I
PENDAHULUAN
(efisien), produk yang dihasilkan banyak (produktif), dan ramah lingkungan yang
berarti pengolahan tersebut tidak lagi menimbulkan limbah.
Pengolahan limbah dengan cara yang benar dan tepat waktu secara terpadu
dapat menghasilkan produk pupuk organik (baik berupa pupuk organik
padat/POP, maupun berupa pupuk organik cair/POC), biogas, pakan imbuhan,
bahkan menjadi bahan pakan, pangan dan suplemen kesehatan. Limbah jerami
dan feses dapat diolah karena pada limbah tersebut aktivitas mikroorganisme
tanah dapat memperbaiki ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentuka pori
mikro dan makro tanah sehingga dalam pengolahanya sering dijadikan kompos,
pupuk organik cair maupun biogas.
II
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA
2.1.2. Bahan
1. Feses Sapi perah
2. Jerami padi
2.2. Ekstraksi
2.2.1. Alat
1. Baki
2. Drum
3. Gayung
4. Ember
5. Timbangan
2.2.2. Bahan
1. Dekomposan kering
2. Air panas
3. Molases
III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Komposisi Nutrisi (kandungan C dan N serta kadar air) Feses Sapi
Perah dan Jerami Padi
Bahan Organik Kandungan C Kandungan N Kadar Air
…………………….………%.........................................
Feses Sapi Perah 43,2 2,9 40
Jerami Padi 44,5 0,6 20
43,2 𝐹𝑆+44,5 𝐽𝑃
= 2,9 𝐹𝑆+0,6
𝐽𝑃
14,8 FS = 32,5 JP
14,8 FS x 1 kg = 32,5 JP
32,5
JP = 32,5
= 0,45 kg
X = 0,9599 : 45 = 2,133
Jadi, untuk mencapai kadar air campuran 55% perlu ditambahkan air sebagai
berikut :
= 0, 6831 kg air
0,6831+0,49
Pembuktian = x 100%
2,133
= 54,997% = 55%
Setelah 7 hari, hasil dekomposisi dibagi menjadi dua bagian. Satu untuk
substrat biogas, satu lagi untuk diproses lanjut sebagai pupuk organik cair (POC)
dan pupuk organic padat (POP). Untuk POC dan POP, substrat diangin-angin di
dekat jendela laboratorium dengan alas koran. Sedangkan untuk biogas, substrat
langsung masuk ke dalam digester.
Berdasarkan pengamatan fisik substrat dari hasil penyimpanan selama 7 hari,
warnanya tidak seragam pada seluruh bagian. Kapang yang tumbuh paling banyak
ditemukan pada area tengah hingga hamper bawah. Bau yang muncul tercium
khas seperti bau tanah serta strukturnya lebih rapuh saat digemburkan. Warna dan
9
keberadaan kapang yang tidak merata adalah indikasi bahwa gas oksigen yang
berada di dalam kompos tidak merata. Dilakukan penimbangan terhadap substrat
dan didapatkan hasil sebanyak 24,8 kg. Kadar air awal 60%
60
Berat air = 100 x 24,8 kg = 14,88 kg
12,65 𝑘𝑔
% Air = 22,57 𝑘𝑔 x 100% = 56,05%
Berat awal = 8 kg
56,05
BK = x 8 kg = 4,484 kg (sebelum diangin-angin)
100
1,089
% Air = 5,425 x 100% = 20,07 %
tersuspensi seluruhnya dengan air. hasil rendaman disaring dengan rangkaian alat
penyaring sehingga diperoleh ± 6,6 liter suspensi kental/hitam pekat dan 3,6 liter
untuk suspensi encer untuk setiap 1 kg substrat kering. 6,6 liter suspensi kental
disiapkan untuk POC dan 3,6 liter suspensi encer dipersiapkan untuk pakan
imbuhan (feed supplement). Karakteristik fisik suspense kental adalah hitam pekat
sedikit cokelat, bau khas limbah dekomposisi. Suspensi encer diberi molases 5%.
Dilakukan pengomposan terhadap suspensi kental sampai menjadi larutan (POC).
Untuk mempercepat dilakukan aerasi. Padatan hasil ekstraksi dari proses awal
disiapkan untuk POP.
2.2. Pembahasan
2.2.1. Dekomposisi Awal
Kompos adalah hasil akhir suatu proses dekomposisi hasil penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Keberlangsungan proses
dekomposisi ditandai dengan nisbah C/N bahan yang menurun sejalan dengan
waktu (Sutedjo, 2002).
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses
ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Dekomposisi awal merupakan proses penguraian senyawa kompleks menjadi
lebih sederhana. Bahan yang diperlukan adalah sisa pakan yang sudah kering dan
feses sapi perah dengan kadar air 60%. Pada perhitugan nisbah C/N diperoleh
kebutuhan feses sapi sebanyak 1 kg dan jerami padi sebanyak 0,45 kg. Sisa pakan
yang digunakan adalah jerami padi. Jerami padi diperlukan sebagai sumber
karbon untuk mengidealkan nisbah C/N.
Suatu proses fermentasi yang terkendali, suhu akan meningkat secara
bertahap mulai dari suhu mesofilik atau suhu awal yaitu <40°C kemudian
meningkat sampai suhu thermofilik (40-70°C) dan kemudian turun kembali
menjadi <40°C. Peningkatan suhu tersebut menyebabkan proses fermentasi
12
mampu membunuh bakteri yang bersifat thermofilik dan patogen (Rusdi dan
Kurnani, 1994 dikutip oleh Marlina dkk., 2006).
Pada hasil pengamatan diperoleh data pada hari ke 2 suhu mencapai 64°C dan
hari berikutnya mengalami penurunan suhu hingga pada hari ke 6 dan ke 7 suhu
menunjukkan angka 40°C yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi telah
selesai. Proses dekomposisi ini berlangsung setelah bahan yang digunakan
dicampur. Dekomposisi awal secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses,
oksigendan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan
olehmikroba mesofilik.
Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50°-
70°C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada
kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi.
Pada saat ini terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-
mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen (aerobik) akan
menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompostingkat lanjut,
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi
penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai
30–40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi, 2008). Hasil dekomposisi awal ini
dapat digunakan lagi dalam pembuatan biogas, vermicompost, pupuk organik cair,
dan feed additive setelah mengalami proses ekstraksi.
yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan
bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang,
manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H
yangmemiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat
dibakar sehinggadihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa digunakan
sebagai bahan baku industri iniadalah sampah organik, limbah yang sebagian
besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongankecil sisa-sisa tanaman, seperti
jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.Proses fermentasi memerlukan
kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman jugajenis digester yang
dipergunakan. Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar 32–35° C atau 50-
55° C dan pH antara 6,8–8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan
organik dengan adanya air menjadi energi gas.
Pada praktikum berat kering bahan sebanyak 4,484 kg (sebelum diangin-
angin), berat air 1,809 kg, dan persentase air sebayak 20,07%.
2.2.4. Vermicompost
Vermikompos merupakan produk kompos yang dihasilkan dari
perombakan/dekomposisi bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah.
Vermikompos terdiri dari campuran kotoran cacing tanah dengan sisa-sisa media
atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Dengan demikian, vermikompos
memiliki sifat yang sangat ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan dengan kompos lain yang dikenal selama ini (Edwards and
Neuhauser, 1988).
15
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Subler et al., (1998), bahwa cacing tanah
memerlukan lingkungan yang lembab. Hampir seluruh tubuh cacing terdiri dari
air, kandungan airnya mencapai 75-90% dari bobotnya. Untuk itu kelembaban
yang cukup sangat diperlukan untuk menjaga agar tidak kehilangan air dari
tubuhnya yang mungkin dapat mengganggu pertumbuhan dan hidupnya.
Kelembaban yang optimum sangat bergantung dengan jenis cacingnya.
V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA