Anda di halaman 1dari 13

RESUME COACHING PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK II

Nama : Arianto
NIM : 441416009
Pogram Studi : Pendidikan Kimia
Kelas :A
Kelompok : 5 (Lima)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2018
ISOLASI KAFEIN DARI KOPI
(Ekstraksi alkaloid dengan refluks)
A. Tujuan :
Mengisolasi alkaloid kafein dari biji kopi
B. Dasar Teori

Kafein merupakan alkaloid dari golongan metilxantin yang diketahui


memiliki aktivitas farmakologi yakni menstimulasi sistem saraf pusat. Kafein
terdistribusi setidaknya pada 63 jenis tumbuhan yang ada di alam baik pada
bagian daun, biji dan buah. Sumber utama kafein adalah kopi, kola dan teh
(Verawati, 2014 : 43-45).

Banyak senyawa nitrogen dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen


basa dan karena itu dapat diekstrak dari dalam bahan tumbuhan itu dengan asam
encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya mirip alkali. Setelah ektraksi,
alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan lanjutan dengan basa dalam air
(Khopkar, 2010).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier
atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid
merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman, Tidak
ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya
mencakup senyawasenyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah
golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana
seperti coniiene sampai ke struktur pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah
terpenoid di alam dan beberapa adalah steroid. Lainnya adalah senyawa-senyawa
aromatik, contohnya colchicine (Utami, 2008).

Sublimasi merupakan cara yang digunakan untuk pemurnian senyawa –


senyawa organic yang berbentuk padatan. pemanasan yang dilakukan tehadap
senyawa organic akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut: apabila
zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan tertentu
zat tersebut akan meleleh kemudian mendidih. Disini terjadi perubahan fase dari
padat ke cair lalu kefase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam
keadaan cair. Pada tekanan dan temperature tertentu (pada titik didihnya) akan
berubah menjadi fase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam
keadaan padat, pada tekanan dan temperature tertentu akan lansung berubah
menjadi fase gas tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Zat padat sebagai hasil
reaksi biasanya bercampur dengan zat padat lain. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan zat-zat padat yang kita inginkan perlu dimurnikan terlebih dahulu.
Prinsip proses ini adalah perbedaan kelarutan zat
pengotornya (Underwood,2002:169).

Menurut (Harizon.2003;18) pelarut yang paling banyak digunakan dalam


proses rekristalisasi adalah pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan
setelah melarutkan zat padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah
memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik :
a. Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi,
b. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif
tak larut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi
c. Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu
didih pelarutnya.
d. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi.Cara rekristalisasi yang dilakukan ditentukan oleh jenis
pengotor yang akan dibuang atau di pisahkan
C. Alat dan Bahan

1. Alat
No. Nama Alat Kategori Gambar Fungsi
1. Gelas kimia 1 Menampung zat kimia,
Memanaskan cairan,

2. Corong 1 Untuk mempermudah


mengisi larutan pada saat
melakukan percobaan.

3. Gelas ukur 1 Untuk mengukur volume


larutan

4. Neraca analitik 2 Untuk menimbang sampel

5. Kaca arloji 1 Sebagai tempat Iod pada


proses penimbangan

Pipet tetes 1 Untuk mengambil larutan


6.
dalam jumlah sedikit

7. Kertas saring 1 Untuk menyaring zat

8. Set Refluks 2 Untuk merefluks sampel


9. Spatula 1 Untuk alat untuk mengambil
zat

10. Labu alas bulat 1 Sebagai wadah untuk sampel


yang akan direfluks

11. Statif dan klem 1 Berfungsi sebagai penyangga


dan menahan buret pada
proses titrasi berlangsung

12. Batang 1 Untuk mengaduk suatu


larutan
pengaduk

13. Penangas 2 Untuk memanaskan larutan

14. Labu 1 Untuk menampung filtrat


Erlenmeyer

15. Corong pisah 1 Untuk memisahkan cairan


yang tidak saling bercampur

Wadah untuk melakukan


16. Cawan 1
sublimasi
Penguapan
2. Bahan
No Nama Bahan Kategori Sifat Fisik Sifat Kimia
- Tidak berbau, berasa,
1. Aquades Umum - Pelarut universal
dan berwarna
- tidak bercampur dengan
Kloroform - Rumus molekul CHCl3 air
2 Khusus
CHCl3 - cairan tak berwarna - tidak mudah terbakar
- merupakan asam lemah
- Larut dalam air dan
- Berwujud (Kristal
gliserin
padat.)
- Tidak mudah
- Berbau: Acetic
terbakar
3. Timbal Asetat Khusus (Sedikit.)
- Jika bereaksi dengan
- BM : 379,32 g / mol
air, senyawa ini akan
- Berwarna : Putih
membentuk trihidrat
- Berat Jenis: 3,25 g/cm3
Pb(CH3COO)2·3H2O
- Mr : 35.04 g/mol
- Cairan tidak berwarna
- Berbau Sangat - Rumus Kimia :
Amonium menyengat
4. Khusus NH4OH
hidroksida
- Massa Jenis : 0,88 - Larut dalam air
g/cm3
- Titik didih : 24,7 °C
- Rumus Kimia :
- Titik didih : 83 °C HNO3
- Massa Molar : 63,01 - Merupakan asam
g/mol beracun
5. Asam nitrat Khusus - Massa Jenis : 1,51 - Berbahaya
g/cm3 - Kandungan asam
- Cairan bening tak nitrat lebih dari
berwarna 86% disebut asam
nitrat berasap
- Berwujud padat
- Mengandung kafein
4. Kopi Umum - Berwarna hitam
- Larut dalam air
- Berbau khas
D. Prosedur Kerja

1. Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 20 g kopi halus dan tambahkan 350

mL aquades. Direfluks campuran tersebut selama 25 menit

2. Disaring campuran panas menggunakan kertas saring

3. Dilarutkan 3 g timbal asetat dalam 27 mL aquades dan ditambahkan

larutan tersebut tetes demi tetes ke dalam filtrat sampai terbentuk endapan

kemudian disaring.

4. Setelah dingin dituang filtrat kedalam corong pisah dan ditambahkan 25

mL kloroform, dikocok campuran tersebut perlahan-lahan selama beberapa

menit kemudian dibiarkan sesaat sampai terbentuk dua lapisan.

5. Dikeluarkan lapisan bawah (kafein yang terlarut dalam kloroform) dan

ditampung dalam cawan penguap.

6. Dibilas sekali lagi corong pisah tersebut dengan 20 mL kloroform dan

dikocok, lapisan bawah dikeluarkan dan ditampung pada cawan penguap

tadi.

7. Diuapkan cairan tersebut diatas pemanas sampai kering, lalu

disublimasikan kafein kasar pada cawan penguap (pada nyala api yang

kecil) dengan ditutupi kertas saring berlubang dan corong kaca yang telah

ditimbang.

8. Ditimbang corong kaca setelah penyublinan sempurna, lalu dihitung kadar

kafein di dalam kopi.


Diagram alir
Refluks

20 gr Kopi

- Memasukkan kedalam labu alas bulat


- Menambahkan 350 mL aquades
- Merefluks selama 25 menit
- Menyaring dalam keadaan panas

Filtrat Residu

- Menambahkan larutan timbal asetat tetes demi


tetes sampai terbentuk endapan
- Mendinginkan
- Menyaring

Kafein

Ekstraksi Kafein

Kafein
- Menambahkan 25 mL kloroform
- Mengocok selama 5 Menit
- Menuangkan ke dalam corong pisah
- Mengocok beberapa saat
- Mendiamkan sampai terbentuk 1 lapisan
- Mengeluarkan lapisan bawah
- Menampung dalam cawan penguapan
- Melakukan duplo dengan volume kloroform 20 mL
- Menguapkan cairan dalam penangas air sampai
kering
Kafein kasar
Sublimasi

Kafein kasar

- Memanaskan cawan penguapan yang ditutupi kertas


saring dan corong kaca
- Menimbang kristal kafein
- Mengukur titik leleh
-
Berat dan titik leleh kafein
E. Hasil Pengamatan

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1. 20 gram kopi halus dimasukkan ke dalam Larutan kopi
labu alas blat + 350 mL aquades dan
direfluks selama 25 menit kemudian
disaring menggunakan kertas saring Larutan menjadi homogen
2. 3 gram timbal asetat di larutkan dalam 27 Terbentuk endapan
mL aqades + larutan tersebut tetes demi
tetes ke dalam filtrat sampai terbentuk
endapan
3. Filtrat dituang ke dalam corong pisah + 25 Terbentuk 2 lapisan
mL klorofom
4. Dikocok campuran dan dibiarkan sampai lapisan atas dan lapisan bawah
terbentuk dua lapisan
5. Dikeluarkan lapisan bawah dan
ditampung dalam cawan penguap
6. Dibilas corong pisah dengan 20 mL Lapisan atas dan lapisan bawah
Kloroform dan dikocok
7. Diuapkan cairan diatas pemanas air
8. Disublimasikan kafein kasar pada cawan Dipermukaan kertas saring
pengap dengan ditutupi kertas saring dan terjadi pembentukan kristal
corong kaca yang menandakan adanya
kafein
9. Ditimbang corong kaca
10. Kadar kafein dalam kopi

Perhitungan :
Berat botol kosong =
Berat botol + kristal =
Jadi, berat Kristal = (Berat botol + kristal) – (Berat botol kosong)
F. Pembahasan
G. Jawaban Pertanyaan
1. Apa fungsi larutan timbale asetat pada prosedur diatas ?
jawab :
Fungsi timbal asetat pada prosedur diatas adalah untuk mendapatkan
endapan yang diinginkan (dalam hal ini endapan yang dihasilkan
filtrat yang berasal dari 20 gr kopi dan 350 ml aquades).
2. Mengapa kafein dapat dimurnikan dengan cara sublimasi ?
jawab :
Kafein dapat dimurnikan dengan cara sublimasi sebab, kafein mudah
menguap. Pada cara sublimasi, cawan penguap dilengkapi dengan
kaca arloji, saat sublimasi berlangsung, uapan yang berasal dari kristal
kasar kafein terangkat dan menempel pada kaca arloji. Kristal yang
menempel pada kaca itulah yang disebut kristal kafein murni.
3. Mengapa kafein diekstrak dengan kloroform ? Dapatkah kloroform
diganti oleh pelrut lain ? Jika ada, sebutkan contohnya !
jawab :
Karena kafein dapat larut sempurna dalam kloroform. Ya, dapat
diganti misalnya dengan pelarut seperti alkohol maupun pelarut
organik lain. Namun, kafein dalam pelarut tersebut tidak semuanya
larut.

H. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa praktikan dapat
mengisolasi alkaloid kafein dari kopi dengan metode refluks dan ekstraksi.
Daftar Pustaka

Bialangi, N., Mustapa, M. A., Salimi, Y. K., Widiantoro, A., & Situmeang, B.
(2016). Antimalarial activity and phitochemical analysis from Suruhan
(Peperomia pellucida) extract. JURNAL PENDIDIKAN KIMIA, 8(3), 33-
37.

Bialangi, N., Mustapa, Adam., Salimi, Yusda., widiantoro, A., & Situmeang, B.
(2018). Isolation of Steroid Compounds from Suruhan (Peperomia
pellucida) and Their Antimalarial Activity. Asian Journal of Chemistry,
8(30).

Saman, S. I., Nurhayati, B., & Wenny, J. A. M. (2013). Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol
Rimpang Jeringau.

Idrus, R. B., Bialangi, N., & Alio, L. (2013). Isolasi dan Karakterisasi Senyawa
Alkaloid dari Biji Tumbuhan Sirsak (Annona muricata
Linn). Sainstek, 7(01).

Retnowati, Y., Bialangi, N., & Posangi, N. W. (2011). Pertumbuhan Bakteri


Staphylococcus aureus pada media yang diekspos dengan infus daun
sambiloto (Andrographis paniculata). Sainstek, 6(2).

Gafur, M. A., Isa, I., & Bialangi, N. (2013). Isolasi dan identifikasi Senyawa
Flavonoid dari daun Jamblang (Syzygium cumini). Naskah Skripsi S, 1.

Samin, A. A., Bialangi, N., & Salimi, Y. K. (2014). Penentuan kandungan fenolik
total dan aktivitas antioksidan dari rambut jagung (Zea mays L.) yang
tumbuh di daerah gorontalo. Jurnal Teknologi Pangan, 5(1), 312-323.

Kadir, N. A., Bialangi, N., & Ischak, N. (2007). NALISIS PROTEIN IKAN NIKE
ASAL GORONTALO. Jurnal Entropi, 2(02).
Usman, A. D., Lukum, A., & Bialangi, N. (2009). Isolasi dan Karakterisasi
Kitosan dari Kulit Udang Windu (Peneaus monodon) yang Dibudidayakan
di Gorontalo. Jurnal Entropi, 5(01).

Tengo, N. A., Bialangi, N., & Suleman, N. (2013). Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Alkaloid dari Daun Alpukat (Persea americana
Mill). Sainstek, 7(01).

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas


Indonesia.

Underwood, L.A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.


Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun. Lampung :
Universitas Lampung.

Verawati,dkk, 2014. Penetapan Kadar Konsumsi Kafein Dalam Minuman Teh


Seduhan Yang Beredar Di Pasaran Secara KLT – Densitometri. Jurnal
Nasional Scientia Vol. (4) No(1). Hal 43-45

Anda mungkin juga menyukai