Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemiskinan merupakan suatu permasalahan sosial yang banyak dihadapi oleh
negara-negara khususnya negara berkembang. Kemiskinan memiliki artian yaitu
minimnya akses untuk mendapatkan materi serta taraf hidup yang layak. Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang cukup
tinggi. Pendapatan per kapita Indonesia yaitu US$ 4380 atau 39,4juta per tahun.
Peringkat kemiskinan indonesia di dunia menurut Majalah Global Finance AS yaitu
berada pada urutan 122 dari 182 negara pada tahun 2010. Posisi tersebut berdekatan
dengan Fiji pada urutan 121, Honduras pada urutan 123, Irak pada urutan 124, dan
Mongolia pada urutan 126. Sementara pada kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih
kalah dengan Singapuran pada urutan 5, Malaysia pada urutan 59, dan Thailand pada
urutan 90. Namun lebih baik daripada Philipina pada urutan 127, Timor Leste pada
urutan 134, Papua Nugini pada urutan 142, Kamboja pada urutan 146, dan Myanmar
pada urutan 159. Kondisi seperti ini kontras dengan kondisi sumber daya alam
Indonesia yang melimpah dan dapat menjadikan keuntungan bila dikelola dengan tepat.
Permasalahan kemiskinan sangat erat dengan tingginya angka pengangguran. Di
Indonesia tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2018 adalah 5,13%. Dengan
kata lain, Pemerintah harus berusaha lebih keras lagi agar parameter produktivitas kerja
terpenuhi sebagai syarat sebuah negara tergolong sebagai negara maju.
Upaya untuk mengentaskan kemiskinan melalui kewirausahaan merupakan
terobosan yang baik. Ini telah dibuktikan dari berbagai praktik kewirausahaan sosial,
seperti pembiayaan mikro Grameen Bank oleh Muhammad Yunus, jasa keuangan
Aavishkaar di Singapura, pembangunan jaringan listrik di Brazil oleh Fabio Rosa,
pembangunan ekonomi masyarakat desa di Afrika Selatan oleh Paul Cohen, unit dana
pertanian (Farm Shop) di Kenya oleh Madison Ayer, dan wirausaha sosial lainnya.
Selain kemiskinan, kewirausahan juga dinilai dapat menigkatkan taraf perekonomian
nasional.

1
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mempelajari lebih dalam
tentang peran kewirausahaan untuk meningkatkan ekonomi nasional. Dan hal ini
sekaligus menjadi tugas dalam matakuliah Kewirausahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latas belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang dibahas adalah : Bagaimanakah peran kewirausahaan dalam memajukan
perekonomian nasional?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yaitu untuk mengetahui peran kewirausahaan
dalam memajukan perekonomian nasional.

BAB II

ISI

2
2.1. Kewirausahaan
Menurut Peter Drucker, istilah entrepreneur telah digunakan lebih dari 200
tahun. Entrepreneurship berasal dari kata Perancil “Entreprendre”, yang artinya adalah
“between” and “to undertake” atau “to take” (melaksanakan/menjalankan,
melakukan/mengerjakan sesuatu pekerjaan). Kewirausahaan (entrepreneurship)
adalah suatu proses membelai bisnis baru, mengorganisasikan sumberdaya-
sumberdaya seperti; sumberdaya manusia (tenga kerja), sumberdaya alam (bahan
baku) yang diperlukan untuk kegiatan pemberian nilai tambah ekonomis (Economic
Value Addded) yang akan menghasilkan produk, baik barang maupun jasa dengan
mempertimbangkan risiko yang terkait dan balas jasa yang akan diterima dari aktivitas
penjualan produk barang maupun jasa.
2.2. Pendidikan Kewirausahaan
Wirausahan di Indonesia baru 0,18 persen. Pendidikan di Indonesia harus
mampu mengubah cara pandang yang semula bekerja sebagai pegawai, menjadi
wirausaha. Perubahan ini harus ditanamkan sejak anak-anak memasuki sekolah tigkat
taman kanak-kanak. Soal pendidikan ini, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
(Hipmi) Erwin Aksa berpendapat, kesempatan harus lebih banyak diberikan kepada
generasi muda menjadi wirausaha. Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. Zulkifli
Zaini secara terpisah memaparkan, pihaknya menggandeng 600 perguruan tinggi di
Indonesia melakukan pelatihan untuk menumbuhkan sikap kewirausahaan (Nagel,
2016).
Bagaimana pendidikan dapat berperan untuk mengubah manusia menjadi
manusia yang memiliki karakter dan atau perilaku wirausaha? Untuk mencapai hal
tersebut bekal apa yang perlu diberikan kepada peserta didik agar memiliki karakter
dan atau perilaku wirausaha yang tangguh, sehingga nantinya akan dapat menjadi
manusia yang jika bekerja di kantor akan akan menjadi tenaga kerja yang mandiri kerja
dan jika tidak bekerja di kantor akan menjadi manusia yang mampu menciptakan
lapangan perkerjaan minimal bagi dirinya sendiri.
Para entrepreneur merupakan pengambil risiko yang telah diperhitungkan agar
hasil yang diperoleh lebih besar daripada kegagalan dan sangat bergairah menghadapi

3
tantangan. Adapun sikap dalam menghadapi risiko, antara lain: (1) penghindar risiko,
(2) netral, dan (3) penggemar risiko. Dengan jiwa entrepreneurship maka ketakutan
akan risiko, tantangan dan hambatan akan bisa di atasi, dan mempunyai motivasi untuk
menghasilkan yang terbaik. Selain itu seorang entrepreneur juga harus memiliki
kemampuan dalam berkomunikasi sehingga bisa menjalin hubungan dengan
konsumen, kelompok lain maupun pemerintah. Masyarakat yang dari lahir bukan
keturunan pengusaha, jika memutuskan menjadi entrepreneur maka akan bisa menjadi
entrepreneur melalui pelatihan maupun pendidikan tentang entrepreneurship.
2.3. Pengaruh Kewirausahaan Terhadap Kemajuan Negara
Dikutip dari berbagai media online, wirausahawan di Indonesia masih tergolong
rendah. Dibandingkan dengan beberapa negara maju yang memiliki persentase 14%
penduduknya sebagai wirausahawan, Indonesia memiliki persentase 3,1%. Masyarakat
lebih memilih menjadi karyawan dibandingkan menjadi wirausahawan karena faktor
iklim wirausaha dan resiko. Sementara lowongan pekerjaan tidak mampu untuk
menampung angkatan kerja.
Sementara dikutip dari pendapat Geert Hofstede, setidaknya terdapat 6 perbedaan
karakteristik budaya wirausahawan Indonesia dengan Amerika sebagai negara yang
tingkat kewirausahaannya lebih tinggi yaitu:
1. Power Distance
Power Distance adalah aspek hierarki yang terjadi di masyarakat. Masyarakat
Indonesia memiliki power distance sebesar 78. Sementara masyarakat
Amerika memiliki power distance sebesar 40. Dengan power distance yang
rendah mengakibatkan masyarakat mampu memposisikan dirinya setara
dengan masyarakat yang lain. Hal ini memiliki pengaruh terhadap jiwa
kewirausahaan. Masyarakat dengan tingkat power distance yang tinggi
memandang bahwa kesenjangan adalah hal yang natural. Sehingga lebih
condong untuk bekerja pada orang.
2. Individualism
Individualism adalah aspek pola hubungan dalam bermasyarakat. Indonesia
memiliki nilai individualisme sebesar 14. Sementara masyarakat Amerika

4
memiliki nilai indivisualisme sebesar 91. Hal ini mempengatuhi iklim usaha
antara kedua negara. Indonesia lebih condong berkelompok seperti
membentuk sebuah koperasi atau bisnis yang mengarah ke pemberdayaan
masyarakat kelompok. Sementara di Amerika setiap orang lebih condong
untuk memperoleh lebih dari orang lain.
3. Masculinity
Masculinity adalah aspek budaya yang mengacu pada tingkat kompetisi serta
orientasi terhadap prestasi. Indonesia memiliki nilai lebih rendah daripada
Amerika. Hal ini mengakibatkan dalam berwirausaha, Indonesia kurang
menyukai kompetisi dan lebih condong kepada kolaborasi.
4. Long Term Orientation
Nilai dalam aspek Long Term Orientation masyarakat Indonesia lebih tinggi
daripada Amerika. Budaya ini yang menyebabkan sebagaian masyarakat
mendambakan pekerjaan yang memiliki jaminan hingga masa tua. Aspek ini
menghambat dalam berwirausaha karena dalam berwirausaha, resiko yang
didapat lebih tinggi. Hal tersebut bertolak belakang dengan aspek Long Term
Orientation tersebut.
5. Indulgence
Masyarakat Indonesia lebih mengontrol pemuasan diri. Sehingga masyarakat
Indonesia lebih condong menyukai zona nyaman dan takut untuk berinvestasi
dalam nilai yang besar.
6. Uncertainly Avoidance
Masyarakat Indonesia secara umum kurang menyukai resiko dan cenderung
menghindari konflik.
Untuk mengangkat persentase wirausahawan di Indonesia, iklim wirausaha harus
di ciptakan dengan baik. Agar dapat mengingkatkan kemauan masyarakat untuk
berwirausaha.
2.4. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Pengembangan Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk
menunjang keberhasilan negara dalam memasuki era ekonomi global. SDM yang

5
berkualitas akan mampu untuk bertahan menghadapi tantangan tersebut. Dibutuhkan
SDM yang inovatif dan mandiri untuk bertahan dalam era ekonomi global. Tantangan
bagi pemerintah adalah mengusahakan segala bentuk pengembangan SDM agar tidak
tertinggal dengan SDM negara lain.
Jiwa inovatif dan mandiri tersebut dapat diimplementasikan dalam
kewirausahaan. Dibutuhkan lebih banyak wirausahawan guna meningkatkan daya
saing Indonesia dalam era ekonomi global. Hal tersebut karena wirausahawan memiliki
peran dalam perekonomian negara yaitu; 1) menciptakan lapangan kerja, 2)
mengurangi pengangguran, 3) meningkatkan pendapatan masyarakat 4)
mengombinasikan faktor–faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan keahlian), 5)
meningkatkan produktivitas nasional.
Dengan mengembangan kewirausahaan akan menciptakan lapangan pekerjaan
baru. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan per kapita. Selain itu dengan
berkurangnya pengangguran karena banyaknya lapangan pekerjaan yang tercipta akan
meningkatkan daya beli masyarakat sehingga perekonomian nasional dapat berjalan
dengan lancar. Pada sisi lain, meningkatnya daya beli masyarakat akan mengurangi
kesenjangan sosial dalam masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dengan
mengembangkan kewirausahaan untuk masyarakat, akan membantuk meningkatkan
perekonomian nasional.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kesimpulan yang dapat ditarik adalah dengan
meningkatkan jiwa kewirausahaan khusunya dalam pendidikan akan meningkatkan

7
perekonomian nasional serta akan memperkuat eksistensi Indonesia dalam era
ekonomi global.

3.2 Saran

Dari pembahasan diatas, saran dari penulis yaitu untuk meningkatkan jiwa
kewirausahaan untuk meningkatkan ekonomi nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Nur. 2014. Pengentasan Kemiskinan melalui Pendekatan Kewirausahaan


Sosial. Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

8
Syaifuddin, Dedy Takdir. 2015. Kewirausahaan. Yogyakarta: Wijana Mahadi Karya.

Burhanuddin. 2010. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi melalui Peningkatan Jumlah


Wirausaha: Sebuah Kerangka Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tedjasukmana, Budianto Dkk. 2018. Peranan Literasi Akuntansi bagi Pendidikan


Kewirausahaan dalam Memajukan Pembangunan Ekonomi Nasional. Surabaya:
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai