BAB I. PENDAHULUAN
Negara Indonesia yang merdeka sejak 17 Agustus 1945 hingga saat ini
(Oktober 2007) masih termasuk dalam Negara Dunia Ketiga. Istilah Dunia Ketiga
dimaksudkan sebagai sebutan untuk kelompok negara – negara yang
terbelakang. Istilah ini mulai populer sejak tahun 1960-an sebagai hasil rumusan
dalam berbagai pertemuan Politik Internasional seperti Konferensi Bandung
(1955) dan Konferensi Belgrado (1961). Dunia pada saat itu dilihat dari pola
kemajuannya yang ditandai dengan klasifikasi tiga kelompok negara yaitu :
Dunia Pertama (Dunia Bebas atau Blok Antlantik meliputi Eropa Non Komunis
dan Amerika Utara), Dunia Kedua (meliputi negara – negara Eropa Timur dan
Blok Uni Sovyet), dan Dunia Ketiga (meliputi Asia, Afrika dan Amerika Latin).
Dunia Pertama dan Kedua bersama – sama berpenduduk 30% dari jumlah
penduduk seluruh dunia (15 milyard, 2001) dan menghuni 40% daratan dunia
seluruhnya (total luas bumi 510.074.600 km2, daratan 148.940.540 km2 atau 30%
dan lautan 361.134.060 km2 atau 70%). Selebihnya 60% adalah sejumlah besar
negara merdeka yang pada umumnya baru melepaskan diri dari penjajahan
(tercatat dalam atlas tahun 1991 jumlah negara dunia 206 negara). Ada
beberapa nama tambahan yang diberikan kepada negara – negara yang
termasuk Dunia Ketiga (the third world) antara lain, negara terbelakang
(backward countries), negara yang belum maju termasuk Indonesia saat ini
(under developed countries), negara selatan, dan nama negara – negara miskin
(un-developing countries). Umumnya nama yang diberikan memiliki tiga ciri
umum yaitu 3K, Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan yang diukur dari
indikator GNP per kapita, pendapatan bersih per kapita, jumlah pemakaian
energi per kapita, pendapatan bersih per kapita, jumlah pemakaian energi per
kepala, tingkat melek huruf, tingkat kematian bayi dan ukuran – ukuran sosial
lainnya.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 1
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak
konflik politiknya daripada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara
kaum borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok – kelompok
nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan ditandai
tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan masih
mencapai 697% antara tahun 1965 – 1966.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 2
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian serta
industri yang menghasilkan barang ekspor, menyerap tenaga kerja, pegolahan
hasil pertanian dan menghasilkan mesin – mesin industri, meningkatkan
pembangunan bidang politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Namun
pada tanggal 21 Mei 1998, Indonesia mengalami Krisis Moneter yang membuat
Soeharto lengser (runtuhnya rezim Orde Baru). Indonesia belum sempat tinggal
landas malah kemudian meninggalkan landasannya hingga lupa pijakan
ekonominya rapuh dan mudah hancur.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 3
rupiah terhadap dolar terpuruk, dan sebagainya. Sebenarnya apa yang salah
dalam proses pembangunan di Indonesia? Mengapa semua itu terjadi?
Pertanyaan ini menarik untuk dikaji dan dianalisis. Dan dengan maksud itulah
tulisan ini dibuat.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 4
Tabel 1. Dimensi – dimensi Sistem Ekonomi
Kutub
NO. Pertanyaan
Laisser-Faire Dirigisme
Siapa pembuatan keputusanDesentralisasi
1. Sentralisasi (negara)
investasi, produksi, dan distribusi?(individu)
Bagaimana transaksi informasi
2. alokasi sumberdaya dan koord.Pasar Proses administrasi
keputusan dilakukan?
Siapa berhak memiliki faktor
3. produksi dan menentukanPemilikan Pribadi Pemilikan kolektif
penggunaannya?
Bgmn mekanisme memotivasi
4. Insentif Ekonomi Komando
individu & prshn?
Bagaimana sifat interaksi aktor-2
5. Kompetitif Non-kompetitif
ekonomi?
Bagaimana interaksi ekonomi
6. domestik dengan sistemInternasionalis Nasionalis
internasional?
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 5
dalam rangka perencanaan yang komprehensif. Sedangkan yang terjadi di
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Pemimpin yang ada saat itu terdiri dari kaum elit yang
berpendidikan Barat dan orang – orang militer yang dilatih Jepang. Secara
ekonomi, Belanda masih menguasai perusahaan – perusahaan di sektor
perkebunan dan menguasai perdagangan internasional {Konferensi Meja
Bundar (KMB), 1949}. Periode 1945 – 1949 adalah periode Indonesia
berjuang untuk status negara merdeka dan diakui oleh dunia yang ditandai
dengan pengakuan Belanda di KMB dengan syarat perusahaan Belanda di
Indonesia tidak dinasionalisasikan. Di sisi lain, Cina menguasai perdagangan
dalam negeri dan mayoritas orang Indonesia pribumi masih tetap menjadi
petani, hanya sedikit elit politik (kaum elit terpelajar dan militer) yang
menguasai negara. Elit politik itu berperan sebagai birokrat negara tanpa
basis ekonomi, tak ada pengusaha pribumi yang berarti dan tak ada borjuasi
yang berperan dalam ekonomi. Demokrasi Parlementer (1949 – 1959),
menghasilkan kebijakan “Politik Benteng” yang bertujuan menciptakan
pengusaha pribumi. Akumulasi modal pengusaha pribumi terjadi melalui jalur
politik benteng dan jalur perusahaan – perusahaan negara, namun masih
relatif kecil dibandingkan akumulasi modal pengusaha asing dan Cina.
Demokrasi Liberal (1957 - 1959), menghasilkan gejolak politik yang cukup
serius yaitu Sumatera Barat dan Sulawesi Utara melakukan perlawanan
bersenjata sebagai reaksi dominasi Jawa dan ketimpangan ekonomi antara
daerah dan pusat, akibatnya Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
dibubarkan. Pada masa ini, politisi kelas menengah ke atas menguasai
ekonomi politik Indonesia sedangkan rakyat Indonesia belum berubah, masih
miskin. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965), Dekrit Presiden 1959 (yang
mendapat dukungan dari militer dan PKI) adalah upaya Soekarno menggeser
dominasi politisi kelas menengah ke atas dan sekaligus upaya
mengembalikan kekuasaan Presiden yang selama ini dipegang Perdana
Menteri dan DPR. Pada masa ini, Soekarno menguasai penuh birokrasi
negara. Pada tahun 1957, perusahaan – perusahaan Belanda
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 6
dinasionalisasikan, setelah tahun 1959, proses nasionalisasi perusahaan
asing makin meluas. Pada tahun 1963, perusahaan – perusahaan Inggris
juga diambil alih, milik Amerika Serikat juga diambil alih di tahun 1965.
Semua perusahaan tersebut dikelola oleh perwira – perwira militer namun
bisnis masih dikuasai pengusaha Cina. Konflik antara PKI dan Militer
mencapai klimaksnya pada 1 Oktober 1965 yang berakhir dengan
kemenangan Militer dimana Soeharto sebagai simbolnya. Kondisi ekonomi
sangat parah dengan ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara
tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697% antara tahun 1965 – 1966.
Jadi periode Orde Lama yang dipimpin Soekarno lebih kuat nasionalismenya,
sentralisasi, komando dan kepemilikan kolektif bisa disimpulkan berarti
prosesnya menjauhi kutub “Laissez-Faire” dan mendekati kutub
“Dirigisme/hegemoni”.
2. Periode Orde Baru (1966 – 1998), pemerintah didukung kuat Militer dan
kemudian mencari dukungan dari kelompok borjuasi (elit politk kelas
menengah ke atas). Prioritas yang dilakukan adalah pengendalian inflasi dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dukungan dari Barat dan Jepang juga
mengalir melalui bantuan/pinjaman. Modal asing mulai masuk sehingga
industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan awal
1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde
Baru mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Stabilitas politik dilakukan kaum
militer dengan membuat “Golongan Karya” (Golkar) yang tidak berkoalisi
dengan partai politik yang ada dan memaksa parpol bergabung hingga hanya
ada dua yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI). Pada tahun 1970-an, negara Orde Baru Rente terbentuk
sehingga negara menduduki posisi investor terbesar, disusul pengusaha non
pribumi (Cina) dan pengusaha pribumi di posisi ketiga. Perusahaan negara
banyak yang merugi namun pengelolanya bertambah kaya. Pengusaha Cina
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 7
terus berkembang melalui koneksi dengan pejabat tinggi negara. Pengusaha
pribumi berkembang melalui fasilitas negara karena hubungan kekeluargaan
dengan petinggi negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat
rakyatnya bebas dari kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang
hanya dinikmati segelintir orang saja. Dampak negatif kondisi ekonomi
Indonesia pada masa Orde Baru antara lain :
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 8
pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan
penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan
pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural
adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut :
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 9
4. Kebijakan menciptakan lingkungan legal dan institusional yang bisa
mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak
milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan
peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai
program yang memungkinkan lingkungan seperti itu. Pemberlakuan Undang
– Undang Hak Cipta dan Hak Milik Intelektual juga merupakan bagian dari
berbagai paket di atas (Pangestu, 1989:3-8, dan 1992:196-197; Nelson,
1990:3-5).
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 10
seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta
pengusaha – pengusaha Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang
menikmati hasil pembangunan. Jadi periode Orde Baru yang dipimpin Soeharto
lebih kuat peran pemerintah/proses administrasinya, aktor ekonominya
nepotisme/non kompetitif, sentralisasi, nasionalismenya, komando dan
kepemilikan kolektif bisa disimpulkan berarti prosesnya menjauhi kutub “Laissez-
Faire” dan mendekati kutub “Dirigisme/hegemoni”.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 11
Reformasi ini. Dalam masa ini, Indonesia masih mencari jati dirinya kembali
dengan mencoba menerapkan demokrasi yang sesungguhnya yang ternyata
sangat mahal biayanya. Praktis, dana pembangunan banyak teralokasikan untuk
pembiayaan pesta demokrasi tersebut, mulai dari Pemilihan Presiden (PILPRES,
periode 2004 - 2009) langsung oleh rakyat, yang menghasilkan Soesilo
Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden RI, hingga berbagai Pemilihan
Kepala Daerah (PILKADA) yang masih berlangsung silih berganti hingga saat ini
di berbagai daerah di wilayah nusantara ini.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 12
kepala daerah melalui PILKADA, praktek nepotisme sedikit demi sedikit
berkurang sehingga aktor ekonominya berusaha secara kompetitif. Jadi periode
Orde Reformasi lebih kuat transaksi informasi alokasi sumber daya diserahkan
pada pasar, aktor ekonominya kompetitif (berusaha menghapuskan nepotisme),
desentralisasi, internasionalis, melalui insentif ekonomi dan kepemilikan individu
dijamin, sehingga bisa disimpulkan berarti prosesnya menjauhi kutub “
Dirigisme/hegemoni” dan mendekati kutub “ Laissez-Faire”.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 13
BAB III. KESIMPULAN
Dari hasil analisis di BAB II., dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
3. Periode Orde Reformasi lebih kuat transaksi informasi alokasi sumber daya
diserahkan pada pasar, aktor ekonominya kompetitif (berusaha
menghapuskan nepotisme), desentralisasi, internasionalis, melalui insentif
ekonomi dan kepemilikan individu dijamin bisa disimpulkan berarti prosesnya
menjauhi kutub “ Dirigisme/hegemoni” dan mendekati kutub “ Laissez-Faire”.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 14
5. Pemerintahan Soeharto yang berjalan lebih dari tiga puluh tahun membuat
Negara Indonesia semakin miskin. Soeharto hanya membangun ekonomi di
tingkat permukaan saja tidak sampai di tingkat akar. Soeharto hanya
mementingkan pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pemerataan
hasil pembangunan dan mengendalikan inflasi tanpa memperhatikan
kemampuan daya beli rakyat Indonesia. Soeharto bisa dibilang tidak
membangun meskipun dikenal sebagai ”Bapak Pembangunan” karena
proses pembangunan yang terjadi lebih banyak dibantu dari harga minyak
bumi yang tinggi. Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama
bagi anggaran belanja negara. Di akhir masa jabatannya, Soeharto hanya
membuat hutang Indonesia semakin besar. Negara Indonesia semakin miskin
sehingga masih termasuk dalam Negara Dunia Ketiga namun Soeharto dan
kroni – kroninya semakin kaya dan makmur.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 15
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. 1991. Negara dan Pembangunan, Studi tentang Indonesia dan
Korea Selatan. Indonesia: Yayasan Padi dan Kapas.
Effendi Siregar, Amir. 1991. Arus Pemikiran Ekonomi Politik. Yogyakarta: PT.
TIARA WACANA YOGYA.
/opt/scribd/conversion/tmp/scratch4846/42759157.doc 16