Anda di halaman 1dari 18

Inisiasi 3: Pengenalan pengklasifikasian massa batuan

DAFTAR PUSTAKA
• Hoek, E. and Brown, E.T. 1980. Underground
Excavations in Rock. IMM, London. pp. 14 – 36.
• Nilsson, D. 1982. Open-Pit or Underground
Mining. “Underground Mining Methods
Handbook“, W. Hustrulid (Ed), Society for
Mining Metallurgy. New York. pp. 70 – 87.

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 2


CLASSIFICATION OF COALS BY RANK (ASTM)

1 BTU = 0.252 kilokalori

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 3


FAKTOR-FAKTOR TEKNIS PADA DESAIN TAMBANG
BAWAH TANAH BATUBARA
Pada tambang bawah tanah perlu diketahui kelas massa
batuan, diantaranya yg dikembangkan oleh:
1. Bieniawski (1976)  Rock Mass Rating (RMR)
2. Barton, Lien & Lunde (1974) dari Norwegian Geotechnical
Institute  Sistem-Q
Kelas massa batuan (Bieniawski,1976) terdiri dari:
Kelas I : Batuan sangat kuat (very good rock)
Kelas II : Batuan kuat (good rock)
Kelas III : Batuan berkekuatan sedang (fair rock)
Kelas IV : Batuan lemah (poor rock)
Kelas V : Batuan sangat lemah (very poor rock)
Kelas massa batuan berpengaruh thd stand up time
suatu span hasil penggalian tanpa penyangga di bawah
tanah.
Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 4
A. Parameter pengklasifikasian dan bobotnya

A)

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 5


CARA MENDAPATKAN PARAMETER KLASIFIKASI
1. Kekuatan batuan utuh (intact rock):
 Point load strength index diuji di lapangan atau di lab mekbat
 Kuat tekan (uniaxial compressive strength) diuji di lab mekbat

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 6


2. Rock Quality Designation (RQD):
 RQD didefinisikan sebagai persentase panjang core batu utuh
berukuran 100 mm atau lebih thd. panjang total lubang bor:

 Diameter core minimum 50mm di bor menggunakan diamond drill


dengan barrel ganda.
 Hubungan RQD dengan kualitas batuan sebagai berikut:

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 7


Panjang total core = 200 cm

RQD =
100 ∑ intact rock > 100 mm
Length of borehole

RQD =
38+17+20+35
x 100% = 55%
200

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 8


3. Spasi retakan (kekar): Kekar
 Alat digunakan untuk mengukur
spasi retakan adl kompas
Brunton, meteran dan alat tulis. Bentangan
 Caranya dengan metode “garis scanline

bentang” atau scanline.

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 9


Bidang diskontinu (kekar)

 Pada tambang bawah tanah arah dan jurus

Arah dip, N...°E


Jarak kekar, m
kekar dapat diukur pada dinding lubang akses

Jurus, N...°E

Famili kekar
No. kekar
tambang.

Dip, °
 Contoh hasil pengukuran kekar seperti pada
Gambar (b) dan Gambar (a) memperlihatkan 1 - 198 288 65 rd

aktivitas pengukurannya. 2
3
0,35
0,18
355
2
85
92
55
62
B
rd
4 0,42 325 55 82 A
5 0,51 322 52 80 A
6 0,36 345 75 80 rd
7 0,98 324 54 76 A
8 0,41 182 272 43 rd
9 1,02 337 67 64 A
10 0,47 350 80 58 B
11 0,30 353 83 65 B
12 0,37 3 93 62 rd
13 1,13 338 68 55 A
14 0,90 359 89 70 B
15 0,72 330 60 76 A
16 0,58 35 125 86 rd
17 0,72 33 123 85 rd
18 0,38 68 158 56 rd

(a) 19
(b)
0,70 356
10,50 m panjang segmen-1
86 56 B

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 10


A. Pedoman pengklasifikasian kondisi kekar

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 11


B. Koreksi bobotan karena orientasi retakan

C. Kelas massa batuan ditentukan dari total pembobotan

D. Pengertian kelas massa batuan

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 12


E. Efek orientasi jurus dan kemiringan retakan pada terowongan

Drive with dip Drive against dip

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 13


Contoh:
Dibuat sebuah tunnel menembus massa batuan granitik
dengan orientasi sbb:
1. Sumbu tunnel tegak lurus arah dominan joint-strike dgn
kemiringan (dip) 30°
2. Arah tunnel dibuat melawan dip (against dip).
3. Lima parameter teknis dan bobotnya sbb:

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 14


Hasil pengklasifikasi batuan:
 Batuan tergolong unfavourable (Tabel F) yang perlu
dikoreksi bobotnya memakai Tabel B. Untuk pembuatan
terowongan (tunnel) pada kondisi unfavourable faktor
koreksinya adalah –10.
 Dengan demikian RMRterkoreksi = 69 – 10 = 59
 Klasifikasi massa batuan termasuk Klas III atas (Tabel C).
 Penentuan stand-up time dari span digunakan Tabel D
yang hasilnya untuk Klas III adalah 1 minggu/3 m span.
 Bisa juga digunakan kurva dari Bieniawski tentang
hubungan stand up time dengan span seperti pada
gambar berikut:

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 15


HUBUNGAN STAND UP TIME DENGAN SPAN

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 16


 Pedoman penggalian dan penyanggan untuk 10 m span
terowongan sesuai dengan sistem RMR (Bieniawski 1989)

Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 17


Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia 18

Anda mungkin juga menyukai