Anda di halaman 1dari 11

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

Utilization Of Fiber And Shell Particles Palm Oil As Substitute Materials In


Producing Eternite Ceiling

Dwi Kurniawan S.1) , Tarkono 2), dan Harnowo Supriadi 2)


1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Lampung
2)
Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Lampung
Jln. Prof.Sumantri Brojonegoro No. 1 Gedung H FT Lt. 2 Bandar Lampung
Telp. (0721) 3555519, Fax. (0721) 704947
Email : dwikurniawan807@gmail.com

Abstract

Assessment of science and technology in the field of materials engineering and the development
of environmental issues require new breakthroughs in the provision of high quality materials and
environmentally friendly. Nonmetallic materials Composite especially natural fibers that are more
lightweight, malleable, corrosion resistance, low price and easy to obtain. research purposes to
determine the mechanical properties of composite fiber and palm shell particles by measuring
tensile strength, hardness and bending.
In this study, the materials used are such as cement, fiber and oil palm’s shell, and using tools
such as mold, ruler, sieve, balance sheets, and others. Composite fibers arranged randomly on the
variation of particle mass fraction of 40% coconut oil, 35% of particles and 5% palm fiber, 30%
particles and 10% fiber and 25% palm oil and 15% of particles of oil palm fiber. Pull Testing was
conducted with reference to DIN 50 125, flexure testing with standard DIN 1101. Both tensile
testing and flexural testing were conducted to determine the mechanical properties of the
composite. The highest value of flexure test result is in the composite content of 25% particles and
15% fiber particles is equal to 2:44 N/mm2 and the lowest value of bending test result is the
composite content of particles 40% of palm oil is equal to 1365 N/mm2. While for the tensile test
results, the highest value is in the composite content of 30% and 10% of particles of oil palm fiber
at 0.479 N/mm2, and for the lowest drag value is on the particle content of 35% composite and
5% palm fiber at 0.15 N/mm2 . As for the highest value in hardness test is in the composite content
of 30% and 10% of particles Fiber HRH palm of 36.5, and the lowest value is 26.5% HRH the
composite contains of 35% particle and 5% palm fiber.

Keywords: Composite, fiber and palm shell particles, mechanical strength, tensile test, hardness
test and bending test

tanaman tersebut dapat berbuah dan


menghasilkan minyak. Maka pada tahun 1911
LATAR BELAKANG tanaman ini dikembangkan di berbagai daerah
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis seperti di Sumatra Utara dan Aceh.
jacq) merupakan salah satu jenis tanaman Limbah padat yang berasal dari proses
palma penghasil minyak nabati yang dapat pengolahan berupa cangkang atau tempurung,
dimakan. Kelapa sawit pertama kali serabut atau serat, dan bungkil Limbah padat
diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah yang berasal dari pengolahan limbah cair
kolonial belanda pada tahun 1848. Saat itu ada berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil
empat bibit kelapa sawit yang di bawa dari pengolahan air limbah (Rohmadi, 2006).
Mauritius dan Amsterdam yang awalnya Sekitar tahun 80-an bahan asbes biasanya
ditanam di Kebun Raya Bogor. Ketika itu sangat akrab digunakan sebagai penutup atap
tanaman kelapa sawit hanya dikenal sebagai dan plafon rumah. Selain harga dan
tanaman hias, dan lima tahun kemudian pemasangannya mudah karena asbes memiliki

41
Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

bobot yang ringan. Asbes dapat digolongkan cukup baik, mudah di lapisi (cat, kertas dekor,
menjadi dua bagian. Pertama golongan dan sebagainya), memiliki kestabilan dimensi
serpentine (krisotil yang merupakan hidroksida yang cukup baik. (Dumanauw, J.F,. 1993).
magnesium silikat) dan golongan kedua
amphibole dari mineral-mineral pembentuk
batuan, termasuk : actinolite, amosite (asbes TINJAUAN PUSTAKA
coklat, cummingtonite, grunnerite), Makin meningkatnya kebutuhan
anthophyllite, chrysotile (asbes putih), perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan
crocidolite (asbes biru) dan tremolit. Asbes akan bahan bangunan semakin meningkat pula.
memiliki sifat tahan asam, relatif sukar larut, Seperti kita ketahui bersama, bahan yang
daya regang tinggi, serat asbes bersifat tahan digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-
panas dapat mencapai 800 °C, fleksibel, tidak bahan atap, dinding dan lantai. Saat ini bahan-
menguap, mampu meredam suara, tidak mudah bahan bangunan yang terbuat dari semen
dihancurkan di alam yang biasa digunakan seperti genteng beton, conblock dan paving
untuk mobil, kompor, atap rumah, plafon, block sudah banyak digunakan oleh
pelapis dan kabel listrik panas, kedap suara dan masyarakat luas. Saat ini yang menjadi
kedap air, asbes sering juga digunakan pada permasalahan adalah bagaimana kita dapat
isolating pipa pemanas dan juga untuk panel membuat bahan-bahan tersebut dengan harga
akustik (Abraham JL, 1994; WHO, 1995) yang tergolong relatif tanpa mengurangi
Serat-serat asbes mudah sekali terlepas mutunya. Untuk menjawab permasalahan
dari ikatannya dan membentuk serat-serat tersebut di atas, maka Puslitbang Permukiman
mikroskopis jika terhisap, asbes mengandung sejak tahun 1972 telah meneliti dan
debu yang dapat dihirup oleh manusia dan mengembangkan pemanfaatan bahan limbah
debu-debu asbes ini merupakan partikel yang untuk bahan bangunan dengan tujuan
beterbangan di udara dan debu asbes ini menunjang pengadaan bahan bangunan,
dengan ukuran diameter kurang dari 3 μm menunjang program pemerintah dalam usaha
dengan panjang 3 kali diameter akan dapat memenuhi kebutuhan komponen bahan
mudah terhirup. Debu asbes akan merusak bangunan, kemungkinan berdirinya usaha kecil
DNA dari sel lubang paru (mesothelium) serat yang memproduksi komponen bangunan,
asbes mengendap atau menusuk sel paru-paru memberikan nilai tambah bagi pengelola
tidak bisa diurai dan dikeluarkan lagi oleh limbah, ikut mengatasi problem industri dan
tubuh akibatnya kontrol pertumbuhan sel terciptanya lapangan kerja baru (Husin, 2002).
terganggu sehingga menyebabkan penebalan Eternit merupakan produk bahan
atau pembengkakan pleura (selaput yang bangunan dibuat dari campuran semen dengan
melapisi paru-paru) dan dikenal dengan tepung batu gamping atau asbes yang
penyakit Asbestosis (Roggli VL, 1994). digunakan sebagai langit-langit rumah. Contoh
Bahan asbes ini di beberapa negara sudah produk plafon penelitian dapat dilihat pada
dilarang penggunaannya seperti di China, gambar 1.
Amerika Serikat, Columbia dan negara-negara
maju lainnya. Hal ini disebabkan karena bahan
ini dapat menyebabkan resiko penyakit kanker
bagi para pekerja dan pemakainya (Jacko,
2003).
Penelitian tentang pembuatan plafon
eternite menggunakan bahan tambahan berupa
serat dan partikel tempurung kelapa sawit
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kekurangan dari bahan ini seperti rentannya
terhadap resiko api, kelebihan dari bahan ini
adalah seperti sistem pengerjaan yang cukup
mudah, merupakan bahan konstruksi yang
cukup kuat, merupakan isolasi panas yang Gambar 1. Produk plafon penelitian

42
JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

Eternit dikenal juga dengan sebutan Dari bentuk jadinya, komposit dapat
plasterboard. Eternit dapat dicetak sesuai dikelompokkan menjadi 4 bagian
dengan motif yang dibuat, sehingga akan (Gürdal,1999), lebih jelasnya dapat dilihat
tampak lebih menarik. Sebagai langit-langit pada gambar 2, yaitu :
rumah selain eternit/asbes, juga digunakan
gypsum dan triplek. Dibandingkan dengan 1. Komposit Partikel
gypsum dan triplek, harga eternit/asbes jauh Komposit ini dibentuk oleh partikel-
lebih murah sehingga banyak digunakan partikel kecil/serbuk sebagai penguat yang
terutama untuk perumahan sederhana, letaknya tidak beraturan di dalam sebuah
sedangkan gypsum dan triplek lebih banyak matriks. Komposit partikel yang paling
digunakan pada perumahan mewah. sering digunakan adalah beton, dimana
Proses pembuatan eternit relatif mudah kerikil sebagai penguat dicampur dengan
untuk dilakukan dan tidak memerlukan semen.
persyaratan khusus lokasi. Tenaga kerja yang
dibutuhkanpun tidak memerlukan
spesifikasi/keahlian khusus. Karena itu usaha
pembuatan eternit hampir merata dapat
dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang
memiliki sumber bahan baku batu
gamping/asbes.
Komposit merupakan bahan yang terdiri
dari dua atau lebih bahan terpisah yang
digabungkan secara makroskopis (Gibson, Gambar 2. Jenis-jenis komposit
1994). Termasuk dalam kelompok ini bahan
yang diberi lapisan, bahan yang diperkuat dan 2. Komposit Serpihan (Flake Composites)
kombinasi bahan lain yang memanfaatkan sifat Sesuai dengan namanya, komposit ini
khusus dari beberapa bahan yang ada. Material dibuat dengan cara mencampurkan flakes
komposit merupakan gabungan dari bahan atau serpihan-serpihan tipis ke dalam
penguat dan bahan pengikat atau matriks bahan matriksnya. Walaupun biasanya
(Vlack, 1994). letak serpihan tersebut secara acak, namun
Secara umum definisi daripada komposit penyebaran serpihan/flakes di dalam
adalah bahan yang terbuat dari bagian-bagian matriks dapat juga dibuat secara beraturan
atau material yang berbeda. Komposit terdiri satu sama lainnya. Contoh serpihan yang
dari dua bahan penyusun, yaitu bahan utama sering digunakan adalah mika, logam, dan
sebagai bahan pengikat dan bahan pendukung karbon.
sebagai penguat. Bahan utama membentuk 3. Komposit Serat (Fibrous Composites)
matrik dimana bahan penguat ditanamkan di Merupakan jenis komposit yang hanya
dalamnya. Bahan penguat dapat berbentuk terdiri dari satu lamina atau satu lapisan
serat, partikel, serpihan atau juga dapat yang menggunakan penguat berupa
berbentuk yang lain (Gurdal, 1999). serat/fiber. Serat yang digunakan bisa
Pada umumnya sifat-sifat komposit berupa glass fibres, carbon fibres, aramid
ditentukan oleh beberapa faktor (Groover, fîhres (poly aramide), dan sebagainya.
1996) antara lain : Fiber ini bisa disusun secara acak maupun
1. Jenis bahan-bahan penyusun. dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga
2. Bentuk geometris dan struktur bahan- dalam bentuk yang lebih kompleks seperti
bahan penyusun. anyaman. Ketika komposit mengalami
3. Rasio perbandingan bahan-bahan beban berlebihan, bahan matriks yang
penyusun. mengikat serat berfungsi sebagai agen
4. Daya lekat antara bahan-bahan yang mendistribusikan kembali beban dari
penyusun. serat yang patah ke serat selanjutnya.
5. Orientasi bahan penguat. 4. Komposit Laminat
6. Proses pembuatan. Merupakan jenis komposit yang terdiri

43
Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

dari dua lapis atau lebih yang digabung portland merupakan bahan ikat yang penting
menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki dan banyak di pakai dalam pembangunan fisik.
karakteristik sendiri. Pada komposit Semen portland memiliki beberapa
laminat, bahan penguat disusun secara kandungan yaitu kapur, silika dan alumina.
beraturan dengan berlapis-lapis dan setiap Ketiga bahan dasar tersebut dicampur dan
lapisan disusun berlawanan arah. dibakar dengan suhu 1550˚ dan menjadi
Penyebaran penguat pada dasarnya klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan dan
memanjang dan melebar dalam arah dua dihaluskan sampai halus seperti bubuk.
dimensi. Komposit ini juga dapat dibentuk Biasanya lalu ditambahkan gipsum kira-kira 2
dari gabungan komposit itu sendiri. % sampai 4 % sebagai bahan pengontrol waktu
pengikatan. Bahan tambah lain kadang-kadang
Kelapa sawit adalah tumbuhan industri di tambahkan pula untuk mementuk semen
penting penghasil minyak masak, minyak yang cepat pengeras.
industri, maupun bahan bakar (biodiesel).
Perkebunannya menghasilkan keuntungan Semen portland memiliki beberapa unsur
besar sehingga banyak hutan dan perkebunan yang paling penting. Unsur tersebut ialah:
lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa 1. Trikalsium silikat (3CaO.SiO2) atau C3S
sawit. Indonesia adalah penghasil minyak 2. Dikalisium silikat (2 CaO.SiO2) atau C2S
kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia,
namun proyeksi ke depan memperkirakan 3. Trikalsuium Aluminat (3 CaO, Al2O3)
bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan atau C3A
menempati posisi pertama (Sunarko, 2007). 4. Tetrakalsium Aluminoferit
Serat TKKS masih mengandung banyak (4CaO.Al2O3Fe2O3) atau C4AF
minyak dan kontaminan. Minyak dan
kontaminan tersebut dapat mengurangi daya Dua unsur yang pertama (1 dan 2)
rekat antara serat dengan matrik dalam biasanya merupakan 70% sampai 80% dari
komposit. Oleh karenanya harus dibersihkan semen sehingga merupakan bagian yang paling
dahulu. Pembersihan bisa dengan air maupun dominan dalam memberikan sifat semen. Bila
dengan perlakuan alkali. semen terkena air, C3S segera mulai
Selain itu, kandungan air dalam serat harus berhidrasi, dan menghasilkan panas. Selain itu
dikurangi. Hal ini dikarenakan air dapat juga berpengaruh besar dalam pengerasan
menggembungkan matrik dan menyebabkan semen, terutama sebelum mencapai umur 14
tegangan dalam antara serat dengan matrik. hari. Sebaliknya, C2S bereaksi dengan air lebih
Hal itu dapat menyebabkan retak pada matrik lambat sehingga berpengaruh terhadap
dan/atau delaminasi pada antar muka marik- pengerasan semen setelah berumur lebih dari 7
serat (interface).
hari. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan
Pengeringan alami tanpa sinar matahari
mampu mengeringkan serat hingga kadar air terhadap serangan kimia dan juga mengurangi
sekitar 12% . besar susutan pengeringan.
Cangkang merupakan bagian paling keras Unsur C3A berhidrasi secara exothermic
pada komponen yang terdapat pada kelapa dan bereaksi sangat cepat memberikan
sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di kekuatan sesudah 24 jam. Semen yang
berbagai industri pengolahan minyak CPO mengandung unsur ini lebih dari 10% akan
belum begitu maksimal. Ditinjau dari kurang tahan terhadap serangan asam sulfat.
karakteristik bahan baku, jika dibandingkan Oleh karena itu semen tahan sulfat tidak boleh
dengan tempurung kelapa, tempurung kelapa mengandung unsur C3A terlalu banyak
sawit memiliki banyak kemiripan.
(maksimum 5%). Semen yang terkena asam
Semen portland ialah semen hidrolis yang
sulfat (SO4) didalam air atau tanah disebabkan
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker
yang terutama terdiri dari silikat-silikat karena keluarnya C3A yang bereaksi dengan
kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sulfat, dan mengembang sehingga terjadi retak-
sebagai bahan tambahan (PUBI, 1982). Semen retak pada beton.

44
JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

Sesuai dengan tujuan pemakaiannya yang digunakan dalam menentukan kekuatan


semen portland dibagi menjadi 5 jenis bahan. Secara skematik basil pengujian tarik
klasifikasi, diantaranya ialah: dapat digambarkan dalam kurva tegangan-
1. Jenis 1 : semen portland untuk regangan seperti pada gambar 15. Parameter-
penggunaan umum yang parameter yang digunakan untuk
tidak memerlukan menggambarkan kurva tegangan-regangan
persyaratan-persyaratan spesimen uji adalah kekuatan tarik, kekuatan
khusus seperti yang luluh, persen perpanjangan dan pengurangan
disyaratkan pada jenis-jenis luas (Timings, 1998)
lain Kekerasan merupakan kemampuan suatu
2. Jenis II : semen portland yang dalam material untuk bertaban dari proses abrasi
penggunaannya memerlukan (gesekan) atau tekanan ke dalam (indentasi)
ketahanan terhadap sulfat dan oleh benda keras lain (Timings, 1998).
panas hidrasi sedang Pengujian yang paling banyak digunakan
3. Jenis III : semen portland yang dalam adalah dengan menekankan benda yang keras
penggunaannya menuntut kepada spesimen dengan menggunakan beban
persyaratan kekuatan awal standar, dan besar dari indentasi (baik itu area
yang tinggi ataupun kedalaman) digunakan sebagai ukuran
4. Jenis IV : semen portland yang dalam kekerasan material tersebut. Selanjutnya ada
penggunaannya menuntut cara lain dengan menjatuhkan bola dengan
persyaratan panas hidrasi ukuran tertentu dari ketinggian tertentu di atas
yang rendah spesimen dan diperoleh tinggi pantulannya.
5. Jenis V : semen portland yang dalam Pada pengujian Brinell, penekannya dibuat dari
penggunaannya menuntut bola baja berukuran besar dengan beban besar,
persyaratan sangat tahan sehingga bahan lunak atau keras sekali tidak
terhadap sulfat dapat diukur kekerasannya. Pengujian
Kekuatan diartikan sebagai kemampuan kekerasan Rockwell cocok untuk semua
suatu material untuk bertahan dati gaya yang material yang keras dan yang lunak,
diberikan tanpa mengalami patah. Uji tarik penggunaannya yang sederhana dan
merupakan pengujian yang bertujuan untuk penekanannya dapat dengan leluasa sehingga
mengetahui kekuatan suatu bahan berdasarkan banyak digunakan sebagai pengujian untuk
ketahanan suatu material terhadap beban tarik kontrol kualitas (Quality Control) dalam
yang diberikan secara aksial (Timings, 1998). industri (Surdia, 1999).
Dalam pengujian, spesimen uji dibebani Kuat lentur adalah hasil bagi momen
dengan kenaikan beban perlahan-lahan hingga lentur terbesar dan momen perlawanan, yang
spesimen uji tersebut patah, kemudian sifat terjadi pada beban lentur maksimum (beban
tegangan tariknya dapat dihitung dengan patahnya benda uji), kekuatan lentur atau
persamaan: tegangan lentur dapat diperoleh dengan rumus :

Dimana :
Dimana : = Tegangan tarik maksimum
P = Beban maksimum
= Luas penampang awal spesimen
uji
Maka :
Tegangan tarik maksimum (ultimate
tensile strength) adalah beban maksimum
dibagi luas penampang lintang awal benda uji. Dengan : P = Beban (Kg)
Tegangan ini merupakan parameter utama L = Jarak tumpuan, (cm)

45
Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

b = Lebar benda coba,(cm) l60x30x5mm (panjang,lebar,tebal) dan untuk


h = Tebal benda coba, (cm) uji kekerasan 60x20x15mm.
Sedangkan untuk Uji lentur memiliki
Hasil penelitian Joseph juga diperkuat oleh standar kuat lentur DIN-1101 yaitu memiiki
penelitian yang dilakukan Jamasri mengenai ukuran 200x200x10 mm (panjang, lebar,
komposit serat kenaf. Jamasri mengatakan Tebal). Desain cetakan untuk uji kekerasan
bahwa perlakuan alkali 5% NaOH bertujuan ditunjukkan pada Gambar 3 dan untuk uji tarik
untuk membersihkan lignin dan kotoran ditunjukkan pada Gambar 4 serta Gambar 5
lainnya yang dapat diamati dengan SEM untuk Uji Lentur.
(Scanning Electron Microscope). Hasil
Pengamatan SEM menunjukkan bahwa serat
yang dilakukan perlakuan alkali mengalami

23
peningkatan kristanilitas, yang disebabkan
oleh hilangnya lignin, lapisan lilin, dan kotoran 63
lainnya pada permukaan serat. Penampang
komposit serat dengan perlakuan NaOH tidak (a) Tampak Atas
menunjukkan fiber pull out. Hal ini
mengindikasikan ikatan interface serat dan

18
matrik sangat kuat.
Lama waktu perendaman larutan alkali 63
juga berpengaruh terhadap kekuatan komposit
yang dihasilkan. Penelitian oleh Jamasri (b) Tampak Depan
memberi kesimpulan bahwa komposit yang
memiliki kekuatan tarik tertinggi adalah Gambar 3. Cetakan spesimen uji kekerasan.
komposit yang diperkuat serat perlakuan 2 jam.
Namun, perlakuan serat yang terlalu lama
dapat menyebabkan rusaknya permukaan serat
itu sendiri. Akibatnya, komposit dengan
perlakuan serat selama 4, 6 dan 8 jam memiliki
kekuatan tarik yang lebih rendah.
60
METODE PENELITIAN 8
(a) Tampak atas
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Semen (portland cement), sebagai
matriks dalam komposit
2. Powder marmer. sebagai bahan
pendukung dalam komposit.
3. Powder tempurung kelapa sawit, sebagai
bahan penguat dalam komposit.
4. Air, sebagai pelarut matriks dalam (b) Tampak depan
komposit.
Bahan yang digunakan untuk cetakan ini Gambar 4. Cetakan spesimen Uji Tarik
adalah pelat seng, hal tersebut dikarenakan
hasil cetakan tidak melekat pada pelat serta
kemudahan dalam proses pembentukannya.
Cetakan spesimen dibuat dalam satu cetakan
kemudian dipotong dan dibentuk sesuai
ukuran. Geometri fisik untuk spesimen uji tarik
(sesuai standar DIN 50125) adalah

46
JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

yang telah dihancurkan kemudian diayak


menggunakan ayakan. Ukuran dari mesh
yang tersedia. Ukuran mesh yang
digunakan adalah sebesar 100 mesh atau
149 mikronmeter.

Proses pembuatan spesimen dilakukan dengan


tahapan sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan/cetakan

203
Untuk satu adukan diperlukan bahan mill
sebanyak 5,2 kg, semen sebanyak 1 kg dan
serat dan partikel sebanyak 0,2 kg.
Penyiapan cetakan dilakukan dengan
mengolesi cetakan dengan oli bekas dan
minyak tanah. Pengolesan ini dilakukan
agar adonan tidak lengket dan mudah
melepaskan hasil cetakan dari cetakannya.
  b. Pencampuran/pengadukan
203
  Pencampuran bahan (mill, semen dan serat
dan partikel) dilakukan dalam dua tahap
(a) Tampak Atas yaitu secara kering dan secara basah.
Bahan terlebih dahulu dicampur secara
kering sampai merata kemudian di tambah
203 air secukupnya sampai adonan lengket,
13

dan tidak mudah putus pada waktu


(b) Tampak depan diratakan.
c. Pencetakan
Gambar 5. Spesimen Uji Lentur
Pencetakan dilakukan di atas cetakan yang
sudah disiapkan di atas meja. Proses
Pembuatan komposit : pencetakan diawali dengan meratakan
a. Persiapan matriks adonan di atas cetakan. Setelah adonan
Untuk pembuatan matriks dilakukan rata di atas cetakan kemudian dilapisi
dengan mencampurkan semen (portland dengan karung goni, dan di atas karung
cement) dengan powder marmer serta goni dilapisi kembali dengan karpet
ditambahkan dengan air secukupnya. bantalan. Selanjutnya dipres dengan
b. Persiapan Bahan Penguat menggunakan silinder.
Bahan penguat yang digunakan adalah d. Pengerasan
serat kelapa sawit dan tempurung kelapa Proses pengerasan awal dilakukan dengan
sawit limbah. Untuk serat kelapa sawit, meletakkan eternit hasil cetakan ke atas
serat tersebut direndam dengan larutan lengser. Pengerasan di atas lengser ini
NaOH dengan kadar 5%, larutan ini dilakukan dengan cara ditumpuk selama
digunakan untuk menghilangkan kotoran satu hari, dan dilakukan penyiraman
yang melekat pada serat. Setelah direndam dengan air sebanyak 3 kali. Eternit
dengan larutan tersebut, kemudian serat kemudian dikeluarkan dari lengser. Proses
dijemur hingga kering. Sedangkan untuk selanjutnya dilakukan pengerasan lanjutan,
tempurung kelapa sawit, tempurung dengan cara disiram dengan air sebanyak 3
tersebut sebelumnya dihancurkan dengan kali sehari selama 3 sampai 4 hari.
palu dan tabung cetakan beton hingga
menjadi partikel kecil. Kemudian partikel Dari pengujian tarik maka akan didapatkan
tersebut dihaluskan dengan menggunakan grafik hubungan antara tegangan dan
milling. Untuk mendapatkan partikel regangan, dan dari grafik tersebut akan
dengan ukuran tertentu maka tempurung diketahui berapa kekuatan tarik
maksimumnya. Selanjutnya dibuat grafik

47
Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

perbandingan antara kekuatan dengan mesh. Dari hasil uji tarik yang diperoleh, nilai
Untuk pengujian kekerasan dengan terbesar yang dihasilkan ialah pada konsentrasi
menggunakan Rockwell maka langsung partikel 30% dan serat 10 % sebesar 0,479
didapatkan nilai kekerasannya, yang N/mm2 dan hasil yang terendah terletak pada
kemudian akan dibuat grafik untuk konsentrasi partikel 35% dan serat 5% yaitu
membandingkan antara nilai kekerasan setiap sebesar 0,15 N/mm2. Perubahan perbandingan
spesimen dengan mesh. nilai kuat tarik berdasarkan fraksi massa
Uji kuat lentur merupakan salah satu cara tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor
pengujian yang digunakan untuk menentukan yaitu:
seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon.
Dilakukan dengan alat uji manual yaitu dengan a. Sifat agregat
memberi pemberat sebagai beban. Dalam Sifat agregat yang paling berpengaruh
pengujian kuat lentur ini plafon yang terhadap kekuatan eternit adalah ukuran
digunakan sebanyak 3 sampel untuk setiap partikel yang tidak seragam, Pada agregat
variasi. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas) dengan ukuran tersebut akan terjadi ikatan
produk plafon bangunan yang dihasilkan yang bervariasi antara pasta semen dengan
diperlukan untuk menunjang kualitas produk agregat tersebut. Pada agregat berukuran besar
komposit geopolimer berupa plafon bangunan luas permukaanya menjadi lebih sempit
yang dihasilkan. Proses uji dan analisis sehingga lekatan dengan pasta semen menjadi
karakteristik mekaniknya (kuat lentur) dalam berkurang.
keadaan kering. Hasil pengujian karakteristik Agregat diatas yang dimaksudkan ialah
mekanik dalam keadaan kering tersebut partikel tempurung kelapa sawit yang memiliki
dibandingkan dengan hasil pengujian ukuran ≥ 100 mesh. Untuk komposit partikel
karakteristik mekanik dari produk yang ada tempurung kelapa sawit 40 % memiliki nilai
dipasaran dengan melihat pada standar atau kuat tarik 0,207 N/mm2 yang lebih besar
peraturan tentang plafon. dibandingkan dengan komposit partikel 35%
dan serat kelapa sawit 5% yang hanya 0,15
N/mm2. Hal ini disebabkan oleh proses
HASIL DAN PEMBAHASAN pencampuran partikel dengan serat membuat
Hasil yang didapat untuk nilai uji tarik gaya ikatan tersebut menjadi menurun.
komposit partikel 40% memiliki nilai rata-rata Penurunan gaya ikatan itu terjadi karena proses
sebesar 0.207 N/mm², komposit partikel 35% pertemuan partikel yang memiliki massa yang
dan serat 5% memiliki nilai rata-rata sebesar lebih besar dengan serat yang memiliki massa
0.15 N/mm², komposit partikel 30% dan serat sedikit serta sifat serat yang memiliki
10% memiliki nilai rata-rata sebesar 0.479 permukaan yang halus.
N/mm², komposit partikel 25% dan serat 15%
memiliki nilai rata-rata sebesar 0.328 N/mm². a. Bertambahnya persentase massa serat
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada kelapa sawit 
grafik dibawah ini. Bertambahnya persentase massa serat
kelapa sawit menyebabkan semakin banyaknya serat
yang terikat oleh matriks sehingga dapat
menambah atau menahan beban yang diberikan.
Kemudian dengan bertambahnya jumlah serat yang
tersusun secara acak berarti peluang menahan gaya
yang bersifat transversal maupun longitudinal
adalah sama. Serta dengan bertambahnya serat kelapa
sawit berarti bebannya dapat terdistribusi secara
merata. Kemudian ikatan antara matriks dengan
penguatnya (serat kelapa sawit) dapat seimbang,
maksudnya ikatan partikelnya dapat sempurna atau
Gambar 6. Nilai kuat tarik Eternit berbahan sifat adesifnya semakin kuat (Gibson, 1994).
penguat partikel dan serat
Proses terjadinya penambahan persentase jumlah

48
JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

serat dalam komposit dapat menjadi meningkat, hal ini partikel 30% dan serat 10% sebesar 36,5 HRH
dapat dilihat pada gambar diatas untuk komposit dengan dan nilai kekerasan terendah terletak pada
campuran partikel 30% dan serat 10% memiliki nilai konsentrasi komposit partikel 35% dan serat
yang tertinggi yaitu sebesar 0,479 N/mm2. Namun, 5% yaitu sebesar 26,5 HRH. Faktor yang
apabila persentase jumlah massa serat yang berlebihan mempengaruhi nilai kekerasan hampir sama
menyebabkan nilai kuat tarik tersebut menjadi menurun, dengan faktor yang mempengaruhi nilai kuat
hal itu dapat ditunjukkan pada komposit partikel 35% dan tarik. Namun untuk konsentrasi partikel 35%
serat 5% yaitu sebesar 0,328 N/mm2. Penurunan itu dan serat 5% memiliki nilai terendah karena
terjadi karena ikatan antara matriks dengan penguat faktor itu disebabkan oleh sifat bahan yang
tersebut menjadi berkurang karena gaya ikat semen mudah hancur, dikarenakan kurangnya serat
dengan penguat hanya mampu mencapai batas menyebabkan gaya longitudinal untuk
maksimum pada campuran komposit partikel 30% dan menahan kekuatan tekan dalam spesimen
serat 10% tersebut menjadi berkurang. Sedangkan pada
konsentrasi partikel 30% dan serat 10%
c. Kesalahan Manusia (Human Error) memiliki nilai kekerasan yang tertinggi, hal ini
Karena proses pembuatan plafon eternit di sebabkan oleh cukupnya ukuran massa serat
dilakukan secara manual, maka faktor yang untuk mengikat dalam komposit dan mampu
mempengaruhi dari hasil uji di atas adalah menahan beban tekan yang maksimum
kesalahan manusia itu sendiri. Kesalahan sehingga membuat nilai kekerasan menjadi
manusia dalam proses pembuatan plafon meningkat. Karena serat tersebut tersusun
eternit sering terjadi, hal ini di karenakan secara acak maka bahan tersebut
dalam proses perlakuan atau pembuatan plafon memungkinkan untuk dapat menahan gaya
eternit di lakukan dengan manual, dari proses yang bersifat transversal maupun longitudinal.
pencampuran bahan, proses pengadukan Namun ukuran serat yang berlebihan dapat
hingga ke proses pencetakan. menyebabkan nilai kekerasannya menurun, hal
Untuk hasil nilai uji kekerasan komposit ini dapat dilihat pada konsentrasi partikel 35%
partikel 40% memiliki nilai rata-rata sebesar 28 dan serat 5%. Hal ini dapat terjadi karena
HRH, komposit partikel dan serat 35% dan ikatan antara pasta semen dengan serat, jika
serat 5% memiliki nilai rata-rata sebesar 26,5 melebihi ukuran maksimumnya maka
HRH, komposit partikel 30% dan serat 10% kekuatannya akan berkurang, serat yang
memiliki nilai rata-rata sebesar 36,5 HRH, berlebihan akan membuat nilai kepadatannya
komposit partikel 25% dan serat 15% memiliki berkurang.
nilai rata-rata sebesar 34,5 HRH. Untuk lebih Untuk hasil nilai uji lentur komposit
jelasnya dapat kita lihat pada grafik dibawah partikel 40% memiliki nilai rata-rata sebesar
ini. 1.3655 N/mm², komposit partikel dan serat
35% dan serat 5% memiliki nilai rata-rata
sebesar 1.908 N/mm², komposit partikel 30%
dan serat 10% memiliki nilai rata-rata sebesar
2.2915 N/mm², komposit partikel 25% dan
serat 15% memiliki nilai rata-rata sebesar 2.44
N/mm². Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
pada grafik dibawah ini.

Gambar 7. Nilai Kekerasan Eternit berbahan


penguat partikel dan serat

Dari hasil uji kekerasan diatas, nilai


kekerasan terbesar yaitu pada komposit

49
Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

tertinggi pada eternit berbahan penguat partikel


25 % dan serat 15 % yaitu sebesar 2,44
N/mm2. Untuk pengujian bahan eternit
berbahan penguat kain perca telah didapat nilai
kuat tarik sebesar 0,422 N/mm2 dan kekerasan
sebesar 28 HRH serta nilai kuat lentur sebesar
3,84 N/mm2.
Bahan penguat partikel tempurung dan
serat kelapa sawit memiliki nilai kuat tarik dan
kekerasan yang lebih besar dibandingkan
Gambar 8. Nilai kuat lentur Eternit berbahan dengan bahan penguat kain perca, sedangkan
penguat partikel dan serat untuk nilai kuat lentur, kain perca memiliki
nilai yang lebih besar dibandingkan dengan
Dari hasil uji lentur yang diperoleh, nilai bahan penguat serat dan partikel tempurung
terbesar yang dihasilkan ialah pada konsentrasi kelapa sawit. Adanya serat kelapa sawit ini
25% dan serat 15 % sebesar 2,44 N/mm2 dan dapat membantu meningkatkan kekuatan tarik,
nilai kuat lentur yang terendah terletak pada kekerasan dan kekuatan lentur dalam proses
konsentrasi partikel 40% yaitu sebesar 1,36 pembuatan eternit.
N/mm2. Faktor yang mempengaruhi uji lentur
ini sama dengan faktor yang mempengaruhi uji Saran
tarik dan uji kekerasan, namun pada uji lentur Setelah peneliti melakukan beberapa
ini berbanding terbalik dengan uji kekerasan. pengujian dimulai dari uji tarik, uji kekerasan
Hal ini dapat dilihat pada perbandingan nilai dan uji lentur, maka peneliti dapat
kekuatan pada uji lentur berdasarkan fraksi menyampaikan beberapa saran yaitu untuk
massa komposit. Semakin banyaknya serat yang menambah inspirasi masyarakat umum, hasil
terikat oleh matriks sehingga dapat menambah limbah pabrik yang berupa serat dan
atau menahan beban yang diberikan (beban tekan). tempurung kelapa sawit hendaknya tersedia
Kemudian dengan bertambahnya jumlah serat yang didalam lingkungan masyarakat.
tersusun secara acak berarti peluang menahan gaya Dikarenakan sulitnya menghancurkan
yang bersifat transversal maupun longitudinal tempurung kelapa sawit sebaiknya bahan
adalah sama. Serta dengan bertambahnya serat kelapa penguat partikel tersebut digantikan dengan
sawit berarti bebannya dapat terdistribusi secara penguat partikel yang lain agar mudah diterima
merata. Kemudian ikatan antara matriks dengan dalam proses pembuatan eternit oleh kalangan
penguatnya (partikel dan serat kelapa sawit) luas.
dapat seimbang.

DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN DAN SARAN
[1] Gibson, R.F., Principles of Composite
Simpulan Material Mechanics, Mc. Graw-Hill, New
York, 1994.
Berdasarkan beberapa pengujian yang [2] Groover, Mikell. P., Fundamental of
telah di lakukan, dari pengujian kuat tarik, Modern Manufacturing: Materials, Proses
kekerasan dan kuat lentur maka dapat di and System, Prentice Hall, New Jersey,
simpulkan bahwa untuk pengujian kuat tarik 1996.
didapat hasil yang tertinggi pada eternit [3] Gurdal, dkk., Design and Optimization of
berbahan penguat partikel 30 % dan serat 10 % Laminated Composite Material, John
yaitu sebesar 0,479 N/mm2. Untuk pengujian Wiley & Sons inc, New York, 1999.
kekerasan didapat hasil yang tertinggi pada [4] Hyer, M.W., Stress Analiysis of Fibre
eternit berbahan penguat partikel 30 % dan Reinforced Composite Material, Mc Graw
serat 10 % yaitu sebesar 36,5HRH. Untuk Hill, New York, 1997.
pengujian kuat lentur didapat hasil yang [5] Jamasri , Diharjo K., Gunesti W.H.,

50
JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013

Kajian Sifat Tarik Komposit Serat Buah


Acak Bermatrik Polyester, Media Teknik
FT UGM–Terakreditasi, November 2005.
[6] Prasetio, Budi., Diharjo, Kuncoro., Kajian
Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan
Bending Bahan Komposit Sabut Kelapa –
Polyester, Seminar Teknoin 2006,
Pengembangan Produk Berbasis Proses
dan Manufaktur, Yogyakarta, 22 Juli
2006.
[7] Savetlana, Shirley., Homma, Hiroomi.,
Approach to Dynamic Fracture Toughness
of GFRP from Aspect of Viscoelastic and
Debonding Behavior, Journal of Solid
Mechanics and Materials Engineering Vol
1, No.3, 2007.
[8] Surdia, Tata., dkk., Pengetahuan Bahan
Teknik. Cet 2. Pradnya Paramita, Jakarta,
1992.
[9] Timings, L.R., Engineering Materials.
Adisson Wesley Longman Limited,
Singapura, 1998.

51

Anda mungkin juga menyukai