjukkan umatnya, tapi kebanyakan
dari mereka masuk/memeluk Islam karena mempelajari sumbernya (Al Qur’an).
Diterbitkannya buku kontroversial Fikih Lintas Agama oleh tim penulis Paramadina
beberapa tahun lalu pada dasarnya merupakan sebuah karya bijak untuk merespon
problematika sosial yang dihadapi umat Islam kontemporer dalam hubungannya dengan
komuntas keagamaan lain. Bahwa fikih klasik yang dirumuskan ulama-ulama terdahulu
memang kurang terbuka bagi komunitas keagamaan lain merupakan fakta yang tidak
terbantah, sehingga kita butuh sebuah tafsir baru atas fikih yang lebih inklusif dan pluralis.
Namun demikian, buku yang kita anggap sebagai karya bijak tersebut ternyata belum mampu
diterima oleh masyarakat Islam secara luas, sehingga pencerahan yang dapat ditemukan pada
buku tersebut tidak memiliki andil untuk mengisi dimensi Islam di Indonesia. Buku ini
dilarang beredar karena dikhawatirkan akan meracuni pikiran umat, sehingga buku ini hanya
dapat ditemukan di kantung mereka yang berani terbuka untuk wacana-wacana keislaman
baru yang lebih segar.

B. Islam dan Modernisasi


1. Pengertian modernisme islam
Kata “Modernitas” , “modernisme” Modern enurut KBBI artinya adalah sikap dan
cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original atau
asli melainkan “diekspor” atau di amabil dari bahasa asing (modernization), berarti
“terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan
tetapi, dalam pengertian yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam
semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim,
dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.

Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan
usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya
agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat- pendapat dan keadaan-keadaan baru yang
ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim
mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi
Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk
merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa
disebut sebagai semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat
intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress Dalam perspektif
posmodernis., semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang
dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan
rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asal Pakistan mendefenisikan modernisasi
dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi
dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang
yang mewakili sarjana Indonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam
melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan
melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang
berlangsung”.
2. Lahirnya Pemikiran Moderen Dalam Islam
Sekurang-kurangnya sejak abad ke-19 M., pemikiran moderen dalam Islam muncul di
kalangan para pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam setelah
mengalami masa kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya kekhilafahan bani
Abbasiyah di Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu yang meluluhlantakan
bangunan peradaban Islam yang pada waktu itu merupakan mercusuar peradaban dunia.
Lahirnya pemikiran moderen dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh 2 (dua) faktor,
yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi Imperialisme Barat dan
kontak dunia Islam dengan dunia Barat. Sedangkan faktor internal meliputi kemunduran
pemikiran Islam dan bercampurnya unsur non Islam kedalam Islam.
a. Faktor Eksternal
1) Imperialisme Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat disintegrasi atau perpecahan yang
terjadi di kalangan umat Islam yang terjadi jauh sebelum kehancuran peradaban Islam pada
pertengahan abad ke-13 M., yaitu ketika munculnya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan
diri dari pemerintahan pusat pada masa kekhilafahan bani Abbasiyah.
Setelah runtuhnya bangunan peradaban Islam, perpecahan yang terjadi di tubuh umat
Islam bertambah parah dengan maraknya pemberontakan-pemberontakan terhadap
pemerintahan pusat Islam yang mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan lepasnya
daerah-daerah yang sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena lemahnya politik Islam disertai dengan motivasi pencarian daerah baru
sebagai pasar bagi perdagangan di dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah
umat Islam, Barat, sejak abad ke-16 M. menduduki daerah-daerah yang disinggahinya untuk
dijadikan daerah penjajahan. Spanyol akhirnya menjajah Filipina, Belanda menjajah
Indonesia selama ratusan tahun hingga memasuki abad 20 M. Inggris menjajah India,
Malaysia dan sebagian negara-negara di Afrika dan Perancis menjajah banyak negeri di
Afrika.
Karena imperialisme inilah, lahir para pemikir Islam yang berusaha membangunkan
umat Islam dan mengajak mereka untuk bangkit menentang penjajahan, seperti Jamaluddin
Al Afghani dengan ide Pan Islamismenya di India dan Khairuddin Pasya at-Tunisi dengan
konsep negaranya di Tunisia.
2) Kontak dengan modernisme di Barat
Sejak abad 16 M. Barat mengalami suatu babak sejarahnya yang baru, yaitu masa
moderen dengan lahirnya para pemikir moderen yang menyuarakan kemajuan ilmu
pengetahuan dan berhasil menumbangkan kekuasaan gereja (agama). Karena keberhasilannya
inilah dicapai peradaban Barat yang hingga kini masih mendominasi dunia.
Sementara itu, dunia Islam yang pada waktu itu sedang berada dalam
kemundurannya, karena interaksinya dengan modernisme di Barat mulai menyadari
pentingnya kemajuan dan mengilhami mereka untuk memikirkan bagaimana kembali
memajukan Islam sebagaimana yang telah mereka capai di masa sebelumnya sehingga
lahirlah para pemikir Islam seperti At Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir,
Muhammad Ali Pasya di Turki, Khairuddin At Tunisi di Tunisia dan Sayyid Ahmad Khan di
India.
b. Faktor Internal
1) Kemunduran Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena
pertikaian yang terjadi antara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan
pembatasan madzhab fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki, madzhab
Syafi’i, madzhab Hanafi dan madzhab Hambali. Sementara itu, bidang teologi didominasi
oleh pemikiran Asy’ariah dan bidang tasawwuf didominasi oleh pemikiran imam Al-Ghazali.
Penutupan pintu ijtihad ini telah menimbulkan efek negatif yang sangat besar di mana
umat Islam tak lagi memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal tidak diberdayakan dengan
maksimal sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam hanya sekadar pengulangan-
pengulangan tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa inovasi-inovasi yang diperlukan sesuai
dengan kemajuan jaman.
Berkenaan dengan kemunduran pemikiran Islam ini, para pemikir Islam di jaman
moderen dengan ide-ide pembaharuannya, menyuarakan pentingnya dibuka kembali pintu
ijtihad.
2) Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Selain kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya pemikiran
moderen dalam Islam adalah bercampurnya agama Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Pada masa sebelum abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal
agamanya dengan baik sehingga banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai agama. Maka
tercampurlah agama Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam bid’ah, khurafat
dan takhayul.
Abduh yang dilanjutkan dengan muridnya Muhammad Rasyid Ridha dan KH.
Ahmad Dahlan di Indonesia adalah para pemikir pembaharuan Islam yang penuh perhatian
terhadap pemberantasan takhayul, bid’ah dan khurafat di kalangan umat Islam.
Satu hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa faktor eksternal adalah yang
paling utama, sedangkan faktor internal, telah ada sebelum masa moderen Islam yang telah
lebih dahulu melatarbelakangi lahirnya pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam,
karena pemikiran moderen dalam Islam tidak lain adalah kelanjutan pemikiran pembaharuan
yang telah ada sebelumnya atau pemikiran pembaharuan pada masa klasik.

C. Penyebab modernisasi dalam perkembangan islam


1. Gerakan Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat.
Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus
diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan
secara harfiah ( William Montgomery W., 1997: 3 ).
Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang
memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang
berarti dasar, asas, alas, fondasi, ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:245 ). Dengan demikian
fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk memperjuangkan atau
menerapkan apa yang dianggap mendasar.
Istilah fundamentalisme pada mulanya juga digunakan untuk menyebut penganut Katholik yang
menolak modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi agamanya, saat ini juga digunakan oleh
penganut agama-agama lainnya yang memiliki kemiripan, sehingga ada juga fundamentalisme
Islam, Hindu, dan juga Buddha.
Sejalan dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme
menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam
mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang disebut kaum fundamentalis
sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan cenderung melakukan tindakan kekerasan jika
perlu.
Berbagai pendapat dari para cendekiawan bermunculan terkait dengan istilah fundamentalisme,
salah satunya pendapat M. Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat bahwa fundamentalisme
sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh gerakan itu bersifat tasional dan spiritual,
dalam arti memahami ajaran agama berdasarkan semangat dan konteksnya, sebagaimana
ditunjukkan oleh fundamentalisme spiritualis rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme
aktifis politis yang memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak menekankan
pembaharuan pemikiran agama yang autentik ( M. Said al Asymawi, 2004:120 ).
a. Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Secara historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan tradisi
Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai istilah atau tindakan
yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat.
Pelacakan historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan kepada
gerakan Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme kontemporer bisa dialamatkan
kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi Islam Iran ( Azyumardi Azra, 1996:107 ).
Secara makro, faktor yang melatarbelakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah situasi
politik baik tingkat domestik maupun di tingkat internasional. Ini dapat dibuktikan dengan
munculnya gerakan fundamentalis pada masa akhir khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana situasi dan
kondisi sosial politik tidak kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara berkecamuk hebat
antara kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah pembunuhan Utsman.
Dalam keadaan runyam, Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali membelot dan muncul
secara independen ke permukaan sejarah klasik Islam. Dengan latar belakang kekecewaan
mendalam atas roman ganas dua kelompok yang berseteru, mereka berpendapat bahwa Ali dan
Muawiyah kafir dan halal darahnya. Kemudian Ali mereka bunuh, sedangkan Muawiyah masih tetap
hidup. (as-Syahrustani,t.t.:131-137)
Begitu juga dengan gerakan muslim fundamentalis Indonesia, lebih banyak dipengaruhi oleh
instabilitas sosial politik. Pada akhir pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalami krisis
multidimensi yang cukup akut. Bidang ekonomi, sosial, politik, dan moral semuanya parah. Sehingga
masyarakat resah dan kepercayaan kepada pemerintah dan sistemnya menghilang. Hal ini dirasakan
pula oleh golongan muslim fundamentalis. Setelah reformasi, kebebasan kelompok terbuka lebar
dan mereka keluar dari persembunyian. Mendirikan kubu-kubu dan mengkampanyekan penerapan
syariat sebagai solusi krisis. Dari latar belakang ini, tidak heran jika banyak tudingan yang
mengatakan bahwa gerakan fundamentalisme Islam merupakan bagian dari politisasi Islam.
b. Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak kelompok atau mazhab yang menganut fundamentalisme.
Berikut ini adalah empat mazhab besar fundamentalisme Islam.
1) Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini menganut ideologi Abduh dan Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih
ekstrim. Penganut mazhab Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft adalah Muhammadiyah.
Maka dari itu mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan para mantan DI/TII rata-rata masuk
Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini bermetamorfosis menjadi PKS, KAMMI, dan sejenisnya
dan menjadi kelompok fundamentalis terkuat di Indonesia.
Kalau merunut sejarahnya, organisasi ini merupakan salah satu sempalan Negara Islam Indonesia
(NII). NII merupakan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya di-backing-i Ali Moertopo c.s. Organisasi
ini terlihat cukup softmisal jarang melakukan kekerasan fisik, tapi mereka melakukan kekerasan
dalam wacana. Dari segi penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara
perempuannya berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang.
Politik mereka cukup mahir, tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat eksklusif
dan menjadikan politik identitas seperti penampilan, baju maupun bahasa yang dicampur dengan
kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk membedakan dan memisahkan mereka dengan ”yang
lain”. Walaupun terlihat kurang begitu menakutkan tapi sebagaimana kelompok radikal lain
mereka sangat tidak mampu bertoleransi. Maka dari itu, di jangka panjang mereka akan sangat
berbahaya jauh berbahaya dari “preman” macam Front Pembela Islam (FPI). Basis utama mereka
adalah Bogor sehingga IPB bisa dikatakan menjadi kampus yang dikuasai mereka.
2) Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka ini cukup rasis, nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan Arab yang
didukung oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad dan Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far Umar
Thalib, Abdullah Sungkar dan lain-lain adalah orang Arab. Kelompok inilah yang paling radikal.
Kekhususan mereka adalah mereka golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti
jalur al-Irsyad. Mereka memliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama acuannya, yaitu
kelompok Saudi dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan berbahaya, kelompok ini sebenarnya
cukup lemah karena mereka terlalu radikal sehingga suka berkelahi sendiri. Misal, tradisi
mubahallah atau saling melaknat atas nama Allah seringkali dijadikan solusi bagi mereka untuk
menyelesaikan perbedaan pendapat/ paham. Dan kebiasaan inilah yang seringkali memicu mereka
terpecah jadi fraksi-fraksi kecil. Basis utama mereka di daerah Solo dimana mereka mendirikan
banyak pesantren di sana.
3) Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground. Mereka menginginkan khilafah tapi
menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih condong soft dengan dasar
pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan
terbentuk dengan sendirinya. Kelompok kami tidak punya data cukup memadai tentang kelompok
ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.
4) Mazhab Habib
Habib, Sayyed, Syarif adalah julukan/ gelar bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal
perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid jika tidak maka mereka akan
dibunuh. Kelompok formal tertua golongan ini adalah Jamiat Kheir. FPI merupakan bagian dari
golongan ini. Doktrin utama kelompok-kelompok ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara
mazhab mereka sebenarnya lebih dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim Islam yang
pertama kali muncul dalam sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
Contoh paling mudah adalah dengan melihat wacana fiqh mereka. Dalam kitab-kitab fiqh standart
kaum Aswaja, semua pendapat mereka akan dianggap sebagai pendapat pribadi, misal ”berdasar
pendapat ulama mazhab syafi’i”, atau ”berdasar pendapat Imam Hanafi dst”, sedangkan di
kalangan kelompok ekstrim ini dari yang paling soft sampai paling ekstrim memiliki kecondongan
mengklaim pendapatnya sebagai pendapat Islam , atau kehendak Allah dst. Klaim fiqh
mereka selalu didahului kata-kata ”menurut Islam ….”, ”berdasarkan ajaran Islam…” dst, dan
kelompok mazhab yang gemar menggunakan klaim seperti ini adalah golongan Khawarij. Ini
mungkin tidak terlalu bermasalah bila dilihat sekilas tapi klaim seperti inilah yang paling
berpengaruh untuk membawa seseorang menjadi ekstrim.
Kesamaan lain adalah mereka condong menganjurkan bahkan mewajibkan perkawinan ”dalam”
bagi anggotanya. Alasannya biasanya tidak sefikrah untuk menolak perkawinan luar kelompok.
Semakin radikal semakin ketat mereka mengatur nikah ini. Pernikahan anggotanya melalui
perjodohan yang diatur imam kecil mereka yang diistilahkan murrabi, mursyid, syaikh, dll.
Di tanah air terdapat beberapa contoh gerakan yang dikategorikan sebagai fundamentalis.
Diantaranya adalah Jamaah Darul Arqam, Jamaah Tabligh, Jamaah Tarbiah, Front Pembela Islam,
Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah, serta Laskar Jihad.
c. Karakteristik Islam Fundamentalis
Dari sekelumit paparan deskriptif historis kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan
bahwa memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum fundamentalis.
Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap
kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu,
dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu dipegang secara
kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan
(Azyumardi Azra, 1993: 18-19).
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan Islam
fundamentalis, diantaranya :
1) mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama dan menolak
pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman seperti itu dianggap mereduksi
kesucian agama.
Kaum fundamentalis mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran hanya ada
di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran hanya ada pada pemahaman
mereka terhadap apa yang dianggap sebagai prinsip-prinsip agama. Mereka tidak memberi ruang
kepada pemahaman dan penafsiran selain mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
2) mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralism merupakan
produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras
dengan pandangan kaum fndamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang
terutama muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena
perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
3) mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis cenderung menganggap
dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham
dengan mereka. Di dalam khasanah Islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa, sehingga
dikenal banyak mazhab. 4 mahzab terbesar di Indonesia adalah Ikhwanul Muslimin, Salafi atau
Wahabi, Hizbut Tahrir, dan Habib.
Sikap keagamaan yang seperti ini berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas
nama agama, atas nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan kekerasan,
pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.
4) setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan fanatisme,
eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil
bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan
eksistensi agama.
2. Modernisasi
Modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem
sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada
abad ke-17 sampai 19. Sistem sosial yang baru ini kemudian menyebar ke negara-negara
Eropa lainnya serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama
yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-
pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik
umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-
aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya
suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-
peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
3. Globalisasi

Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia).
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan
antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Globalisasi memiliki banyak definisi, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh
Lodge (1991), mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan
masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam
semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun
lingkungan. Dengan pengertian ini globalisasi dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup
dalam era dimana kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena
globalisasi di dunia.
a. Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon
genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi
sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang
berbeda.
b. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
c. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, fim,
musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beranekaragam
budaya, misalnya dalam bidang fashion dan makanan.
d. Meningkatknya masalah besama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional dan lain-lain.
Dampak dampak modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut:
a. Positif
Dampak positif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.

1) Memudahkan untuk mendapatkan barang yang berkualitas bagus dengan harga yang paling
murah.
2) Tersedianya lapangan pekerjaan bagi tenaga profesional.
3) Perkembangan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
4) Komunikasi tanpa dibatasi jarak dan waktu sehingga dapat memperlancar perdagangan
internasional.
5) Terbukanya peluang bisnis dan kemudahan di bidang pendidikan, politik, pertahanan dan
keamanan.
6) Pembangunan yang lebih terencana dan berorientasi pada kebutuhan hidup warga dunia.
7) Penanaman modal asing memicu pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
8) Terjadinya migrasi yang tinggi dalam suatu negara maupun dari negara yang satu ke negara
yang lain.
9) Bercampurnya berbagai kebudayaan dari berbagai daerah dan negara.
b. Negatif
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
1) Bergesernya nilai-nilai dan sikap seseorang karena pengaruh negatif dari teknologi
komputerisasi, media massa, dan alat komunikasi.
2) Tumbuhnya mental frustasi, minder, stres dan tertekan karena tidak dapat mengikuti
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
3) Posisi tawar yang selalu kalah bagi negara berkembang yang dikalahkan oleh negara maju
membuat negara berkembang semakin terpuruk dan tidak dapat berkompetisi dengan negara
maju.
4) Orientasi hidup hanya pada nilai ekonomi menyebabkan bergesernya nilai-nilai
kemanusiaan, keharmonisan hidup dengan lingkungan dan kehangatan persahabatan.
5) Hilangnya budaya asli daerah tertentu akibat tidak dipatenkan.
6) Makin merajalelalnya kaum kapitalis atau pemilik modal yang dengan leluasa menanamkan
modalnya di segala penjuru dunia.
7) Kemajuan teknologi yang dimanfaatkan untuk merusak dunia menjadi ketakutan semua
pihak.

4. Industrialisasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas “Industrialisasi” adalah suatu
proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian
.
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus
pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan
penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari
proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya
dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia mengubah
pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas
pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan
atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan
pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan
untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan
melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki
kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.Negara pertama yang melakukan
industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industripada abad ke 18. Pada akhir abad
ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan
industrialisasi.
Dampak Sosial dan Lingkunga
a. Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik – pabrik di suatu daerah, sehingga daerah
tersebut berkembang menjadi kota besar.
b. Eksploitasi tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja dimana industri itu berada.
c. Perubahan pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi dimana suatu
keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah industrialisasi keluarga biasanya
berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak).
Keluarga dan anak – anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah
sesuai tempat dimana pekerjaan itu berada.
d. Lingkungan hidup
Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara,
masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara
industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga patogen
(mikroorganisme penyebab penyakit).

5. Urbanisasi
Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004) menyatakan bahwa Urbanisasi adalah,suatu
proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itudalam
ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah.
Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian.
Pengertian urbanisasi ini pun berbeda – beda, sesuai dengan interpretasi setiap orang
yang berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah Umum di UNIJA, yang dibawakan oleh Ir.
Triatno Yudo Harjoko pengertian urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan
masyarakat dan kawasan dalam suatu wilayah yang non-urban menjadi urban. Secara spasial,
hal ini dikatakan sebagai suatu proses diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang dimana
lokasi tertentu menerima bagian pemukim dan fasilitas yang tidak proporsional.
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda – beda tergantung sudut pandang yang di
ambil. Jika dilihat dari segi Lingkungan, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral,
dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan
yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan
aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi
memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi.
Sedangkan faktor daya tarik (Attractive Factors) terjadinya urbanisasi antara lain:
a. Penduduk desa beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan
b. Penghasilan lebih tinggi
c. Banyak kesempatan di kota untuk mengembankan usaha kerjainan rumah menjadi industri
d. Saranan pendidikan lebih tersedia
e. Tingkat kebudayaan dikota lebih tinggi dan adaptif
f. Kontrol sosial masyarakat dikota lebih akomodatif
g. Masalah Urbanisasi
Beberapa permasalahan yang timbul akibat dari urbanisasi antara lain adalah sebagai
berikut:

a. Aspek Lingkungan
Terbatasnya tempat tinggal mengakibatkan munculnya banyak rumah kumuh tidak
layak huni yang membuat tata letak kota menjadi berantakan dan tidak tertata dengan baik.
Apalagi banyak pendatang ini yang kemudian mendirikan gubuk-gubuk liar di pinggiran
sungai dan rel kereta api yang merupakan daerah hijau yang tidak boleh ditempati. Para
pendatang tentunya akan menghadapi tantangan atau hambatan untuk hidup di kota. Mereka
akan bersaing dengan masyarakat kota, dan tentu juga dengan sesama pendatang.
Permasalahan lain yang timbul dalam aspek lingkungan antara lain adalah tidak
semua kota memiliki kesiapan untuk mengelola tata ruang dan kebijakan publik yang tepat
untuk mengatasi permasalahan urbanisasi, sehingga tata kota terlihat berantakan, dan polusi
udara juga semakin memperburuk suasana kota

b. Aspek Ekonomi
Gaya hidup masyarakat perkotaan yang individualis, diakibatkan oleh
persaingan yang ketat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka tidak peduli
dengan sesamanya. Kemudian pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan akibat
urbanisasi menimbulkan masalah yang sangat kompleks.

Terbatasnya lapangan pekerjaan dan tingginya persaingan di kota besar


menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Tidak adanya keahlian dan sedikitnya
kaum pendatang yang memiliki modal yang cukup untuk membuka usaha di kota
mengakibatkan meningkatnya tindakan kriminalitas. Persaingan yang tinggi, dengan
kemampuan sumberdaya yang terbatas mengakibatkan kesulitan dalam mendapat perkerjaan,
sehingga banyak kaum urban yang menganggur / tidak berkerja.

6. Sekularisme
Istilah sekular berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu
waktu dan tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia.
Jadi saeculum/ sekuler berarti sebuah pola pikir yang hanya terbatas memikirkan saat ini dan
tempat ini sehingga mereka tidak peduli lagi tentang apa yang terjadi di masa lalu dan apa
yang terjadi di masa yang akan datang. Dengan kata lain pemikiran sekular ini adalah
pemikiran yang mempercayai hari akhirat tetapi ia adalah manusia yang mengambil sikap
acuh tak acuh terhadap kehidupan akhiratnya di masa mendatang. Adapun sekularisasi dalam
kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan
Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur
tangan agama.
Sekularisme lebih condong kepada proses peralihan fungsi–fungsi dan sifat–sifat
keagamaan kearah fungsi–fungsi dan sifat –sifat yang tak bernilai atau yang tidak ada
hubungannya dengan keagamaan. Pengertian yang lain menyebutkan sekularisme adalah
penduniawian sesuatu yang pada mulanya bersifat atau bernilai keagamaan. Sedangkan kata
sekularisasi banyak diartikan sebagai proses menuju ke secular dan sekularisme. sedangkan
sekularisme banyak diartikan sebagai idiologi yang dihasilkan dari proses sekularisasi.
Bila kita melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul disebabkan
pengongkongan gereja dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains.
Pihak gereja Eropah telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll
yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja. Kemunculan
paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang
dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan
dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai wang yang tinggi dan
mendapat jaminan syurga walaupun berbuat kejahatan di dunia.
Disamping itu, Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang pihak
agama dan gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan Spinoza.
Akhirnya tahun 1789M, Perancis menjadi negara pertama yang bangun dengan sistem politik
tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus berkembang sehingga di negara-negara Eropa,
muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani mengutarakan teori yang menentang agama
dan berunsurkan rasional. Seperti muncul paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme,
Ateismenya dengan idea Nietche yang menganggap Tuhan telah mati dan manusia bebas
dalam mengeksploitasi. Akibatnya, agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang sangat
kecil, terpisah daripada urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka yang melakukan
penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan teknologi yang
pesat dengan munculnya zaman Renaissance yaitu pertumbuhan perindustrian dan teknologi
pesat di benua Eropa.
Dalam perjalanannya, Paham ini terus menular dan mulai memasuki dunia Islam pada
awal kurun ke 20. Turki merupakan negara pertama yang mengamalkan paham ini di bawah
pimpinan Kamal Artartuk. Seterusnya paham ini menelusuri negara Islam yang lain seperti di
Mesir melalui polisi Napoleon, Algeria, Tunisia dan lain-lain yang terikat dengan
pemerintahan Perancis. Dan, Indonesia, Malaysia masing-masing dibawa oleh Belanda dan
Inggeris. Ini dapat kita lihat dengan munculnya dualisme yaitu agama satu sisi dan yang
bersifat keduniaan satu sisi. Seperti pengajian yang berasaskan agama tidak boleh bercampur
dengan pengajian yang berasaskan sains dan keduniaan.
Disamping itu, sejarah yang paling kental tentang munculnya sekularisme adalah
disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama
kristen saat itu (abad 15). Di mana kristen beberapa abad lamanya menenggelamkan dunia
barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai the dark age. Padahal pada saat yang sama
peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya.
Akibat karena kita mengikuti pola barat dengan memasukkan pola sekuler dalam
tubuhnya, maka kaum muslimin ibaratkan seseorang yang ikut-ikutan meneguk obat padahal
ia sesungguhnya tidak sakit sedikit pun. Sehingga keberadaan Islam kian hari semakin rancu,
dan semakin diperparah oleh gerakan sekularisasi di negeri-negeri muslim. Padahal
hakikatnya Islam sudah sempurna ia tidaklah pantas di samakan dengan kristen, maupun
agama lainnya, Islam adalah agama yang tidak perlu di modifikasi dan sebagainya.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Problematia sosial yang terjadi pada peradaban masyarakat islam di zaman sekarang
dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya ekonomi budaya, sosial dan politik. Yang
pada dasarnya masyarakat islam di zaman sekarang sangat mengutamakan solidaritasnya
yang seiman dan sekeyakinan. Sehingga muncul banyak permasalahan dan menjadikan islam
menjadi terpecah belah. Hukum hukum islam yangdi buat dan di bukukan oleh ulama ulama
terdahulu pun dianggap sudah tidak sesuai dengan islam di zaman sekarang yang sudah
mengalami banyak proses perubahan.
Modernisasi islam adalah upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk
mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung. Latar belakang
lahirnya modernisasi islam di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal diantaranya imperalisme barat dan kontak dengan modernisasi
barat, sedangkan faktor internal diantaranya mundurnya pemikiran islam dan tercampurnya
ajran islam dengan unsur unsur lain.
Proses yang menyebabkan modernisasi islam antara lain di pengaruhi oleh, Gerakan
Fundamentalisme, modernisasi, globalisasi, industrialisasi, urbanisasi, dan sekularisasi.
Dampak modernisasi terhadap perubahan sosial dibagi menjadi dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif modernisasi adalah mudah nya penyebaran agama islam
melalui berbagai media yang canggih melalui internet, tv, radio, majalah dsb . Dampak
negatif dari modernisasi adalah terjadinya perpecahan antar umat islam karena berbedaan
teologi politik dsb, tidak berlakunya hukum hukum syariat islam karena dianggap sudah tidak
sesuai dengan perkembangan zaman, munculnya pemikiran pemikiran baru yang
menghalalkan segara cara yang mengatas namakan islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, Studi Agama: Normativitas dan Historisitas, Yogyakarta: Pustaka
Pelalajar. 1996.

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, Bandung: Mizan, 1995.

Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan, 1998.

Madjid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina, 1992.

Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,


Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
https://senyumparainsan.wordpress.com/2015/02/02/dampak-sekularisme-terhadap-
islam/.
https://ajimmydj81.wordpress.com/2011/11/26/dampak-pengaruh-globalisasi-bagi-
umat-islam/.

Anda mungkin juga menyukai