Anda di halaman 1dari 15

GERAKAN LITERASI SEKOLAH

LATAR BELAKANG

Membaca-menulis (literasi) merupakan salah satu aktifitas penting dalam


hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan
kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik
mempengaruhi tingkat keberhasilan baik di sekolah maupun dalam kehidupan
bermasyarakat.

Tidak berlebihan kiranya Farr (1984) menyebut bahwa “Reading is the heart
of education”. Bagi masyarakat muslim, pentingnya literasi ditekankan dalam
wahyu pertama Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yakni perintah
membaca (IQRA’) yang dilanjutkan dengan ‘mendidik melalui literasi’
(‘ALLAMA BIL QALAM).

Sedangkan dalam kaitannya dengan menulis, Hernowo (2005) dalam


bukunya “Mengikat Makna” menyebut bahwa menulis dapat membuat pikiran
kita lebih tertata tentang topik yang kita tulis, membuat kita bisa merumuskan
keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi gagasan, mengefektifkan atau
membuat kita memiliki sugesti (keyakinan/ pengaruh) positif, membuat kita
semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan pemahaman),
meningkatkan daya ingat, membuat kita lebih mengenali diri kita sendiri,
mengalirkan diri, membuang kotoran diri, merekam momen mengesankan
yang kita alami, meninggalkan jejak pikiran yang sangat jelas, memfasihkan
komunikasi, memperbanyak kosa-kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan
menyebarkan pengetahuan.

UNESCO (1996) mencanangkan empat prinsip belajar abad 21, yakni:

(1) Learning to think (belajar berpikir)

(2) Learning to do (belajar berbuat)

(3) Learning to be (belajar

(4) Learning to live together (belajar hidup bersama)

Keempat pilar prinsip pembelajaran ini sepenuhnya didasarkan pada


kemampuan literasi (Literary skills).

PERMASALAHAN
Dalam konteks pendidikan nasional kita, minat baca-tulis masyarakat kita
sangat menghawatirkan. Hal ini disebabkan adanya pelbagai persoalan,
misalnya:

 Hampir semua kota-kota besar di Indonesia tidak punya perpustakaan


yang memadai, padahal keberadaan perpustakaan yang memadai
adalah salah satu ciri kota-kota modern di negara maju.
 Perpustakaan yang ada di sebagian kota/kabupaten memiliki tingkat
kunjungan pembaca yang rendah. Sebagai contoh di Jakarta, dari
sekitar 10 juta penduduknya yang berkunjung ke perpustakaan hanya
200 orang/hari dan hanya 20% dari jumlah itu yang meminjam buku.
 Disinyalir lebih dari 250 ribu sekolah di Indonesia, hanya 5% yang
memiliki perpustakaan memadai. Hal ini merupakan fakta yang miris
karena bisa menjadi indikator rendahnya budaya baca di sekolah.
 Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV
daripada membaca buku.
 Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, seringkali belum memiliki
program pengembangan literasi, atau menumbuhkan budaya baca-tulis
secara sistemik. Padahal siswa menghabiskan sebagian besar
waktunya di sekolah.
 Terjadi lompatan dari kondisi pra-literer ke pasca-literer tanpa melalui
kondisi literer. Budaya menonton lebih dominan di masyarakat kita.
 Terjadi fenomena “Rabun Membaca – Pincang Menulis”. Penelitian
Taufiq Ismail pada tahun 1996 menemukan perbandingan tentang
budaya baca di kalangan pelajar, rata-rata lulusan SMA di Jerman
membaca 32 judul buku, di Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15
buku, Singapura 6 buku, Malaysia 6 buku, Brunei 7 Buku, sedangkan
Indonesia 0 buku.
 Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip World Bank dalam sebuah
laporan pendidikan“Education in Indonesia: From Crisis to Recovery”
pada tahun 1998 mengungkapkan kemampuan membaca siswa kelas
VI SD di Indonesia mendapatkan poin 51,7. Jauh di bawah Hongkong
(75,5), Singapura (74,0), Thailand (65,1), dan Filipina (52,6). Hasil ini
menunjukkan bahwa membaca dalam sistem pendidikan nasional kita,
secara faktual belum terintegrasi dengan kurikulum.
 Produktifitas masyarakat Indonesia dalam bidang penulisan terbilang
sangat rendah. Jumlah buku yang diterbitkan tidak sampai 18 ribu judul
per tahun. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Jepang
yang mencapain 40 ribu judul per tahun, India 60 ribu judul per tahun,
dan China 140 ribu judul per tahun (Kompas, 25/6/2012).
 Ø Dari bidang penerbitan tulisan ilmiah, produktifitas negara kita juga
masih rendah. Berdasarkan data Scimagojr, Journal, and Country Rank
2011, Indonesia berada di ranking 65 dengan jumlah 12.871 publikasi.
Posisi Indonesia di bawah Kenya dengan 12.884 publikasi. Negara
Paman Sam ada di peringkat pertama, dengan 5.285.514 publikasi.
Indonesia masih kalah dengan Singapura yang ada di posisi 32 dengan
108.522 publikasi (okezone.com, 21/2/2012). Jika dilihat dengan
perspektif rasio publikasi penelitian dengan jumlah penduduk,
persentasenya menjadi jauh lebih kecil lagi.

PENYEBAB

1. Gagalnya Program Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah secara nasional bisa dikatakan telah gagal


menciptakan budaya membaca bagi siswa. Kunjungan siswa dan jumlah
peminjaman buku sangat minim. Hal ini dikarenakan beberapa faktor:

1. Jumlah buku koleksi perpustakaan tidak cukup untuk memenuhi


tuntutan kebutuhan membaca sebagai basis proses pendidikan.
Rendahnya jumlah koleksi tidak diantisipasi dengan program
pengadaan buku secara berkala.
2. Peralatan, perlengkapan, dan petugas perpustakaan tidak sesuai
kebutuhan. Sebagian petugas bukanlah tenaga pustakawan khusus
dan minim mendapatkan peningkatan (pendidikan atau pelatihan
kepustakaan).
3. Sekolah tidak mengalokasikan anggaran khusus yang memadai untuk
pengembangan perpustakaan sekolah. Akhirnya keberadaan
perpustakaan menjadi tidak bermakna karena kurangnya program
kegiatan dan pengembangan.

1. Persoalan Sosial – Politik


1. Kurangnya political will (kebijakan) dari pemerintah baik nasional
maupun daerah dalam mengembangkan kesadaran literasi warga.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya budaya baca-
tulis.
3. Persoalan rendahnya budaya literasi belum dianggap sebagai masalah
yang mendesak (critical problem) sehingga tidak muncul respon cepat
yang diperlukan serta cenderung disepelekan.
4. Anggapan bahwa tradisi literasi adalah ekslusif untuk kaum elit
masyarakat saja, sehingga kelompok masyarakat awam merasa tidak
perlu mengem-bangkan tradisi literasi.
5. Anggapan keliru bahwa penyadaran literasi hanyalah kewajiban
lembaga pendidikan sehingga yang lain yang belum bergerak
membantu, seperti lembaga bisnis (perusahaan) atau perorangan.

1. Persoalan Teknis di Lapangan


1. Kurang tersedia buku bacaan yang bermutu karena kurangnya
kuantitas perpustakaan dan kuantitas buku bacaan.
2. Kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang kepustakaan dan
rendahnya kompetensi pengelola perpustakaan.
3. Perpustakaan belum menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan
nasional.

ANCAMAN GLOBAL (GLOBAL THREAT)

 Rendahnya literacy awareness bangsa Indonesia sekarang ini akan


semakin melemahkan daya saing bangsa dalam persaingan global
yang semakin kompetitif.
 “70 persen Anak Indonesia akan Sulit Hidup di Abad 21,” demikian kata
Prof Iwan Pranoto dari ITB. Indonesia termasuk negara yang prestasi
membacanya berada di bawah rata-rata negara peserta PIRLS 2006
secara keseluruhan yaitu 500, 510, dan 493. Indonesia berada di urutan
ke-lima dari bawah, sedikit lebih tinggi dari Qatar (356), Quwait (333),
Maroko (326), dan Afrika Utara (304).
 Sumber Daya Manusia Indonesia kurang kompetitif karena kurangnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ini adalah akibat turunan
dari rendahnya kemampuan baca-tulis.
 Membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya.
 Menciptakan perubahan budaya (cultural change) memerlukan proses
yang panjang, sekitar 1-2 generasi, bergantung pada political
will pemerintah dan kesadaran masyarakat, dengan rentang waktu 1
generasi sekitar 15-25 tahun.

SOLUSI

Melihat persoalan bangsa yang sedemikian krusial dalam hal kesadaran


literasi, dibutuhkan kerjasama banyak pihak untuk mengatasinya. Paling
penting adalah adanya tindakan nyata yang bukan sekedar wacana semata.

Dibutuhkan intervensi secara sistemik, masif, dan berkelanjutan untuk


menumbuhkan budaya literasi masyarakat. Pendekatan yang dianggap paling
efektif adalah penyadaran literasi sejak dini dengan melibatkan dunia
pendidikan. Hal ini karena tidak dipungkiri hampir seluruh anak berstatus
sebagai pelajar dan melalui proses pendidikan, sebuah program yang
sistematik bisa masuk dengan efektif.

Atas dasar pemikiran inilah kami menawarkan aksi nyata perbaikan budaya
literasi melalui sebuah program yang disebut GERAKAN LITERASI
SEKOLAH.

Apa Itu Gerakan Literasi Sekolah?


Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah gerakan penyadaran literasi yang
dimulai dari lembaga pendidikan.

Siapa Sasaran Kegiatan Ini?

Gerakan Literasi Sekolah mengajak semua pihak untuk terlibat dalam usaha
penyadaran budaya literasi, yakni:

 Ø Sekolah, sebagai lembaga yang menjadi tempat pelaksanaan


gerakan
 Ø Guru, sebagai tenaga pendidik dan teladan bagi siswa
 Ø Siswa, sebagai sasaran utama gerakan
 Ø Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan), sebagai pembuat kebijakan
 Ø Yayasan penyelenggara pendidikan, sebagai pembuat kebijakan
 Ø Pengelola Perpustakaan, sebagai pusat kegiatan baca-tulis
 Ø Perusahaan, sebagai penyumbang buku melalui program CSR
 Ø Media Massa, sebagai saluran informasi masyarakat

Bagaimana Bentuk Kegiatannya?

Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah program intervensi pembudayaan


literasi yang tepat, mudah dilaksanakan, dilakukan secara sistemik,
komprehensif, merata pada semua komponen sekolah, berkelanjutan, dan
dikelola secara profesional oleh lembaga yang kredibel.

Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam Gerakan Literasi Sekolah ini
adalah?

 Ø SeMinar dan Workshop

Seminar dilakukan di sekolah peserta GERAKAN LITERASI SEKOLAH,


sekaligus sebagai launching project. Peserta dalam kegiatan seminar literasi
ini adalah perwakilan penyelenggara sekolah, pimpinan sekolah, guru, dan
siswa. Seminar dilaksanakan selama satu hari.

Workshop dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kemampuan literasi


warga sekolah peserta gerakan. Sasaran peserta workshop bervariasi
bergantung pada materi workshop. Adapun materi workshop yang ditawarkan
adalah:

 Teknik-Teknik Membaca Efektif


 Menulis Dasar (Basic Writing) untuk siswa SD
 Menulis Kreatif Terstruktur dengan Pendekatan Jurnalisme Sastrawi,
untuk siswa SMP, SMA, dan Guru
 Workshop bagi pustakawan, dilakukan secara kolektif dengan sekolah
peserta yang lain
 Workshop penerbitan buku, menghadirkan pakar penulisan dan
penerbit.
 Workshop jurnalistik dan manajemen media, untuk redaksi majalah
sekolah.

 Ø Program Membaca Rutin di Sekolah

Program Membaca Rutin di Sekolah (Sustained Silent Reading) atau disingkat


SSR adalah strategi intervensi membaca yang telah digunakan oleh negara-
negara maju dalam membudayakan dan meningkatkan kemampuan siswa
dalam membaca. Program ini merupakan program yang krusial untuk
menjamin terciptanya kebiasaan dan budaya membaca pada warga sekolah.

Program ini telah diujicobakan di SMA Negeri 5 Surabaya dengan hasil yang
sangat memuaskan. Hanya dalam waktu kurang dari 2 (dua) bulan siswa
SMAN 5 Surabaya telah membaca 1851 buku novel dari target 3000 buku
dalam setahun. Program ini telah diulas di Koran Jawa Pos dan Koran Surya
(5 Oktober 2012).

 Ø Pengembangan Perpustakaan Sekolah

Program ini ditujukan untuk membantu perpustakaan sekolah dalam


menambah koleksi buku bacaan bermutu. Program pengembangan
mencakup penambahan koleksi buku, maupun inovasi lain untuk
mendekatkan siswa kepada perpustakaan misalnya melalui kegiatan
perpustakaan kelas.

Adapun program peningkatan koleksi perpustakaan dilakukan dengan dua


cara, yakni (1) secara internal melalui kegiatan One Student One Book
(OSOB) melibatkan siswa/orang tua untuk menyumbang buku kepada
perpustakaan, dan (2) secara eksternal melalui kegiatan sumbangan buku
yang diberikan oleh perusahaan (sebagai CSR) atau penerbit.

 Ø Lomba Literasi (Membaca – Menulis)

Lomba literasi dilakukan untuk semakin menumbuhkan kebutuhan membaca-


menulis kepada warga sekolah. Lomba literasi bisa diintegrasikan dengan
kegiatan sekolah seperti pada peringatan Bulan bahasa. Lomba diadakan
pada tingkat sekolah (antar siswa) maupun pada tingkat daerah (antar
sekolah).

Beberapa jenis kegiatan lomba literasi yang bisa dilakukan antara lain: speed
reading contest, comprehensive reading contest, story telling competition,
essay competition, book review competition, poetry contest, dan magazine
competition.
 Ø Jumpa Penulis & Bedah Buku

Kegiatan jumpa penulis (meet the author) ditujukan untuk memotivasi peserta
Gerakan Literasi Sekolah untuk menjadi penulis sukses. Penulis yang
dihadirkan adalah penulis buku bermutu dan terkait dengan dunia pendidikan /
pengembangan diri siswa.

Bedah buku adalah kegiatan mengeksplorasi dan mengapresiasi pesan dari


suatu buku. Program ini menghadirkan penulis buku tersebut dan ahli yang
kompeten dengan bidang terkait isi buku.

 Ø Pemberian Penghargaan

Pemberian penghargaan ini dilakukan melalui kegiatan bertajuk Literacy


Award, yakni sebuah program pemberian penghargaan kepada pihak-pihak
yang dinilai berpartisipasi dan berperan baik secara langsung maupun tidak,
dalam usaha penyadaran literasi bangsa melalui Gerakan Literasi Sekolah ini.

Sasaran penerima Literacy Award adalah sekolah secara kelembagaan,


guru/tenaga pendidik, siswa, perusahaan peduli literasi, dan perorangan yang
telah berpartisipasi. Penghargaan berupa piagam penghargaan dan dana
pembinaan untuk peningkatan kesadaran literasi lebih lanjut. Kegiatan ini
dilaksanakan berkala bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.

 Ø Pameran Buku

Pameran buku (book expo) adalah kegiatan bazar buku yang bekerja sama
dengan penerbit atau toko buku. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan
penghargaan siswa dan masyarakat terhadap karya tulis, yang pada akhirnya
secara kumulatif akan memotivasi penulis untuk semakin berkarya.

Siapa Pelaksana Kegiatan Ini?

Secara keseluruhan program ini dikelola oleh Konsorsium Gerakan Literasi


Sekolah yang dimotori oleh Universitas Negeri Surabaya (UNESA) bekerja
sama dengan IKA (Ikatan Alumni) UNESA, Eureka Academia, dan Sekolah
Menulis INSPIRASI.

Dalam pelaksanaannya di lapangan akan dilaksanakan kerjasama dengan


dinas pendidikan daerah serta dibantu oleh pihak-pihak lain, seperti
sukarelawan literasi (dari mahasiswa / pekerja sosial), penerbit, perusahaan,
media massa, dan individu-individu yang peduli dengan literasi bangsa.

Berapa Lama Kegiatan Ini Dilaksanakan?

Pada dasarnya kegiatan ini dilaksanakan sepanjang mungkin, sebagaimana


belajar juga dilaksanakan seumur hidup (long life education). Namun sekolah
diberikan pilihan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini dalam beberapa jenis
partisipasi:

 Ø Partisipasi penuh, yakni mengikuti semua program yang ditawarkan.


Untuk waktu pelaksanannya adalah selama satu tahun. Program yang
ditawarkan akan dilaksakan dengan penyesuaian waktu dengan
kegiatan sekolah yang lain.
 Ø Partisipasi sebagian, yakni mengikuti beberapa program saja. Untuk
waktu pelaksanannya bersifat tentatif dan disesuaikan dengan kegiatan
sekolah.

TARGET

Target yang hendak dicapai melalui GERAKAN LITERASI SEKOLAH ini


adalah:

 Kualitatif

1. Terwujudnya masyarakat sadar literasi yang ditunjukkan dengan


meningkatnya budaya baca-tulis di masyarakat
2. Meningkatnya daya saing bangsa melalui peningkatan wawasan dan
ilmu pengetahuan akibat minat baca yang tinggi

 Kuantitatif

1. Minimal 20 sekolah dari setiap kabupaten/kota yang berpartisipasi.


Dengan asumsi rata-rata satu sekolah memiliki 500 siswa, maka dari
satu kabupaten/kota terdapat 10.000 siswa berpartisipasi.
2. Meningkatnya jumlah buku yang dibaca siswa dalam satu tahun.
Dengan asumsi tiap siswa membaca minimal 10 buku setahun, maka
dalam satu kabupaten tercapai 100.000 jumlah buku dibaca dalam satu
tahun.
3. Meningkatnya koleksi buku perpustakaan sekolah, minimal sejumlah
siswa setiap tahun.
4. Meningkatnya kunjungan siswa ke perpustakaan sekolah hingga
1000% (10 kali lipat)
5. Tercapai sumbangan buku dari sponsor (perusahaan dan perorangan)
sebanyak 300 buku tiap sekolah.

DISCLAIMER

Gerakan Literasi Sekolah ini tidak memungut biaya dari sekolah, yayasan,
atau Dinas Pendidikan. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan dan komitmen
untuk menjalankan program ini.

CONTACT PERSON
Tujuan Khusus
1. Menumbuh kembangkan budi pekerti.
2. Membangun ekosistem literasi sekolah.
3. Menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran (learning
organization) (Senge, 1990).
4. Mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan (knowledge
management).
5. Menjaga keberlanjutan budaya literasi.

Sasaran Gerakan Literasi Sekolah


Ekosistem sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Prinsip-prinsip Pelaksanaan Gerakan


Literasi Sekolah
Sahabat dunia Pendidikan, Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam
gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang bisa


diprediksi.

2. Program literasi yang baik bersifat berimbang


 Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap
peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian,
diperlukan berbagai strategi membaca dan jenis teks yang bervariasi pula.

3. Program literasi berlangsung di semua area kurikulum


 Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua
guru di semua mata pelajaran. Pembelajaran di mata pelajaran apapun membutuhkan
bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan
profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

4. Tidak ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan menulis yang bermakna

 Kegiatan membaca dan menulis di kelas perlu dilakukan kapan pun kondisi di
kelas memungkinkan. Untuk itu, perlu ditekankan bentuk kegiatan yang bermakna dan
kontekstual. Misalnya, ‘menulis surat untuk wali kota’ atau ‘membaca untuk ibu’
adalah contoh-contoh kegiatan yang bermakna dan memberikan kesan kuat kepada
peserta didik.

5. Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting

 Kelas berbasis literasi yang kuat akan melakukan berbagai kegiatan lisan
berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga
harus membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir
kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan
pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan satu sama
lain.

6. Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan sekolah

 Penting bagi pendidik untuk tidak hanya menerima perbedaan, namun juga
merayakannya melalui agenda literasi di sekolah. Buku-buku yang disediakan untuk
bahan bacaan peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar
peserta didik dapat terpajan pada pengalaman multicultural sebanyak mungkin.

Demikian Sahabat Dunia Pendidikan mengenai Tujuan dan Prinsip Gerakan


Literasi Sekolah yang dapat disampaikan semoga bermanfaat bagi kita semua,
aamiin

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang dengan


pertolongannya kami dapat menyelesaikan konsep proposal kegiatan ini.
Yang dimana kami bermaksud mengadakan acara Sharing “Gerakan Literasi
Sekolah”

1. LATAR BELAKANG
Membaca bagi sebagian masyarakat sudah menjadi budaya. Bahkan
sebagian kecil masyarakat membaca merupakan kebutuhan. Jenis
bacaanpun beragam mulai dari buku pelajaran dan buku fiksi seperti novel
dan dongeng. Dan untuk zaman digital sekarang ini masyarakat sudah
sangat dimudahkan dengan kecanggihan teknologi karna dapat membaca
buku melalui e-book yang disediakan oleh smartphone dengan cara
mengunduh baik yang gratis maupun berbayar.
Walaupun media untuk membaca sekarang ini sudah sangat beragam namun
jika masyarakat dari usia terkecil seperti siswa SD tidak ditanamkan
untuk gemar membaca maka kebiasaan membacapun dapat hilang dengan
sendirinya. Sebagai negara yang konsen mengenai pendidikan anak
negerinya melalui Dinas dan diteruskan ke sekolah-sekolah, pemerintah
menggalakan program “ Gerakan Literasi Sekolah” untuk menumbuhkan
minat kembang baca siswa-siswinya yang melalui guru-gurunya. SDIT
Akmala yang juga konsen mengenai minat kembang membaca bermaksud
mengadakan Workshop “ Gerakan Literasi Sekolah” kepada jajaran guru-
guru agar bisa menumbuhkan minat baca siswa-siswinya

1. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan kegiatan workshop “Gerakan Literasi Sekolah” adalah :

1. Menumbuhkan minat baca siswa


2. Meningkatkan kualitas pengetahuan siswa melalui sumber bacaan
3. Memupuk kedisiplinan kreativitas dan prestasi dari buku yang dibaca
4. Membangun sikap menghargai karya melalui buku bacaan
5. Menambah pengalaman, kecakapan dan keterampilan yang berguna bagi
diri sendiri dan lingkungan sekitar.
6. Teknik membaca
7. Teknik menulis review
8. Teknik persentasi diskusi
9. Program literasi skolah
10. Pemanfaatan perpustakaan

GLS JABAR MELALUI WJLRC


Sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya
literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
Permendikbud No`28 tahun 2016 tentang Kemampuan dalam Mengakses,
Memahami, dan Menggunakan Informasi Secara Cerdas
Permendikbud RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti
 Kegiatan wajib yang dilakukan membaca buku non-pelajaran setiap hari.
 Tahapan kegiatan pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran,
 Sasaran dalam gerakan ini adalah siswa, guru, dan tenaga kependidikan
 Tujuan menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membentuk generasi
berkarakter positi
APA ITU LITERASI ?
Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga mencankup
bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan,
bahasa, dan budaya”. (UNESCO, 2003).

MENGAPA PERLU LITERASI DI INDONESIA


2012: posisi ke-64 dari 65 negara peserta PISA.

2016: posisi ke-60 dari 61 negara, satu tingkat di atas Botswana.

Ayip Rosidi, 2006:

Anak-anak Indonesia membaca 27 halaman buku per tahun atau 1 halaman


15 hari.

Taufik Ismail, 2006:

Sejak Indonesia merdeka tidak ada 1 pun buku sastra yang wajib dibaca di
sekolah. Telah terjadi Tragedi Nol Buku di Indonesia

Ahmad Baedowi meneliti para wisudawan, terungkap bahwa para mahasiswa


pada saat menjalani pendidikan di perguruan tinggi rata-rata hanya mampu
menamatkan buku satu sampai dua judul saja (Republika, 7 April 2014)
Abdul Mu’ti, mengakui sikap malas membaca buku bukan hanya di tingkat
kalangan mahasiswa tingkat sarjana (S1), tapi juga pada kelompok
mahasiswa pascasarjana (S2). (Media Indonesia, 15 Januari 2011). DAN
SEJUTA FAKTA LAINNYA
WJLRC (West Java Leader’s Reading Challenge)

Adalah suatu Program tantangan membaca untuk para guru dan siswa di
sekolah dari para pemimpin pemerintahan tertinggi dalam suatu wilayah.

DESKRIPSI KEGIATAN
TANTANGAN MEMBACA WJLRC
1. Membentuk komunitas siswa membaca di luar jam pelajaran secara
berkelompok
2. Peserta adalah siswa kelas IV s.d. Kelas XII.
3. Kegiatan rutin bulanan:
Membaca buku yang sudah divalidasi serta menulis review

Presentasi dan diskusi buku dalam kelompok (minggu III)

Guru mengirim portofolio siswa ke website WJLRC (minggu IV)

4. Target membaca setiap siswa 24 buku dalam 10 bulan


5.Menyelenggarakan readathon (Membaca Massal 42 menit seluruh warga
sekolah bersama-sama)
 kegiatan membaca senyap massal dilakukan semua warga sekolah, selama
42 menit.
 Bisa membaca terjemah Qur’an, buku baru atau melanjutkan bacaan dari
sebuah buku.
 Peserta merekap jumlah halaman yang terbaca dan membuat riviu di
kertas HVS (Diagram Ishikawa)
MINGGU KE-1 DAN KE-2

Siswa membaca buku yang sudah tervalidasi oleh guru&ortu

MINGGU KE-3

Kegiatan presentasi buku & diskusi kelompok, Setiap peserta


mempresentasikan buku selama 4 menit berdasarkan hasil reviu
yang dibuatnya,

dipilih 2 buku yang paling menarik untuk didiskusikan selama10 menit


(tanya jawab tentang 5W+1H+dll

MIMGGU KE-4
Merekap rekaman kegiatan dan portofolio peserta untuk siap dikirim
ke web sesuai jadwal)
GURU PERINTIS

1. Guru / Pustakawan sekolah harus terdaftar dalam jaringan West Java


Leader’s Reading Challenge,
2. Membimbing 2 s.d. 8 kelompok siswa @5 peserta perkelompoknya.
3. Menguasai IT
4. Memotivasi, menyeleksi buku pilihan siswa, mengevaluasi dan
melaporkan data karya peserta pada web WJLRC sesuai jadwal.
5. Membimbing kegiatan kelompok diskusi buku
6. Bertanggungjawab mendokumentasikan kegiatan dan portofolio para
siswa peserta, serta melaporkan ke Website WJLRC
PERAN PENGGERAK

1. MEMILIKI KEMAMPUAN DAN KOMITMEN UNTUK


MELAKSANAKAN TUGAS SEBAGAI PENGGERAK LITERASI DAN
WJLRC
2. MEMILIKI PENGALAMAN ATAU TERLIBAT LANGSUNG DALAM
GERAKAN LITERASI , BUDAYA BACA, READING CHALLENGE, ATAU
AKTIVITAS LAIN YANG SEJENIS
3. MENDAMPINGI SEKOLAH BINAAN (SD-SMP) DALAM KEGIATAN
LITERASI DAN WJLRC, DIUTAMAKAN SEKOLAH YANG TERDEKAT.
4. MEMBIMBING PALING SEDIKIT 5 SISWA
5. MELAKUKAN MONEV, MENERIMA LAPORAN,MENJEMBATANI
KOMUNIKASI
PERAN KEPALA SEKOLAH

1. Diseminasi kepada para guru, siswa dan orang tua tentang


penyelenggaraan pengembangan pendidikan literasi di lingkungan Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui program West Java Leader’s
Reading Challenge(WJLRC)
2. Menunjuk guru-guru yang akan bertanggungjawab sebagai koordinator
dan pembimbing/PERINTIS dalam program Leader’s Reading Challenge.
3. MEMFASILITASI DAN MEMOTIVASI PELAKSANAAN KEGIATAN
GERAKAN LITERASI SEKOLAH DAN WJLRC
PERAN ORANG TUA
A. Menyetujui surat pernyataan keikutsertaan peserta dan sangat
mendukung kegiatan siswa
B. Menyediakan 2 buku tulis untuk (1) buku reviu dan diskusi buku; (2)
buku harian
C. Turut menyeleksi buku bacaan siswa peserta.
D. Menjadi rekan diskusi siswa untuk 4 buah buku yang dibaca siswa
E. Berkomunikasi dengan guru pembimbing

Anda mungkin juga menyukai