Anda di halaman 1dari 19

Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

Islam, Gender, dan HAM


Muntoha
Universitas Islam Indonesia

This paper explains about language function with functionalism approach. In general eth-
nic group is known as a tribe or community with the same identity or tradition. Identity of
the ethnic group includes patterns of kinship, marital, religion, home architecture, settle-
ment, language etc. Language is one of the identity and becomes a collective identity of
ethnic. But language can be a nation identity not just an ethnic identity. One of the charac-
teristic of Indonesia is Bahasa Indonesia as a national identity or national language. The
mass media like television broadcasting (TVRI and private TV) are the important channels
to promote the socialization of using Bahasa Indonesia correctly.
Key words: language, function, integration, identity

P enistaan terhadap kaum perempuan


telah berlangsung lama dalam sejarah
peradaban umat manusia, di mana kaum
menempatkan perempuan sepenuhnya
berada di bawah kekuasaan ayahnya.
Setelah kawin, kekuasaan pindah ke tangan
perempuan sering kali dianggap “setengah suami. Kekuasaan ini sangat mutlak,
manusia”, “manusia kelas dua”, “makhluk termasuk kewenangan untuk menjual,
pelengkap”, “konco wingking”, dan lain mengusir, menganiaya, dan membunuh.
sebagainya yang hak dan kewajibannya Fakta pahit tersebut terus berlangsung
bahkan keberadaannya di dunia ini sampai abad ke-6 Masehi. Masyarakat
ditentukan oleh laki-laki sehingga dalam Hindu pra abad ke-7 Masehi sering
persepektif yuridis, hukum BW (burgelijke menjadikan perempuan sebagai “sesajen”
wetbook) misalnya, menegaskan bahwa bagi para dewa. Hak hidup perempuan yang
manakala perempuan telah terikat dalam bersuami harus berakhir pada saat kematian
perkawinan yang sah sejak saat itulah suaminya; isteri harus dibakar hidup-hidup
perempuan dianggap onbefoegheid (tidak pada saat mayat suaminya dibakar.
cakap hukum), artinya ia berada di bawah Demikian juga dalam tradisi masyarakat
pengampuan suaminya. Cina terdapat petuah-petuah kuno yang
Para elite Yunani Kuno menempatkan tidak memanusiakan perempuan. Ajaran
perempuan sebagai makhluk tahanan yang Yahudi juga menganggap perempuan
“disekap” dalam istana. Sementara kalangan sebagai sumber laknat karena ia yang
bawahannya memperlakukan perempuan menyebabkan Adam terusir dari surga. Ayah
sebagai barang dagangan yang berhak menjual anak perempuan kalau ia
diperjualbelikan. Bila sudah menikah, para tidak memiliki anak laki-laki. Dalam tradisi
suami berkuasa penuh terhadap istrinya. Nasrani pun nasib perempuan sangat
Sedangkan Peradaban Romawi menyedihkan. Dalam sebuah konsili yang

17
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

diadakan pada abad ke-5 Masehi dinyatakan banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara
bahwa perempuan tidak memiliki ruh yang tentang kekerasan terhadap perempuan.
suci. Pada abad ke-6 sebuah konsili Uslub (gaya bahasa) yang digunakan
menyimpulkan bahwa perempuan adalah beragam; ada yang menyuruh berbuat baik
manusia yang diciptakan semata-mata terhadap perempuan, ada yang melarang
untuk melayani laki-laki.1 praktik-praktik yang merugikan perempuan;
Pada masa Pra-Islam, dalam tradisi ada yang dikemukakan sebagai langkah
Arab Jahiliyah perempuan dihalalkan untuk preventif untuk melindungi perempuan dari
dibunuh hanya gara-gara terlahir sebagai tindak kekerasan, ada pula yang dinyatakan
bayi perempuan. Pada acara pernikahan, sebagai langkah kuratif terhadap praktik
para tamu memberi ucapan kepada kekerasan yang dialami perempuan,
mempelai bi al-hanna’ wa al-banin (selamat, misalnya Q.S. An-Nisa’:19, 34 – 35, dan 129;
semoga memperoleh keturunan laki-laki). Q.S. Al-Baqarah:232, 228, dan 231; Q.S.
Setelah menikah, perempuan menjadi hak Ath-Thalaq:6, dan Q.S. An-Nur:33. Dari ayat-
penuh suami dan keluarganya. Ketika ayat Al-Qur’an tersebut diketahui banyak
suaminya meninggal, ia tidak bisa menjadi persoalan kekerasan terhadap perempuan
pewaris melainkan benda yang diwariskan.2 yang disinggung oleh Al-Qur’an,
Artinya, sejarah telah mencatat bahwa menyangkut persoalan kekerasan fisik dan
sebelum Islam datang posisi wanita seksual, juga menyangkut pemukulan
hanyalah sebagai obyek, bahkan sering terhadap isteri yang nusyuz, ishlah
dijadikan komoditas perbudakan dan (rekonsiliasi) sebagai solusi, larangan
“seksual”. Asumsi yang berkembang saat mengeksploitasi perempuan untuk menjadi
itu memandang wanita sebagai penghalang pekerja seks, dan larangan melakukan
kemajuan, terutama di kala peperangan, pelecehan seksual. Menyangkut persoalan
karenanya lebih baik dikubur hidup-hidup jika kekerasan psikis, Al-Qur’an berbicara
ada bayi perempuan. Asumsi ini diluruskan tentang larangan melakukan adhal dan
Allah SWT dalam firman-Nya: memperlakukan perempuan sebagai benda
warisan, larangan menyia-nyiakan isteri dan
“Sesunggunhya laki-laki dan
mantan isteri.4
perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan Namun, banyaknya ayat Al-Qur’an yang
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, berbicara mengenai kekerasan terhadap
laki-laki dan perempuan yang benar, laki- perempuan dalam konteks ini menjadi bukti
laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan bahwa Islam sangat memberikan perhatian
perempuan yang khusyu’, laki-laki dan terhadap upaya penghapusan kekerasan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan terhadap perempuan. Terma perempuan (An-
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara 1
Quraish Shihab dalam Badriyah Fayumi
kehormatannya serta laki-laki dan “Islam dan Masalah Kekerasan Terhadap
perempuan yang banyak menyebut asma Perempuan”, Tubuh, Seksualitas, dan
Kedaulatan Perempuan Bunga Rampai
Allah, Allah telah menyediakan mereka
Pemikiran Ulama Muda, Cetakan ke-1, LKiS,
ampunan dan pahala yang besar”3 Yogyakarta, 2002, hlm. 103 – 104.
Sementara di dalam Al-Qur’an sebagai 2
Fuad Hashem dalam Ibid.
3
kitab suci yang dipercaya oleh umat Islam Q. S. Al-Ahzab:35.
4
dunia merupakan wahyu Allah, di dalamnya Badriyah Fayumi dalam Ibid., hlm. 105 – 106.

18
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

Nisa’) dalam Al-Qur’an dipergunakan realitas yang terjadi pada saat ini di berbagai
sebanyak 57 kali, sama dengan kata ar-rajul negeri yang mayoritas muslim justeru
/ ar-rijal (laki-laki)5 atau al-untsa yang menampilkan pemandangan yang
berpasangan dengan al-dzakar, terma ini kontradiktif. Pemasungan hak-hak wanita
digunakan oleh Al-Qur’an lebih dari 10 dalam berbagai sektor kehidupan dengan
(sepuluh) kali.6 Perimbangan ini menurut dalih mengaplikasikan ajaran Islam, justeru
Said Aqiel Siradj,7 selintas memberikan yang sering didengungkan oleh mereka.
suatu indikasi bahwa antara kedua jenis Wanita tidak boleh menjadi pemimpin
kelamin tersebut —sungguh pun memiliki (presiden), tidak boleh menduduki jabatan
perbedaan—diperlakukan dan diperhatikan strategis, haram menuntut hak-hak sosial-
secara berimbang (sama) oleh Islam. politik dan lain sebagainya. Jelas, ini suatu
Kesetaraan ini hingga berkali-kali Allah SWT pen-distorsi-an terhadap ajaran Islam.9
menyebutkan keduanya secara Fenomena yang serupa juga terjadi di
berdampingan dan berpasang-pasangan, Indonesia, setidaknya sejak bergulirnya era
seperti dalam ayat ke-40 Surat Ghafir, Ali otonomi daerah hingga akhir Juli 2006
Imran:195, An-Nahl:97, Al-Ahzab:35 dan lain tercatat 56 produk kebijakan daerah dalam
sebagainya. Bahkan menurutnya, di berbagai bentuk; Peraturan Daerah
beberapa hadits, Rasulullah SAW justeru (PERDA), qanun, surat edaran, dan
sangat memuliakan dan menghormati Keputusan Kepala Daerah. Dalam
wanita daripada laki-laki. Misalnya pada saat pandangan Siti Musdah Mulia,10 sebagian
baginda Nabi SAW ditanya seorang Perda tersebut secara struktural dan
sahabat perihal “siapa di antara manusia spesifik mengatur kaum perempuan.
yang paling utama untuk dihormati ?”, jawab Sayangnya, pengaturan terhadap kaum
beliau, “ibumu”. Kemudian siapa lagi ?, perempuan bukan dalam rangka
jawab Nabi ibumu. Kemudian siapa lagi ?, perlindungan dan pemberdayaan, melainkan
jawab Nabi SAW ibumu. Kemudian siapa lebih dimaksudkan sebagai pengecualian
lagi ? Jawab Nabi SAW “Bapakmu”.8 Hadits dan pembatasan. Perda-perda tersebut
ini dikuatkan pula dengan sabda beliau, “al- meneguhkan sub-ordinasi perempuan;
Jannatu tahta aqdamil ummahat”, surga itu membatasi hak kebebasan perempuan
di bawah telapak kaki ibu. Oleh karena itu,
menurutnya, eksistensi perempuan dalam
Islam benar-benar mendapat tempat yang 5
Lihat: Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-
mulia, dia adalah menjadi mitra sejajar laki- Mufahrash li al-Alfadzil Qur’an al-Karim, Dar
laki, tidak seperti dituduhkan oleh sementara el-Fikr, Beirut, 1991, hlm. 871 dan hlm. 384 –
masyarakat, bahwa Islam tidak 385.
6
Ibid., hlm. 118 – 119.
menempatkan perempuan sebagai unsur 7
Said Aqiel Siradj, Islam Kebangsaan
sub-ordinat dalam pranata sosial. Dengan Fiqih Demokratik Kaum Santri, Cetakan ke-1,
demikian, kehadiran Islam justeru Fatma Press, Jakarta, 1999, hlm. 17.
menlenyapkan diskriminasi pria-wanita. 8
HR. Bukhari Muslim.
9
Persoalan yang muncul kemudian, Said Aqiel Siradj, Op. Cit., hlm. 18.
10
betapa pun Islam dan DUHAM telah Siti Musdah Mulia, “Peminggiran
mendasari penyadaran integratif tentang Perempuan dalam Perda Syari’at”, dalam
Tashwirul Afkar, Jurnal Refleksi Pemikiran
eksistensi perempuan —dalam beberapa Keagamaan dan Kebudayaan, Edisi No. 20
hal— sebagai mitra sejajar laki-laki, namun Tahun 2006, hlm. 21 – 22.

19
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

dalam berbusana; membatasi ruang gerak dalam sistem konstitusi Negara Indonesia
dan mobilitas perempuan; serta membatasi yang mendasari adanya egalitarianisme
waktu beraktivitas perempuan pada malam kedudukan setiap warga negara secara
hari. Secara eksplisit Perda-perda itu konstitusional.
mengekang hak dan kebebasan asasi
manusia kaum perempuan; menempatkan B. Gender: Implementasi
perempuan hanya sebagai obyek hukum dan Perlindungan Konstitusional di
bahkan lebih rendah lagi sebagai obyek Indonesia
seksual. Perda-perda yang mengandung
pembatasan terhadap kedaulatan Indonesia, sebagai negara yang terlahir
perempuan dan juga berpotensi melahirkan pada abad modern melalui Proklamasi 17
perilaku kekerasan terhadap perempuan,11 Agustus 1945 “mengklaim” dirinya sebagai
harus digugat dan direvisi karena menyalahi negara hukum. Hal ini terindikasikan dari
prinsip-prinsip dasar Negara Indonesia, yakni adanya suatu ciri negara hukum yang
Pancasila dan UUD 1945.12 prinsip-prinsipnya dapat dilihat pada
Konstitusi Negara R. I. (sebelum dilakukan
Selain itu, menurutnya, produk
perubahan), yaitu dalam Pembukaan UUD
kebijakan tersebut mengingkari nilai-nilai
1945, Batang Tubuh (non Pasal-pasal
hak asasi manusia (HAM) sebagaimana
tentang HAM), dan Penjelasan UUD 1945
dijabarkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1984
dengan rincian sebagai berikut:13
Tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Diskriminasi Terhadap 11
Ia memberikan contoh Perda Kota
Perempuan, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang
Tentang HAM, dan UU Nomor 12 Tahun 2005 Larangan Pelacuran, yang dalam
Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional implementasinya telah menimbulkan
mengenai Hak-hak Sipil dan Politik. Bahkan, kriminalisasi terhadap perempuan yang
lebih parah lagi Perda-perda tersebut bekerja di malam hari. Menurutnya, perlakuan
ini menyalahi asas “Praduga Tak Bersalah”
menyimpang dari esensi ajaran Islam yang dalam hokum. Korban pertama dari Perda
menempatkan manusia, perempuan dan diskriminatif ini adalah seorang perempuan
laki-laki sama-sama sebagai mahluk bernama Lia yang hidup di tengah kemiskinan
terhormat dan bermartabat, serta memiliki dan harus berjuang mencari nafkah di malam
hak dan kebebasan dasar yang harus hari bukanlah suatu kebetulan, melainkan
konsekuensi logis dari budaya hukum yang
dihormati. Pembatasan dan pengekangan bias gender dan bias nilai-nilai patriarki
terhadap perempuan berarti menegasikan sehingga memposisikan perempuan sebagai
keutuhan kemanusiaan perempuan dan obyek hukum dan pola ini akan terus berulang
Tuhan pasti “tersinggung” melihat dan berulang di tempat lain.
12
perempuan, makhluk ciptaan-Nya Ia berargumentasi bahwa Amandemen
dimarjinalkan. Lalu, benarkah telah terjadi ke-4 UUD 1945, pasal-pasal 28c, 28d, 28h,
dan 28i menyebutkan secara jelas hak-hak
diskriminasi gender terhadap kaum setiap warga negara, termasuk perempuan
perempuan dalam Perda-perda bernuansa untuk mengembangkan diri sebagai manusia
syari’ah di Indonesia ? bermartabat, hak memperoleh kesempatan
yang sama dalam pemerintahan dan hak
Sebelum masuk pada pembahasan untuk bebas dari semua bentuk perlakuan
yang lebih rinci dalam persoalan tersebut di diskriminatif.
atas, perlu dikemukakan terlebih dahulu 13
Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat,
mengenai cita negara (staatsidee) hukum Negara Hukum, dan Konstitusi, Cetakan ke-

20
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

1. Pembukaan UUD 1945, memuat dalam kewajiban warga negara untuk


alinea pertama kata “perikeadilan”, menjunjung tinggi hukum suatu
dalam alinea kedua “adil”, serta dalam prasyarat langgengnya Negara hukum;
alinea keempat terdapat perkataan dan
“keadilan sosial”, dan “kemanusiaan 3. Penjelasan UUD 1945, merupakan
yang adil”. Semua istilah itu berindikasi penjelasan autentik dan menurut
kepada pengertian negara hukum, Hukum Tata Negara Indonesia,
karena bukankah suatu tujuan hukum Penjelasan UUD 1945 itu mempunyai
itu untuk mencapai negara keadilan. nilai yuridis, dengan huruf besar
Kemudian dalam Pembukaan UUD menyatakan: “Negara Indonesia
1945 pada alinea keempat juga berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)
ditegaskan “maka disusunlah tidak berdasarkan atas kekuasaan
kemerdekaan kebangsaan Indonesia belaka (machtsstaat)”. Ketentuan yang
itu dalam suatu Undang-undang Dasar terakhir ini menjelaskan apa yang
Negara Indonesia”; tersirat dan tersurat telah dinyatakan
2. Batang Tubuh UUD 1945, menyatakan dalam Batang Tubuh UUD 1945.
bahwa “Presiden Republik Indonesia Dari ketiga ketentuan di atas,
memegang kekuasaan pemerintahan penegasan secara eksplisit Indonesia
menurut Undang-undang Dasar” (Pasal sebagai negara hukum dapat dijumpai
14). Ketentuan ini menunjukkan bahwa dalam Penjelasan UUD 1945. Lain halnya
presiden dalam menjalankan tugasnya dengan dua konstitusi (Konstitusi RIS dan
harus mengikuti ketentuan-ketentuan UUDS 1950) yang pernah berlaku di Indo-
yang sudah ditetapkan dalam Undang- nesia, terdapat penegasan secara eksplisit
undang Dasar. Pasal 9 mengenai rumusan Indonesia sebagai negara hukum.
sumpah Presiden dan Wakil Presiden Dalam Mukaddimah Konstitusi RIS
“memegang teguh Undang-undang misalnya disebutkan pada alinea ke-4;
Dasar dan menjalankan segala undang- “untuk mewujudkan kebahagiaan,
undang dan peraturannya selurus- kesejahteraan, perdamaian, dan
lurusnya”. Melarang Presiden dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
Wakil Presiden menyimpang dari negara hukum Indonesia merdeka yang
peraturan perundang-undangan yang berdaulat sempurna”. Kemudian di dalam
berlaku dalam menjalankan tugasnya Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS juga
suatu sumpah yang harus dihormati disebutkan; “Republik Indonesia Serikat
oleh Presiden dan Wakil Presiden yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
dalam mempertahankan asas negara negara hukum yang demokrasi dan
hukum. Ketentuan ini dipertegas lagi berbentuk federasi”. Demikian pula halnya,
oleh Pasal 27 UUD 1945 yang di dalam Mukaddimah UUDS 1950 pada
menetapkan bahwa “segala warga alinea keempat menyebutkan:
negara bersamaan kedudukannya Maka demi ini kami menyusun
dalam hukum dan pemerntahan itu kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam
dengan tidak ada kecualinya”. Pasal
ini selain menjamin prinsip equality 2, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm. 25 – 26. Lihat
before the law, suatu hak demokrasi juga: Muntoha, “Demokrasi dan Negara
Hukum” dalam Jurnal Hukum, FH-UII, Nomor
yang fundamental, juga menegaskan 3 Vol. 16 Juli 2009, hlm. 388 – 391.

21
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

Negara yang berbentuk Republik Kesatuan, tidak dirumuskan secara eksplisit, tetapi
berdasar pengakuan Ketuhanan Yang Maha dalam penjelasannya ditegaskan bahwa In-
Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan,
Kerakyatan dan Keadilan Sosial untuk 14
Perlindungan terhadap HAM di dalam UUD
mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, 1945 (sebelum perubahan) selain telah dijamin
perdamaian, dan kemerdekaan dalam pengaturannya pada Pembukaan UUD 1945, juga
masyarakat dan negara hukum Indonesia telah diatur dalam Batang Tubuh UUD 1945 yaitu
Merdeka yang berdaulat sempurna. dalam Pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, dan Pasal 34.
Kemudian setelah UUD 1945 dilakukan
Kemudian di dalam Pasal 1 ayat (1) perubahan, perlindungan terhadap HAM telah
UUDS 1950 disebutkan; Republik Indone- dijamin pengaturannya lebih komprehensif lagi jika
sia yang merdeka dan berdaulat ialah negara dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum
hukum yang demokratis dan berbentuk perubahan yang dituangkan dalam pasal-pasal
HAM pada bab tersendiri yaitu Bab X A dengan judul
kesatuan. Setelah UUD 1945 dilakukan “Hak Asasi Manusia”, dan di dalamnya terdapat 10
perubahan, rumusan negara hukum Indone- (sepuluh) pasal tentang HAM ditambah 1 (satu)
sia yang semula hanya dimuat secara im- pasal (pasal 28) dari bab sebelumnya (Bab X)
plicit baik di dalam Pembukaan maupun tentang “Warga Negara dan Penduduk”, sehingga
Batang Tubuh UUD 1945 dan secara ada 11 (sebelas) pasal tentang HAM mulai dari
Pasal 28, 28 A sampai dengan Pasal 28 J.
eksplisit dimuat di dalam Penjelasan UUD 15
UUD 1945 sebelum perubahan
1945, penempatan rumusan negara hukum menganut faham pembagian kekuasaan secara
Indonesia telah bergeser kedalam Batang vertikal, bukan pemisahan kekuasaan yang
Tubuh UUD 1945 yang secara tegas bersifat horizontal. Dalam hal ini kedaulatan rakyat
dinyatakan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD dianggap terwujud penuh dalam wadah MPR
1945 yang berbunyi: Negara Indonesia yang dapat ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi
ataupun sebagai forum tertinggi. Dari sini, fungsi-
adalah Negara Hukum. Jika dikaitkan fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan
dengan unsur-unsur negara hukum kewenangan lembaga-lembaga tinggi Negara
sebagaimana yang dikenal dalam teori yang ada di bawahnya, yaitu Presiden, DPR, MA,
negara hukum pada umumnya, maka dapat dan seterusnya. Akan tetapi, dalam Perubahan
ditemukan pengaturan unsur-unsur negara Pertama dan Kedua UUD 1945, prinsip
pemisahan kekuasaan secara horizontal jelas
hukum dalam Batang Tubuh UUD 1945 mulai dianut oleh para perumus Perubahan UUD
sebagai berikut: 1945 seperti tercermin dalam Perubahan Pasal
1. Perlindungan terhadap hak-hak asasi 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) sampai ayat (5).
16
manusia (HAM);14 Sebagai suatu negara hukum
berdasarkan UUD 1945, Presiden RI
2. Pemisahan / pembagian kekuasaan;15 memegang kekuasaan pemerintahan menurut
3. Pemerintahan berdasarkan undang- UUD, Presiden berhak mengajukan RUU
undang;16 dan kepada DPR. Presiden menetapkan PP untuk
4. Peradilan administrasi yang berdiri menjalankan UU sebagaimana mestinya.
sendiri.17 Semua ketentuan UUD 1945 itu merupakan
hukum positif yang menjadi dasar konstitusional
Dengan demikian, dalam sistem (Constitutionale atau Grondweteljke Grondslag)
konstitusi Negara Indonesia cita negara dari adanya sifat wetmatigheid van het bestuur,
(staatsidee) hukum itu menjadi bagian yang seperti yang telah termuat di dalam Pasal 4 ayat
tak terpisahkan dari perkembangan gagasan (1) dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
17
kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan. Meskipun keberadaan peradilan
Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945 administrasi (administrative court) merupakan
ciri khas Negara hokum liberal yang lebih
sebelum perubahan, ide negara hukum itu

22
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

donesia menganut ide ‘rechtsstaat’, bukan diberikan jaminan hak konstitusional dalam
‘machtsstaat’. Sementara dalam Konstitusi UUD 1945 sebagaimana telah diuraikan di
RIS Tahun 1949, ide negara hukum itu atas. Selain itu, terdapat pula ketentuan
bahkan tegas dicantumkan, demikian pula mengenai jaminan HAM tertentu yang hanya
dalam UUDS 1950, kembali rumusan bahwa berlaku bagi warga negara atau setidaknya
Indonesia adalah negara hukum bagi warga negara diberikan kekhususan
dicantumkan dengan tegas. Bahkan dalam atau keutamaan-keutamaan tertentu, mis-
Perubahan Ketiga pada tahun 2001 sal, hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan
terhadap UUD Negara R. I. Tahun 1945, dan lain-lain yang secara timbal balik
ketentuan mengenai negara hukum ini menimbulkan kewajiban bagi Negara untuk
kembali dicantumkan secara tegas dalam memenuhi hak-hak itu khusus bagi warga
Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara In- negara Indonesia. Artinya, Negara Republik
donesia adalah Negara Hukum”. Oleh Indonesia tidak wajib memenuhi tuntutan
karena itu, secara teoritis gagasan warga negara asing untuk bekerja di Indo-
kenegaraan Indonesia telah memenuhi nesia. Hak-hak tertentu yang dapat
persyaratan sebagai negara hukum modern, dikategorikan sebagai hak konstitusional
yaitu negara hukum yang demokratis dan warga negara adalah sebagai berikut:18
bahkan menganut pula faham negara
kesejahteraan (welfare-state). mengutamakan perlindungan terhadap hak
asasi individu, namun dalam negara hukum
1) Hak dan Kewajiban Indonesia yang berdasarkan cita Negara
Konstitusionalitas Warga Negara (staatsidee) Pancasila peradilan administrasi
bukanlah unsur utama, melainkan unsur
Sebagai konsekuensi dianutnya cita turunannya yang diturunkan dari unsur utama
negara (staatsidee) hukum Indonesia tentu karena dalam cita Negara (staatsidee)
Pancasila lebih mengutamakan masyarakat
dalam memandang kedudukan setiap warga
daripada individu, tetapi tidak berarti bahwa
negara tidak ada perlakuan yang bersifat individu tidak mendapatkan tempat sama
diskriminatif, melainkan harus sekali melainkan harkat dan martabat
memperlakukannya dengan prinsip manusia tetap diperhatikan. Dengan
kesetaraan gender sesuai jaminan demikian, keberadaan peradilan administrasi
Negara di Indonesia merupakan salah satu
perlindungan yang telah menjadi materi-
sarana untuk memberikan perlindungan
muatan dari bebabagi konstitusi yang pernah terhadap hak asasi manusia (HAM) dengan
berlaku di republik ini. cara melakukan pengawasan atau kontrol ju-
UUD 1945 mengakui dan menghormti dicial terhadap pemerintahan sebagai wujud
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-
hak asasi setiap individu manusia yang hak warga negara. Maka, kepada rakyat harus
berada dalam wilayah Negara Republik In- diberi kesempatan untuk menggugat pegawai
donesia. Bahkan, penduduk Indonesia atau instansi pemerintahan yang melakukan
apakah berstatus sebagai warga negara In- kesalahan dan yang menurut mereka
donesia atau bukan diperlakukan sebagai dianggap merugikan hak-hak mereka,
sehingga adanya peradilan administrasi
manusia yang memilki hak dasar yang diharapkan dapat memberikan jaminan
diakui universal. Prinsip-prinsip HAM itu tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara.
berlaku pula bagi setiap individu warga 18
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum
negara Indonesia. Di samping jaminan HAM Yang Demokratis, Cetakan ke-1, Sekretariat
itu, setiap warga negara Indonesia juga Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi, Jakarta, 2008, hlm. 559 – 561.

23
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

1. HAM tertentu yang hanya berlaku berkewarganegaraan asing dan warga


sebagai hak konstitusional bagi warga negara Indonesia tidak mungkin
Negara Indonesia saja. Misalnya; (i) dipersamakan haknya. Orang asing
hak yang tercantum dalam Pasal 28 D tidak berhak ikut campur dalam urusan
ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, dalam negeri Indonesia, misal, secara
“Setiap warga negara berhak atas bebas menyatakan pendapat yang
kesempatan yang sama dalam dapat menimbulkan ketegangan sosial
pemerintahan”; (ii) Pasal 27 ayat (2) tertentu. Demikian pula orang warga
menyatakan, “Tiap-tiap warga Negara negara asing tidak berhak mendirikan
berhak atas pekerjaan dan partai politik di Indonesia untuk tujuan
penghidupan yang layak bagi mempengaruhi kebijakan politik Indo-
kemanusiaan”; (iii) Pasal 27 ayat (3) nesia; (iii) Pasal 28 H ayat (2)
berbunyi, “Setiap warga negara berhak menyatakan, “Setiap orang berhak
dan wajib ikut serta dalam pembelaan untuk mendapat kemudahan dan
negara”; (iv) Pasal 30 ayat (1) berbunyi, perlakuan khusus untuk memperoleh
“Tiap-tiap waga negara berhak dan kesempatan dan manfaat yang sama
wajib ikut serta dalam usaha guna mencapai persamaan dan
pertahanan dan keamanan negara”; (v) keadilan”. Hal ini juga diutamakan bagi
Pasal 31 ayat (1) menentukan, “Setiap warga negara Indonesia, bukan bagi
warga negara berhak mendapat orang asing yang merupakan tanggung
pendidikan”. Ketentuan-ketentuan jawab negara asalnya sendiri untuk
tersebut khusus berlaku bagi warga memberikan perlakuan khusus itu;
negara Indonesia, bukan bagi setiap 3. Hak warga negara untuk menduduki
orang yang berada di Indonesia; jabatan-jabatan yang diisi melalui
2. HAM tertentu yang meski berlaku bagi prosedur pemilihan (elected officials),
setiap orang, tetapi dalam kasus-kasus seperti presiden dan wakil presiden,
tertentu, khusus bagi warga negara In- gubernur dan wakil gubernur, bupati dan
donesia, berlaku keutamaan- wakil bupati, walikota dan wakil
keutamaan tertentu. Misal; (i) Pasal 28 walikota, kepala desa, hakim
D ayat (2) UUD 1945 menentukan, konstitusi, hakim agung, anggota
“Setiap orang berhak untuk Badan Pemeriksa Keuangan, anggota
bekerja……”. Namun, negara dapat lembaga permusyawaratan dan
membatasi hak orang asing untuk perwakilan yaitu MPR, DPR, DPD dan
bekerja di Indonesia. Misal, turis asing DPRD, panglima TNI, kepala kepolisian
dilarang memanfaatkan visa kunjungan RI, Dewan Gubernur Bank Indonesia,
untuk mendapatkan penghidupan atau anggota komisi-komisi negara, dan
imbalan dengan cara bekerja di Indo- jabatan-jabatan lain yang diisi melalui
nesia selama masa kunjungannya itu; prosedur pemilihan, baik secara
(ii) Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 langsung atau secara tidak langsung
menyatakan, “Setiap orang berhak oleh rakyat;
atas kebebasan berserikat, berkumpul, 4. Hak warga negara untuk diangkat
dan mengeluarkan pendapat”. Meski dalam jabatan-jabatan tertentu (ap-
ketentuan ini bersifat universal, tetapi pointed officials), seperti Tentara
dalam implementasinya, orang Nasional Indonesia, polisi negara,
jaksa, pegawai negeri sipil beserta

24
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

jabatan-jabatan struktural dan manusia, dan (ii) kewajiban sebagai warga


fungsional dalam lingkungan negara. Bahkan, jika dibedakan lagi antara
kepegawaian, dan jabatan-jabatan lain hak dan kewajiban asasi manusia dengan
yang diisi melalui pemilihan; dan hak dan kewajiban konstitusional warga
5. Hak untuk melakukan upaya hukum negara, maka kewajiban-kewajiban
dalam melawan atau menggugat dimaksud juga dapat dibedakan antara (i)
keputusan-keputusan negara yang kewajiban asasi manusia, (ii) kewajiban
dinilai merugikan hak konstitusional asasi warga negara, dan (iii) kewajiban
warga negara yang bersangkutan. konstitusional warga negara. Kewajiban
Upaya hukum dimaksud dapat asasi manusia dan kewajiban asasi warga
dilakukan; (i) terhadap keputusan negara yang dimaksud adalah sebagai
admimnistrasi negara berikut:
(beschikkingsdad van de 1. Kewajiban setiap orang untuk
administratie), (ii) terhadap ketentuan menghormati HAM orang lain dalam
pengaturan (regelensdaad van staat tertib kehidupan bermasyarakat,
orgaan), baik materiil maupun formil, berbangsa, dan bernegara seperti yang
dengan cara melakukan substantive tercantum dalam Pasal 28 J ayat (1)
judicial review (materiile toetsing) atau UUD 1945;
procedural judicial review (formele 2. Kewajiban setiap orang dalam
toetsing), atau pun (iii) terhadap menjalankan hak dan kebebasannya
putusan hakim (vonnis) dengan cara untuk tunduk kepada pembatasan
mengajukannya ke lembaga pengadilan yang ditetapkan dengan undang-
yang lebih tinggi, yaitu tingkat band- undang dengan maksud semata-mata
ing, kasasi, atau peninjauan kembali. untuk menjamin pengakuan serta
Misal, Pasal 51 ayat (1) huruf a UU No. penghormatan atas hak dan
24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah kebebasan orang lain dan untuk
Konstitusi menentukan bahwa memenuhi tuntutan yang adil sesuai
perorangan warga negara Indonesia dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
dapat menjadi pemohon perkara agama, keamanan, dan ketertiban
pengujian undang-undang terhadap umum dalam suatu masyarakat
undang-undang dasar, yaitu dalam hal demokratis, sebagaimana yang
yang bersangkutan menganggap ditentukan dalam Pasal 28J ayat (2)
bahwa hak (dan / atau kewenangan) UUD 1945;
konstitusionalnya dirugikan oleh 3. Kewajiban setiap orang dan setiap
berlakunya sesuatu undang-undang warga negara untuk membayar pajak
yang dimohonkan pengujiannya. dan pungutan lain yang bersifat
Selanjutnya sebagai imbangan memaksa sebagaimana ditentukan
terhadap adanya jaminan hak konstitusional dalam Pasal 23 A UUD 1945; dan
warga negara tersebut di atas, menurut Jimly 4. Kewajibansetiapwarganegarauntukikutserta
Asshiddiqie,19 UUD 1945 juga mengatur dan dalamupayapembelaannegarasebagaimana
menentukan adanya kewajiban dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan untuk
konstitusional setiap warga negara. Serupa ikut serta dalam usaha pertahanan dan
dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban
dimaksud juga terdiri atas (i) kewajiban 19
Jimly Asshiddiqie, Ibid., hlm. 561 – 562.
sebagai manusia atau kewajiban asasi

25
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

keamanan negara sebagaimana dimaksud nesia juga memiliki berbagai aturan hukum
dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. tentang HAM tersebut. Misalnya, sebelum
UUD 1945 dilakukan perubahan ada beberapa
2) Kesenjangan Implementatif UU yang dianggap sebagai pelengkap untuk
terhadap Pemenuhan Hak-hak memenuhi kekurangan pasal-pasal tentang
Kaum Perempuan HAM dalam UUD 1945 antara lain; UU No. 14
Tahun 1970, UU No. 8 Tahun 1981, UU No. 39
Dalam rangka mengimplementasikan hak
Tahun 1999, TAP MPR No. XVII / MPR / 1998,
dan kewajiban konstitusionalitas warga negara
dan KEPPRES No. 50 Tahun 1993. Kemudian
di atas, apa yang secara konstitusional telah
setelah UUD 1945 dilakukan perubahan lahir
mendapatkan jaminan perlindungan di
satu produk UU yaitu UU No. 26 Tahun 2000.
dalamnya jaminan tersebut juga harus terdapat
Sedangkan di bidang ratifikasi terhadap instru-
di dalam peraturan perundang-undangan
ment-instrumen HAM internasional, Indonesia
lainnya (Pasal 29 I ayat [5] UUD 1945). Bahkan,
baru sebagian kecil melakukan ratifikasi
harus pula meratifikasi instrument-instrumen
terhadap instrument-instrumen HAM
HAM internasional bila dipandang perlu. Maka,
internasional tersebut di antaranya adalah
selain apa yang sudah dijelaskan di atas Indo-
sebagai berikut:20
Konvensi UURatifikasi
Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 UU No. 59 Tahun 1958

Konvensi tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights UU No. 68 Tahun 1958
of Women)
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap UUNo. 7 Tahun 1984
Perempuan (Convention on The Elimination of Discrimination Against Women)
Konvensi Hak Anak (Convention on The Rights of The Child) Keppres No. 36 Tahun 1990

Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi dan Penyimpangan Senjata Keppres No. 58 Tahun 1991
Biologis dan Penyimpanannya serta Pemusnahannya (Convention on The
Prohibition of Development, Production and Stocpilling of Becteriological /
Biological and Toxic Weapons and on Their Destruction)
Anti Apartheid dalam Olah Raga (International Convention Againts Apartheid in UU No. 48 Tahun 1993
Sports )
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang UU No 5 Tahun 1998
Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Torture
Convention)
Konvensi Anti Penyiksaan UUNo. 5 Tahun 1998
Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 87 Tahun 1998 Tentang UU No. 83 Tahun 1998
Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi – ILO
(International Labour Organisation – Convention Association and Protection on
The Rights to Organise)
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial UU No. 29 Tahun 1999
(Convention on The Elimination of The Racial Discrimination)
Konvensi Hak Ekonomi dan Sosial Budaya UU No. 11 Tahun 2005
Konvensi Hak Sipil dan Hak Politik UU No. 12 Tahun 2005

20
Imam Kabul, Paradigma Pembangu-nan Hukum di Indonesia, Cetakan ke-1, Kurnia
Kalam, Yogyakarta, 2005, hlm. 100 – 102. Lihat juga: Muntoha, “Institusionalisasi Penegakan
HAM di Indonesia”, dalam Kontribusi Pemikiran Untuk 50 Tahun Prof. DR. Moh. Mahfud MD.,
SH., Cetakan ke-1, FH-UII Press dan Pascasarjana FH-UII, Yogyakarta, 2007, hlm. 218 — 219.

26
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

Semua ketentuan-ketentuan di atas, diadukan untuk dimintai dan didengar


merupakan instrument normatif yang masih keterangannya;
membutuhkan instrumen-instrumen lain 4. Pemanggilan saksi untuk dimintai dan
dalam rangka penegakan hak-hak didengar kesaksiannya, dan kepada
kewarganegaraan (HAM) yaitu instrumen saksi pengadu dimintai dan
kelembagaan. Sebagai contoh, dalam menyerahkan bukti yang diperlukan;
tulisan ini disebutkan 1 (satu) kelembagaan 5. Peninjauan di tempat kejadian dan
saja yaitu Komisi Nasional Hak Asasi tempat lainnya yang dianggap perlu;
Manusia (KOMNAS HAM), yang dibentuk 6. Pemanggilan terhadap pihak terkait
atas rekomendasi dari Lokakarya I HAM untuk memberikan keterangan secara
yang diselenggarakan oleh Departemen Luar tertulis atau menyerahkan dokumen
Negeri R. I. dengan sponsor dari yang diperlukan sesuai aslinya dengan
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Maka, persetujuan ketua pengadilan;
pada tahun 1993 lahirlah satu lembaga yang 7. Pemeriksaan setempat terhadap
diberi kewenangan untuk melaksanakan rumah, pekarangan, bangunan, dan
penegakan HAM, yaitu Komisi Nasional Hak tempat-tempat lainnya yang diduduki
Asasi Manusia (KOMNAS HAM) atau dimiliki pihak tertentu dengan
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 persetujuan ketua pengadilan; dan
Tahun 1993 tertanggal 7 Juli 1993.21 Wujud 8. Pemberian pendapat berdasarkan
dari penegakan HAM yang ditugaskan persetujuan ketua pengadilan terhadap
kepada Komnas HAM adalah “membantu perkara tertentu yang sedang dalam
pengembangan kondisi yang kondusif bagi proses peradilan, bilamana dalam
pelaksanaan hak asasi manusia sesuai perkara tersebut terdapat pelanggaran
dengan Pancasila, meningkatkan HAM dalam masalah publik dan acara
perlindungan hak asasi manusia guna pemeriksaan oleh pengadilan yang
mendukung terwujudnya pembangunan kemudian pendapat Komnas HAM
nasional, yaitu pembangunan manusia tersebut wajib diberitahukan oleh hakim
seutuhnya dan pembangunan masyarakat kepada para pihak.
seluruhnya”.22 Kemudian Keppres No. 50
21
Tahun 1993 tersebut diintegrasikan ke dalam Sri Hastuti PS, “Perlindungan HAM
UU No. 39 Tahun 1999 yang dalam Pasal dalam Empat Konstitusi di Indonesia”, dalam
Jurnal Magister Hukum Vol. 1 No. 1, Januari
89 sub (3) menyebutkan bahwa tugas dan
2005, Magister Ilmu Hukum FH-UII, Yogyakarta,
wewenang Komnas HAM adalah sebagai 2005, hlm. 24.
berikut:23 22
A. Masyhur Effendi, Perlindungan
1. Pengamatan pelaksanaan HAM dan Dimensi HAM dan Proses Dinamika
penyusunan laporan hasil pengamatan Penyusunan HAM, Cetakan ke-1, Ghalia Indo-
nesia, Jakarta, 2005, hlm. 133. Secara lebih
tersebut; rinci Pasal 1 ayat (7) UU No. 39 Tahun 1999
2. Penyelidikan dan pemeriksaan Tentang HAM mendefinisikan Komnas HAM
terhadap peristiwa yang timbul dalam sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya
masyarakat yang berdasarkan sifat setingkat dengan lembaga negara lainnya
atau lingkupnya patut diduga terdapat yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
pelanggaran HAM; mediasi HAM.
3. Pemanggilan kepada pihak pengadu 23
Lihat: UU No 39 Tahun 1999 Tentang
atau korban maupun pihak yang HAM (Baca juga: A. Masyhur Effendi, Ibid.)

27
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

Selain itu, dalam melaksanakan fungsi kasus HAM, Komnas HAM akan
seperti tersebut dalam Pasal 76 UU 39 melanjutkan dengan memberi rekomendasi
Tahun 1999, Komnas HAM bertugas dan untuk diselesaikan melalui lembaga yang
berwenang melakukan hal-hal sebagai ditunjuk dan berwenang untuk
berikut:24 menyelesaikannya dan berkas tertutup;
1. Perdamaian kedua belah pihak; kemudian jika kasus itu merupakan kasus
2. Penyelesaian perkara melalui cara HAM, Komnas HAM akan melanjutkan
konsultasi, negosiasi, mediasi, melalui prosedur sebagai berikut:25
konsiliasi, dan penilaian ahli; 1. Untuk kasus HAM yang tidak dapat
3. Pemberian saran kepada para pihak dibuktikan, karenanya Komnas HAM
untuk menyelesaikan sengketa melalui akan menghentikan investigasi dan
pengadilan; berkasnya ditutup;
4. Menyampaikan rekomendasi atas 2. Untuk kasus HAM yang belum dapat
suatu kasus pelanggaran HAM kepada dibuktikan, Komnas HAM akan
pemerintah untuk ditindaklanjuti menindaklanjuti dengan investigasi
penyelesaiannya; dan penuh, jika perlu juga melalui
5. Penyampaian rekomendasi atas suatu investigasi tertulis. Jika tidak ada
kasus pelanggaran HAM kepada DPR- tanggapan dari responden sebanyak 3
RI untuk ditindaklanjuti. (tiga) kali, maka Komnas HAM akan
Sebagai panduan Komnas HAM dalam melakukan panggilan. Jika tanggapan
menangani kasus-kasus HAM, Komnas diterima responden, Komnas HAM
HAM telah membuat klasifikasi HAM tidak perlu melakukan pemanggilan,
berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang dan setelah itu akan dilakukan analisis.
HAM sebagai berikut: Jika analisis telah selesai, Komnas
HAM akan melakukan langkah-langkah
1. Hak untuk hidup;
alternatif. Berkas ditutup, rekomendasi
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan
(referrel), dan mediasi; serta
keturunan;
3. Untuk kasus HAM yang dapat
3. Hak mengembangkan diri;
dibuktikan kebenaraanya, Komnas
4. Hak memperoleh keadilan;
HAM akan memberikan rekomendasi
5. Hak atas kebebasan pribadi;
(referrel) dan selanjutnya dapat
6. Hak atas rasa aman;
dilakukan upaya mediasi.
7. Hak atas kesejahteraan;
Sedangkan di dalam Pasal 19 UU No.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan;
26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
9. Hak wanita; dan
pada bagian keempat, penyidikan, ayat (1)
10. Hak anak.
menyatakan bahwa penyidikan terhadap
Pengklasifikasian kasus-kasus HAM di
pelanggaran HAM berat dilakukan oleh
atas, dimaksudkan untuk membedakan
Komnas HAM, ayat (2) Komnas HAM dalam
antara kasus HAM dan bukan kasus HAM
melaksanakan penyidikan sebagaimana
karena dalam kenyataannya, tidak semua
dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk
kasus yang diadukan ke Komnas HAM
tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM
merupakan kasus HAM. Oleh karena itu,
dalam proses menangani pengaduan
24
kasus-kasus HAM Komnas HAM A. Masyhur Effendi, Ibid., hlm. 135 – 136.
25
melakukan penilaian; jika bukan merupakan Sri Hastuti PS., Op. Cit., hlm. 24 – 25.

28
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

dan unsur masyarakat. Sekarang, terdapat sejumlah peraturan daerah (Perda) yang
institusionalisasi perlindungan dan secara struktural dan spesifik mengatur kaum
penegakan HAM di Indonesia tidak hanya perempuan, bukan dalam rangka perlindungan dan
memunculkan Komnas HAM dan Peradilan pemberdayaan, tetapi justeru Perda-perda tersebut
HAM ad hoc, tetapi kini terdapat Komnas semakin meneguhkan subordinasi perempuan,
Perempuan yang mempunyai komitmen membatasi hak kebebasan perempuan, serta
terhadap hak asasi kaum perempuan, dan membatasi waktu beraktivitas perempuan pada
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) malam hari. Secara eksplisit Perda-perda tersebut
yang mempunyai komitmen terhadap hak mengekang hak dan kebebasan asasi kaum
asasi anak. perempuan, menempatkan perempuan hanya
Meskipun instrumen normatif maupun sebagai obyek hokum, dan bahkan lebih rendah
institusi sebagai perangkat utama pemenuhan lagi sebagai obyek seksual. Dengan mengutip
hak-hak warga negara telah sangat memadai di pendapat Siti Musdah Mulia, Perda-perda
negeri ini, namun khususnya dalam pemenuhan semacam ini disebutnya sebagai “Perda-perda
hak-hak kaum perempuan terlihat masih ada yang memarjinalkan kaum perempuan”. Perda-
kesenjangan yang cukup signifikan. Sebagai perda tersebut di antaranya adalah sebagai
contoh telah disebutkan pada bagian pendahuluan berikut:26
dari tulisan ini bahwa pada era otonomi daerah ini

26
Siti Musdah Mulia, Op. Cit., hlm. 41 – 42.

29
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

Daftar Perda Yang Memarjinalkan Kaum Perempuan


Nama Perda Keterangan Isi
Perda Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Nomor 04 1. Perda-perda ini memberikan kewenangan kepada
Tahun 2003 Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah pemerintah daerah mewajibkan hanya satu jenis
Perda Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Nomor 6 Tahun busana dan dengan demikian membatasi
2005 Tentang Busana Muslim kebebasan warga menentukan jati dirinya.
Surat Edaran Bupati Cianjur Nomor 025/3684/org & Surat
Edaran Nomor 061.2/2896/org. tentang jam kerja dan anjuran 2. Jika dimaksudkan sebagai pelaksanaan ajaran
pemakaian seragam kerja bagi muslim/muslimah pada hari- Islam berkaitan dengan aurat, maka penentuan
hari kerja busana jilbab juga tidak relevan. Sebab
Perda Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Nomor 6 Tahun 2002 pandangan ulama tentang batasan aurat
Tentang Wajib Berbusana Muslimah perempuan sangat bervariasi. Karena itu, negara
Instruksi Walikota Padang, Sumatera Barat, Nomor tidak bias bersikap monolitik, mengadopsi suatu
0451.442/Binsos-III/2005 Tentang Kewajiban Berbusana pandangan ulama dan menegasikan pandangan
Muslimah lainnya.
Perda Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Nomor 16 Tahun
2005 Tentang Busana Muslim 3. Para PNS diwajibkan menggunakan busana
Surat Edaran Bupati Garut Tentang Pemakaian Busana muslim, dengan risiko mengalami diskriminasi
Muslimah bagi seluruh Karyawati Pemerintah Kabupaten Garut dalam hal kepegawaian. Lagi pula urusan busana
Perda Kabupaten Gowa yang mewajibkan pemakaian jilbab tidak ada relevansinya dengan prestasi dan
bagi karyawati pemerintah kinerja kerja di kantor pemerintahan.
Perda Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, tentang Busana
Muslim
Surat Edaran Bupati Indramayu Tentang Wajib Busana
Muslimah
Perda Kabupaten Karawang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Perda ini memandang buruh migrant yang sebagian
Retribusi Pelayanan Bidang Ketenagakerjaan besar adalah perempuan hanya sebagai komoditas
ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan
daerah. Mestinya Perda dibuat untuk perlindungan dan
pemberdayaan warga bukan sebaliknya.
Perda Kabupaten Gorontalo Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Dalam implementasinya Perda ini sangat diskriminatif
Larangan Keluar Malam Bagi Perempuan karena hanya menyasar kepada kelompok perempuan
miskin di masyarakat yang harus bekerja karena
tekanan ekonomi. Perda ini sangat berpotensi
mengganggu pihak investor karena sulit mencari
tenaga kerja yang bias lembur yang umumnya
perempuan.
Qanun Provinsi Aceh Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Larangan Secara normatif Qanun ini dan sejenisnya tidak
Berkhalwat mendiskreditkan perempuan, tetapi dalam
implementasinya ternyata menjadikan perempuan
sebagai sasaran utama karena masyarakat masih
memandang perempuan sebagai penyangga moral
sehingga penegakan moralitas di masyarakat harus
dimulai dari perempuan. Selain itu, budaya hokum di
masyarakat masih memandang perempuan sebagai
obyek yang harus diatur, dikekang dan dibatasi
geraknya di ruang publik.
Perda Kota Bandar Lampung, Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila
Perda Kabupaten Lahat Nomor 3 Tahun 2002 Tentang
Larangan Perbuatan Pelacuran dan Tuna Susila
Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2003 Tentang
Pencegahan Maksiat
Perda Kota Kupang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Penertiban
Tempat Pelacuran.

30
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

Selain ketentuan-ketentuan yang Melaporkan praktek kekerasan dalam


mendiskriminasikan kaum perempuan di keluarga tetangga kepada pihak yang
atas, juga terdapat tindakan-tindakan yang berwajib, menurut sebagian besar
cenderung mengarah kepada perlakuan responden merupakan tindakan yang baik
diskriminatif terhadap kaum perempuan dan terpuji, yaitu sebesar 69,8%.
yang dapat dilihat dari hasil penelitian Pusat Sedangkan sebesar 7,1% responden
Studi Islam (PSI) – Universitas Islam Indo- cenderung bersikap negatif dalam arti buruk
nesia (UII) pada tahun 2005 mengenai dan terhina melaporkan praktek kekerasan
“Sikap Keagamaan Tentang Keadilan dan dalam keluarga tetangga kepada pihak yang
Kesetaraan Jender dalam Keluarga di berwajib. Dapat dikatakan bahwa mayoritas
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) responden mempunyai sikap peduli
sebagai berikut: tetangga, dan menolak tindakan kekerasan
dalam rumah tangga.
i. Melaporkan praktek kekerasan
dalam keluarga tetangga ii. Membeli media yang
kepada pihak yang berwajib bergambar porno
Sebanyak 2001 responden yang Jumlah responden yang mengisi
mengisi lengkap untuk indikator melaporkan lengkap untuk indikator membeli media yang
praktek kekerasan dalam keluarga tetangga bergambar porno sama dengan indikator
kepada pihak yang berwajib, dengan hasil orang tua mendampingi anak menonton
crosstabulation sebagai berikut: televisi, yaitu sebanyak 1993, dengan hasil
crosstabulation sebagai berikut:
P31: Membeli media yang bergambar porno * P32: Membeli media yang bergambar porno
Crosstabulation

P32: Membeli media yang bergambar


porno
Pantas Netral Tidak Pantas Total
P31: Membeli media Pasti Count 59 9 55 123
yang bergambar % of Total 3,0% ,5% 2,8% 6,2%
porno Netral Count 7 98 65 170
% of Total ,4% 4,9% 3,3% 8,5%
Tidak Pasti Count 36 35 1629 1700
% of Total 1,8% 1,8% 81,7% 85,3%
Total Count 102 142 1749 1993
% of Total 5,1% 7,1% 87,8% 100,0%

Gambar 15. Crosstabulation Sikap Responden Pada Indikator Melaporkan praktek


kekerasan dalam keluarga tetangga kepada pihak yang berwajib

31
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

Gambar 18. Crosstabulation Sikap Responden Pada Indikator Membeli media


yang bergambar porno

P31: Membeli media yang bergambar porno * P32: Membeli media yang bergambar porno
Crosstabulation

P32: Membeli media yang bergambar


porno
Pantas Netral Tidak Pantas Total
P31: Membeli media Past i Count 59 9 55 123
yang bergambar % of Total 3,0% ,5% 2,8% 6,2%
porno Netral Count 7 98 65 170
% of Total ,4% 4,9% 3,3% 8,5%
Tidak Pasti Count 36 35 1629 1700
% of Total 1,8% 1,8% 81,7% 85,3%
Total Count 102 142 1749 1993
% of Total 5,1% 7,1% 87,8% 100,0%

Mayoritas responden cenderung bersikap dilakukan. Ternyata terdapat 59 responden


negatif terhadap indikator membeli media (3,0%) responden yang bersikap bahwa
yang bergambar porno. Sebanyak 81,7% membeli media pasti dan pantas. Dari angka
responden yang menyatakan bahwa ini terlihat bahwa jelas sekali bahwa tindakan
disamping tidak pasti membeli media yang kekerasan dalam bentuk membeli media yang
bergambar porno juga tidak pantas bergambar porno adalah tindak yang negatif.

P33: Sekelompok masyarakat membakar tempat pelacuran * P34: Sekelompok masyarakat


membakar tempat pelacuran Crosstabulation

P34: Sekelompok masyarakat


membakar tempat pelacuran
Terpuji Netral Terhina Total
P33: Sekelompok Baik Count 734 74 65 873
masyarakat membakar % of Total 36,7% 3,7% 3,3% 43,7%
tempat pelacuran Netral Count 30 233 29 292
% of Total 1,5% 11,7% 1,5% 14,6%
Buruk Count 108 64 663 835
% of Total 5,4% 3,2% 33,2% 41,8%
Total Count 872 371 757 2000
% of Total 43,6% 18,6% 37,9% 100,0%

Gambar 19. Crosstabulation Sikap Responden Pada Indikator Sekelompok


Masyarakat Membakar Tempat Pelacuran

32
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

ii. Sekelompok masyarakat Gambar 22. Crosstabulation Sikap


membakar tempat pelacuran Responden Pada Indikator Bapak/
Sebanyak 2000 dari 2007 responden Suami Bersikap Adil Di Dalam
mengisi lengkap untuk indikator Keluarga
sekelompok masyarakat membakar tempat Responden yang cenderung bersikap
pelacuran, hasil crosstabulation sebagai positif terhadap indikator bapak/suami
mana tersebut di Gambar 19. bersikap adil di dalam keluarga sebanyak
Dari gambar 19., diperoleh informasi 90,9%. Jelas bahwa mayoritas responden
bahwa 36,7% responden bersikap positif yaitu cenderung menolak tindakan kekerasan
bahwa baik dan terpuji tindakan sekelompok dalam bentuk ketidakadilan sikap bapak/
masyarakat yang membakar tempat pelacuran. suami di dalam keluarga.
Sementara 33,2,9% responden cenderung
bersikap bahwa buruk dan terhina tindakan iii. Anggaran publik (APBN/APBD)
masyarakat yang membakar tempat pelacuran. berpihak terhadap laki-laki dan
Perbedaan yang tipis antara kedua sikap ini, perempuan
menarik untuk diteliti lebih lanjut, khususnya
Kekosongan data terbanyak atau
tentang alasan responden yang secara tidak
jumlah indikator terbanyak yang tidak diisi
langsung membenarkan adanya tindakan
responden adalah pada indikator anggaran
sekelompok masyarakat yang membakar
publik (APBN/APBD) berpihak terhadap laki-
tempat pelacuranm, serta harapan mereka
laki dan perempuan. Hampir 2,5%
dengan adanya tindakan tersebut.
responden tidak mengisi indikator ini, dengan
ii. Bapak/Suami bersikap adil di hasil perhitungan sebagai berikut:
dalam keluarga Gambar 23. Hasil Perhitungan Pada
Jumlah responden yang mengisi lengkap Indikator Anggaran Publik (APBN/APBD)
untuk indikator bapak/suami bersikap adil di Berpihak Terhadap Laki-Laki Dan
dalam keluarga sebanyak 1992, dengan hasil Perempuan
crosstabulation sebagai berikut:
P38 : Bapak/Suami bersikap adil di dalam keluarga * P39: Bapak/Suami bersikap adil di dalam
keluarga Crosstabulation
P39: Bapak/Suami bersikap adil di
dalam keluarga
Terpuji Netral Terhina Total
P38: Bapak/Suami Mantap Count 1810 50 3 1863
bersikap adil di dalam % of Total 90,9% 2,5% ,2% 93,5%
keluarga
Netral Count 21 89 1 111
% of Total 1,1% 4,5% ,1% 5,6%
Tidak Mantap Count 11 2 5 18
% of Total ,6% ,1% ,3% ,9%
Total Count 1842 141 9 1992
% of Total 92,5% 7,1% ,5% 100 ,0%

33
UNISIA, Vol. XXXIII No. 73 Juli 2010

P40: Anggaran publik (APBN/APBD) berpihak terhadap laki-laki dan


perempuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Besar 638 31,8 32,6 32,6
Netral 1095 54,6 56,0 88,6
Kecil 224 11,2 11,4 100,0
Total 1957 97,5 100,0
Missing System 50 2,5
Total 2007 100,0

Sebesar 54,6% responden bersikap dijamin oleh konstitusi untuk setiap warga
kurang jelas terhadap indikator anggaran negara bagi laki-laki maupun perempuan.
publik (APBN/APBD) berpihak terhadap laki- Penegasan UUD 1945 sangat jelas
laki dan perempuan. Apabila dikaitkan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari
dengan paling banyaknya responden yang perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
tidak mengisi indikator ini, menunjukkan dasar apa pun dan berhak mendapatkan
bahwa indikator sulit ditangkap maknanya perlindungan terhadap perlakuan yang
atau membingungkan responden. bersifat diskriminatif itu”. Bahkan,
Sementara responden yang cenderung pentingnya menghapuskan diskriminasi
bersikap positif sebesar 31,8%. terhadap perempuan diupayakan melalui
Dari data hasil penelitian PSI – UII di perlakuan khusus untuk memperoleh
atas, menunjukkan betapa signifikannya kesempatan dan manfaat yang sama guna
perlakuan diskriminatif terhadap kaum mencapai persamaan dan keadilan juga
perempuan yang notabene baru dalam skala telah dijamin oleh UUD 1945 dalam Pasal
local di wilayah Provinsi DIY. Bagaimana jika 28 H ayat (2) yang menyatakan “Setiap rang
ditarik kedalam skala nasional tentu akan berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
memperoleh kesimpulan yang sama, karena khusus untuk memperoleh kesempatan dan
struktur sosial yang berkembang cenderung manfaat yang sama guna mencapai
memarjinalkan kaum perempuan dan hal ini persamaan dan keadilan”. Hal ini juga telah
dilanggengkan oleh struktur masyarakat diakui secara internasional yang diwujudkan
patriarkis. Padahal dalam uraian di atas dalam konvensi tersendiri, yaitu Convention
telah ditegaskan bahwa hak konstitusional on The Elimination of All Forms of Discrimi-
warga negara yang meliputi HAM dan hak nation Againts Women (Cedaw)
warga negara yang telah dijamin dalam UUD sebagaimana telah disebutkan dalam daftar
1945 berlaku bagi setiap warga negara In- table konvensi internasional di atas.27
donesia. Artinya, hak konstitusional itu
dimiliki oleh setiap individu warga negara 27
Menurut Jimly Asshiddiqie,
tanpa pembedaan, baik berdasarkan suku, penghapusan diskriminasi melalui pemajuan
agama, keyakinan politik, atau pun jenis perempuan menuju kesetaraan jender
kelamin. Hak-hak tersebut diakui dan bahkan dirumuskan sebagai kebutuhan dasar

34
Islam, Gender, dan HAM; Muntoha

Pada tingkat nasional telah dilakukan perempuan sebagaimana telah dijamin


upaya untuk menghapuskan diskriminasi dalam UUD 1945. Agar ketentuan-ketentuan
terhadap kaum perempuan dalam mencapai konstitusional itu dipatuhi dan dilaksanakan
kesetaraan jender dengan telah baik oleh pemerintah maupun warga negara,
diratifikasikannya Cedaw sejak tahun 1984 maka dalam penegakannya harus
melalui UU Nomor 7 Tahun 1984. Upaya melibatkan semua komponen bangsa, baik
untuk memberikan perlakuan khusus untuk lembaga dan pejabat negara serta warga
mencapai persamaan jender juga telah negaranya; laki-laki maupun perempuan
dilakukan melalui beberapa peraturan sehingga dapat menjamin tegaknya
perundang-undangan, baik berupa prinsip- pelaksanaan hak konstitusional kaum
prinsip umum, 28 maupun dengan perempuan. Selain itu, budaya masyarakat
menentukan kuota tertentu.29 Bahkan, untuk patriarkis di tengah-tengah bangsa ini harus
memberikan perlindungan terhadap kaum segera dikikis dengan merevitalisasi nilai-
perempuan yang sering menjadi korban nilai budaya yang merefleksikan pengakuan
kekerasan, telah dibentuk UU Nomor 23 terhadap hak-hak kaum perempuan,
Tahun 2004 Tentang Penghapusan sehingga tidak dijumpai lagi pemarjinalan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. terhadap kaum perempuan.
Dengan demikian, tindakan diskriminatif
pemajuan HAM dalam Millenium Development
terhadap kaum perempuan seperti terlihat Goals (MDGs). Hal itu diwujudkan dalam 8
pada data hasil penelitian PSI – UII di atas (delapan) area upaya pencapaian MDGs yang
merupakan tindakan melanggar HAM dan di antaranya adalah; mempromosikan
hak konstitusional warga negara, serta kesetaraan jender dan meningkatkan
dengan sendirinya bertentangan dengan keberdayaan perempuan, dan meningkatkan
kesehatan ibu. Rumusan tersebut didasari
UUD 1945 termasuk ketentuan-ketentuan kenyataan bahwa perempuan mewakili
Perda serta peraturan lain di atas yang tidak setengah dari jumlah penduduk dunia serta
menunjukkan adanya keadilan dan sekitar 70 % penduduk miskin dunia adalah
kesetaraan jender. perempuan (Jimly Asshiddiqie, Menuju
Negara … Op. Cit., hlm. 564).
28
Misal, Pasal 13 ayat (3) UU Nomor 31
C. Penutup Tahun 2002 Tentang Partai Politik menyatakan
Dari fenomena di atas, dapat “Kepengurusan Partai Politik di setiap
tingkatan dipilih secara demokratis melalui
disimpulkan bahwa kesenjangan
forum musyawarah partai politik sesuai
implementasi terhadap pemenuhan hak dengan anggaran dasar dan anggaran rumah
konstitusional warga negara yang meliputi tangga dengan memperhatikan kesetaraan
HAM dan hak warga Negara khususnya dan keadilan jender”.
29
perlakuan diskriminatif terhadap kaum Misal, Pasal 65 UU Nomor 12 Tahun 2003
perempuan, harus disikapi dengan perhatian Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD
dan DPRD menyatakan “Setiap Partai Politik
yang sangat serius baik dari aspek aturan Peserta Pemilu dapat mengajukan calon
(legal substance), struktur (legal structure), anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
maupun budaya (legal culture). Ketiga aspek Kabupaten / Kota untuk setiap Daerah
tersebut merupakan komponen utama dalam Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan
upaya penegakan hak konstitusional kaum perempuan sekurang-kurangnya 30 %”.

rrr

35

Anda mungkin juga menyukai