Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada
keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang
termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien
tersebut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan
bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang
mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif
ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit
kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi
dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk,
sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi (Riswandi, 2009). Komunikasi kesehatan
menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun
terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat
komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran,
pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor
pada perubahan perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam
mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan
kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan
menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan (Riswandi, 2009).

1
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003 .48). Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk
komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada
pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010). Komunikasi
perawat dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat harus bisa
menerapkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan
tidak hanya pada pasien sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga
harus diterapkan komunikasi terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau
yang sering disebut “koma” merupakan pasien yang fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari
luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali
stimulus tersebut. Namun meskipun pasien tersebut tak sadar, organ
pendengaran pasien merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan
penerimaan rangsangan

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah ini
adalah:
1. Apakah yang di maksud dengan palliative care ?
2. Bagaimana prinsip komunikasi dalam perawatan palliative care?
3. Bagaimana Komunikasi dalam menyampaikan berita buruk?
4. Bagaimana Komunikasi dalam pemahaman pengobatan pada
palliative?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu palliative care
2. Untuk mengetahui tentang prinsip komunikasi perawatan palliative
care.
3. Untuk mengetahui Komunikasi dalam menyampaikan berita buruk.
4. Untuk mengetahui Komunikasi dalam pemahaman pengobatan pada
palliative.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Palliative Care


Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada
penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang
dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang
disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita
serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna,
dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan
keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi,
mencegah, dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup
seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses
informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013). Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai
sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus
dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa
(Nurwijaya dkk, 2010).
Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan
perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial,
konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual
(Campbell, 2013). Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien
yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidup
selama mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan

3
gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematian sebagai proses yang
normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual (Hartati &
Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien
terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan
baik dan tenang (Bertens, 2009).
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada
pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya.
Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan
terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan
demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi
segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative
care atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara
dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan,
dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi
bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses
yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative
Care adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

4
B. Prinsip Komunikasi dalam Palliative Care
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(KEMENKES, 2013) dan Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prinsip
pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah
timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal ,
tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian, memberikan
dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar
pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada
keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
1. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien
yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak
sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat.
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien.
Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang
sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk
membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

5
2. Prinsip Berkomunikasi dengan pasien Sadar yang memiliki kebutuhan
khusus :
a. Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang
paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan
bukan dari suara yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan
mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi,
upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra
visualnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien
gangguan pendengaran :
1. Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
2. Kurangi kebisingan
3. Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
4. Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
5. Jangan mengunyah permen karet
6. Bicara pada volume suara normal - jangan teriak
7. Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8. Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan

Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien


dengan pendengaran :
1. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien
atau memposisikan diri di depan klien.
2. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah
dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir
anda.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Tunggu sampai Anda secara langsung di depan orang, Anda
memiliki perhatian individu tersebut dan Anda cukup dekat
dengan orang sebelum Anda mulai berbicara.

6
5. Pastikan bahwa individu melihat Anda pendekatan, jika
kehadiran Anda mungkin terkejut orang tersebut.
6. Wajah-keras mendengar orang-langsung dan berada di level
yang sama dengan dia sebisa mungkin.
7. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8. Jika Anda makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara,
pidato Anda akan lebih sulit untuk mengerti.
9. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
10. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan
diperlukan.
11. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
12. Jika orang yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki
kesulitan mendengar, periksa untuk melihat apakah alat bantu
dengar di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa
dihidupkan, disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-
hal ini baik dan orang yang masih memiliki kesulitan
mendengar, mencari tahu kapan dia terakhir memiliki evaluasi
pendengaran.
13. Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda saat berbicara.
14. Mengakui bahwa hard-of-mendengar orang mendengar dan
memahami kurang baik ketika mereka lelah atau sakit.
15. Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar belakang
sebanyak mungkin ketika melakukan pembicaraan.
16. Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat
bahwa lampu tidak bersinar di mata orang tuna rungu.
17. Jika seseorang telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan
cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan
mengulangi kata-kata asli berulang.

7
18. Gunakan sederhana, kalimat singkat untuk membuat percakapan
anda lebih mudah untuk mengerti.
19. Menulis pesan jika perlu. Biarkan waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran. Berada di
terburu-buru akan membawa stres semua orang dan
menciptakan hambatan untuk memiliki percakapan yang berarti.

b. Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan


sensori penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang
baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan
klien.
Berikut adalah tehnik-tehnik yang perlu diperhatiakan selama
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :

1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia


mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya.
2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien
tidak memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada
suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5. Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya /
memutus komunikasi.
6. Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar
disekitarnya.
7. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke
lingkungan / ruangan yang baru.

8
Syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan sensori penglihatan adalah :

1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian,


dan saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi
tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau
serius.
3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau
pesan kepada indiviu lain pemberi informasi harus merasa yakin
bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan
memang perlu serta berguna untuk sipasien.
4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri
maka hal ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya
kepada pasien.
5. Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan
disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun
memancing emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka
iinformasi akan lebih jelas baik dan lancar.
6. Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses
dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus
tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan
aman bagi penerima.
7. Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi,
sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan
penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan
tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka
akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

9
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan
Penglihatan :

1. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara


2. Periksa lingkungan fisik
3. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4. Komunikasikan pesan secara singkat
5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
6. Dalam merencanakan komunikas, berknsultasilah dengan pihk lain agar
memperoleh dukungan.

c. Pada pasien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran agar pesan


dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Pasien yang mengalami
gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan bahasa
isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

Berikut Teknik komunikasi pada pasien dengan gangguan wicara :

1. Dengarkan dengan penuh perhatian, kesabaran dan jangaan mengintrupsi.


2. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya” dan
“tidak”.
3. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
4. Gunakan petunjuk visual (kata-kata, gambar, objek) jika mungkin.
5. Hanya ijinkan satu orang yang berbicara pada satu waktu.
6. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras
7. Beritahu pasien jika kita tidak mengerti.
8. Bekrja sama dengan ahli bicara jika dibutuhkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan


wicara :
1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali
kata-kata yang diucapkan klien.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.

10
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima
dengan baik.
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan
dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.

Media/Alat bantu untuk berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara adalah


sebagai berikut:

1. Papan tulis dan spidol


2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk
menunjukan kebutuhan dasar.
3. Alarm pemanggil.
4. Bahasa isyarat
5. Penggunaan kedipat mata atau gerakan jari untuk respon sederhana (“ya”
dan “tidak”)
C. Komunikasi pada Pasien Palliative

Definisi Komunikasi Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal


dari Bahasa Latin ‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik
bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang
bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi
berasal dari Bahasa Latin: “Communis” yang berarti keadaan yang biasa,
membagi. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam upaya
membangun saling pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses
pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang,
tanda-tanda atau tingkah laku. (Riswandi, 2009).

1. Komunikasi dan informasi dalam perawatan paliatif


a. Inti dari perawatan paliatif adalah kemampuan komunikasi yang baik.
Mendengarkan secara aktif merupakan kemampuan yang
membutuhkan latihan, namun tanpa adanya hal tersebut keluhan
utama pasien tidak kita dapatkan. Memberikan informasi

11
membutuhkan kemampuan dan latihan yang sama, selain itu
dibutuhkan untuk mengalokasikan waktu secukupnya. Masing-masing
individu membutuhkan (dan menginginkan) tingkat informasi yang
berbeda-beda.
b. Beberapa mungkin hanya mendapatkan informasi yang terbatas terkait
dengan diagnosis. seorang yang profesional perlu memperhatikan hal-
hal penting, baik pada
saat pemberian informasi maupun berita yang bersifat rahasia. Perawa
tan yang dilakukan oleh keluarga merupakan hal penting dalam
menerapkan terapi holistik pada pasien dan (sesuaidengan persetujuan
pasien) jika dimungkinkan harus dibicarakan secara bersama-sama.
Cara tersebut dapat mencegah terjadinya situasi dimana pasien dan
keluarganya tidak memberikan informasi yang sebenarnya karena
mereka melindungi rahasia masing-masing. Kepekaan khusus
dibutuhkan pada tahap tertentu dari perjalanan hidup pasien. berita
buruk mungkin membutuhkan beberapa waktu untuk disampaikan
kepada pasien (misalnya pada saat penyampaian diagnosis, kegagalan
terapi dan komplikasi). Pada penyakit yang bersifat lanjut, tiap
individu menbutuhkan dukungan untuk menyuarakan pemikirannya
tentang masa depan sehingga mereka mulai dapat membuat rencana
untuk mewujudkannya.

2. Komunikasi Saat Mengabarkan Kondisi/Berita Buruk


Breaking Bad News diartikan sebagai komunikasi untuk menyampaikan
kondisi/berita buruk kepada pihak lain. Dalam dunia pelayanan kesehatan
hal ini tentu merupakan hal yang sering terjadi. Berita buruk yang
dimaksud dapat berupa keadaan pasien, kemungkinan resiko, cara
pengobatan, dan lain sebagainya. Seorang petugas medis tentu harus dapat
menyampaikan berita buruk tersebut dengan teknik komunikasi yang baik
dan efektif, sehingga pasien dan keluarga bisa tetap tenang dan terus
memiliki harapan.

12
Terdapat lima hal yang harus diperhatikan dalam penyampaian berita
buruk :
1. Persiapan penyampai berita
Sebelum menyampaikan berita buruk, penyampai, baik itu dokter
maupun perawat, harus menyiapkan diri dengan baik. Penyampai
membangun kepercayaan diri dan mengumpulkan informasi yang
diperlukan, termasuk kemungkinana pertanyaan dari pasien ataupun
keluarganya. Penyapai juga harus memperhatikan beberap hal berikut,
yaitu, apakah pasien dan keluarga sedang menani berita buruk, apakan
keluarga pasien harus hadir dalam penyampain berita buruk tersebut,
pengetahuan apa yang dimiliki pasien mengenai kondisi tersebut, dan
kemungkinan reaksi pasien dan keluarga.
2. Persiapan fisik
Persiapan fisik yang dimaksud adalah lokasi yang akan dijadikan
sebagi tempat penyampaian berita buruk. Lokasi yang dimaksud
bukanlah suatu ruangan khusus yang mewah dan menyenangkan
pasien atau keluarga. Tetapi ruangan yang nyaman dan privat. Saat
menyampaikan berita buruk, hal hal yang harus diperhatikan adalah
mata pasien sebaiknya berada sejajar dengan mata dokter dan pasien
dalam kondisi berbusana secara lengkap (jika baru selesai
pemeriksaan). Penyampaian berita buruk juga sebaiknya dilakukan
secara langsung oleh dokter yang bersangkutan dan dengan bertatap
muka secara langsung.
3. Berbicara kepada pasien dan merespon kekhawatirannya.
Penyampaian berita buruk harus menggunakan bahasa yang dimengerti
oleh pasien dan penuh dengan empati. Dokter harus menunjukkan
bahwa dirinya paham dan peduli akan kondisi pasien. Hal- hal yang
perlu diperhatikan dalam tahapan ini antara lain, jangan menanggapi
seluruh respon pasien dengan hanya satu kata, dimulai dari apa yang
telah diketahui oleh pasien dan keluarga, menjawab seluruh

13
pertanyaan, aktif mendengar dan merespon, dan memberikan harapan
yang realistis.
4. Mengatur follow-up
Dalam penyampaian berita buruk, penyampai harus terus mengecek
informasi yang telah diperoleh oleh pasien dan keluarga. Hal ini
dilakukan dengan meminta pasien atau keluarga untuk mengucapkan
kembali informasi yang diperoleh dan segera mengklarifikasinya.
5. Feed back dan memberikan informasi kepada kolega profesional

Sebisa mungkin informasikan kondisi pasien kepada sesama rekan kolega


yang memang dianggap boleh tahu dan tidak akan membocorkan
informasi tersebut (jika bersifat privat). Hal ini dapat menyebar rasa
simpati dan menjadi jalan diskusi sesama rekan kolega.

3. Cara Komunikasi Pada Pasien Paliatif


a. Denial, pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
1) Listening
a) Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak
mata dan observasi komunikasi non verbal.
b) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan
dan ciptakan suasana tenang.
2) Silent
a) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat
pada pasien secara non verbal.
b) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan
tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.
3) Broad opening
a) Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan
pasien.
b) Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya
dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.

14
b. Anger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi
listening : perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang
dikatakan pasien lalu diklarifikasikan.
1) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan,
menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
2) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
3) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa marah merupakan hal yang normal dalam
merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih
baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang
dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu
pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Bargaining
1) Focusing
a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting.
b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya
yang bermakna.
2) Sharing perception
a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai
kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
d. Depresi
1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal
pengertian harusnya diklarifikasi.
3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.

15
e. Acceptance
1) Informing Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan
tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian
pasien.
2) Broad opening Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang
dipikirkannya dan harapan-harapannya.
3) Focusing Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai
topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini
ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan agar pasien
meninggal dengan damai.
D. Komunikasi Untuk Memudahkan Klien Dalam Pemberian
Pengobatan
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi
terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan
khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Di dalam
komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang konstruktif meningkatkan pemahaman dan
membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantar perawat klien.
Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi ini mempunyai tujuan untuk

16
membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karena itu sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar
komunikasi terapeutik berikut ini :
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and
clients’.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan
karakter,memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap
individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu
menjaga hargadininya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
(trust)harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan
danmemberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998).
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dan
komunikasi terapeutik.
5. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
6. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
7. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
8. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental. Perawat harus menciptakan suasana yang
memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya
baik sikap maupun tingkah lakunya. Sehingga tumbuh makin matang
dan dapat memecahkan masalah – masalahyang dihadapi.
9. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun fungsi.

17
Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu bisa
jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi
tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik. Membangun
hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga melaui
penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif ( Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry
2010).

Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya


akan membuat hubungan terapeutik dengan klien berkembang. Terkadang
klien perlu mengatasi berduka mereka sendirian sebelum
mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika klien ingin membicarakan
tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat. Selain
memberikan kebebasan kepada pasien untuk menentukan pengobatannya,
kita sebagai perawat juga perlu mengomunikasikan dengan pihak keluarga.
Tidak semua keluarga memiliki tingkat pemahaman yang dapat
menangkap seluruh penjelasan yang kita berikan. Untuk meminimalisir
kesalahan persepsi dikeluarga atau pihak pasien kita perlu memilah milah
bahasa yang baik dan sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga. Karena
perbedaan tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi persepsi yang disampaikan perawat. Sehingga hasil yang
diharapkan setelah melakukan komunikasi terapeutik pasien dapat
menerima pengobatan dengan senang hati dan apabila pasien menolak
pengobatan pasien dapat meninggal dalam keadaan damai. Begitupun
pihak keluarga juga dapat menerima hasil apapun yang diambil pasien,
baik ingin mengikuti prosedur pengobatan, ataupun menolak pengobatan
yang akan diberikan. Sehingga tidak ada kesalah pahaman antara tenaga
medis, perawat, pasien, dan pihak keluarga.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hubungan perawat – klien yang terapeutik adalah pengalaman
belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini
perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai
teknik komunikasi agar perilaku klien berubah kea rah yang positif secara
optimal. Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus
menganalisa dirinya dari kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan
mampu menjadi model yang bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan
pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya
bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk
evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan
keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien
dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar
anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.
B. Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya secara spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu
menghargai klien dengan menerima klien apa adanya. Menghargai dapat
dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang menangis,minta maaf
atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk
tidak menanyakan pengalaman tertentu . Memberi alternatif ide untuk
pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada
fase awal hubungan dengan klien,terutama pada pasien kronis yang klien
itu sendiri sudah tidak merasa hidupnya berguna lagi.

19

Anda mungkin juga menyukai