Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah yang dipakai terhadap orang yang punya batasan tertentu dalam
fungsi mental dan keterampilan komunikasi, menjaga diri sendiri, dan
keterampilan sosial. Pembatasan ini akan menyebabkan anak belajar dan
berkembang dengan lambat daripada anak lain. Anak dengan retardasi mental
membutuhkan waktu lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga
kebutuhan personalnya seperti memakai baju dan makan. Mereka punya
masalah belajar disekolah, mereka akan belajar tetapi itu akan makan waktu
lebih lama dan ada beberapa hal yang mereka tidak bisa pelajari.
Keterbelakangan mental ( Retardasi Mental, RM ) adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang dibawah rata – rata
disertai dengan kekurangan kemampuannya untuk menyesuaikan diri
(berprilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun atau keadaan
dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan
(sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental
yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang
terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau
sedikit dan fren = jiwa) atau tuna. Seorang perawat profesional haruslah
terampil dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan reterdasi mental. Oleh karena itu, penulis membuat makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kelainan Kongenital:
Retardasi Mental.”

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah konsep kelainan retardasi mental?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan
kelainan retardasi mental?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui
dan memahami asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan retardasi
mental.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu:
a. Mengetahui konsep kelainan retardasi mental.
b. Memahami asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan
kelainan retardasi mental.

2
BAB II
RETARDASI MENTAL

A. Definisi
Retardasi mental atau yang dapat disebut juga sebagai mental subnormal,
defisit mental, defisit kognitif, cacat mental, defisiensi mental, ataupun tuna
grahita memiliki berbagai versi definisi menurut berbagai sumber. Retardasi
mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya (impairment)
keterampilan (kecakapan, skill) selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial. Kelainan ini dapat disertai dengan atau tanpa
gangguan mental ataupun fisik lainnya (Lumbantobing,2006).
The American Association for Mental Deficiency ( AAMD ) juga
memiliki definisi tersendiri tentang retardasi mental, yaitu sebuah keadaan
dimana intelegensi umum berfungsi dibawah rata – rata, yang bermula
sewaktu masa perkembangan dan disertai gangguan pada tingkah laku
penyesuaian. Berdasarkan revisi yang dilakukan oleh Grossman pada tahun
1973 yang dimaksud dengan Periode atau masa perkembangan adalah mulai
lahir hingga seseorang berusia 18 tahun. Dan penurunan fungsi intelektual
berdasarkan pengukuran uji intelegensia berada pada dua deviasi dibawah
standart (Sukaryo,2000).
Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh
secara bermaknadan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial,
dan bermanifestasi selama masa perkembangan (Sukaryo,2000).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa reterdasi
mental adalah penurunan fungsi intelektual dalam perkembangan mental yang
mempengaruhi semua tingkah intelegensi; kognitif, bahasa, motorik dan
sosial.

3
B. Etiologi
Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial,
beberapa penulis menyebutkan bahkan lebih dari 1000 jenis yang berbeda,
tetapi secara garis besar penyebab retardasi mental dapat di golongnya
menjadi 2, yaitu penyebab biologis dan penyebab psikososial
(Soetjiningsih,1995).
1. Pada tipe klinis atau biologis, penyebab bisa didapatakan dari ketiga fase
yang berbeda yaitu saat fase pranatal, perinatal dan post natal, yaitu
sebagai berikut;
a. Penyebab – penyebab biologis prenatal antara lain, yaitu kelainan
kromosom atau genetik.
Ada beberapa jenis kelainan kromosom yang dapat
menimbulkan manifestasi klinis berupa retardasi mental, yang
terbanyak adalah Down Syndrome. Down Syndrome merupakan
penyebab terbanyak dari retardasi mental, sekitar 10 – 32 % dari total
penderita retardasi mental. Down Syndrome termasuk jenis kelainan
genetik yang disebabkan karena adanya mutasi pada kromosom 21
(yang paling banyak adlah trisomi kromosom 21, mosiak maupun
trasnlokasi) yang mengakibatkan adanya tampang mongol, serta
penurunan fungsi intelektual yang termasuk dalam kriteria retardasi
mental sedang. Kelainan kromosom lain yang dapat menimbulkan
manifestasi klinis serupa adalah Syndrome Edward (trisomi 18);
Syndrome Patau (trisomi 13); Syndrome Cri–du chat; Klinefelter
Syndrome; Turner Syndrome serta Fragile-X Syndrome.
b. Penyebab biologis retardasi mental lainnya adalah pada fase perinatal.
Penyebab biologis terbanyak pada fase perinatal adalah
prematuritas atau bayi lahir sebelum masa perkembangan didalam
janin selesai dengan sempurna. Semakin kecil berat badan lahir bayi
prematur ini maka semakin besar resiko dan tingkat keparahan dari
kemungkinan mengalami retardasi mental. Keadaaan lain yang dapat
menyebabkan bayi lahir dengan retardasi mental pada fase perinatal
adalah Asfiksia, hipoglikemia, perdarahan intraventrikular,

4
kernikterus, dan meningitis yang dapat menimbulkan kerusakan otak
secara ireversibel. Walaupun demikian kejadian asfiksia pada
neonatus dapat dicegah dengan melakukan persalinan di rumah sakit
atau dengan pertolongan orang yang memilki pengetahuan khusus
seperti bidan.
c. Penyebab retardasi mental pada fase post natal.
Infeksi, trauma, malnutrisi, intoksikasi, dan kejang yang dapat
menyebabkan kerusakan otak yang pada akhirnya menimbulkan
retardasi mental. Infeksi yang terjadi pada post natal biasanya adalah
meningitis tuberculosis, meningitis purulenta , morbili dan pertusis.
Hal ini dapat dicegah dengan mengadakan sanitasi yang baik disekitar
lingkungan bayi serta keluarga. Intoksikasi pada bayi yang paling
banyak adalah intoksikasi timbal dan timah hitam, yang juga dapat di
cegah dengan memberikan mainan yang aman bagi bayi serta sebisa
mungkin menghindarkan bayi dari polusi udara.
2. Penyebab – penyebab psikososial adalah kemiskinan, keluarga yang tidak
harmonis, interaksi anak – pengasuh yang tidak baik, dan penelantaran
anak (Soetjiningsih,1995).

C. Klasifikasi
Berdasarkan The ICD 10 Classification of Mental and Behavioural
Disorder, WHO di Genewa pada tahun 1994, retardasi mental dikelompokkan
menjadi 4 bagian, yaitu :
1. Mild Retardation ( Retardasi Mental Ringan ), dengan IQ 50 – 69.
Menurut ICD 10 dapat dikenal juga dengan sebutan moron, pikiran
lemah, mental subnormal ringan, ataupun oligofrenia ringan di
masyarakat. Individu pada kelompok ini biasanya dapat berbahasa
walaupun sedikit terlambat dan berdikari dalam mengurus diri sendiri
(mandi, makan, berpakaian, BAB, BAK). Kesulitan utama terletak di
bidang akademik sekolah serta adanya masalah emosional dan sosial
terutama bila mengalami gangguan (kesulitan menyesuaikan diri dengan

5
tradisi dan budaya, masalah perkawinan dan mengurus anak)
(Sukaryo,2000).
2. Moderate Retardation ( Retardasi Mental Sedang ), dengan IQ 35 – 49.
Biasa disebut juga dengan sebutan mental subnormal sedang,
oligofrenia sedang atau imbesil ini termasuk individu yang mengalami
keterlambatan perkembangan komprehensi dan penggunaan bahasa,
kemampuan mengurus diri, dan keterampilan motorik sehingga beberapa
membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Walaupun demikian
kecakapan dasar (membaca, menulis) dan melakukan pekerjaan praktis
sederhana dapat dilakukan dengan supervisi yang cukup
(Lumbantobing,2006).
3. Severe Retardation ( Retardasi Mental Berat ), dengan IQ 20 – 34.
Biasa disebut juga dengan mental subnormal berat dan oligofrenia
berat, secara klinis hampir menyerupai keadaan retardasi mental sedang
tetapi disertai dengan gangguan motorik yang jelas disertai adanya
kerusakan atau gangguan perkembangan susunan saraf pusat
(Lumbantobing,2006).
4. Profound Retardation ( Retardasi Mental Sangat Berat ), dengan IQ
dibawah 20.
Biasa juga disebut dengan idiot, mental subnormal sangat berat dan
oligofrenia sangat berat. Individu pada kelompok ini sangat terbatas
dalam memahami atau menurut permintaan dan suruhan orang lain
mobilitas sangat terbatas, inkontinen, tidak mampu mengurus kebutuhan
dasarnya, dan komunikasinya bersifat nonverbal. Kelompok ini sangat
membutuhkan pertolongan dan supervisi secara terus – menerus
(Lumbantobing,2006).

D. Tanda dan Gejala


Menurut Hanik, dkk (2015), gejala anak retardasi mental, antara lain
sebagai berikut:

6
1. Lamban dalam mempelajari hal baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu
cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus-menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak RM berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan
retardasi mental berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada
yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri, atau bangun tanpa
bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat
sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak
retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti
berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal
itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam
memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus-menerus. Banyak anak retardasi
mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka
seperti ritual, misalnya memutar-mutar jari di depan wajahnya dan
melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya
menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain.

E. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya retardasi mental dapat dibagi menjadi 3 bagian
(Lumbantobing,2006), yaitu;

7
 Faktor ibu
- Usia ibu sewaktu melahirkan kurang dari 16 atau lebih dari 40 tahun
(atau kehamilan pertama lebih dari usia 35 tahun)
- Kosanguinitas atau hubungan darah yang dekat antara suami dan istri
- Abnormalitas serviks
- Pelvis sempit
- Malnutrisi
- Adanya penyakit penyerta, seperti Diabetes Melitus, nefritis, flebitis,
hipertensi renal, kelaian kelenjar tiroid
- Riwayat abortus
- Komplikasi kehamilan, seperti syok hemoragik, polihidramnion, dan
pendarahan per vaginam saat trisemester kedua dan ketiga
 Faktor perinatal
- Seksio caesaria setelah gagal melakukan persalinan normal
- Adanya sianosis, prematuritas, hipoksia, prolaps tali pusat, abrupsio
plasenta dan toksemia kehamilan
- Lahir sungsang
 Faktor neonatal
- Cara menghisap yang abnormal
- Adanya anomali didaerah muka, asimetris ektremitas,
hiperbilirubinemia, hipotonia dan adanya jejas
- Adanya riwayat pemakaian oksigen, inkubator, kejang, muntah,
demam dan berat badan yang kurang berkembang.

F. Penatalaksanaan
Menurut Sukaryo (2000), penatalaksanaan pada anak dengan gangguan
reterdasi mental bisa dilakukan sebagai berikut;
1. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun
kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan
retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat
diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya.

8
2. Konseling
Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah
menentukan ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi
mentalnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh
retardasi mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti
khusus, konseling pranikah dan pranatal.
3. Pendidikan
Pendidikan yang penting disini bukan hanya asal sekolah, namun
bagaimana mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak yang
terbelakang ini. Terdapat empat macam tipe pendidikan untuk retardasi
mental.
• Kelas khusus sebagai tambahan dari sekolah biasa
• Sekolah luar biasa C
• Panti khusus
• Pusat latihan kerja (sheltered workshop)
4. Rumah Sakit/Panti Khusus
Penempatan di panti-panti khusus perlu dipertimbangkan atas
dasar: kedudukan sosial keluarga, sikap dan perasaan orangtua terhadap
anak, derajat retardasi mental, pandangan orangtua mengenai prognosis
anak, fasilitas perawatan dalam masyarakat, dan fasilitas untuk
membimbing orangtua dan sosialisasi anak. Kerugian penempatan di
panti khusus bagi anak retardasi mental adalah kurangnya stimulasi
mental karena kurangnya kontak dengan orang lain dan kurangnya
variasi lingkungan yang memberikan kebutuhan dasar bagi anak.

G. Pencegahan
Menurut Hanik, dkk (2015), pencegahan retardasi metal terbagi menjadi 3
yaitu sebagai berikut;
1. Pencegahan Primer
Dengan dilakukan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan sosial ekonomi, konseling genetik, dan tindakan kedokteran,
misalnya perawatan prenatal, pertolongan persalinan, pengurangan

9
kehamilan pada wanita adolesen dan di atas usia 40 tahun, serta
pencegahan radang otak pada anak-anak.
2. Pencegahan Sekunder
Meliputi diagnosis dan pengobatan dini pada keadaan yang menyebabkan
terjadinya retardasi mental.
3. Pencegahan Tarsier
Meliputi latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obatan
neuroleptika, serta obat yang dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan
metabolisme otak.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan
kekuatan yang berhubungan keterampilan adaptif , komuikasi, perawatan diri,
interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri,
pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan
keterampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
1. Riwayar kesehatan
a. Riwayat keseatan sekarang
Pasien menunjukan gangguan kognitif (pola, proses pikir), lambatnya
keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa, gagal melewati tahap
perkembanagan yang utama, lingkar kepala di atas atau di bawah
normal (kadang- kadang lebih besar atau lebih kecil daiukuran
normal), lamabatnya pertumbuhan, tonus otot abormal (lebih sering
tonus otot lemah), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya
perkembangan motoris halus dan kasar.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kemugkinan besar paien pernah mengalami penakit kromosom
(trisomi 21), ( sindrom down), sindrom fragile X, gngguan sindrom (
disrofi otot duchene), neurofibromatosis (tipe 1), gangguan
metabolisme sejak lahir ( fenilketonuria), abrupsio plasenta, diabetes
maternal kelahiran prematur, kondisi neonaal termasuk meningitis
dan perdarahan intracranial, cidera kepala, infeksi, gangguan
degenerative.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang
serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental,
terutama dari ibu tersebut.

11
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : mikro/makrosepali, plagiosepali ( bentuk kepala tidak
simetris)
b. Rambut : pusar ganda, rambut jarang atau tidak ada, halus, mudah
putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/ punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping
melengkung keatas dll
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit
lebar/melengkung tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah, dll
h. Muka : panjang filtrum yng bertambah, hipoplasia
i. Leher : pendek, tidak mempuyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari
gemuk dan lebar, klinokdatil,dll
k. Dada & abdomen : terdapat beberapa putting, buncit,dll
l. Genitalia : mikropenis, testi tidak turun,dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang dan tegap/panjang kecil
meruncing diujungnya, lebar, besar,gemuk (Lusy, 2015)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
2. Kerusakan interaksi sosial
3. Kerusakan komunikasi verbal
4. Gangguan identitas diri
5. Perubahan proses keluarga

C. Intervensi Keperawatan
Dx Keperwatan Tujuan dan K riteria hasil Intervensi
Gangguan Tujuan : 1. Pertumbuhan dan
pertumbuhan dan 1. Pasien akan mencapai perkembangan optimal
perkembangan potensi pertumbuhan a. Libatkan anak dan

12
b/d kerusakan dan perkembangan keluarga dalam program
fungsi kognitif. yang optimal stimulasi bayi dini
2. pasien akan mencapai b. Kaji kemampuan
sosialisasi yang perkembangan anak
optimal pada interval yang
Kriteria Hasil : teratur, pertahankan
1. Anak dan keluarga pencatatan yang
terlibat aktif dalam terperinci untuk
program stimulasi membedakan perubahan
fungsi yang amat kecil
bayi
c. Bantu keluarga
2. Keluarga menerapkan menentukan kesiapan
konsep dan aktivitas anak untuk mempelajari
yang kontinu dalam tugas – tugas khusus,
perawatan anak di d. Bantu keluarga
rumah menetapkan tujuan
3. Anak melakukan realistik untuk anak
e. Berikan penguatan
aktivitas harian
positif untuk tugas atau
dengan kapasitas perilaku khusus
optimal f. Dorong pembelajaran
4. Anak berperilaku keterampilan perawatan
sesuai dengan diri segera setelah anak
perilaku yang siap, beri penguatan
diterima secara social pada aktivitas perawatan
diri
5. Anak memiliki
g. Dorong keluarga untuk
hubungan dan memeriksa program day
pengalaman dengan care khusus dan kelas
teman sebaya pendidikan segera
6. Anak tidak mungkin
mengalami isolasi h. Tekankan bahwa anak
mempunyai kebutuhan
sosial
yang sama seperti anak
lain (misalnya; bermain,
disiplin, interaksi sosial)
i. Sebelum masa remaja,
konsulkan anak dan
orang tua berkenaan
dengan kematangan
fisik, perilaku seksual,
pernikahan, dan
pengasuhan anak
j. Dorong pelatihan kerja
yang optimal.
2. Sosialisasi yang Optimal
a. Tekankan bahwa anak
mempunyai kebutuhan

13
sosialisasi yang sama
dengan anak lain
b. Dorong keluarga untuk
mengajarkan anak
perilaku yang diterima
secara sosial
(misalnya;
mengucapkan “hallo”
dan “terima kasih”,
berlaku sopan dan
sentuhan yang tepat)
c. Dorong berhias dan
berpakaian sesuai usia
d. Rekomendasikan
program yang
menyediakan aktivitas
hubungan kawan
sebaya dan
pengalaman (misalnya;
aktivitas normal,
pramuka, olimpiade
khusus)
e. Berikan remaja
informasi tentang
praktik, seksual dan
kode perilaku yang
nyata dan didefinisikan
dengan baik

Perubahan proses Tujuan : 1. Dukungan Adekuat


keluarga b/d 1. Pasien (keluarga) akan a. Segera informasikan
mempunyai anak mendapat dukungan keluarga pada waktu
retardasi mental yang adekuat atau setelah kelahiran
2. Pasien (keluarga) akan b. Hadirkan kedua orang
siap untuk perawatan tua pada waktu
anak jangka panjang pertemuan pemberian
Kriteria Hasil : informasi
c. Berikan informasi
1. Keluarga
tertulis kepada
mengungkapkan
keluarga tentang
perasaan dan
kondisi, jika
kekhawatiran

14
mengenai kelahiran memungkinkan
anak yang menderita (misalnya; sindrom
retardasi mental dan atau penyakit khusus)
implikasinya d. Diskusikan dengan
2. Anggota keluarga anggota keluarga
membuat keputusan tentang manfaat
yang realistis perawatan di rumah,
berdasarkan berikan mereka
kebutuhan dan kesempatan untuk
kecakapan anak memeriksa semua
3. Anggota keluarga kediaman alternatif
menunjukan sebelum membuat
penerimaan terhadap keputusan.
anak e. Dorong keluarga untuk
4. Keluarga bertemu keluarga lain
mengidentifikasi yang mempunyai anak
tujuan yang realistis dengan penyakit yang
untuk perawatan anak sama
di masa depan f. Jangan memberikan
5. Keluarga mendapat jawaban pasti tentang
manfaat dan layanan tingkat retardasi,
suportif tekankan
kemungkinkan
kemampuan belajar
anak ini, terutama
dengan intervensi dini
g. Tunjukkan penerimaan
terhadap anak melalui
perilaku perawatan
h. Tekankan karakteristik
normal anak
i. Dorong anggota
keluarga untuk
mengungkapkan
perasaan dan
kekhawatiran mereka
2. Perawatan jangka panjang
a. Seirang dengan
pertambahan usia anak,
diskusikan dengan
orang tua pilihan lain
selain perawatan di

15
rumah, terutama jika
orang tua menjelang
pensiun atau semakin
tua , sehingga
perawatan jangka
panjang yang tepat
dapat diberikan.
b. Dorong keluarga untuk
mempertimbangkan
respite care sesuai
kebutuhan untuk
memfasilitasi
kemampuan keluarga
dalam mengatasi
perawatan untuk
jangka panjang.
c. Bantu keluarga
memeriksa lingkungan
kediaman, karena hal
ini mungkin diperlukan
untuk perawatan
optimal anak.
d. Dorong keluarga untuk
melibatkan anggota
keluarga yang sakit
dalam perencanaan dan
lanjutan hubungan
yang penuh makna
setelah penempatan.
e. Rujuk ke lembaga
yang memberi
dukungan dari bantuan.

D. Implementasi
Implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat sesuai denga rencana tindakan. Tindakan ini bersifat
intelektual, teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya untuk memuhi
kebutuhan dasar manusia. Tindakan keperawatan meliputi, tindakan
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan,

16
tindakan medis yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpah (Suprajitno,
2004). 17

E. Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan
aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika pasien dan
professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian
tujuan/ hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi ini akan
menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan
ataupun dirubah.

17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya
(impairment) keterampilan (kecakapan, skill) selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Kelainan ini dapat disertai dengan atau
tanpa gangguan mental ataupun fisik lainnya.
Anak dengan retardasi mental membutuhkan waktu lebih lama untuk
berbicara, berjalan, dan menjaga kebutuhan personalnya seperti memakai
baju dan makan. Mereka punya masalah belajar disekolah, mereka akan
belajar tetapi itu akan makan waktu lebih lama dan ada beberapa hal yang
mereka tidak bisa pelajari

B. Saran
Mahasiswa perawat dalam melakukan keterampilan asuhan keperawatan
harus bisa dalam membuatnya dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu
penulis menyarankan agar mahasiwa lebih sering untuk membuat asuhan
keperawatan untuk latihan, ketika praktik kinik akan terbiasa dalam membuat
asuhan keperawatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hanik, Endang Nihayati, dkk (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Lumbantobing, S.M (2006). Neurologi Klinis. Jakarta: FKUI
Lusy, Nyoman, dkk (2015). Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Retardasi
Mental. Https://www.academia.edu/15645103/ (di akses tanggal 6 maret 2019)
Soetjiningsih, (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sukaryo, Titi, dkk (2000).Reterdasi Mental. Jurnal Keperawatan. vol 2(3):170-
177
Suprajitno, ( 2004 ). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dan Praktik.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai