ABSTRACT
This article deals with a matter of evolution theory in the study of science communications.
Object of theory discussed is Media System Dependency Theory which introduced by Ball-
Rokeach. This article is focused to overview: 1). History of Media System Dependency Theory
emergence. 2) Development phase of this theory; 3). Challenge for this MSD theory: Critique
and Change of Time, and 4). From MSD toward Communication Infrastructure Theory (CIT).
ABSTRAK
Artikel ini mencoba membahas persoalan evolusi teori dalam studi ilmu komunikasi. Teori
yang dijadikan objek bahasan adalah teori ketergantungan sistem media (MSD) dari Ball-
Rokeach. Fokus persoalan yang dibahas dalam tulisan ini mencakup : 1) Riwayat Kemunculan
Teori MSD; 2) Fase Perkembangan Teori MSD 3) Tantangan terhadap teori MSD: Kritik dan
Perubahan Waktu dan 4) Dari MSD Menuju Communication Infrastructure Theory (CIT).
PENDAHULUAN
U paya penemuan kebenaran ilmiah yang berbasiskan fenomena empirik merupakan tradisi
yang sudah lama dilakukan kalangan ilmuwan, yakni ketika tradisi ini dimulai oleh filsuf-
filsuf yang mencari kebenaran melalui via moderna dalam rangka melawan kebenaran gereja
yang dominan yang diperankan para filsuf yang mencari kebenarannya melalui via antiqua.
Tradisi para filsuf yang melalui via moderna tadipun semakin tak terbendung, ketika cara-cara
yang mereka tempuh itu semakin banyak memberikan kebenaran-kebenaran ilmiah yang
berbasiskan pada data empirikal. Fakta ini akhirnyapun menyebabkan salah seorang bangsawan
Inggris Francois Bacon memproklamirkan keberhasilan para filsuf via moderna tadi.
Dikatakan, kebenaran itu bukan ada di gereja, tapi ada di alam semesta ini. Sejalan dengan
deklarasi ini, maka sejak itu pun ilmu-ilmu khusus mulai berkeluaran berdiri sendiri
meninggalkan induknya yang bernama filsafat (materscientiarum).
Pada awalnya, ilmu-ilmu khusus tadi banyak yang mencari kebenarannya dengan
berbasiskan pada paradigma positivistik, yang keterbentukannya yakni setelah ilmu melalui
fase-fase religi dan metafisika. Paradima ini sendiri, sebagai paradigma awal tidak mengakui
237
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
adanya eksistensi ‘Free Will’ dalam diri manusia sebagai objek ilmu sosial, dan karenanya pula
manusia dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, fenomenanya dapat dikuantifisir
untuk kepentingan analisis riset-riset ilmu sosial. Sejalan dengan berkembang dan diakuinya
tradisi via moderna tadi, di kalangan ilmuwanpun bermunculan perspektif-perspektif yang
berbeda, khususnya terkait dengan eksistensi ‘Free Will’ dalam diri manusia sebagai objek
ilmu sosial. Kalau ilmuwan yang berparadigma positivistik tidak mengakui eksistensi ‘Free
Will’ dalam diri manusia, maka sejumlah ilmuwan lain justru sebaliknya. Ilmuwan yang
demikian mengakui bahwa manusia sebagai objek ilmu sosial itu, memang memiliki ‘Free
Will’. Oleh karena itu menurut mereka, jika hendak mempelajari fenomena kemanusiaan itu,
faktor eksistensi ‘Free Will’ itu tidak bisa diabaikan sehubungan dengan faktor tersebut
fenomena kemanusiaan itu menjadi sangat dinamis. Dengan pemahaman yang demikian,
karenanya menurut perspektif ini dalam mempelajari fenomena manusia tidak bisa dilakukakan
dengan pendekatan kuantitatif karena dianggap tidak akan mampu menemui fenomena yang
sebenarnya dalam diri manusia. Melainkan menurut perspektif ini, fenomena kemanusiaan itu
harus dipelajari dengan pendekatan kualitatif. Terkait dengan pendekatan tersebut, maka untuk
memenuhi kepentingan tadi, bermunculanlah beragam paradigma penelitian baru. Diantaranya
berasal dari kalangan ilmuwan sosiologi dan antropologi. Dari kalangan ilmuwan sosiologi,
muncul paradigma penelitian konstruktivis. Dari kalangan ilmuwan antropologi, muncul
paradigma interpretif. Di lingkungan ilmuwan positivistik, juga berupaya mereformasi
paradigma mereka sejalan dengan kemunculan sejumlah paradigma tadi. Hanya saja, dalam
mereformasi paradigmanya mereka tetap pada prinsip semula, yakni manusia sebagai manusia
objek yang ’not free will’. Dengan prinsip ini, maka nuansa paradigma yang mereka ubah itu
tetap dalam nuansa positivistik, namun dengan nama berbeda, post positivistik. Hal ini
menyangkut bagaimana cara melakukan suatu penelitian.
Di sisi lain, sejalan dengan tradisi via moderna tadi, muncul juga beragam
perspektif/paradigma tentang bagaimana melahirkan teori, teori komunikasi misalnya. Dari
sini, sebagaimana dikatakan Craig1, teori komunikasi itu kemunculannya berasal dari tujuh
paradigma teori, meliputi paradigma, Rhetorical, Semiotic, Phenomenological, Cybernatic
Sociopsychological, Sociocultural, dan Critical. Dengan sejumlah paradigma dimaksud,
dengan sendirinya teori komunikasi yang ada saat inipun, kelahirannya berasal dari ketujuh
paradigma teori yang ada tadi. Karena itu, pemahaman aspek epistemologi dari beragam teori
komunikasi yang ada saat ini, dengan sendirinya harus dipenuhi oleh para pengguna teori
komunikasi demi menghindari mal praktek dalam riset-riset komunikasi.
Faktor pemahaman filosofis, dalam hal ini terutama menyangkut aspek epistemologi,
dalam telaah akademis kiranya menduduki posisi yang sangat strategis. Disebut strategis karena
ia berkaitan dengan benar tidaknya kebenaran ilmiah yang dicari dan akan diperoleh suatu
1
Craig , Robert T., and Heidi I. Muller, 2007, Theorizing Communication-Reading Across Traditions, Los Angeles ,
Sage, p.63.
238
EVOLUSI TEORI ….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
ilmu. Oleh karena itu, sudah seyogyanya setiap ilmuwan itu senantiasa berupaya memperbaiki
kebenaran yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam kaitan ini, misalnya alat-alat uji statistik
yang biasa dipakai ilmuwan yang terkelompok dalam paradigma positivistik dalam mencari
kebenaran ilmiahnya. Terkait dengan ini, maka kalau sebelumnya para peneliti cukup hanya
menggunakan ukuran normalitas data sebagai patokan untuk menggunakan jenis statistik
inferensial, maka dengan revisi para ahli statistik yang menunjukkan tidak cukup hanya dengan
ukuran normalitas data, melainkan juga harus dilengkapi dengan format kurtosis dalam kurva
data normal, dengan sendirinya secara epistemologis para peneliti harus mengikutinya demi
kebenaran ilmiah sejati.
Hal yang sama modusnya dengan contoh sebelumnya, juga terjadi pada upaya
menemui kebenaran ilmiah melalui pengembangan teori. Salah satu teori dimaksud yakni teori
yang secara filosofis dibangun berdasarkan asumsi positivistik dalam paradigma
Sociopsychological, yakni teori agenda setting. Menurut Littlejohn, semula teori ini (pada level
1) hanya terfokus pada masalah sensasi saja, yakni dalam konteks ’what to think’. Dalam
pengembangannya, kemudian berubah (level 2) ke arah fenomena konsep framing dan priming,
berubah dari sekedar ’what to think’ di kalangan pembaca menjadi ’how to think’. Teori lain
yang juga dibangun berdasarkan asumsi positivistik dalam paradigma Sociopsychological yang
diketahui turut juga merevisi dirinya demi kepentingan penemuan kebenaran ilmiah sejati, yaitu
Teori Ketergantungan Sistem Media atau Media System Dependency Theory (MSD) dari
Sandra J. Ball Rokeach. Dalam revisinya, teori ini akhirnya diketahui memang telah berubah
menjadi Teori Infrastruktur Komunikasi (Communication Infrastructure Theory). Terkait
dengan perubahan tersebut, artikel ini bermaksud akan membahas masalah perubahan itu.
Dalam pembahasannya, artikel ini akan terfokus pada beberapa hal, yakni meliputi : 1) Riwayat
Kemunculan Teori MSD; 2) Fase Perkembangan Teori MSD (Teori MSD di era 1970an; Teori
MSD di era 1980-an; Teori MSD di era 1990an); 3) Tantangan terhadap teori MSD: Kritik dan
Perubahan Waktu dan 4) Dari MSD Menuju Communication Infrastructure Theory (CIT).
Dalam upaya memaparkan pembahasan tersebut, tulisan ini mengacu pada artikel Sandra J.
Ball-Rokeach dan Joo Young Jung, sebagaimana disajikan dalam buku Robin L. Nabi & Mary
Beth Oliver, The SAGE Handbook of Media Processes and Effects, pada bab ke-35, halaman
531-543.
PEMBAHASAN
1. Riwayat Kemunculan Teori MSD
Pada akhir 1960an dan awal 1970-an, teori-teori efek media cenderung membahas
proses yang terjadi di tingkat makro (sosial atau budaya) dan juga mikro (individu). Teori
makro seperti Cultivation (Gerbner & Gross, 1976) dan Imperialisme Budaya (Schiller,
1973), cenderung menekankan kekuatan sistem produksi media yang membentuk keyakinan
serta perilaku orang. Dominasi teori mikro pada era tersebut, Uses and Gratifications (Katz,
Blumer &Guervitch, 1973-1974), cenderung menekankan kekuatan dari konsumen media
dalam memperlakukan pesan-pesan media. Positioning pada level makro menempatkan
media di posisi yang kuat dan audiens di posisi yang lemah. Sementara level mikro justru
kebalikannya, media lemah dan audiens kuat. Kedua level tersebut tidak cukup memadai
untuk menjelaskan efek media. Bukannya mengembangkan teori-teori yang menempatkan
239
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
240
EVOLUSI TEORI ….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
dengan media agar memperoleh pemahaman, orientasi dan pencapaian tujuan (Ball-
Rokeach, 1985). Orang akan menghubungkan dirinya dengan media ketika ingin
memahami dunia yang penuh dengan perubahan, konflik, ambigu, dan ancaman. Sistem
media adalah sistem informasi yang hakiki untuk memahami perang, perselisihan antar
masyarakat sipil, bentuk budaya yang muncul, kondisi ekonomi, dan segala sesuatu yang
diminati atau ingin diketahui oleh audiens. Walaupun tujuan serta prioritasnya dan
bentuk hubungan MSD setiap orang berbeda.
2. Fase Perkembangan Teori MSD
- Teori MSD di era 1970an
Formulasi MSD dipublikasikan pertama kali pada pertengahan 1970-an (Ball-
Rokeach & DeFleur, 1976). Pendapat klasik Emile Durkheim (1933/1964) menyebutkan
media massa memiliki peran yang penting terhadap perkembangan masyarakat modern.
Kita tidak dapat memahami efek media terhadap individu atau kelompok tanpa
memahami peran media dalam masyarakat. Peran yang dimaksud adalah peran
informasinya. Cara yang paling mudah dipahami dengan membayangkan kita bangun di
pagi hari dan menemukan semua media hilang. Pada akhir 1960-an dan 1970-an,
masyakarat berada pada masa di mana perubahan sosial terjadi begitu cepat, peran sosial
dari media begitu terasa. Hal ini dikarenakan tidak ada satupun orang atau sistem sosial
yang menganggap dunia yang mereka kenal kemarin adalah dunia yang ada saat ini. Hal
mendasar yang diperlukan untuk memahami dunia di sekeliling kita dan mengetahui
bagaimana perilaku kita dalam dunia tersebut yakni dengan memperbaharui pemahaman
kita melalui media yang dapat mengumpulkan, memproses dan menyebarkan informasi
berupa berita dan hiburan. Dengan demikian, proses efek media dimulai dari kendali
media terhadap sumber informasi yang jarang diperoleh serta bernilai, kemudian
mengumpulkannya, memprosesnya, serta menyebarkannya, agar dapat diakses demi
sistem sosial yang lebih besar, termasuk para audiens media, untuk mencapai tujuan
yang beragam.
Semakin eksklusif media mengendalikan sumber informasimya dan semakin
penting bagi media mengakses sumber informasi tersebut untuk mencapai tujuan
organisasinya, maka semakin terasa efek medianya. Baik efek kognitif, afektif serta
konatif (perilaku), bagi sistem sosial (Makro) maupun inidividu (mikro) ketika
bergantung kepada media untuk mencapai tujuannya. Sebagai contoh, kampanye pemilu
tidak mungkin terjadi tanpa akses kepada sumber-sumber media, dan hubungan
ketergantungan media dengan sistem politik, pemilih juga menggunakan media untuk
mengetahui segala informasi mengenai itu. Prosesnya tidaklah satu arah. Media juga
harus memiliki akses terhadap sumber yang dikendalikan oleh pihak lain untuk mencapai
tujuan ekonomi dan organisasinya. Akses terhadap sumber regulator dalam sistem politik
dan pendapatan dari iklan dalam sistem ekonomi, merupakan hal penting bagi
keberlangsungan media.
- Teori MSD di era 1980-an
Periode ini merupakan fase pengelaborasian konsep dan eksperimen empirik
awal. Hubungan ketergantungan sistem media secara individual dapat dikategorikan
menjadi empat, yaitu:
241
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
242
EVOLUSI TEORI ….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
informasi media bersifat ekslusif. Efek media akan semakin terasa ketika seseorang
secara ekslusif mengkonsumsi media, sehingga menjadi satu-satunya sistem
informasi yang bisa diakses; dibandingkan ketika memiliki pilihan lain dalam sumber
informasinya.
4. Hubungan Sistem Level Makro (hubungan ketergantungan struktural)
Interaksi antara keempat faktor di atas, yaitu lingkungan sosial, aktivitas
sistem media, jaringan interpersonal, dan karakter individual (lokasi struktural dan
tujuan personal) berperan dalam konteks makro dari hubungan ketergantungan
struktural antara media dan sistem sosial lainnya. Pada tataran inilah hubungan
MSD dari media dengan sistem politik, sosial, dan lainnya berperan dalam proses
efek. Hubungan ini berkaitan dengan proses produksi media, atau menentukan
konten media yang diproduksi dan tidak. Contohnya, ketika MUI mengeluarkan
fatwa bahwa gossip itu haram, maka program infotainment mengubah format
acaranya dan mengklaim bahwa isi acaranya merupakan fakta, bukan gosip.
- Teori MSD di era 1990an
Terdapat tiga uraian yang menjelaskan mengenai hal-hal yang terjadi dalam
teori MSD di tahun 1990an, yaitu :
1. Spesifikasi dimensi hubungan dalam MSD.
Dimensi atau karakteristik hubungan dalam MSD antara lain struktur,
intensitas, dan tujuan yang ingin dicapai. Struktur atau ukuran asimetri dalam
mengontrol besarnya ketergantungan akan sumberdaya adalah dengan melihatnya
sebagai variabel hanya pada level makro dan tidak mengalami perubahan di level
mikro (Ball-Rokeach, 1998,p.19). Oleh karena itu, hubungan antara media dengan
sistem sosial lainnya akan sangat bervariasi antara simetri dan asimetri, sementara
itu hubungan antara sistem media dengan individu sebagian besar adalah asimetri.
Struktur ketergantungan hubungan antara sistem media dan sistem politik
di USA adalah contoh sebuah hubungan makro yang simetrikal. Sistem politik tidak
akan terlaksana tanpa adanya akses ke sumberdaya yang terkait dengan sistem
media. Misalnya, pemilu tidak akan terlaksana. Sistem media juga tidak akan
terlaksana tanpa adanya jaminan peraturan yang dikontrol oleh sistem politik. Di
negara lain, hubungan antara media dengan sistem politik mungkin saja berbentuk
asimetrik. Hal ini dapat terjadi apabila sistem media dijalankan oleh pemerintah atau
terlaksana tanpa adanya perlindungan terhadap kebebasan pers (Halpern, 1994;
Pitts,2000).
Pada tahapan individual, atau level mikro, dimensi utama yang terkait
dengan ketergantungan hubungan yang beravariasi adalah intensitas dan tujuan yang
ingin dicapai. Intensitas merujuk kepada dua hal yakni pentingnya tujuan yang dapat
memotivasi hubungan MSD dan eksklusivitas sumber daya media dalam pencapaian
tujuan. Intensitas biasanya diukur dengan menanyakan kepada orang-orang tentang
bagaimana suatu medium dalam usaha mereka mencapai pemahaman, orientasi,
atau pencapaian tujuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah sejumlah tujuan yang
memotivasi suatu hubungan dalam MSD. Sebagai contoh, Loges (1994)
menemukan bahwa apabila seseorang merasa semakin terancam di lingkungan
243
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
mereka, maka semakin kuat hubungan MSDnya. Namun, dia tidak menemukan
bahwa tujuan yang ingin dicapai berimplikasi terhadap peningkatan hubungan MSD
masyarakat dengan persepsi mereka terhadap ancaman tersebut. Lingkup referensi
atau jumlah media yang berimplikasi dalam suatu ketergantungan hubungan, dan
lingkup sumberdaya, jumlah sumberdaya media informasi yang berimplikasi dalam
suatu hubungan, tidak termasuk di dalam diskusi ini sebab hal tersebut tidak
termasuk dalam tes yang empirik.
2. Pengembangan gagasan bahwa jaringan interpersonal dapat memiliki hubungan
MSD
Sejalan dengan perkembangan teori MSD, menjadi jelas bahwa sebuah
konsep yang lebih luas dari peranan jaringan interpersonal terkait dengan proses
efek telah muncul. Jaringan interpersonal tidak hanya bermain dalam sebuah aturan
yang ada dilingkup efek media saja, jaringan interpersonal juga dapat dikatakan
memiliki hubungan MSD sendiri. Sebagai contoh, kelompok akan mengalami
ambiguitas ketika mereka tidak memiliki sumber informasi yang mereka perlukan
untuk memahami konflik sosial, ancaman di lingkungan baru, dan perubahan sosial
yang cepat. Dalam keadaan ini, sistem media menjadi sebuah sumber informasi
yang disebarkan. Contoh lainnya krisis ekonomi yang mengancam, dimana sahabat,
keluarga, atau rekan kerja tidak mengetahui seberapa serius krisis tersebut dan tidak
tahu cara untuk meresponnya. Mereka yang berada dalam jaringan ini mengalami
hubungan MSD yang intens sebagai sebuah grup saat mereka saling berbagi
informasi yang mereka dapat dari media.
3. Penyatuan hubungan yang ekplisit antara produksi media dengan konsumsi media.
Berdasarkan pandangan poin-poin dari teori yang membentuknya, terjadi
penggabungan hubungan MSD di jaringan interpersonal ke dalam model di tingkat
meso antara hubungan MSD yang makro dan mikro. Dengan kata lain, hubungan
MSD di jaringan interpersonal merupakan tautan kritikal antara struktural, sistem
level hubungan MSD yang mempengaruhi proses produksi dan hubungan MSD
mikro yang mempengaruhi individu dalam mengkonsumsi pesan media. Hal ini
menjadi hubungan yang menengahi dan menjadi perantara yang memainkan peran
mendasar dalam proses efek.
Dengan melihatnya sebagai pencipta wacana dibandingkan sebagai
penyangga, jaringan interpersonal menawarkan akses menuju sumber sistem media,
namun hasil dari hubungan MSD tersebut tidak sepenuhnya dapat diprediksi.
Kondisi yang sama juga mempengaruhi intensitas dan tujuan yang ingin dicapai
hubungan MSD yang individual kemungkinan ingin mempengaruhi intensitas dan
tujuan yang ingin dicapai dari hubungan MSD dalam jaringan interpersonal; yaitu,
tingkatan dari ambiguitas dan ancaman, serta tingkat perubahan sosial dan konflik
sosial dalam lingkungan sosial. Agenda wacana dalam jaringan interpersonal
kemungkinan menjadi pengaruh oleh media pada saat terjadi ambiguitas, ancaman,
perubahan, dan konflik dibandingkan pada saat stabil dan terlindung dalam
lingkungan sosial.
244
EVOLUSI TEORI ….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
245
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
sensitif terhadap kebutuhan masyarakat yang juga berubah dari bentuk masyarakat modern
menjadi masyarakat global.
4. Dari MSD Menuju Communication Infrastructure Theory (CIT)
Bab ini dapat disimpulkan dengan sebuah tinjauan singkat dari sebuah teori yang
muncul pada pergantian abad ke 21 yakni Communication Infrastructure Theory (CIT).
Teori tersebut berakar pada teori MSD, namun membahas lebih mendalam, cakupannya
tidak secara nasional, dan tidak begitu terfokus pada media-sentris. Pergerakan dari teori
MSD ke CIT sebagai sebuah pergerakan dari suatu teori efek media menuju teori efek
komunikasi di mana media menjadi bagian dari sebuah sistem bercerita yang lebih besar.
Tujuan dari teori berubah, yang awalnya bertujuan untuk memahami efek media terhadap
media itu sendiri, akhirnya bertujuan untuk memahami bagaimana media dalam
penampilannya dengan agen komunikasi lainnya memiliki efek terhadap kualitas personal,
keluarga, dan kehidupan komunitas. Lebih lanjut, media dalam CIT lebih luas definisinya
jika dibandingkan dengan media dalam teori MSD. Media tidak hanya termasuk dalam arah
pemikiran media di level makro, namun juga termasuk dalam komunitas atau etnik media di
level meso, dalam posisinya sebagai teknologi komunikasi baru.
Infrastruktur komunikasi didefinisikan sebagai sebuah sistem bercerita yang
mengatur konteks aksi dalam komunikasinya (Ball-Rokeach et al., 2001). Media massa
termasuk dalam sistem ini, tetapi arah pemikiran media menduduki tempat terhormat dari
apa yang disebut dengan media geo-etnik dalam hal apa yang disebut dengan cerita dan
imajinasi audiens mereka. Arah pemikiran media menceritakan tentang unit geografi yang
besar dan imajinasi audiens mereka dianggap sebagai keseluruhan orang yang termasuk di
dalam unit tersebut. Media geo-etnik bisa berupa media tradisional atau media baru, tapi
yang terpenting adalah bahwa mereka langsung mengarah kepada sebuah grup etnik atau
sebuah komunitas lokal tertentu (Kim, Jung, & Ball-Rokeach, 2006). Dengan demikian,
media massa termasuk dalam bercerita di level makro, sedangkan media geo-etnik termasuk
dalam bercerita di level meso. Ditambahkan pula dalam hal ini bahwa jaringan interpersonal
termasuk dalam bercerita di level mikro sesuai dengan yang diceritakan tentang berbagi
kehidupan manusia dalam sebuah komunitas. Sifat dari pemikiran MSD yang ada diberbagai
level turut serta ada di media, dan aktor yang ada dalam jaringan interpersonal dalam
konsepsi ini merefleksikan sebuah sistem bercerita.
Jaringan bercerita terdiri dari dua aktor yang ada dalam level meso (media geo-etnik
dan komunitas yang terorganisasi), dan satu di level mikro (masyarakat), karena mereka
termasuk di dalam jaringan interpersonal. Fokus ekologikal dalam hubungan di teori MSD
membuatnya maju menuju CIT, kritik yang ada tertuju bukan pada aktivitas yang
memisahkan diantara mereka dalam proses bercerita, tetapi tertuju pada kekuatan hubungan
diantara mereka. Sebagai contoh, fokus awal pengaruh dalam CIT adalah tentang bagaimana
masyarakat yang kuat dengan masyarakat yang memiliki kaitan erat dengan komunitasnya
dapat dibayangkan dan dibentuk melalui komunikasi. Hipotesis dasarnya adalah ketika
masing-masing pihak yang bercerita meminta yang lain untuk menceritakan tentang
komunitasnya, masyarakat menjadi memiliki kaitan yang erat dengan komunitasnya karena
mereka dapat membayangkan diri mereka termasuk dalam komunitas tersebut (Ball-
Rokeach et al., 2001; Kim & Ball-Rokeach, 2006). Jika media geo-etnik menceritakan
246
EVOLUSI TEORI ….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
247
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
PENUTUP
Bagian wala tulisan ini, diawali dengan melihat bagaimana teori MSD memunculkan
isu-isu dan perdebatan di antara teori efek media yang tengah berlaku saat itu. Dalam diskusi
konteksual berikut, ditelaah tentang bagaimana perkembangan teori tersebut selama tiga dekade
(1970an, 1980an, dan 1990an) dengan mendiskusikan perubahan mendalam pada sistem media
yang mengharuskan ekspansi substansial dari teori MSD dalam teori CIT. Diskusi ini dapat
menyimpulkan bahwa teori efek media adalah tantangan untuk beradaptasi dengan media yang
semakin berkembang dan dengan dunia komunikasi. Dalam pandangan kita, tidak cukup untuk
menggunakan teori yang sama dengan yang diterapkan di dunia media pada masa 1970-an
untuk dunia media di abad XXI. Kita berada dalam situasi yang paralel pada jurnalisme dan
jurnalistik. Jurnalisme berada dalam suatu situasi yang kacau, berada di tengah arus dalam
proses perubahan yang menantang pemahaman umum tentang bagaimana jurnalisme
dipraktekkan dan budaya yang mengarahkan praktek tersebut. Ini bukan berarti mengatakan
bahwa kita membuang teori yang kita bentuk ke luar dari jendela, yang memungkinkan kita
untuk dapat bertahan dalam dunia media yang berubah. Hal ini untuk mengatakan bahwa
seperti halnya teori MSD yang berevolusi menjadi CIT, teori yang kita bentuk hendaknya juga
merefleksikan perubahan fenomena yang terjadi dalam produksi dan konsumsi media.
Daftar Pustaka
248
EVOLUSI TEORI ….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
Loges, W.E. 1994. Canaries in the coal mine: Perception of threat an dmedia system
dependency relations. Communication Research, 21 (1).
Pitts, G. 2000. Democracy and press freedom in Zambia: Attitudeof members of Parliement
toward media and media regulation. Communication Law and Policy, 5 (2).
Perloff, R. M. 2007. The dynamics of persuation: Communication and attitudes in the 21st
century (3rd.). Hillsdale, NJ: Erlbaum
Robin L. Nabi & Mary Beth Oliver, The SAGE Handbook of Media Processes and Effects, p
Rubin dan Windahal (1986). The uses and dependency model of mass communication. Critical
Studies in Mass Communication , 3 (2).
Schiller, H.J. 1973. Communication and Cultural domination. White Plains, NY: International
Arts and Sciences Press.
Singhal & Rogers. 2002. A theoretical agenda for entertainment education. Communication
Theory, 12 (2).
249
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA EVOLUSI TEORI …..
Vol. 15 No. 2 (Juli – Desember 2011)
2
http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Interpersonal%20Communication%20and%20Rel
ations/Social_cognitive_theory.doc
250