TRANSFUSI MASIF
Oleh :
DEVAR INDIRAN
dr. Ida Bagus Gde Sujana,SpAn.M.Si
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
FISIOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSFUSI MASIF .................................1
PATOFISIOLOGI ABNORMALITAS HEMOSTASIS YANG
BERHUBUNGAN DENGAN TRAUMA .........................................................2
TRAUMA DAN DISFUNGSI ENDOTELIAL .................................................2
TRANSFUSI MASIF .........................................................................................3
PENDEKATAN TERAPI UNTUK TRANSFUSI MASIF DAN
KOAGULOPATI EFEK MERUGIKAN DARI TRANSFUSI..........................4
PERUBAHAN HEMOSTASIS YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KOAGULOPATI TRANSFUSI MASIF ..........................................4
PERUBAHAN HEMOSTASIS PERIOPERATIF .............................................5
KOAGULOPATI TRANSFUSI MASIF ...........................................................6
PERAN SEL DARAH MERAH DAN ANEMIA..............................................6
PENYEBAB PERDARAHAN DALAM KONDISI
KOAGULOPATI TRANSFUSI MASIF ...........................................................7
HIPOTERMIA, ASIDOSIS, DAN KOAGULOPATI .......................................7
KOAGULOPATI DILUSI .................................................................................8
FIBRINOLISIS ..................................................................................................8
HIPOFIBRINOGENEMIA ................................................................................9
PEMANTAUAN HEMOSTASIS SELAMA TRANSFUSI MASIF .................10
TERAPI KOAGULOPATI SELAMA TRANSFUSI MASIF ...........................11
PLASMA/ FRESH FROZEN PLASMA............................................................12
PEMBERIAN PLATELET ................................................................................13
OBAT ANTIFIBRINOLITIK ............................................................................13
PROKOAGULAN..............................................................................................14
PERDARAHAN POSTPARTUM .....................................................................16
RESUSITASI MULTIMODAL: DAMAGE CONTROL
RESUSCITATION .............................................................................................16
KESIMPULAN ..................................................................................................17
DAFTAR GAMBAR
TRANSFUSI MASIF
Transfusi masif didefinisikan sebagai transfusi yang menggunakan lebih dari 10
unit RBC dalam 24 jam setelah terapi awal dan muncul pada setidaknya 10%
trauma militer dan 5% pasien trauma sipil. Pasien yang mengalami perdarahan
akutan menerima lebih dari 10 unit RBC dalam 6 jam trauma memiliki mortalitas
yang lebih tinggi. Transfusi masif sendiri tampaknya merupakan sebuah penanda
kerusakan yang lebih berat daripada efek langsung transfusi. Perkekmbangan
strategi transfusi masif dan penggunaan protokol meningkatkan survival dan telah
menjadi evolusi penting dalam manajemen pasien trauma, luka perang, dan bahkan
perdarahan masif di rumahsakit yang muncul setelah perdarahan postpartum atau
perdarahan masif saat pembedahan.
Dengan perdarahan yang mengancam nyawa, seperti yang terlihat pada pasien
trauma, transfusi dengan rasio tetap dari RBC, FFP, dan platelet sebaiknya
diberikan. Transfusi dengan rasio plasma/FFP: platelet” RBC memberikan nilai
positif terhadap survival. Sebagai hasil, Army Surgeon General membentuk
ketentuan klinis dimana 1:1:1 (plasma/FFP: platelet: RBC) untuk korban perang
yang direncanakan menerima transfusi masif. Satu studi besar yang melibatkan
pasien warga sipil yang menerima transfusi masif menunjukkan perbaikan survival
dengan penggingkatan penggunaan platelet. Praktik resusitasi militer AS kini
menggunakan pendekatan seimbang, menggunakan 1:1:1 sebagai cairan resusitasi
primer untuk sebagian besar kasus trauma. Studi terkini sedang berjalan untuk
menentukan berapa rasio optimal yang sebaiknya digunakan dalam berbagai
kondisi klinis.
KOAGULOPATI DILUSI
Sebelum pembentukan protokol transfusi masif, koagulopati dilusi merupakan
penyebab umum perdarahan pada pasien dengan perdarahan aktif. Perdarahan dan
koagulopati berhubungan dengan transfusi masif pada 21 tentara yang mengalami
trauma akut yang muncul setelah transfusi 20 hingga 25 unit stored whole blood.
Dalam laporan ini, thrombositopenia dilusi merupakan penyebab utama perdarahan
dan diperkirakan terjadi karena penurunan kadar platelet pada stored blood.
Transfusi sekitar 15 hingga 20 unit menyebabkan dilusi volume darah yang
signifikan,dan penurunan kritis pada jumlah platelet sekitar 20.000 hingga
30.000/mm3, jauh dibawah target rekomendasi platelet untuk pasien perdarahan
akut.
FIBRINOLISIS
Fibrinolisis merupakan komponen penting untuk mencegah pembentukan klot
berlebih dan keseimbangan hemostasis namun fibrinolisis berlebih seperti yang
umum muncul pada pasien trauma dapat menyebabkan perdarahan. Fibrinolisis
dimulai oleh mekanisme yang mencakup stimulasi tissue plasminogen activator
yang dilepaskan sebagai respon kerusakan endotel vaskular, respon stress, dan
mekanisme lainnya. Plasmin memecah fibrinogen dan von Willebrand’s factor
(vWF), memecah reseptor dari platelet (glycoprotein Ib), dan membentuk produk
degradasi yan gmengikat glycoprotein reseptor IIb/IIIa, kemudian mengganggu
fungsi platelet. Aktivasi kontak yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dan
aktivasi hemostasis juga mengaktifkan kallikrein yang memicu pembentukan
plasmin namun juga terlibat pada tahapan proinflamasi yang mencakup kemotaksis
dan kemokinesis. Aktivasi kontak menyebabkan pemecahan glycoprotein reseptor
Ib dari platelet dan pembentukan FDP yang menghasilkan pembentukan multimer
yang berikatan dengan glycoprotein reseptor IIb/IIIa untuk mencegah platelet-
fibrinogen cross-linking, serupa dengan efek glycoprotein reseptor inhibitor
IIb/IIIa, abciximab. Perubahan Th dalam fibrinolisis memberikan pengaruh negatif
pada fungsi platelet.
HIPOFIBRINOGENEMIA.
Fibrinogen merupakan komponen penting dalam pembentukan klot dan merupakan
protein reaktan fase akut. Fibrinogen bersirkulasi dalam konsentrasi tertinggi dari
faktor koagulasi lainnya, dan nilai normal kadar plasma berkisar 200 hingga
400mg/dL namun peningkatan pada kehamilan dan seperti pada respon non-
specific anabolic postoperatif yang diikuti dengan kerusakan jaringan. Pada
trimester akhir kehamilan, respon fisiologis normal adalah kemampuan
hiperkoagulan untuk menurunkan risiko komplikasi perdarahan selama persalinan.
Meskipun sering terjadi thrombositopenia dilusi benign, dengan jumlah platelet
80.000 hingga 150.000/mm3, kadar fibrinogen meningkat berkisar 400 hingga
600mg/dL. Selama persalinan, keadaan hemostasis sistemik terbentuk dengan
konsumsi platelet dan faktor koagulasi (termasuk fibrinogen) untuk memungkinkan
terjadinya pembekuan; hemostasis kemudian menjadi normal kembali dalam 4
hingga 6 minggu postpartum.
Bila kadar fibrinogen yang turun sekitar 80 hingga 100mg/dL, pemeriksaan standart
clot-based coagulation termasuk PT dan partial thromboplastin time (PTT) dapat
terpengaruh. Perubahan tersebut tidak dapat dikoreksi dengan transfusi
FFP/plasma; namun, cryoprecipitate digunakan atau konsentrat fibrinogen di
negara yang tidak memiliki cryopercipitate (lihat bab sebelumnya mengenai blood
and hemostasis). Alogaritma transfusi terdahulu hanya direkomendasikan untuk
terapi awal saat kadar fibrinogen kurang dari 100mg/dL dan akan sulit untuk
mengembalikan efek rendahnya kadar tersebut dalam fungsi hemostasis. Pedoman
Eropa terfokus pada peran kadar fibrinogen normal pada pasien perdarahan, dan
studi terkini juga mendukung efek potensial blood-sparing dari konsentrat
fibrinogen.
PEMBERIAN PLATELET
Setelah terjadi luka trauma atau perdarahan postoperatif yang signifikan, jumlah
platelet kritis untuk transfusi seringkali berdasar terapi konsensus daripada data
objektif yang sesungguhnya. Meskipun dianjurkan pada 50.000 atau lebih, ambang
batas untuk pemberian platelet, terutama pada kasus koagulopati dilusi, masih
belum jelas seperti rasio ideal untuk platelet terhadap komponen darah lainnya.
Sebagian besar usaha protokol untuk mengembangkan strategi yang menyerupai
penggantian whole blood dengan RBC:plasma/FFP: platelet dengan rasio 1:1:1
dengan perdarahan masif.
Penilaian fungsi platelet pada pasien perdarahan merupaka hal yang tidak mungkin;
oleh karena itu, pemberian platelet empirik masih jarang dilakukan. Bila pasien
menerima obat antiplatelet dalam jangka waktu dekat, bahkan platelet dan hitung
jumlah platelet tidak membantu. Bila pasien telah menerima obat antiplatelet atau
mengalami perdarahan setelah pemisahan dari bypass kardiopulmoner, maka
disfungsi platelet sebaiknya dicurigai dan pemberian konsentrat platelet
dipertimbangkan. Terdapat hal merugikan yang signifikan dan potensial yang
berhubungan dengan pemberian platelet.
OBAT ANTIFIBRINOLITIK
Karena peran penting fibrinolisis pada perdarahan dan trauma, obat antifibrinolitik
asam tranexamat semakin sering digunakan sebagai strategi terapi. Penghambatan
fibrinolisis selama perdarahan akut memiliki berbagai keuntungan termasuk
memfasilitasi pembentukan klot awal pada lokasi perdarahan yang mudah hancur,
serupa dengan destruksi klot yang terlihat pada pasien hemofilia. Studi Clinical
Randomization of an Antifibrinolytic in Significant Hemorrhage (CRASH 2) yang
terfokus pada asam tranexamat yang digunakan sebagai obat terapi bagi pasien
trauma dalam prospective randomized placebo-controlled trial menggunakan
loading 1 gram diikuti dengan 1 gram setiap 8 jam pada 20.211 pasien trauma.
Mortalitas secara keseluruhan menurun dari 14.5% hingga 16.0% (relative risk,
0.91; P=0.0035), dimana kematian sebelumnya karena perdarahan (4.9%
berbanding 5.7%; relative risk, 0.85; P=0.0077). Asam tranexamat juga disetujui di
Amerika Serikat untuk perdarahan menstruasi yang berlebih dengan dosis 1.3 gram
tiga kali sehari (dosis total ~4 gram), tanpa laporan masalah keamanan yang
signifikan. Disamping efikasi dan keamanan asam tranexamat, dokter sering kali
mengganti epsilon-aminocaproic acid, analog lysine lainnya, meskipun obat ini
masih belum dipelajari sejauh asam tranexamat dan tidak tersedia di beberapa
negara Eropa.
PROKOAGULAN
Berbagai jenis obat telah digunakan atau dipelajari pada trauma dan koagulopati
transfusi masif, termasuk recombinant activated factor VII dan konsentrat
kompleks prothrombin. Penggunaan obat diluar label untuk meningkatkan
pembentukan klot setelah pembedahan mator dan atau luka trauma merupakan hal
yang rasional namun pendekatan empirik untuk terapi perdarahan yang mengancam
nyawa dan sering digunakan sebagai “usaha terakhir” bagi pasien yang sedang
mengalami perdarahan dan berada dalam risiko kematian atau kejadian merugikan
lainnya. Saat dokter menerima pasien yang terus mengalami perdarahan disamping
intervensi terapi standart, mereka memiliki dua pilihan. Mereka dapat melanjutkan
untuk memberikan intervensi standart (yang telah gagal) atau memberikan
prokoagulan seperti recombinant activated factor VII dan konsentrat kompleks
prothrombin. Dokter dibenarkan dalam memilih rencana pemberian prokoagulan
untuk beberapa alasan. Pertama, terdapat bukti klinis bahwa pasien dengan
perdarahan refrakter akan mengalami prognosis buruk kecuali kehilangan darah
dapat dikontrol dalam waktu cepat. Kedua, bertahan dengan intervensi standart
tampaknya tidak akan mencapai tujuan ini dan akan memaparkan pasien terhadap
risiko pemberian produk darah yang tidak diperlukan. Ketiga, data efikasi dan
keamanan dari sebagian besar uji acak tidak dapat digunakan pada kondisi tersebut
karena pasien dengan perdarahan refrakter tidak ditelliti. Keempat, meskipun data
keamanan dari uji acak menggunakan hal tersebut, dimana keseluruhan
menyarankan prokoagulan berdasarkan pada efeknya dalam meningkatkan risiko
komplikasi thromboemboli, risiko ini relatif terhadap membiarkan perdarahan dan
kehilangan darah untuk terjadi. Kelima, data pengamatan dari Eropa dan beberapa
data uji acak pada pasien perdarahan menyarankan bahwa penggunaan terapi
prokoagulan dan konsentrat efektif untuk kehilangan darah yang bersifat refrakter
menggunakan faktor konsentrat sesuai dengan alogaritma. Implikasi etik dan hal
yang tidak praktis seperti percobaan, tidak memungkinkan data tambahan dari
placebo-controlled randomized trials untuk mengevaluasi hemoragik yang
mengancam nyawa dapat dilakukan.
PERDARAHAN POSTPARTUM
Perdarahan postpartum merupakan penyebab penting perdarahan yang mengancam
nyawa dan masih menjadi penyebab utama mortalitas maternal. Laporan publikasi
terkini dari ahli obstetrik internasional, ginekologi, anestesiologi, hematologi, dan
transfusion medicine melakukan review literatur komprehensif untuk
mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi prognosis buruk. Mereka
mendefinisikan perdarahan postpartum persisten berat sebagai “perdarahan akut
yang lebih dari 1.000 ml dalam 24 jam setelah persalinan yang berlangsung terus
meskipun telah diberikan penanganan awal seperti obat uterotonik lini pertama dan
masase uterin.” Seperti pada perdarahan mengancam nyawa secara keseluruhan,
alogaritma terapi yang mencakup protokol transfusi masif merupakan hal penting.
Kelompok tersebut menyarankan pemeriksaan koagulasi untuk dilakukan untuk
mengarahkan terapi. Bila terapi awal gagal untuk menghentikan perdarahan dan
atonia uteri masih terjadi, intervensi lini kedua dan ketiga, termasuk manuver
mekanik dan pembedahan, yaitu intrauterine ballon tamponade atau hemostatic
brace suture dengan histerektomi merupakan pilihan akhir pembedahan untuk
perdarahan yang tidak terkontrol. Pilihan farmakologi mencakup obat hemostatik,
termasuk asam tranexamat bersama dengan protokol transfusi masif untuk
pemberian produk darah juga merupakan hal penting untuk menekan kehilangan
darah dan mengoptimalkan prognosis dalam manajemen wanita dengan perdarahan
postpartum persisten berat.
KESIMPULAN
Koagulopati yang berhubungan dengan transfusi masif merupakan hal kompleks,
masalah klinis multifaktorial. Saat melakukan evaluasi kasus koagulopati dalam
kondisi ini, farmakoterapi terdahulu termasuk riwayat penggunaan antikoagulan
harus dipertimbangkan. Peran hipotermia, koagulopati dilusi, disfungsi platelet dan
fibrinolisis sebaiknya dipertimbangkan. Evaluasi kadar fibrinogen menunjukkan
aspek penting bagi seluruh alogaritma transfusi, khususnya bagi pasien dengan
transfusi masif dan perdarahan yang mengancam nyawa. Alogaritma transfusi
merupakan aspek penting dan relatif baru dalam manajemen perioperatif; mereka
berusaha untuk menyediakan faktor adekuat dan penggantian hemostasis, meskipun
rasio ideal berbagai komponen darah dan faktor konsentrat masih dalam penentuan.
Perubahan signifikan dalam manajemen telah menjadi hal penting dalam strategi
resusitasi dan kristaloid tidak lahi menjadi hal primer dalam resusitasi; strategi
primer kini menggantikan kehilangan darah akutdengan plasma atau produk yang
mengandung plasma disamping sejumlah besar kristaloid dan RBC. Contoh
protokol transfusi masif dan aktivasi protokol transfusi masif dicantumkan dalam
Gambar 31-1 dan 31-2. Beberapa review tersedia sebagai bahan bacaan tambahan
dalam subjek ini.
DAFTAR PUSTAKA