Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.I Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantaranya penyakit

tidak menular (Yunadari, 2015). Hipertensi adalah suatu kondisi peningkatan

tekanan darah arterial abnormal yang berlangsung persisten. American Heart

Association (AHA) mendefinisikan seseorang dikategorikan mengalami hipertensi

apabila mempunyai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan

diastolik ≥ 90 mmHg (Hairunisa, 2014). Hipertensi merupakan penyakit

kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah di atas normal. Penyakit

ini seringkali disebut silent killer karena tidak adanya gejala dan tanpa disadari

penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital (Mathavan, 2017).

Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain aktivitas

fisik yang kurang, stress, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, tingginya

konsumsi makanan yang mengandung lemak hewani, kurangnya konsumsi serat,

dan konsumsi garam yang berlebihan. Dalam berbagai hasil studi diketahui faktor

yang memicu terjadinya hipertensi yaitu riwayat keluarga, jenis kelamin, usia,

pola konsumsi makanan yang mengandung garam, tinggi konsumsi yang

mengandung lemak, perilaku merokok, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.

Kejadian hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit

hipertensi berbanding lurus dengan usia seseorang. Usia yang rawan terkena

hipertensi biasanya berkisar antara 31 tahun sampai 55 tahun. Indivividu dengan

riwayat keluarga hipertensi memilki risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi (Santi, 2015).

Pola makan adalah perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan

makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi, cara

pengelolahan, dan pemilihan makanan. Masalah hipertensi tidak lepas dari

perubahan pola makan seseorang. Pola makan erat dengan frekuensi makanan

seserang dn jenis makanan yang dikonsumsi. Frekuensi makanan yang berlebihan

akan mengakibatkan kegemukan yang merupakan faktor pemicu timbulnya

infeksi. Selain itu asupan garam yang berlebihan akan mengakibatkan hipertensi.

Pola makan yang yang kurang sehat dapat memicu terjadinya penyakit hipertensi.

(Anisah & Umdatus, 2011).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2011 menunjukaan di

seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk bumi menghidap

hipertensi dengan perbandian 26,65 pria dan 26,1% wanita. Hasil riset kesehatan

dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013 menunjukkan tingginya prevalensi

hipertensi di Indonesia yaitu 25,8% dan hanya sekitar 9,5% penduduk yang sudah

mengetahui memiliki hipertensi. Menurut hasil riset dinas kesehatan Provinsi

Jawa Timur tahun 2013 mempunyai prevalensi sebesar 37,4%. Disusul Kota

Surabaya peringkat ke-2 sejumlah 28.970 penderita (Tohari & Umdatus, 2016).

Berdasarkan hasil wawancara dari petugas puskesmas penyakit hipertemsi paling

banyak terjadi diwilayah kerja Puskesmas Kenjeran dan jumlah penyakit

hipertensi di Puskemas Kenjereran tahun 2017 dari usia 15 tahun sampai 65 tahun

ada 1.106 penderita. Hasil wawancara dari petugas puskesmas didapatkan data
penderita dari usia 15-44 tahun terdapat 111 penderita, usia 45-55 tahun terdapat

181 penderita, usia 56-64 tahun terdapat 300 penderita, dan usia 65 tahun terdapat

505 penderita.

Banyak penderita hipertensi yang tidak sadar dengan karakter penyakit ini

yang hilang timbul. Pada wilayah pesisir banyak masyarakat yang mengalami

hipertensi, karena kebiasaan masyarakat yang sering mengkonsumsi tinggi

natrium dan kebiasaan mengasinkan makanan olahan laut. Selain itu

mengkonsumsi makanan olahan laut juga berperan terjadinya hipertensi di daerah

pesisir pantai. Makanan dari laut cenderung menjadi makanan sehari-hari bagi

masyarakat di daerah pesisir. Pola makan kebiasaan mengkonsumsi makanan

tinggi natrium dan tinggi kolesterol pada masyarakat di pesisir tanpa disadari

menjadi penyebab risiko terjadinya hipertensi. Di sertai kebiasaan yang lainnya

yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, mengkonsumsi makanan yang

tidak baik, dan kurang beraktifitas. Akibat dari kebiasaan ini menyebabkan

cenderung terjadinya hipertensi di daerah pesisir pantai.

Asupan ikan dan hasil laut yang adalah 4-6 kali perminggu, masing-masing

terbanyak 115-170gr. konsumsi ikan minimal 2-3 kali dalam sehari efeknya dapat

mencegah penyakit, menjadi cerdas dan sehat. Ikan juga mengandung faktor anti-

oksidan yang melindungi asam lemak tak jenuh dari oksidasi sebelum dan

sesudah proses pencernaan. Selain gaya hidup yang tidak benar seperti merokok,

obat-obatan maka makanan laut merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya

hipertensi karena merupakan makanan yang mengandung natrium berlebihan jika

seseorang mengkonsumsi berlebihan maka akan mempengaruhi tekanan dara. Jika


seseorang mengkonsumsi makanan laut >4 potong dalam seminggu dan dilakukan

setiap kehidupannya maka akan sulit untuk mengontrol tekanan darah karena

selain mengkonsumsi obat maka gaya hidup juga mempengaruhi normalnya

tekanan darah (Manikome dkk, 2016).

Sebagian besar masyarakat dikelurahan kenjeran mereka bekerja sebagai

nelayan dan untuk makanan sehari-harinya mereka mengkonsumsi sebagian hasil

dari tangkapan mereka sendiri. Selain itu ikan laut sendiri mengandung tinggi

natrium dan tinggi kolesterol. Jika setiap hari dikonsumsi secara terus menurus

akan berisiko terjadinya hipertensi. Pola makan yang tidak sehat seperti

mengkonsumsi tinggi kolesterol dan tinggi natrium sudah menjadi kebiasaan bagi

mereka. Untuk mengurangi terjadinya faktor pencetus hipertensi diharapkan

mayarakat di pesisir agar memperhatikan pola hidup yang baik termasuk merubah

perilaku konsumsi makanan yang tidak baik, menjauhi stres, serta rajin

memeriksakan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sehingga risiko

untuk terkena penyakit hipertensi dapat berkurang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu

adakah hubungan tingkat konsumsi natrium dengan pola makan terhadap kejadian

hipertensi pada masyarakat pesisir diwilayah kerja Puskesmas Kenjeran Surabaya.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat konsumsi natrium dengan pola makan

terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir diwilayah kerja Puskesmas

Kenjeran Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat konsumsi natrium yang menjadi faktor terjadinya

hipertensi pada masyarakat pesisir diwilayah Puskesmas Kenjeran Surabaya.


2. Mengidentifikasi pola makan terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat

pesisir diwilayah Puskesmas Kenjeran Kenjeran Surabaya.


3. Menganalisis hubungan antara pola makan dan tingkat konsumsi natrium

terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir diwilayah kerja

Puskesmas Kenjeran Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Responden

Dengan adanya penelitian ini dapat menjadikan bahan pertimbangan dan

masukan bagi responden agar mengetahui dampak pola makan yang tidak sehat

dan mengkonsumsi natrium berlebihan yang menjadi faktor terjadinya hipertensi.

1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dan bahan

acuan untuk penelitian selanjutnya apabila berminat dalam pembahasan yang

sama.
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan

Memberikan masukan dalam penerapan asuhan keperawatan, agar dapat

meningkatkan mutu dan peran perawat dan mengembangkan intervensi

keperawatan, khususnya keperawatan komunitas yang memiliki penyakit

hipertensi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan

darah siastolik maupun tekanan darah diastolik ≥140/90 mmHg. Menurut The

Eight Report of The Join National Committee (JNC 8) on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure hipertensi adalah suatu

keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Hapsari, 2016). Hipertensi adalah suatu

keadaan ketika tekanan darah dipembuluh darah meningkat secara kronis

(RISKESDAS, 2013).

Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Puspita, 2016). Hipertensi

merupakan penyakit yang lebih dikenal sebagai peningkatan tekanan darah yang

mempunyai faktor resiko utama dari perkembangan penyakit jantung dan stroke

(Tohari & Umdatus, 2016). Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer”

(pembunuh siluman), karena sering kali penderita hipertensi bertahun-tahun tanpa

merasakan sesuatu gangguan atau gejala (Manikome dkk, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut Iskandar (2010), dalam Panjahitan (2015: 11) Pada umumnya

sekita 90% penyebab hipertensi tidak diketahui dan faktor turunan memegang
peranan besar. Hipertensi jenis ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau

hipertensi primer. Ada juga hipertensi yang penyebabnya diketahui, yang disebut

hipertensi sekunder.

1. Hipertensi Esensial

Merupakan 90% dari kasus penderita hiperensi. Dimana sampai saat ini

belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh

dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti; faktor genetic, stress dan psikologi,

serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan barang dan

berkurangnya asupan kaliun atau kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak

jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru

terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan

jantung.

2. Hipertensi Sekunder

Pada hpertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan

jelas sehingga lebih mudah dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi

skunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan

adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya sperti obesitas, retensi insulin,

hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan

kortikosteroid.

Tabel 2.1 klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (Panjaitan, 2015: 11)

Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Diastolik
Sistolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Rimgan)
Stadium 2 (Hipertensi 160-179 mmHg 10-109 mmHg
Sedang)
Stadium 3 (Hipertensi 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Berat)
Stadium 4 (Hipertensi 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
Maligna)

Tabel 2.2 klasifikasi European Society of Cardiologi (Panjaitan, 2015: 12 )

Tekanan Siastolik Tekanan Diastolik


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan/atau 88-84
Normal Tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi Derajat 3 >180 Dan/atau >110
Hipertensi Sistolik >190 Dan <90
Verisolasi

Table 2.3 klasifikasi Hipertensi berdasarkan WHO (Panjaitan, 2015: 12)

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Tensi optimal <120 <80
Tensi normal <130 <85
Tensi normal tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1: hiperensi ringan 140-149 90-99
Subgroup: Batas 140-159 90-94
Tingkat 2: hipertensi sedang 160-179 100-109
Tingkat 3: hipertensi berat 180-209 110-119
Hipertensi sistolik isolasi >140 <90
Subgroup: batas 140-149 <90
Tingkat 4: hipertensi >210 120
maliogna
Table 2.4 klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC-8 (Joint National Committe)

(Monintja & Angelina, 2015: 2-3)

Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolic


Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90 -99
Hipertensi tingkat 2 ≥160 atau ≥100

2.1.3 Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (PTM)

Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit yang dianggap tidak dapat

ditularkan atau disebabkan dari seseorang kepada orang lain, sehingga bukan

merupakan sebuah ancaman bagi orang lain. PTM merupakan beban kesehatan

utama di Negara-negara berkembang dan Negara industry. Berdasarkan laporan

WHO mengenai PTM di Asia Tenggara terdapat lima PTM dengan tingkat

kesakitan dan kematian yang sangat tinggi yaitu penyakit jantung

(kardiovaskuler), DM, kanker, penyakit pernafasan obstruksi kronik dan penyakit

karena kecelakaan. Kebanyakan PTM merupakan penyakit degeneratif dan

mempunyai prevalensi tinggi pada orang yang berusia lanjut (Irwan, 2016: 7).

Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di

Indonesia, dimana penyakit tidak menular masih merupakan masalah kesehatan

yang penting sehingga dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM

makin meningkat. Oleh karena itu PTM menjadi beban ganda dan tantangan yang

harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu

penyakit tidak menular yang menyerang masyarakat saat ini adalah penyakit

hipertensi. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah karena beberapa hal
antara lain, meningkatkan prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien

hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sydah diobati tetapi

tekanan darahnya belum mencapai target serta adanya penyakit lain yang

empengaruhi hipertensi sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

(Saputra & Khairul, 2016: 118).

2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur,

jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi

stress, obesitas, aktifitas fisik, dan nutrisi atau pola makan (Santi, 2015: 10-16) :

1. Faktor Geneik

Adanya faktor genetic pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium

terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko

dua kali lebuh besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

2. Umur

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertumbuhan umur. Pasien

yang berumur diatas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah lebih besar

atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruhdegenerasi yang

terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit

multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan


bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45

tahun, dinding artei akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan

zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur

meyempit dan menjadi kaku.

Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar

yang berkurang pada penambahan umur sampai decade ketujuh sedangkan

tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian

menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan

beberapa perubahan fisiologi, pada usia lajut terjadi peningkatan resistensi perifer

dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada

usia lanjut sensivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sedah

berkurang dimana aliran darah ginjal dn laju ginjal filtrasi glomerulus menurun.

3. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang

belum mengalami menopause dilindungi oleh hormone esterogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol

HDL yang tinggi merupakan faktor perlindungan esterogen dianggap sebagai

penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause

wanita mulai kehilangan sedikit dmi sedikit hormone esterogen yang selama ini

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana

hormone esterogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita

secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang

berulit putih. Sampai saat ini, belum ketahui secara pasti penyebabnya. Namun

pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensifitas

terhadap vasopressin lebih besar.

5. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Prevalensi tekanan darah tinggi pada

orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria

dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17%

untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25. Perubahan fisiologi dapat menjelaskan

hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya

resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-

angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energy juga

meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan

terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus

menerus.

6. Konsumsi Garam

Badan kesehatan dunia yaitu world Health Oganization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100

mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium

yang berlebihmenyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan intraseluler


ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber

natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap

masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam

dapur (mengandung iodium) yang dianurkan tidak lebih dari 6 gram per hari,

setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataanya, konsumsi berlebih karena

budya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan

garam dan MSG.

7. Stress

Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distress dan

menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stress membutuhkan

koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori selye, menggambarkan

stress sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa memperdulikan apakah

penyebab stress tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa

memperhatikan stressor atau penyebab tertentu. Stress akan meningkatkan retensi

pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas

saraf simpatis.adapun stress ini dapat berhubungan dngan pekerjaan, kelas social,

ekonomi, dan karakteristik personal.

8. Status Ekonomi Keluarga


Kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga

sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan oleh masyarakat telah

memiliki cara-cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pokok mereka


seperti makan, pakaian dan pelindung serta berbagai jenis barang yang perlu di

sdiakan. Tingkat ekonomi keluarga dapat dilihat dari kepemilikan barang-barang

pribadi.
9. Kebiasaan Merokok

Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang

dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukan bahwa nikotin dapat

meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Senyawa kimia yang

terkandung dalam suatu batang rokok sangat berbahaya, terutama nikotin dan

karbon monoksida. Zat kimia tersebut dihisap dan kemudian masuk ke dalam

aliran darah. Zat beracun tersebut dapat merusak pembuluh darah yang akan

menyebabkan aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah

yang akan menyebabkan tekanan dalam dinding arteri meningkat. Jika merokok

dimulai usi muda, berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua kali lebih

sering disbanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50 tahun

Bahaya efek lansung dari merokok yaitu hubungan langsung dengan aktifitas

berlebih saraf simpatik, yang meningkat kebutuhan oksigen pada miokardial yang

kemudian diteruskan dengan peningkatan pada tekanan darah, denyut jantung, dan

kontraksi miokardinal (Pusparani, 2016: 23-24).

2.1.5 Gejala Klinis Hipertensi

Biasanya tidak ada gejala-gejala sampai timbul komplikas. Gejala-gejala

yang sering dijumpai (Sulistiyowati, 2010: 16) :

1. Sering merasa pusing atau sakit kepala.


2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.
3. Tiba-tiba ada perasaan berputar tujuh keliling dan ingin jatuh.
4. Dada sering berdebar-debar karena detak jantung teraa cepat.
5. Telinga kadang berdenging.
6. Mudah marah.
7. Mimisan (jarang).
8. Sukar tidur.
9. Sesak nafas.
10. Mudah lelah dan mata berkunang-kunang.

2.1.6 Patofisiologi Hipertensi Widyaningrum (2012: 9-10)

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin

II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiostensinogen yangdiproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormone,

renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I. oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah menjadi angiostensin II. Angiostensin

II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui

dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH)

danrasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (Kelenjar Piutari) dan bekeja pada

ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Meingkatkan ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi

pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah.

Aksikedua adalah menstimulasi sekresi aldosterone dari korteks adrenal.

Aldosterone merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi


eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume tekanan

darah.

Pathogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifactorial dan sangat

komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi

jaringan yang adekuat meliputi mediator hormone, latihan vaskuler, volume

sirkulasi darah, caliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas

pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu

oleh beberapa faktor meliputi faktor genetic, asupan garam dalam diet, tingkat

stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.

Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan

arteri yang membawa darah dan oksign ke otak, hal ini disebabkan karena

jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh

darah orak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian

dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan

kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan

kebutaan. Gejala-gejala hipertensi antara lain sakit kepala, jantung bedebar-debar,

sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, muh lelah,

penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil

terutama dimalam hari telinga berdenging (tinitus) dan dunia terasa berputar.
2.1.7 Pengukuran Tekanan Darah (Artiyaningrum, 2015: 20-22) :

Pengukuran tekanan darah menggunakan alat sphygmomanometer

(tensimometer) dan stetoskop. Ada3 tipe dari sphygmomanometer yaitu dengan

menggunakan air raksa (merkuri), aneroid dan elektrik. Tipe air raksa adalah jenis

sphygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak terdengar

pertama kali adalah tekanan diastolik. Sphygmomanometer aneroid prinsip

penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan darah

kapsul metalis tipis yang menyimpan udara di dalamnya. Sphygmomanometer

elektronik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan

disbanding model standar yang menggunakan air raksa, tetapi akurasinya juga

relative rendah.

Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus diperhatikan,

yaitu :

1. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.


2. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan

sejajar dengan jantung (istirahat).


3. Pakailah baju lengan pendek.
4. Buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh

dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat

yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan

pada posisi terbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval

2 menit. Ukuran manset harus sesuaidengan ukuran lengan atas. Manset harus

melingkar paling sedikit 80% lengan atas atau 3 cm diatas lengan atas dan

lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan dan di bawah kontrol manometer.
Balon dipompa hingga kira-kira 30 mmHg di atas nilai saat pulsasi radialis yang

teraba menghilang, kemudian stetoskop diletakkan di atas arteri brankhialis pada

lipat siku, di sisi bawah manset. Kemudian tekanan manset diturunkan perlahan-

lahan dengan kecepatan 2-3 mHg tiap denyut jntung. Tekanan sistolik tercaatat

pada saat terdengar bunyi yang pertama (korotkoff I), sedangkan tekanan diastolic

dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V).

2.1.8 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri san

mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ

tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi

merupakan faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskuler yaitu stroke,

transient iskemic attack, penyakit arteri coroner yaitu infark miokard angina,

penyakit gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi

memiliki faktor risiko kardiovaskuler yang lain, maka akan meningkatkan

mortalitas dan mordibitas akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut. Menurut

studi Framigham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang

bermakna untuk penyakit koroner, stroke, prnyakit atreri perifer, dan gagal

jantung (Pramana, 2016: 25).

2.1.9 Pencegahan hipertensi

Dalam hal pencegahan hipertensi, Sulistiyowati (2010: 17) mengatakan :

1. Setelah umur 30 tahun, tekanan darah diperiksa setiap tahun terutama bagi

orang dengan riwayat keluarga hipertensi


2. Tidak merokok, minum alcohol berlebihan, dan diert rendahgaram/lemak
3. Bila berlebuhan berat badan, diusahakan mengurangi berat badan
4. Latihan aerobik paling tidak tiga kali sehari, setiap kali lamanya 15-60

menit, sampai napas terengah-engah tetapi jangan sampai sesak nafas


5. Mempelajari cara-cara mengendalikan stres

2.1.10 Penatalaksanaan

1. Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi harus dlaksanakan oleh semua pasien hipertensi

dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko

serta penyakit penyerta lainnya. terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan

menjalani pola hidup sehat diantaranya dengan (Hulaima, 2017: 19-20):


a. Menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan mengganti makanan tidak

sehat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah.


b. Mengurangi asupan garam dengan menghindari makanan cepat saji,

makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.


c. Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30-60 menit per hari

minimal 3 hari per minggu dapat membantu menurunkan tekanan darah.

Bila pasien tidak dapat melakukan olahraga secara khusus, dianjurkan untuk

berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktivitas rutin

sehari-hari.
d. Mengurangi konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan

darah. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas

per hari wanita dapat meningkatkan tekanan darah.


e. Merokok merupakan salah satu fakto resiko penyakit kardiovaskular, pasien

hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok. Penting juga untuk cukup

istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.


2. Farmakologi

Pnatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal


mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan

hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang, doosis sekali

sehari dan dittrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa

bulan pertama selama terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok

bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat

antihipertensi. Jenis-jenis obat anti hipertensi (Kurniasih, 2012: 26-27) :

a. Diuretik

Obat-obatan diuretic bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh

(melalui kencing) sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya

pompa jantung menjadi lebih ringan dan efeknya turunnya tekanan darah.

b. Penghambat simpatis

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas sistem saraf

simpatis. Contoh : metildopa, klonidin, resepin.

c. Beta blocker

Mekanisme obat ini adalah menurunkan daya pompa jantung. Contoh :

mataprolol, propranolol, bisoprolol, dan atenolol.

d. Vasodilator

Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos.

Contoh : prazosin dan hidralazin.

e. Penghambat enzim konversi angiotensin

Kerja obat ini adalah dengan menghambat pembentukan angiotensin II (zat

yang dapat meningkatkan tekanan darah). Contoh : katopril.


f. Antagonis kalsium

Golongan ini bekerja dengan menghambat pompa jantung dengan cara

mengurangi kontraktilitas otot jantung. Contoh : nifedipin, verapamil.

g. Penghambat reseptor angiotensin II

Kerja obat ini adalah menghambat penempelan zat angiotensin II pada

reseptornya yang mengakibatkan ringgannya daya pompa jantung. Contoh :

valsaratan.

2.2 Konsep Tingkat Konsumsi Natrium

2.2.1 Definisi Tingkat Konsumsi Natrium

Tingkat konsumsi garam adalah jumlah asupan garam yang dikonsumsi

setiap hari. Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk Kristal yang

merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar. Natrium chloride (>80%)

serta senyawa lainnya seperti Magnesium Clorida, Magnesium Sulfat, Calsium

Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopi yang

berarti mudah menyerap air, bulk density (Tingkat Kepadatan) sebesar 0.8-0,9 dan

titik lebur pada tingkat suhu 8010 C (Santi, 2015: 22).

2.2.2 Fungsi Natrium

Natrium berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh

(ekstraseluler). Natrium yang mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan

tidak keluar dari darah dan masuk kedalam sel. Bila jumlah natrium di dalam sel

meningkat secara berlebihan, air akan masuk ke dalam sel, akibatnya sel akan

membengkak. Inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan dalam sel.

Cairan ekstraseluler akan menurun. Perubahan ini dapat menurunkan tekanan


darah, natrium juga menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh, pengaturan

kepekaan otot saraf, yaitu berperan dalam transmisi saraf yang menghasilkan

terjadinya kontaksi otot, berperan dalam absorpsi glukosa dan berperan sebagai

alat angkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus

(Susanti, 2017: 11).

2.2.3 Sumber Penghasil Natrium

Natrium adalah zat gizi mikro, yang bukan hanya bersumber dari garam

dapur saja, tetapi juga banyak terdapat di dalam bahan makanan lain yang

dikonsumsi (prihartini, 2015: 17).

Asupan natrium yang tinggi diperoleh dari bahan makanan seperti garam

dapur, kecap, saus tomat, MSG (monosodium glutamat), makanan olahan yang

diawetkan seperti ikan asin, makanan kaleng (corned beef, ham), buah kaleng,

biskuit, kaleng, sosis,, keju, lemak babi, jeroan. Di antara makanan yang belum

diolah, sayuran dan buah mengandung paling sedikit natrium (Afifah, 2016: 45-

46).

Tabel 2.5 daftar tinggi natrium bahan penyedap (Menkes RI, 2014: 38) :

Ukuran Rumah
Kandungan
Nama Makanan Tangga
Natrium
(URT)
Garam meja 1 Sendok The 2000 mg
Acar bawang merah 1 Sendok The 1620 mg
Acar bawang putih 1 Sendok The 1850 mg
MSG (Vetsin) 1 Sendok The 492 mg
Kecap 1 Sendok The 343 mg
Meat Tenderizer (pelunak Daging ) 1 Sendok The 1750 mg

Tabel 2.6 daftar tinggi natrium makanan siap saji (Menkes RI, 2014: 39) :
Nama Makanan Berat dalam Gram Kandungan Natrium
Chicken Breast 210 1340 mg
Sandwich
Double Beef Whopper 374 1353 mg
ang Cheese
Ham and Cheese 230 1534 mg
Hot Dog 100 830 mg
Roasted Beef 247 1288 mg
Super Hot Dog with 196 1605 mg
Cheese

Tabel 2.7 Zat Adiktif Makanan Berbasis Natrium (Sutomo, 2009: 33-34) :

Zat Adiktif Penggunaan


Garam (Natrium Klorida) Memasak, mengawetkan makanan
Soda kue (Natrium Bikarbonat) Penggembang kue dan cake
Monosodium Glutamate Penyedap rasa makanan
Baking powder Penggembang cake dan kue
Natrium alginat Pengemulsi adonan es krim dan cokelat
Cinatrium fosfat Olahan keju, dan sereal instan
Natriun benzoat Pengawet makanan
Natrium hidroksida Digunakan dalam pemrosesan makanan, yaitu
untuk melunakan masakan
Natrium nitrat Pengawet daging dan sosis
Natrium priopinat Pengawet keju dan kue
Natrium sulfat memutihkan dan mengawetkan buah kering

2.2.4 Akibat Asupan Natrium

1. Akibat Asupan Natrium Berlebihan

Asupan tinggi natrium merupakan salah satu penyebab meningkatnya

tekanan darah yang dapat mengarah pada risiko kematian di seluruh dunia.

Meningkatnya tekanan darah menjadi pemicu kematian dini dan konsumsi garam

yang berlebihan meningkatkan tekanan darah pada bayi dan anak-anak, orang

dengan tekanan darah normal dan orang dewasa yang memiliki hopertensi.
Asupan garam pada masyarakat telah meningkat hingga 10 kali lipat dalam

beberapa ratu tahun terakir. Tingginya asupan garam (natrium) yang tinggi

merupakan pencetus dari kanker usus, osteoporosis, keparahan asma, batu ginjal,

dan obesitas (Hendriyani dkk, 2014: 41-42).

Konsumsi garam (Natrium) yang tinggi selama bertahun-tahunkemungkinan

meningkatkan tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium di dalam sel-sel

ptpt halus pada dinding arteriol. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam

tubuh karena menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan

mengakibatkan volume dan tekanan darah (Atun, 2014: 67).

Dalam upaya pencegahan terhadap penyakit degenerative, pemerintah

melalui permenkes nomor 30 tahun 2013 menetapkan pencantuman informasi

kandungan gula, garam, dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan

dan pangan siap saji. Pesan kesehatan yang dimaksud adalah konsumsi gula lebih

dari 50 gram, natrium lebih dari 2000 miligram (mg), atau lemak total lebih dari

67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan

jantung. Menurut WHO batas asupan natrium yang dianjurkan adalah kurang dari

2000/orang/hari (Prihatini dkk, 2016: 56).

Natrium (sodium) merupakan salah satu mineral penting bagi tubuh.

Natrium memegang peran penting dalam tubuh manusia. Namun, konsumsi yang

berlebi akan berdampak negative bagi tubuh. Hampir semua bahan makanan

mengandung natrium, baik yang secara alami terkandung di dalamnya maupun

yang ditambahkan melalui proses pemasakan. Kelebihan asupan natrium sering

menjadi penyebab munculnya berbagai macam penyakit, sehingga kelebihan


asupan natrium perlu diwaspadai dengan mencermati pola makan sehari-hari

(Prihartini, 2015: 21).

2. Akibat Asupan Natrium Yang Kurang

Konsumsi garam yang rendah juga dapat menyebabkan volume darah

menurun sehingga tekanan darah ikut turun, denyut jantung meningkat, pusing

kadang-kadang disertai kram otot lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya

ingat menurun, daya tahan terhadap infeksi rendah, luka sulit untuk disembuhkan,

gangguan penglihatan, rambut tidak sehat dan bercabang ujungnya serta

terbentuknnya bercak-bercak putih di kuku (Yusmita,2017: 129).

Tabel 2.8 Angka Kecukupan Gizi Natrium (Menkes, 2013: 9-10) :

Kelompok Umur Natrium (mg)


Bayi/Anak
0-6 bulan 120
7-11 bulan 200
1-3 tahun 1000
4-6 tahun 1200
7-9 tahun 1200
Laki-laki
10-12 tahun 1500
13-15 tahun 1500
16-18 tahun 1500
19-29 tahun 1500
30-49 tahun 1500
50-64 tahun 1300
65-80 tahun 1200
80+ tahun 1200
Perempuan
10-12 tahun 1500
13-15 tahun 1500
16-18 tahun 1500
19-29 tahun 1500
30-49 tahun 1500
50-64 tahun 1300
65-80 tahun 1200
80+ tahun 1200
Hamil (+an )
Trimester 1 +0
Trimester 2 +0
Trimester 3 +0
Menyusui (+an)
6 bulan pertama +0
6 bulan kedua +0

2.3 Konsep Pola Makan

2.3.1 Definisi Pola Makan

Pola makan adalah cara bagaimana kita mengatur asupan gizi yang

seimbang serta yang di butuhkan oleh tubuh. Mengatur pola makan atau disebut

diet adalah salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang

serius, karena metode pengendaliannya yang lebih alami, jika dibandingkan

dengan obat penurun tekanan darah yang dapat membuat pasiennya menjadi

tergantung seterusnya pada obat tersebut (Subkhi, 2016: 9).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari

(Widyaningrum, 2012: 26).

2.3.2 Komponen Pola Makan

Pola Makan terdiri dari :

1. Frekuensi makanan
Frekuensi makanan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif

dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat

pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung

tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong

antara 3-4 jam (Widyaningrum, 2012: 27).

2. Jenis makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna,

dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.

Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan

rasa bosan. Seseorang akan merasa bosan apabila dihidangkan menu yang itu-itu

saja, sehingga mengurangi selera makan. Menyusun hidangan sehat memerlukan

keterampilan dan pengetahuan gizi dengan berorientasi pada pedoman 4 sehat 5

sempurna terdiri dari bahan pokok (nasi, ikan, sayuran, buah dan susu). Variasi

menu tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat

akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik

pengelolaan makanan adalah guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi

(Widyaningrum, 2012: 27).

3. Jumlah makanan
Adalah banyaknya asupan makanan yang dimakan dalam sehari (Anisah &

Umdatus, 2011)
4. Kesukaan terhadap jenis makanan

Dalam pemenuhan makanan apabila berdasarkan pada makanan kesukan

saja maka akan berakibat pemenuhan gizi akan menurun (Anisah & Umdatus,

2011).
5. Pantangan pada makanan tertentu

Pantangan pada makanan tertentu juga harus diperhatikankarena bila terjadi

alergi (Anisah & Umdatus, 2011).

6. Selera makan

Selera makan akan mempengaruhi dalm pemenuhan dan perkembangan. Hal

ini disebabkan karena selera makanan dipacu oleh sistem tubuh dan pengelolahan

pangan serta penyajian makanan (Anisah & Umdatus, 2011).

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan (Hanifah, 2011: 3-5) :

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor

budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa

lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan.

1. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi.

Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang di inginkannya.

Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-

orang Italia. Curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok,

selain makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika

Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan

gorengan-gorengan.

2. Agama/kepercayaan
Agama/kepercayaan juga mempengauhi jenis makanan yang dikonsumsi.

Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi.

Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran

agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alcohol.

3. Status sosial ekonomi

Pemilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi

oleh status status sosial dan ekonomi. Sebagai conoh, orang kelas menengah ke

bawah atau orang miskin di esa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging,

buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk

mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga

berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh

beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih

menyukai hamburger dan pizza.

4. Personal preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap

kebiasaan makanan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya

sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan

ikan, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makan kerang, begitu

pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap

makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut.

5. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena

berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan


sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan

rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya

untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nasu makan

dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

6. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.

Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan

yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar

dari pada makan.

Fakta menunjukkan bahwa orang-orang zaman dulu memiliki tubuh yang

sehat. Padahal, waktu itu belum ada teori mengenai pengertian pola hidup sehat.

Anehnya, mereka justru jarang terkena penyakit dan berusia relative lebih panjang

ketimbang manusia kini.

Sebaliknya, di zaman modern seperti sekarang ini, banyak orang meninggal

di usia muda dengan berbagai komplikasi penyakit. Menurut data WHO, tujuh

puluh persen kematian dini disbabkan oleh penyakit jantung, stroke, kanker, dan

diabetes. Separuh dari jumlah tersebut terkait dengan pola makan yang buruk.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola makan modern merupakan pemicu

utama timbulnya penyakit-penyakit degenaratif seperti kanker, serangan jantung,

stroke, dan sebagainya. Beberapa pola makan modern yang tidak sesuai dengan

pengertian pola hidup sehat antara lain :

a. Terlalu banyak mengonsumsi karbohidrat dan lemak serta kurang

mengkonsumsi serat.
b. Sering menyantap fast food (makanan cepat saji) yang banyak mengandung

pengawet, penyedap rasa, lemak dan kalori kosong.


c. Kebiasaan ngemil berlebihan.

2.3.4 Macam-macam Pola Makan

1. Pola makan sehat

Dalam pola makan yang sehat, terkandung pengertian bahwa konsumsi zat

gizi harus berimbang dan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sumber bahan pangan

yang bervariasi sangat dianjurkan karena masing-masing bahan pangan

mempunyai kelebihan. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi

yang diperlukan oleh tubuh. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral

harus dalam jumlah dan kualitas yang cukup dan seimbang. Makanan yang

beragam dijamin dapat memberi manfaat yang lebih besar terhadap kesehatan.

Pola makan yang sehat dan berimbang dapat mencegah penyakit jantung dan

hipertensi (Khomsan & Anwar, 2008: 12-13).

Pola makan yang sehat adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit

(Hanifah, 2011: 3).

2. Pola makan tidak sehat


Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan dan

mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan, tekanan darah akan

meningkat akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah.

Kelebihan natrium diakibatkan dari kebiasaan menyantap makanan instan yang

telah menggantikan bahan makanan segar. Gaya hidup serba cepat menuntut
segala sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi makanan. Padahal makanan

instan cenderung menggunakan zat pengawet seperti natrium benzoat dan

penyedap rasa seperti monosodium Glutamat (MSG). Jenis makanan tersebut

mengandung natrium cukup tinggi. Bila makanan instan dikonsumsi terus-

menerus tubuh menjadi kelebihan natrium (Sutomo, 2009: 9-10).

2.4 Model Konsep Keperawatan (asmadi 2008)

Model konsep menurut Dorothea Orem yang dikenal dengan Model Self

Care memberikan pengertian jelas baha bentuk pelayanan keperwatan dipadang

dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi

kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan,

kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit, yang ditekankan pada

kebutuuhan klien tentang perawatandiri sendiri.

Model self care (perawatan diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yan ada

dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas

keamampuan. Self care didasarkan ataskesengajan serta dalam pengambilan

keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan, setiap manusia

menghendak adanya self caredan sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia,

seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam perawatan diri sendiri dan

orang lain dalam memelihara kesjahteraan, self care juga merupakan perubahan

tingkah laku secara lambat dan terus menerus di dukung atas pengalaman sosial

sebagai hubungan interpersonal, self care akan meningkatkan harga dir seseorang

dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri.


Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam pandangan dalam

pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membag dalam kelompok kebutuhan dasar

yang terdiri dari pemeliharaan dalam pengabilan udara (oksigenasi), pemeliharaan

pegmbilan air, pemeliharaan dalam pengambilan makanan, pemeliharaan

kebutuhan proses eliminasi, pemeliharaan keseimbangan aktivitas dan istirahat,

pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial,

kebutuhan akan pencegahan risiko pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat

dan kebutuhan dalam perkembangan kelompok sosial sesuai dengan potensi,

pengetahuan dan keinginan manusia.

Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi:

pertama, self care itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif dai indivdu

serta dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta

mmpertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan; kedua, self care agency

merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri sendiri,

yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan

lain-lain; ketiga, adaanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri

dengan mengguakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat; keempat,

kebutuhan self care merupakn suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan

perawatan diri sendiriyang bersifat universitas dan berhubungan dengan proses

kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh, self care

yang bersifat universal itu adalah aktivitas sehari-hari (ADL) dngan

mengelompokkan kea lam kebutuhandasar manusia. Sifat dari self car selanjutnya

adalah untuk perkembangan kepercayaan diri serta ditunjukan pada


penyimpangan kesehatan yang memiliki ciri perawatan yang diberikan dalam

kondisi atau dalam proses penyembuhan (Hidayat, 20011: 43-44).

2.5 Hubungan Antar Konsep

Menurut teori dari buku karangan Beaver (2008) yang me yatakan bahwa

konsumsi makanan yang sehat seperti, buah-buahan, sayuran dan konsumsi garam

memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Konsumsi garam yang tinggi

selama bertahun-tahun kemungkinan meningkatkan tekanan darah karena

meningkatkan tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel

otot halus pada dining arteriol, kadar sodum yang tinggi, memudahkan masuknya

kalsium kedalam sel-sel tersebut, menyebabkan arteriol berkontraksi dan

menyempit pada lingkar dalamnya. Selain itu menurut teori dari buku karangan

Dorothy M. Russel (2011) yang menyebutkan bahwa sebaiknya kurangi

pemakaian garm sampai kurangdari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida

setiap harinya untuk mencegah hipertensi (Hamidi, 2014: 31-32).

Menurut model konsep keperawatan Dorothea Orem bahwa self care

perawatan yang dapat dilakukan sendiri oleh individu dalam memenuhi kebutuhan

dasar yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Model

self care dalam keperawatan yang seharusnya dilakukan menurut Orem antara lain

pemeliharaan dalam pengambilan makanan untuk mencegah terjadinya risiko

penyakit. Di puskema Kenjeran terdapat banyak penderita hipertensi dari usia 15-

44 tahun berjumlah 111 pnerita, usia 45-55 tahun berjumlah 181, usia 56-64

berjumlah 300 penderita, dan usia 65 tahun berjumlah 505 penderita. Pada hal ini

peneliti menerapkan model keperarawata Dortea Orem dengan melakukan upaya


perawatan diri dengan cara menjaga pola makan dan konsumsi natrium yang

cukup berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) agar tidak memperburuk

keadaan penderita hipertensi.

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual


Faktor –faktor yang mempengaruhi

Faktor yang tidak Faktor yang dapat diubah : Pola makan :

dapat diubah :  Obesitas  Frekuensi makanan


  Jenis makanan
 Faktor genitik  Jumlah makanan
 Umur  Kesukaan terhadap jenis
 Jenis kelamin Konsumsi
 Etnis  Konsumsi lemak makanan
 Merokok
natrium  Pantangan pada makanan
 Stress
 Status ekonomi tertentu
 Selera makan

Kejadian hipertensi
Keterangan :

: Tidak diteliti : Berpengaruh

: Diteliti : Berhubungan

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Hubungan Tingkat Konsumsi

Natrium Dengan Pola Makan Terhadap Kejadian Hipertensi Pada

Masyarakat Pesisir Diwilayah Kerja Puskesmas Kenjeran

Surabaya.

3.2 Hipotesis

Ada Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Natrium Dengan Pola Makan

Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Pesisir Diwilayah Kerja

Puskesmas Kenjeran Surabaya.


BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah dengan

menggunakan metode kelmuan, pada bab ini akan disajikan antara lain: 1) Desain

Penelitian, 2) Kerangka Kerja, 3) Waktu dan Penelitian, 4) Populasi, Sampel, dan

TeknikSampling, 5) Identitas Variabel, 6) Definisi Operasional, 7) Pengumpulan,

Pengelolaan dan Analisa Data, 8) Etika Penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian ini untuk menganalisa hubungan tingkat konsumsi natrium

dengan pola makan terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir

diwilayah puskesmas kenjeran Surabaya yaitu dengan menggunakan desain

observasional analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Jenis penelitian

ini bersifat menekankan pengukuran atau observasi data variabel independen dan

dependen hanya satu kali pada satu saat. Pengukuran dilakukan dengan survey

wawancara, kueisioner dan pengukuran tekanan darah.

Variabel 1
Deskripsi Uji Interpretasi
Variabel 2
variabel Hubungan makna/arti
Variabel 3

Gambar 4.1 Desain Penlitian Observasional Analitik dengan Pendekatan Cross

Sectional.

4.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :

Populasi
Penderita berusia 15-44 tahun diwilayah kerja puskesmas kenjeran Surabaya
berjumlah 60 penderita.

Tehnik Sampling
Probability Sampling dengan metode Simple Random Sampling

Sampel
Penderita berusia 15-44 tahun diwilayah kerja Puskesmas Kenjeran Surabaya
berjumlah 52 penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Pengumpulan Data
Kueisioner untuk data demografi, dan format Semi Quantitative Food
Frequency Questionnaire

Pengelolaan Data
Data yang diperoleh dilakukan editing, coding, prossesing, cleaning

Analisa Data
Menggunakan uji kolerasi Spearman Rank
Hasil dan Pembahasan
Penelitian

Kesimpulan

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium

Dengan Pola Makan Terhadap Kejadian HIpertensi Pada Masyarakat

Pesisir diwilayah Kerja Puskesmas Kenjeran Surabaya.

4.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat Penelitian dilaksanskan diwilayah kerja Puskesmas Kenjeran

Surabaya dengan cara mendatangi rumah responden. Waktu penelitian dimulai

bulan Maret sampai 30 Maret 2018. Pemilihan tempat ini dikarenakan memenuhi

kriteria inklusi untuk judul penelitia Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium

Dengan Pola Hidup Terhadap Kejadiah Hipertensi Pada Masyarakat Pesisir

Diwilayah Kerja Puskesmas Kenjeran Surabaya.

4.4 Populasi, Sampel dan Sampling Desain

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat pesisir dengan usia 15-44

tahun diwilayah kerja Puskesmas Kenjeran Surabaya yang berjumlah 60

penderita.

4.4.2 Sampel Penelitian

1. kriteria Inklusi
a. Penerita hipertensi usia 15-44 tahun
b. Bersedia menjadi Responden
c. Pendengaran baik
2. Kriteria Eksklusi
a. Responden tidak ada ditempat selama Penelitian
b. Menderita gangguan jiwa
c. Hipertensi gravidarum
d. Responden yang menderita penyakit yang dapat mempengarugi

hipertensi seperti penyakit jantung, diabetes, dan gagal ginjal.

4.4.3 Besar Sampel

Sampel pada penelitian ini yaitu seluruh penderita hipertensi usia 15-44

tahun di Puskesmas Kenjeran Surabaya yang berjumlah 52 orang. Berdasarkan

perhitungan besar sample menggunakan rumus :

n= N
1 + N (d2)
Keterangan :
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan yang diingin
jadi, besar sampel :
n= N = 60 = 60
1 + N (d2) 1 + 60 (0,05)2 1,15
n = 52

4.4.4 Teknik Sampling

Tehnik sampling dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan

teknik Simple Random Sampling. Sampling pada responden diambil dengan cara

mendata calon responden yang sesuai dengan kriteria peneliti terdapat sebanyak

60 penderita dengan usia 15-44 tahun kemudian dihitung besar sample ditemukan

hasil sample sebanyak 52 penderita usia 14-55 tahun dengan diberi nomor urut

kemudian nomor urut tersebut sebanyak 60 dipilih secara acak 8 angka. Jadi

sebanyak 52 calon responden dijadikan sampel dan 8 lainnya tidak dijadikan

sebagai sampel.
4.5 Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu tingkat konsumsi natrium dengan

pola makan.
2. Vaeiabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi.

4.6. Definisi Operasional

Table 4.6 Definisi Operasional Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium Dengan

Pola Makan Pada Masyarakat Pesisir Diwilayah Kerja Puskesmas

Kenjeran Surabaya.

Definisi
Variabel Indikator Alat Ukur Skala Skor
Operasional
Variabel
Independen :
1. Tingkat Jumlah asupan Kandungan 1. Semi Ordinal 1. Tinggi : bila
konsumsi natrium yang zat natrium Quantita asupan
natrium terkandung di yang tive- garam ≥ 6
dalam dikonsumsi FFQ gram/hari
makanan dan tidak lebih 2. AKG 2. Rendah : bila
dikonsimsi dari 6 gram 3. Foto ≤ 6 gram/hari
melebihi 6 per hari model (Santi, 2015)
gram atau makanan
setara 1 4. Ukuran
sendok the per rumah
hari tangga
(URT)
5. Nutrisur
vey

2. Pola Bagian dari Jenis dan 1. Semi Ordinal 1. Sering


Makan jenis makanan jumlah Quantita >1 kali/hari
yang di makan yang tive- 1 kali/hari
konsumsi dan dikonsumsi FFQ 3-6 kali/hari
jumlah 2. Foto 2. Jarang
makanan yang model 1-2
dikonsumsi makanan kali/minggu
khususnya 3. Ukuran 1 kali/bulan
mengandung rumah I kali/tahun
yang natrium tangga 3. Tidak pernah
(URT) Tidak pernah
(Nurlita, 2017:
7)
Variabel
Dependen :
1. Kejadian 1. Keadaan Tekanan Sphygmam Ordinal 1. Normal :
hipertensi tekanan darah yang onometer & <120/<80
darah lebih stetoskop 2. Pre-Hipertensi
sistolik tekanan : 120/80 –
diatas 140 tidak lebih 139/89
mmHg dan 120/80 3. Hipertensi
diastolik mmHg Tingkat 1:
diatas 90 140/90 –
mmHg 159/99
yang 4. Hipertensi
melebihi Tingkat 2 :
batas ≥160/≥100
normal (JNC-8 )

4.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

1. Instrument penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpulan data dengan kueisioner tertulis berupa pertanyaan dibuat sendiri

oleh peneliti dengan berpedoman dari kerangka konsep dan tinjauan pustaka sera

studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian. Untuk pengukuran tekanan

darah menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop, sedangkan data tingkat

konsumsi natrium dan pola makan menggunakan format FFQ dengan wawancara .

1. Prosedur Pengumpulan dan Pengelolaan Data


a. Langkah pertama yaitu mendapat ijin dari ketua Stike Hang Tuah Surabaya.
b. Langkah kedua surat dari Bakesbangpolinmas Kota Surabaya diserahkan ke

Dinas Kesehatan Kota Surabaya.


c. Surat dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya diserahkan ke kepala Puskesmas

Surabaya.
d. Setelah mendapat ijin dari puskesmas kenjeran, peneliti melaksanakan

penelitian ke Puskesmas Kenjeran Surabaya.


e. Sebelum melakukan pengkajian data, peneliti memberikan penjelasan

terlebih dahulu mengenai maksud dan tujuan dari penelitian untuk

mengjindari kesalahpahaman.
f. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang

hal-hal yang belum dipahami. Jika calon responden bersedia untuk menjadi

responden, diminta untuk tanda tangan di lembar persetujuan (informed

Concent).
g. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah responden. Setelah itu

mengkaji konsumsi makan yang sudah dimakan dalam 1 bulan terakhir

megunakan semi Quantitative-FFQ.


h. Mengumpulkan sebuah daftar lengkap yang memuat seluruh makanan dan

minuman yang dikonsumsi.


i. Mendapatkan perkiraan jumlah tiap-tiap bahan makanan dan minuman yang

dikonsumso, secar umum dalam ukuran rumah tangga, serta dimasukkan

dalam lembaran data atau formulir pemasukan data berbasis computer.


j. Proses Semi Quantitative FFQ ditinjau kembali untuk meyakinkan bahwa

semua bahan makanan telah tercatat dengan benar.

4.7.2 Analisa Data

1. Pengelolaan data
Pengumpulan data menggunakan kueisioner dikumpulkan kemudian diolah

dengan tahap editing, coding, prossesing, cleaning :


a. Editing

Daftar pertanyaan yang telah diisi kemudian diperiksa antara lain

kelengkapan jawaban.
b. Coding

Hasil jawaban yang diperoleh kemudian diklasifikasikan kedalam kategori

yang telah ditentukan dengan tanda kode berbentuk angka pada masing-masing

variabel yang dibrisikan dari pengukuran tekanan darah, tingkat konsumsi

natrium, dan pola makan .

1) Data demografi
a) Karakteristik usia responden :
Kode 1 (15 tahun), kode 2 (> 15 – 25 tahun), kode 3 (> 25 – 35 tahun), kode 4

(> 35 – 44 tahun), kode 5 (44 tahun)


b) Karakteristik jenis kelamin :
Kode 1 (laki-laki), kode 2 (perempuan)
c) Karakteristik pendidikan terakhir :
kode 1 (tidak sekolah/belum tamat SD), kode 2 (tamat SD/sederajat), kode 3

(tamat SLTP/sederajat), kode 4 (tamat SLTA/sederajat), kode 5 (akademi/PT)


d) Karakteristik pekerjaan :
kode 1 (wiraswasta), kode 2 (swasta), kode 3 (PNS), kode 4 (ibu rumah

tangga), kode 5 (lainnya, sebutkan)


e) Riwayat keluarga dengan hipertensi :
Kode 1 (ada), kode 2 (tidak ada)
f) Karakteristik tekanan darah :
Kode 1 (normal: <120/<80), kode 2 (pre-hipertensi: 120/80 – 139/89), kode 3

(hipertensi tingkat 1: 140/90 – 159/99), kode 4 (hipertensi tingkat 2:

≥160/≥100)
2) Tingkat konsumsi natrium
Kode 1 (tinggi: bila asupan garam ≥ 6 gram/hari), kode 2 (rendah: ≤ 6

gram/hari)
3) Pola makan
Frekuensi makan :
Kode 1 (sering: > 1 kali/hari, 1 kali/hari, 3-6 kali/hari), kode 2 (jarang: 1-2

kali/minggu, 1 kali/bulan, 1 kali/tahun), kode 3 (tidak pernah: tidak pernah)


c. Prossesing
Pengelolaan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh

data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan
menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan.

Peneliti melakukan pemrosesan data dengan cara mengentry data kandungan

natrium ke dalam program computer nutrisurve untuk mengetahui rata-rata jumlah

natrium yang dikonsumsi responden selama 1 hari dalam 1 bulan, dan yang

terakhir memasukkan data ke dalam program computer SPSS.


d. Cleaning
Data diteliti kembali agar pada pelaksanan analisa data bebas dari

kesalahan.
2. Analisa Statistik
a. Analisa Univariat

Peneliti melakukan analisa univariat analisa univariat dengan analisa

descriptive yang dilakukan untuk memggambarkan data demografi yang diteliti

secara terpisah dengan membuat table frekuensi dari masing-masing variabel.

b. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat bertujuan untuk melihat hubungan variabel independe dan

dependen. Uji yang digunakan adalah spearman. Data yang digunakan untuk

kolerasi Spearman haris berskala ordinal. Korelasi Spearman tidak memerlukan

asumsi adanya hubungan linier dalam variabel yang diukur dan tidak perlu

menggunakan data berskala interval, tetapi cukup dengan menggunakan data

ordinal. Asumsi yang digunakan dalam korelasi ini adalah tingkat (rank)

berikutnya harus menunjukkan posisi jarak yang sama pada variabel-variabel yang

diukur. Pengukuran asosiasi berguna untuk mengukur kekuatan (strenght) dan

arah hubungan-hubungan antara dua variabel atau lebih.


4.8 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Stikes Hang

Tuah Surabaya, dari Baksbangpolinmas Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Kota

Surabaya, Puskesmas Kenjeran. Penelitian dimulai dengan melakukan beberapa

prosedur yang berhubungan dengan etika penelitian meliputi :

1. Lembar Persetujuan
Lembar Persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak yang

terjadi selama dalam pengumpulan data.


2. Tanpa Nama
Penelitian tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan

data yang diisi oleh responden untuk menjaga kerahasian identitas responden.
3. Kerahasian
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dar subjek dijamin

kerahasiaannya kelompok data tertentu saja yang hanya akan disajikan atau

dilaporkan pada hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai