PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang
termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien
tersebut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan
bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang
mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif
ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit
kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi
dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk,
sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi (Riswandi, 2009). Komunikasi kesehatan
menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun
terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat
komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran,
pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor
pada perubahan perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam
mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan
kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan
menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan (Riswandi, 2009).
1
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003 .48). Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk
komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada
pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010). Komunikasi
perawat dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat harus bisa
menerapkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan
tidak hanya pada pasien sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga
harus diterapkan komunikasi terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau
yang sering disebut “koma” merupakan pasien yang fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari
luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali
stimulus tersebut. Namun meskipun pasien tersebut tak sadar, organ
pendengaran pasien merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan
penerimaan rangsangan
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah ini
adalah:
1. Apakah yang di maksud dengan palliative care ?
2. Bagaimana prinsip komunikasi dalam perawatan palliative care?
3. Bagaimana Komunikasi dalam menyampaikan berita buruk?
4. Bagaimana Komunikasi dalam pemahaman pengobatan pada
palliative?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu palliative care
2. Untuk mengetahui tentang prinsip komunikasi perawatan palliative
care.
3. Untuk mengetahui Komunikasi dalam menyampaikan berita buruk.
4. Untuk mengetahui Komunikasi dalam pemahaman pengobatan pada
palliative.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematian sebagai proses yang
normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual (Hartati &
Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien
terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan
baik dan tenang (Bertens, 2009).
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada
pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya.
Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan
terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan
demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi
segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative
care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara
dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan,
dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi
bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses
yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative
Care adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
4
B. Prinsip Komunikasi dalam Palliative Care
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(KEMENKES, 2013) dan Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prinsip
pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah
timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal ,
tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian, memberikan
dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar
pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada
keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
1. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien
yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak
sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat.
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang
sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk
membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
5
2. Prinsip Berkomunikasi dengan pasien Sadar yang memiliki kebutuhan
khusus :
a. Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang
paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan
bukan dari suara yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan
mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi,
upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra
visualnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien
gangguan pendengaran :
1. Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2. Kurangi kebisingan
3. Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4. Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
5. Jangan mengunyah permen karet
6. Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7. Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8. Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan
6
5. Pastikan bahwa individu melihat Anda pendekatan, jika
kehadiran Anda mungkin terkejut orang tersebut.
6. Wajah-keras mendengar orang-langsung dan berada di level
yang sama dengan dia sebisa mungkin.
7. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8. Jika Anda makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara,
pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
9. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
10. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan
diperlukan.
11. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
12. Jika orang yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki
kesulitan mendengar, periksa untuk melihat apakah alat bantu
dengar di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa
dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-
hal ini baik dan orang yang masih memiliki kesulitan
mendengar, mencari tahu kapan dia terakhir memiliki evaluasi
pendengaran.
13. Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda saat berbicara.
14. Mengakui bahwa hard-of-mendengar orang mendengar dan
memahami kurang baik ketika mereka lelah atau sakit.
15. Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar belakang
sebanyak mungkin ketika melakukan pembicaraan.
16. Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat
bahwa lampu tidak bersinar di mata orang tuna rungu.
17. Jika seseorang telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan
cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan
mengulangi kata-kata asli berulang.
7
18. Gunakan sederhana, kalimat singkat untuk membuat percakapan
anda lebih mudah untuk mengerti.
19. Menulis pesan jika perlu. Biarkan waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran. Berada di
terburu-buru akan membawa stres semua orang dan
menciptakan hambatan untuk memiliki percakapan yang berarti.
8
Syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan sensori penglihatan adalah :
9
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan
Penglihatan :
10
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan
dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.
11
membutuhkan kemampuan dan latihan yang sama, selain itu
dibutuhkan untuk mengalokasikan waktu secukupnya. Masing-masing
individu membutuhkan (dan menginginkan) tingkat informasi yang
berbeda-beda.
b. Beberapa mungkin hanya mendapatkan informasi yang terbatas terkait
dengan diagnosis. seorang yang profesional perlu memperhatikan hal-
hal penting, baik pada
saat pemberian informasi maupun berita yang bersifat rahasia. Perawa
tan yang dilakukan oleh keluarga merupakan hal penting dalam
menerapkan terapi holistik pada pasien dan (sesuaidengan persetujuan
pasien) jika dimungkinkan harus dibicarakan secara bersama-sama.
Cara tersebut dapat mencegah terjadinya situasi dimana pasien dan
keluarganya tidak memberikan informasi yang sebenarnya karena
mereka melindungi rahasia masing-masing. Kepekaan khusus
dibutuhkan pada tahap tertentu dari perjalanan hidup pasien. berita
buruk mungkin membutuhkan beberapa waktu untuk disampaikan
kepada pasien (misalnya pada saat penyampaian diagnosis, kegagalan
terapi dan komplikasi). Pada penyakit yang bersifat lanjut, tiap
individu menbutuhkan dukungan untuk menyuarakan pemikirannya
tentang masa depan sehingga mereka mulai dapat membuat rencana
untuk mewujudkannya.
12
Terdapat lima hal yang harus diperhatikan dalam penyampaian berita
buruk :
1. Persiapan penyampai berita
Sebelum menyampaikan berita buruk, penyampai, baik itu dokter
maupun perawat, harus menyiapkan diri dengan baik. Penyampai
membangun kepercayaan diri dan mengumpulkan informasi yang
diperlukan, termasuk kemungkinana pertanyaan dari pasien ataupun
keluarganya. Penyapai juga harus memperhatikan beberap hal berikut,
yaitu, apakah pasien dan keluarga sedang menani berita buruk, apakan
keluarga pasien harus hadir dalam penyampain berita buruk tersebut,
pengetahuan apa yang dimiliki pasien mengenai kondisi tersebut, dan
kemungkinan reaksi pasien dan keluarga.
2. Persiapan fisik
Persiapan fisik yang dimaksud adalah lokasi yang akan dijadikan
sebagi tempat penyampaian berita buruk. Lokasi yang dimaksud
bukanlah suatu ruangan khusus yang mewah dan menyenangkan
pasien atau keluarga. Tetapi ruangan yang nyaman dan privat. Saat
menyampaikan berita buruk, hal hal yang harus diperhatikan adalah
mata pasien sebaiknya berada sejajar dengan mata dokter dan pasien
dalam kondisi berbusana secara lengkap (jika baru selesai
pemeriksaan). Penyampaian berita buruk juga sebaiknya dilakukan
secara langsung oleh dokter yang bersangkutan dan dengan bertatap
muka secara langsung.
3. Berbicara kepada pasien dan merespon kekhawatirannya.
Penyampaian berita buruk harus menggunakan bahasa yang dimengerti
oleh pasien dan penuh dengan empati. Dokter harus menunjukkan
bahwa dirinya paham dan peduli akan kondisi pasien. Hal- hal yang
perlu diperhatikan dalam tahapan ini antara lain, jangan menanggapi
seluruh respon pasien dengan hanya satu kata, dimulai dari apa yang
telah diketahui oleh pasien dan keluarga, menjawab seluruh
13
pertanyaan, aktif mendengar dan merespon, dan memberikan harapan
yang realistis.
4. Mengatur follow-up
Dalam penyampaian berita buruk, penyampai harus terus mengecek
informasi yang telah diperoleh oleh pasien dan keluarga. Hal ini
dilakukan dengan meminta pasien atau keluarga untuk mengucapkan
kembali informasi yang diperoleh dan segera mengklarifikasinya.
5. Feed back dan memberikan informasi kepada kolega profesional
14
b. Anger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi
listening : perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang
dikatakan pasien lalu diklarifikasikan.
1) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan,
menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
2) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
3) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa marah merupakan hal yang normal dalam
merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih
baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang
dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu
pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Bargaining
1) Focusing
a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting.
b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya
yang bermakna.
2) Sharing perception
a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai
kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
d. Depresi
1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal
pengertian harusnya diklarifikasi.
3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
15
e. Acceptance
1) Informing Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan
tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian
pasien.
2) Broad opening Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang
dipikirkannya dan harapan-harapannya.
3) Focusing Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai
topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini
ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan agar pasien
meninggal dengan damai.
D. Komunikasi Untuk Memudahkan Klien Dalam Pemberian
Pengobatan
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi
terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan
khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Di dalam
komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang konstruktif meningkatkan pemahaman dan
membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantar perawat klien.
Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi ini mempunyai tujuan untuk
16
membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karena itu sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar
komunikasi terapeutik berikut ini :
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and
clients’.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan
karakter,memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap
individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu
menjaga hargadininya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
(trust)harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan
danmemberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998).
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dan
komunikasi terapeutik.
5. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
6. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
7. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
8. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental. Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya
baik sikap maupun tingkah lakunya. Sehingga tumbuh makin matang
dan dapat memecahkan masalah – masalahyang dihadapi.
9. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun fungsi.
17
Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu bisa
jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi
tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik. Membangun
hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga melaui
penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif ( Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry
2010).
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan perawat – klien yang terapeutik adalah pengalaman
belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini
perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai
teknik komunikasi agar perilaku klien berubah kea rah yang positif secara
optimal. Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus
menganalisa dirinya dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan
mampu menjadi model yang bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan
pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya
bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk
evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan
keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien
dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar
anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.
B. Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya secara spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu
menghargai klien dengan menerima klien apa adanya. Menghargai dapat
dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang menangis,minta maaf
atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk
tidak menanyakan pengalaman tertentu . Memberi alternatif ide untuk
pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada
fase awal hubungan dengan klien,terutama pada pasien kronis yang klien
itu sendiri sudah tidak merasa hidupnya berguna lagi.
19