Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations Children’s Fund
(UNICEF), pada tahun 2016 terdapat 22,9 %, atau hampir satu dari empat anak
berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami stunting. Lebih dari setengah balita
yang mengalami stunting tersebut tinggal di Benua Asia dan lebih dari sepertiga
tinggal di Benua Afrika. Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K), (2017), prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat
kelima terbesar di dunia.
Keadaan pendek (stunting) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri
penilaian status gizi anak terbagi atas dua yaitu pendek dan sangat pendek. Kategori
pendek adalah suatu keadaan dimana hasil pengukuran Panjang Badan menurut
Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) berada di antara -3 Standar
Deviasi (SD) sampai <-2 SD. Sangat pendek (severe stunting) adalah keadaan
dimana hasil pengukuran PB/U atau TB/U di bawah -3 SD.
Data Riskesdas, (2018) menunjukkan prevalensi pendek dan sangat pendek
secara nasional tahun 2007 adalah 36%, prevalensi pendek dan sangat pendek
nasional tahun 2013 mengalami kenaikan dimana prevalensinya berada pada angka
37,2%, hasil Riskesdas pada tahun 2018 mencatat prevalensi pendek dan sangat
pendek sebanyak 30,8%. Meskipun di tahun 2018 mengalami penurunan akan tetapi
angka tersebut masih cukup tinggi dan merupakan hal yang akan berdampak cukup
besar terhadap generasi penerus bangsa. (Kemenkes, 2018)
Dampak dari stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya
tetapi juga berdampak terhadap roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Hal
ini dikarenakan sumber daya manusia yang stunting memiliki kualitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan sumber daya manusia normal. Masalah kesehatan
masyarakat dianggap berat bila prevalensi stunting sebesar 30–39% dan serius bila
prevalensi stunting ≥40% (WHO 2013). Sulawesi Barat berada pada urutan kedua
setalah Nusa Tenggara Barat (42,6%). (KemenKes RI, 2018). Angka kejadian
stunting di Sulawesi barat cukup banyak yaitu sebesar 42,4%, dan menurut data dari
Riskesdas tahun 2013 di kabupaten majene kejadian stunting sebanyak 58,62%.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang pada masa balitanya mengalami
stunting memiliki tingkat kognitif rendah, prestasi belajar dan psikososial buruk (de
Souza, 2015). Bayi yang mengalami severe stunting di dua tahun pertama
kehidupannya memiliki hubungan sangat kuat terhadap keterlambatan kognitif
dimasa kanak-kanak nantinya (Abubakar, Uriyo, Msuya, Swai, dan Stray-Pedersen,
2012). Kejadian stunting yang berlangsung sejak masa kanak-kanak memiliki
hubungan terhadap perkembangan motorik lambat dan tingkat IQ lebih rendah
(Ramos, Dumith, dan Cesar, 2014). Penelitian menunjukkan anak (6-23 bulan) yang
stunting selain memilki tingkat IQ yang lebih rendah, mereka juga memiliki
penilaian lebih rendah pada psikomotor (Adeba, Garoma, Gemede, dan Garoma,
2014) . Koordinasi tangan dan mata, pendengaran, berbicara, dan kinerja jika
dibandingkan dengan anak normal (Mantovani, et al., 2016).
Dikutip dari junal “Pelatihan kader kesehatan deteksi dini stunting pada balita
di desa betteng” Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena
dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan
status kesehatan pada anak. Studi-studi terkini menunjukkan anak yang mengalami
stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang buruk, tingkat pendidikan yang
rendah, dan pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang mengalami stunting
memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat
dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan
anak terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak Menular
(PTM) serta peningkatan risiko overweight dan obesitas. Keadaan overweight dan
obesitas jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Oleh karena
itu, kasus stunting pada anak dapat dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber
daya manusia suatu negara. Keadaan stunting yang menyebabkan buruknya
kemampuan kognitif, rendahnya produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit
mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi ekonomi Indonesia. (Eva Yulianai, dkk,
2018 )
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah dkk, 2016 mengungkapkan
bahwa kejadian stunting dapat dipengaruhi oleh faktor kehamilan pada usia remaja,
dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kehamilan pada usia remaja dengan kejadian stunting anak umur 6-23 bulan di
Kabupaten Lombok Barat, faktor tersebut juga diungkapkan oleh Dwi Agista
Larasati dkk, 2018 bahwa balita yang lahir dari ibu yang hamil pada usia remaja 3,86
kali lebih beresiko mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang lahir dari
ibu yang menikah di usia normal, (Dwi Agista Larasati dkk, 2018).
Elsa Nur Aini dkk, 2108 mengtakan dalam hasil penelitiannya bahwa tingkat
Kecukupan Energi (TKE) yang kurang, pengetahuan gizi ibu yang kurang, dan
pendapatan perkapita keluarga yang kurang merupakan faktor risiko kejadian
stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cepu Kabupaten
Blora, (Elsa Nur Aini dkk, 2108)
Faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia adalah pengetahuan dan
kepatuhan mengonsumsi tablet tambah darah. Pengetahuan gizi yang baik akan
berdampak pada pola makan seorang remaja yang baik serta kepatuhan dalam
mengonsumsi tablet tambah darah sehingga perbaikan keadaan/prevalensi anemia
remaja putridi Kota Bengkuluterutama di MTsN 02 dapat berkurang, hal ini terbukti
sebanyak 37% responden dari jumlah responden sebanyak 100 orang mengalami
anemia, (Retno Desita Putri, 2017)
Penelitian Oktarina dan Sudiarti (2013) mendapatkan bahwa stunting
cenderung terjadi pada balita yang berasal dari keluarga dengan jumlah Anggota
Rumah Tangga (ART) yang banyak. (Oktarina dan Sudiarti, 2013)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eva Yuliani dkk (2018) ; Determinan
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-60 Bulan Di Kabupaten Majene 2018 pada
seluruh anak balita usia 25-60 bulan di kabupaten Majene, jumlah sampel 573
responden diperoleh bahwa tinggi badan ibu memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian stunting sehingga perlu adanya peran Dinas Kesehatan beserta
instansi terkait sebaiknya meningkatkan pemberian informasi kepada masyarakat
mengenai stunting, melakukan deteksi dini risiko stunting dengan melalui upaya
peningkatan pengetahuan dan kemampuan kader posyandu.
Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah gizi yang belum
dapat diselesaikan. Terdapat beberapa program pemerintah dalam menyelesaikan
masalah kurang gizi dan stunting. Perbaikan gizi dan penurunan angka prevalensi
stunting pada anak bawah dua tahun (baduta) dari 32,9 % pada tahun 2013 menjadi
28,0 % pada tahun 2019 menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional seperti
yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2015-2019. Penurunan prevalensi kejadian balita pendek (stunting) juga
merupakan salah satu prioritas pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019.
(Kemenkes, 2018).
Pada masa remaja terjadi kecepatan pertumbuhan dan perkembangan fisik,
mental, emosional serta sosial. Pada masa ini banyak masalah yang berdampak
negatif terhadap kesehatan dan gizi remaja sehingga status gizi remaja cenderung
gizi kurang atau justru terjadi obesitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi gizi
pada remaja adalah pengetahuan tentang gizi. Hal ini didukung penelitian yang
dilakukan oleh Lestari, (2014) yang mengungkapkan bahwa salah satu penyebab
timbulnya masalah gizi dan perubahan pola makan pada remaja adalah pengetahuan
gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan makan yang salah. Pengetahuan gizi
pada remaja masih tergolong kurang yakni 83,8% dan konsumsi buah serta sayur
tergolong kurang yaitu 91,9%. Salah satu upaya untuk mengurangi dan mencegah
kejadian stunting adalah dengan cara melakukan menambah pengetahuan remaja
melalui pendidikan kesehatan khususnya tentang gizi.
Berdasarkan uraian di atas sehingga penulis termotivasi untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang stunting terhadap
peningkatan pengetahuan remaja perempuan di SMA Negeri 1 Pamboang di
Kecamatan Pamboang, Kab, Majene.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada
Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang stunting terhadap peningkatan pengetahuan
remaja perempuan.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan
Kesehatan tentang stunting terhadap peningkatan pengetahuan remaja
perempuan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja perempuan sebelum dilakukan


pendidikan kesehatan tentang stunting.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja perempuan setelah dilakukan
pendidikan kesehatan tentang stunting.

c. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan


pengetahuan remaja perempuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan
kesehatan tentang stunting.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti

a. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan


pengetahuan remaja perempuan .

b. Meningkatkan kemampuan berpikir secara analitik dan sistematik dalam


mengidentifikasi masalah kesehatan di masyarakat.
2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan tentang pengaruh pendidikan


kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan remaja perempuan.

b. Menjadi bahan pembanding dan masukan terhadap penelitian sejenis atau


penelitian lanjutan.
3. Manfaat Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat memberikan rekomendasi/ masukan bagi pemerintah atau
pihak pengambil kebijakan mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
peningkatan pengetahuan remaja perempuan.
4. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan untuk
penelitian sejenis atau penelitian lanjutan.
5. Manfaat Bagi Masyarakat
Masyarakat mendapatkan informasi mengenai stunting dan pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan remaja perempuan.

Anda mungkin juga menyukai