Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN, PERSALINAN,


BAYI BARU LAHIR, DAN NIFAS

Disusun Oleh:

ANNISA DYAH KUSUMA WARDHANI


NIM. 4993311883

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dengan judul “Asuhan Kebidanan

Praktik Kerja Lapangan” ini telah melalui proses konsultasi, telah diperbaiki sesuai

masukan pembimbing, dan telah disetujui oleh pembimbing lahan praktik serta

pembimbing akademik Prodi DIII Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Sultan Agung Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 01 November 2017

Semarang, 01 November 2107

Pembimbing Akademik

Endang Surani, S.SiT., M.Kes


A. KEHAMILAN
Menurut Manuaba (2009; h.210), reproduksi sehat untuk hamil dan

melahirkan adalah usia 20-30 tahun, jika terjadi kehamilan di bawah atau di atas

usia tersebut maka dikatakan berisiko sehingga menyebabkan terjadinya

kematian 2-4 kali lebih tinggi dari reproduksi sehat. Masa kehamilan dimulai dari

konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40

minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan

dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3

bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari

bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, 2009; h.89).


1. Proses kehamilan
Menurut Prawirohardjo (2010; h.140-145) untuk dapat terjadi suatu

kehamiilan harus ada spermatozoa dan ovum, serta terjadinya proses

konsepsi (fertilisasi), nidasi, dan plasentasi. Konsepsi (fertilisasi) adalah

suatu peristiwa persatuan antara sel telur dengan sperma yang terjadi di

ampula tuba. Hanya satu sperma yang dapat melintasi zona pelusida dan

masuk kedalam vitelus ovum, setelah itu zona pelusida mengalami

perubahan sehingga tidak dapat dilalui sperma lain. Hasil konsepsi

digerakkan kearah rongga rahim oleh arus dan getaran silia serta kontraksi

tuba.
Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium

blastula disebut blastosis, suatu bentuk yang bagian luarnya adalah trofoblas

dan bagian dalamnya adalah massa inner cell. Trofoblas akan berkembang

menjadi plasenta dan massa inner cell akan berkembang menjadi janin.

Proses tersebut dinamakan dengan nidasi. Setelah nidasi embrio kedalam

endometrium, plasentasi dimulai. Plasentasi berlangsung sampai 12-18

minggu setelah fertilisasi pada manusia berlangsung.


2. Daignosa kehamilan
Menurut Mochtar (2012; h.35) ada tanda pasti, kemungkinan dan tidak

pasti hamil untuk dapat menegakkan diagnosa kehamilan, ditetapkan dengan

melakukan penilaian terhadap beberapa tanda-tanda sebagai berikut:


a. Tanda pasti hamil
Tanda pasti hamil meliputi adanya gerakan janin yang dapat dilihat,

dirasa, atau dapat teraba bagian janin. Denyut jantung janin adalah tanda

pasti kehamilan kedua yang dapat dilihat pada ultrasonografi pada usia
kehamilan 12 minggu, didengar dengan alat doppler pada usia kehamila

16 minggu dan didengar dengan stetoskop laennec pada usia kehamilan

20-24 minggu.
b. Tanda kemungkinan hamil
Tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan hamil antara lain: perut

membesar, terjadi perubahan dalam bentuk dan konsistensi uterus,

terlihat tanda chadwick (warna kebiruan pada porsio, vagina, dan labia

kaibat pelebaran vena karena peningkatan estrogen), tanda piskacek

(pembesaran dan pelunakan rahim), braxton hicks (kontraksi kecil uterus

jika dirangsang), teraba ballotement.


c. Tanda-tanda tidak pasti hamil
Amenore (tidak mendapat haid), mual dan muntah, pingsan, tidak

selera makan, lelah (fatigue), payudara membesar, sering buang air kecil,

konstipasi, pigmentasi, epulis, dan varises adalah tanda-tanda tidak pasti

kehamilan.

3. Perubahan Fisiologi dan Psikologis

a. Perubahan Fisiologi Kehamilan


1) Perubahan Sistem Reproduksi
a) Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima

dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai

persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat

70 g dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus

akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung

janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan

volume totalnya mencapai 5 l dengan berat rata-rata 1100 g. Pada

akhir kehamilan ketebalan fundus hanya berkisar 1,5 cm bahkan

kurang. Pada akhir kehamilan otot-otot uterus bagian atas akan

berkontraksi sehingga segmen bawah uterus akan melebar dan

menipis. Batas antara segmen atas yang tebal dan segmen

bawah yang tipis disebut dengan lingkaran retraksi fisiologis

(Prawirohardjo,2014; h.175-177).
b) Serviks
Perubahan pada serviks meliputi bertambahnya pembuluh

darah pada keseluruhan alat reproduksi sehingga menyebabkan


terjadinya perlunakan. Perlunakan pada serviks disebut dengan

tanda Goodell (Manuaba, 2009; h.77).


c) Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan

pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum

yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi

maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan

berperan sebagai penghasil progesteron dalam jumlah yang relatif

minimal (Prawirohardjo, 2014; h.178).


d) Vagina dan Perineum
Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya

sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari otot-otot polos.

Peningkatan volume sekresi vagina juga terjadi, dimana sekresi

akan berwarna keputihan, menebal, dan pH antara 3,5-6 yang

merupakan hasil dari peningkatan produksi asam laktat glikogen

yang dihasilkan oleh epitel vagina sebagai aksi dari lactobacillus

acidophilus (Prawirohardjo, 2014; h.178-179).


e) Kulit
Pada perubahan kulit yang terjadi belum diketahui sebabnya,

mungkin ada hubungan dengan makin aktifnya kelenjar

suprarenalis. Perubahan kulit itu meliputi hiperpigmentasi (warna

lebih gelap) pada pipi yang berbentuk seperti sayap kupu disebut

juga kloasma gravidarum, hiperpigmentasi kulit perut (tampak

hitam kemerahan) yang disebut juga linea nigra, puting susu dan

sekitarnya bertambah hitam pada bagian areola mammae

(Manuaba, 2009; h.76).


f) Payudara
Payudara selama kehamilan, payudara bertambah besar,

tegang, dan berat. Dapat teraba noduli-noduli akibat hipertrofi

kelenjar alveoli, bayangan vena-vena lebih membiru. Kalau

diperas, keluar air jolong (kolostrum) yang berwarna kuning

(Mochtar, 2012; h.29).


2) Perubahan Metabolik
Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5

kg. Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik

dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg,

sementara pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih


dianjurkan menambah berat badan per minggu masing-masing

sebesar 0,5 dan 0,3 kg.

Jaringan dan 10 20 30 40
caiaran minggu minggu minggu minggu
Janin 5 300 1500 3400
Plasenta 20 170 430 650
Cairan amnion 30 350 750 800
Uterus 140 320 600 970
Mammae 45 180 360 405
Darah 100 600 1300 1450
Cairan
0 30 80 1480
ekstraselular
Lemak 310 2050 3480 3345
Total 650 4000 8500 12500
Sumber: Prawirohardjo, 2010; h.180
3) Perubahan Sistem Kardiovaskular
Peredaran darah ibu dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi

kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim;

terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi

retroplasenter; dan pengaruh hormon estrogen serta progesteron

makin meningkat. Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa

perubahan peredaran darah. Volume darah semakin meningkat dan

jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah,

sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi), dengan puncaknya

pada usia kehamilan 32 minggu yang menyebabkan anemia fisiologis

(Manuaba, 2010; h.85-94).


4) Perubahan Traktus Digestivus
Seiring dengan makin besarnya uterus, lambung dan usus akan

tergeser. Demikian juga dengan yang lainnya seperti apendiks yang

akan bergeser kearah atas lateral. Perubahan yang nyata akan terjadi

penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus dan penurunan

sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung sehingga akan

menimbulkan gelaja berupa pyrosis (heartburn) yang disebabkan oleh

refluks asam lambung ke esofagus bawah sebagai akibat perubahan

posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter esofagus bagian

bawah.
Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan

trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epulis selama

kehamilan akan muncul, tetapi setelah persalinan akan berkurang

secara spontan. Hemoroid juga merupakan suatu hal yang sering


terjadi akibat konstipasi dan peningkatan tekanan vena pada bagian

bawah karena pembesaran uterus (Prawirohardjo, 2014; h.185).


5) Perubahan Traktus Urinarius
Pada bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh

uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering

berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan

bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika

kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu

akan timbul kembali. (Prawirohardjo, 2014; h.185-186).


6) Perubahan Sistem Endokrin
Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar 13%.

Akan tetapi, kelenjar ini tidak begitu mempunyai arti penting dalam

kehamilan. Hormon prolaktin akan meningkat 10 kali lipat pada saat

kehamilan aterm. Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga

15,0 ml pada saat persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan

peningkatan vaskularisasi. Konsenterasi plasma hormon paratiroid

akan menurun pada trimester pertama dan kemudian akan meningkat

secara progresif. Aksi yang penting dari hormon paratiroid ini adalah

untuk memasok janin dengan kalsium yang adekuat. Kelenjar adrenal

pada kehamilan normal akan mengecil. (Prawirohardjo, 2014; h.186).


7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Lordosis yang progesif akan menjadi bentuk yang umum pada

kehamilan. Akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi

anterior, lordosis menggeser pusat daya berat ke belakang ke arah

dua tungkai (Prawirohardjo, 2014; h. 186).


b. Perubahan Psikologis Kehamilan
Trimester pertama sering dianggap sebagai periode penyesuaian.

Penyesuaian terhadap kenyataan bahwa ia sedang mengandung. Kurang

lebih 80% wanita merasa sedih dan ambivalen. Mereka mengalami

kekecewaan, penolakan, kecemasan, depresi dan kesedihan (Varney,

2007; h.502).
Trimester kedua ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah terbiasa dengan

hormon yang tinggi, ibu sudah menerima kehamilannya, merasakan

gerak janin, merasa terlepas dari ketidaknyamanan dan kekhawatiran,

libido meingkat, menuntut perhatian dan cinta, merasa bahwa bayi

sebagai individu yang merupakan bagian dari dirinya, hubungan sosial


meningkat dan ketertarikan aktivitas meningkat pada kehamilan,

persalinan serta peran menjadi ibu.


Kehamilan pada trimester ketiga sering disebut sebagai fase

penantian yang penuh dengan kewaspadaan. Pada periode ini, ibu hamil

mulai menyadari kehadiran bayi sebagai makhluk yang terpisah sehingga

dia menjadi tidak sabar dengan kehadiran bayinya tersebut. Ibu hamil

merasakan kembali ketidaknyamanan fisik karena merasa canggung atau

merasa dirinya tidak menarik lagi, sehingga dukungan dari pasangan

sangat dibutuhkan. Wanita mungkin merasa cemas dengan kehidupan

bayi dan kehidupannya sendiri, seperti: apakah nanti bayinya akan lahir

abnormal, terkait persalinan dan pelahiran, apakah ia akan menyadari

bahwa ia akan bersalin, atau bayinya tidak mampu keluar karena

perutnya sudah luar biasa besar (Varney, 2007; h.503-504).


4. Ketidaknyamanan selama kehamilan
Ketidaknyamanan selama kehamilan dapat dirasakan ibu hamil mulai dari

trimester pertama hingga trimester ketiga masa kehamilan. Penyebab

ketidaknyamanan dan asuhan yang dapat diberikan untuk mengurangi

ketidaknyamanan selama kehamilan dapat dijabarkan sebagai berikut:


a. Sering buang air kecil
Sering buang air kecil dapat terjadi pada trimester pertama dan

trimester ketiga. Penyebab sering buang air kecil pada kehamilan adalah

tekanan vesica urinaria oleh uterus, pada trimester pertama uterus yang

mulai membesar akan menekan vesica urinaria, sedangkan pada

trimester ketiga vesica urinaria akan tertekan oleh bagian bawah janin

yang mulai masuk panggul. Air dan sodium tertahan didalam tungkai

bawah selama siang hari dan terdapat aliran balik vena yang meningkat

pada malam hari saat tidur, sehingga biasanya sering buang air kecil

akan terjadi pada malam hari dan mengganggu istirahat ibu.


Sering buang air kecil tidak membutuhkan pengobatan secara

farmakologi karena hal tersebut adalah fisiologis, namun untuk

meringankan ketidaknyamanan tersebut dapat dilakukan penjelasan

pada klien tentang penyebab sering buang air kecil, kosongkan kandung

kemih saat kencing, perbanyak minum pada siang hari, jangan kurangi

minum pada malam hari kecuali sering buang air kecil sangat
mengganggu istirahat ibu, dan batasi meminum minuman yang bersifat

deuretis (teh, kopi, atau soda).


b. Striae gravidarum
Striae gravidarum adalah garis-garis diperut selama kehamilan dan

tampak jelas pada bulan keenam sampai ketujuh. Penyebabnya belum

jelas, bisa timbul akibat perubahan hormon atau gabungan antara

horman dan peregangan. Asuhan yang dapat diberikan adalah jelaskan

penyebab srtiae gravidarum.

c. Edema dependen
Edema dependen atau bengkak pada daerah ekstremitas biasanya

terjadi pada trimester II dan trimester III. Penyebabnya adalah

peningkatan kada sodium karena pengaruh hormonal, kongesti sirkulasi

pada ekstremitas bawah, dan tekanan dari pembesaran uterus pada

vena pelvik ketika duduk atau pada vena cava inferior kerika berbaring.

Cara untuk mengatasinya adalah hindari posisi berbaring terlentang dan

berdiri terlalu lama, berbarin dengan miring kekiri dan kaki agak

ditinggikan, hindari kaus kaki yang ketat pada kaki, dan latihan senam

secara teratur. Waspadai jika bengkak muncul pada muka dan tangan

disertai dengan protein urine dan hipertensi.


d. Mual dan muntah
Mual dan muntah biasanya terjadi pada kehamilan trimester I.

Penyebab yang pasti tidak diketahui, mungkin dapat disebabkan oleh

peningkatan kadar HCG (Hormone corionic gonadotropin), progesteron,

atau estrogen. Hal-hal yang dapat mengurangi ketidaknyamanan mual

muntah adalah: hindari bau atau faktor penyebab mual muntah, makan

sedikit namun sering, duduk tegak saat makan, hindari makanan

berminyak dan berbumbu merangsang, hindari melakukan gerakan

secara tiba-tiba seperti langsung berdiri setelah tidur, dan hindari

menggosok gigi segera setalah makan. Gunakan obat-obatan hanya bila

tindakan seccara non-farmakologis gagal. Jika mual muntah berat

berikan terapi vitamin B6 dan antihistamin seperti dimenhydrinate dan

doxylamine. Waspadai jika pertambahan berat badan tidak sesuai atau

kehilangan berat badan, tanda-tanda kurang gizi, dehidrasi, dan napas

berbau aceton.
e. Konstipasi
Wanita yang sebelumnya tidak mengalami konstipasi dapat memiliki

masalah ini pada trimester kedua atau ketiga. Konstipasi diduga terjadi

akibat penurunan peristaltis yang disebabkan relaksasi otot polos pada

usus besar ketika terjadi peningkatan jumlah progesteron. Berikut cara

penanganan konstipasi, yaitu dengan: asupan cairan yang adekuat

(minum air mineral 8 gelas/hari); minum air hangat; makan makanan

berserat; pola defekasi yang baik dan teratur; dan konsumsi laksatif

ringan, pelunak feses, atau supositoria gliserin jika ada indikasi (Varney,

2007; h.536-544)
f. Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung bawah biasanya disebabkan oleh berat uterus yang

membesar. Nyeri punggung juga dapat merupakan akibat membungkuk

berlebihan, berjalan tanpa istirahat, dan angkat beban. Berikut adalah

dua prinsip penting yang sebaiknya dilakukan: tekuk kaki ketimbang

membungkuk ketika mengangkat apa pun, sehingga kedua tungkai

(paha) yang menopang berat badan dan meregang, bukan punggung;

lebarkan kedua kaki dan tempatkan satu kaki sedikit di depan kaki yang

lain saat menekukkan kaki sehingga terdapat jarak yang cukup saat

bangkit dari posisi setengah jongkok. Cara mengatasi nyeri punggung

antara lain: postur tubuh yang baik; ayunkan panggul atau miringkan

panggul; gunakan sepatu tumit rendah; kompres hangat; pijatan atau

usapan pada punggung; istirahat atau tidur menggunakan kasur yang

menyokong dan posisikan badan dengan menggunakan bantal sebagai

pengganjal untuk meluruskan punggung dan meringankan tarikan dan

regangan (Varney, 2007; h.536-544).


g. Keputihan
Keputihan dapat terjadi pada trimester I,II,dan III akibat hiperplasia

mukosa vagina atau peningkatan produksi lendir dan kelenjar

endoservikal sebagai akibat dari peningkatan kadar estrogen. Beberapa

cara untuk mengurangi ketidaknyamanan keputihan antara lain:

tingkatkan kebersihan diri terutama pada daerah kemaluan dengan cara

cebok yang benar yaitu dari depan kebelakang, dan pakailah pakaian

dalam yang terbuat dari katun karena lebih kuat daya serapnya daripada

bahan nilon, hindari penggunaan pantyliner dan produk pencuci vagina.


5. Antenatal care
Tujuan utama dari pemberian asuhan Antenatal Care (ANC) adalah

untuk mengetahui status kesehatan ibu dan janin, menentukan usia gestasi

janin, memulai rencana untuk perawatan obstetri berkelanjutan (Leveno.

2009; h.40). untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan

persalinan, anjurkan ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal

komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali, termasuk minimal 1 kali

kunjungan diantar suami atau anggota keluarga. Standar minimal kunjungan

antenatal yaitu: satu kali kunjungan sebelum minggu ke-16, satu kali

kunjungan antara minggu 24-28, dan 2 kali antara minggu 30-32 dan antara

minggu 36-38 (Kemenkes RI, 2013; h.22). Selain itu, anjurkan ibu untuk

memeriksakan diri ke dokter setidaknya satu kali untuk deteksi kelainan

medis secara umum.


Pada kunjungan pertama, lengkapi riwayat medis ibu, yaitu:

Riwayat medis untuk dilengkapi pada kunjungan pertama


Nama
Usia
Nama suami
Alamat
Identitas
No. Telepon
Tahun menikah
Agam
Suku/bangsa
Riwayat kontrasepsi terdahulu
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi terakhir sebelum kehamilan ini
Jumlah kehamilan
Jumlah persalinan
Jumlah persalinan cukup bulan
Jumlah persalinan prematur
Jumlah anak hidup, berat lahir, serta jenis kelamin
Cara persalinan
Jumlah keguguran
Perdarahan pada kehamilan, persalinan, dan nifas
terdahulu
Riwayat obstetri lalu Adanya hipertensi dalam kehamilan terdahulu
Riwayat berat bayu <2500 gram atau >4000 gram
Riwayat kehamilan sungsang
Riwayat kehamilan ganda
Riwayat pertumbuhan janin terhambat
Riwayat penyakit dan kematian perinatal, neonatal, dan
kematian janin
Adanya masalah lain selama kehamilan, persalinan, dan
nifas terdahulu
Durasi menyusui eksklusif
Hari pertama haid terakhir, siklus haid
Taksiran waktu persalinan
Perdarahan pervaginam
Riwayat kehamilan Keputihan
sekarang Mula dan muntah
Masalah/kelainan pada kehamilan ini
Pemakaian obat dan jamu-jamuan
Keluhan lainnya
Riwayat medis lainnya Penyakit jantung
Hipertensi
Diabetes melitus
Penyakit hati seperti hepatitis
HIV
Infeksi menular seksual
Tuberkulosis
Alergi obat/makanan
Penyakit ginjal kronis
Talasemia dan gangguan hematologi lainnya
Malaria
Asma
Epilepsi
Riwayat penyakit kejiwaan
Riwayat operasi
Obat yang rutin dikonsumsi
Status imunisasi tetanus
Riwayat tranfusi darah
Golongan darah
Riwayat penyakit keluarga: diabetes, hipertensi,
kehamilan ganda, dan kelainan kongenital
Riwayat kecelakaan (trauma)
Usia ibu saat pertama menikah
Status perkawinan, berapa kali menikah dan lama
pernikahan
Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan dan
kesiapan persalinan
Jumlah keluarga dirumah yang membantu
Siapa pembuat keputusan dalam keluarga
Kebiasaan atau pola makan minum
Riwayat sosial
Kondisi rumah, sanitasi, listrik, dan alat masak
ekonomi
Kebiasaan merokok, menggunakan obat-obatan, dan
alkohol
Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
Pekerjaan pasangan
Pendidikan
Penghasilan
Kehidupan seksual dan riwayat seksual pasangan
Kekerasan dalam rumah tangga
Sumber: Kemenkes RI, 2013; h.24
Untuk memantau kehamilan ibu, gunakan buku KIA. Buku diisi setiap

kali ibu melakukan kunjungan antenatal, lalu berikan kepada ibu untuk

disimpan dan dibawa kembali pada kunjungan berikutnya. Pada kunjunga

ulang, selain memperhatikan catatan pada kunjungan sebelumnya, tanyakan

keluhan yang dialami ibu selama kehamilan berlangsung.


Sedangkan pemeriksaan fisik pada kunjungan pertama yaitu: tanda-

tanda vital (tekanan darah, suhu badan, frekuensi nadi, frekuensi napas),

berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, muka (apakah ada edema

atau terlihat pucat), status generalis atau pemeriksaan fisik umum lengkap

(head to toe), pemeriksaan obstetri (tinggi fundus uterri menggunakan pita

ukur bila usia kehamilan >20 minggu, vulva/perineum untuk memeriksa

adanya varises atau keadaan lainnya). Pada kunjungan berikutnya lakukan

pemeriksaan fisik umum seperti tanda-tanda vital, berat badan, edema,

pemeriksaan terkait masalah yang telah teridentifikasi pada kunjungan

sebelumnya, dan pemeriksaan fisik obstetri seperti memantau tumbuh

kembang janin dengan mengukur tinggi fundus uteri dan melakukan palpasi

Manuver Leopold I-IV.


Setiap ibu hamil harus dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang untuk ibu hamil meliputi pemeriksaan laboratorium

(rutin maupun sesuai indikasi) dan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan

laboratorium rutin (untuk semua ibu hamil) pada kunjungan pertama: kadar

hemoglobin, golongan darah, tes HIV (ditawarkan pada ibu hamil di daerah

epidemi meluas dan terkonsentrasi, sedangkan didaerah epidemi rendah tes

HIV ditawarkan pada ibu hamil dengan IMS dan TB), dan rapid tes (untuk ibu

yang tinggal di atau memiliki riwayat bepergian kedaerah endemik malaria

dalam 2 minggu terakhir). Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi seperti:

urinalis (terutama protein urine pada trimester kedua dan ketiga) jika terdapat

hipertensi, kadar hemoglobin pada trimester ketiga terutama jika dicurigai

anemia, pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA) untuk ibu dengan

riwayat defisiensi imun, batuk >2 minggu atau LiLA <23,5 cm, dan gula darah

puasa. Sedangkan pemeriksaan ultrasonografi direkomendasikan pada awal

kehamilan (sebelum usia 15 minggu), usia kehamilan sekitar 20 minggu dan

pada trimester ketiga untuk perencanaan persalinan.


Pada setiap kunjungan, ibu hamil diberikan suplemen sesuai dengan

usia kehamilan dan keluhan-keluhan yang dirasakan ibu, suplemen tersebut

yaitu: 60 mg zat besi segera setelah mual/muntah berkurang, 400 µg asam

folat 1x/hari sesegera mungkin selama kehamilan(idealnya asam folat sudah

mulai diberikan sejak 2 bulan sebelum hamil), kalsium 1,5-2 g/hari (diarea

dengan asupan kalsium rendah untuk pencegahan preeklampsia), 75 mg

aspirin tiap hari (dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi ibu dengan

risiko tinggi, dimulai dari usia kehamilan 20 minggu), dan beri vaksin tetanus

toksoid sesuai status imunisasinya. Efek samping yang umum dari zat besi

adalah gangguan aluran cerna (mual, muntah, diare, konstipasi) sehingga

untuk mengurangi efek samping tersebut menganjurkan ibu untuk

mengonsumsi tablet besi sebelum tidur. Tablet zat besi sebaiknya tidak

diminum bersama dengan teh atau kopi karena mengganggu penyerapan,

sebaiknya diminum dengan air putih atau air jeruk karena dapat membantu

penyerapan obat.
Buku KIA wajib dimiliki oleh setiap ibu hamil, karena materi konseling

dan edukasi yang perlu diberikan tercantum di buku tersebut. Pastikan ibu
memahami hal-hal berikut: persiapan persalinan, pentingnya peran suami

atau pasangan dan keluarga selama kehamilan dan persalinan, tanda-tanda

yang perlu diwaspadai selama kehamilan, ASI eksklusif, Inisiasi Meenyusui

Dini (IMD), program KB, dan kesehatan ibu (kebersihan, aktivitas, dan

nutrisi).
6. Klasifikasi kehamilan
Kehamilan dikatakan normal jika ditemukan dalam pemeriksaan

keadaan umum baik, tekanan darah <140/90 mmHg, bertambahnya berat

badan sesuai minimal 8 kg selama kehamilan atau sesuai dengan IMT ibu,

edema hanya pada rkstremitas, denyut jantung janin 120-160 kali/menit,

gerakan janin dapat dirasakan setelah usia kehamilan 18-20 minggu hingga

melahirkan, tidak ada kelainan riwayat obstetri, ukuran uterus sesuai dengan

usia kehamilan, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang telah dilakukan

dalam batas normal. Sedangkan ibu hamil dengan masalah keluarga atau

psikososial, kekerasan dalam rumah tangga, kebutuhan finansial, dll

dikategorikan dalam kehamilan dengan masalah khusus.


Gambaran kehamilan dengan masalah kesehatan yang

membutuhkan rujukan untuk konsultasi dan atau kerjasama yaitu: pada

riwayat kehamilan sebelumnya ditemukan janin atau neonatus mati,

keguguran lebih atau sama dengan 3 kali, bayi <2500 gram atau >4000

gram, hipertensi, dan pembedahan pada organ reproduksi. Selanjutnya pada

riwayat kehamilan saat ini ditemukan kehamilan ganda, usia ibu <16 atau

>40, rhesus (-), hipertensi, massa pelvis, penyakit jantung, penyakit ginjal,

DM, malarian, HIV, sifilis, TBC, anemia berat, penyalahgunaan obat-obatan

dan alkohol, LiLA <23,5 cm, tinggi badan <145 cm, kenaikan berat badan

kurang dari 1 kg atau lebih dari 2 kg setiapp bulan atau tidak sesuai dengan

IMT, TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan, pertumbuhan janin tehambat,

infeksi saluran kemih, penyakit kelamin, dan kondisi-kondisi lain yang dapat

memburuk bagi kehamilan.


Keadaan-keadaan yang masuk dalam kategori kehamilan dengan

kondisi kegawatdaruratan yang membutuhkan rujukan segera yaitu:

perdarahan, preeklampsia, eklampsia, ketuban pecah dini, gawat janin, atau

kondisi-kondisi kegawatdaruratan lain yang mengancam nyawa ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Kementerian kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta

Manuaba, Ida Ayu. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2.


Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jilid
1. Edisi 3. Jakarta:EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.


Cetakan 3. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.


Cetakan 4. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Edisi 1. Cetakan 5. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta

Varney, Helen. 2007. Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Volume 2. EGC. Jakarta


B. PERSALINAN
Persalinan dapat didefinisikan secara medis sebagai kontraksi uterus yang

teratur dan semakin kuat, menciptakan penipisan dan dilatasi serviks di

sepanjang waktu, yang menimbulkan dorongan kuat untuk melahirkan janin

melalui jalan lahir melawan resistansi jaringan lunak, otot, dan struktur tulang

panggul (Kennedy, 2013; h.2). Pelahiran bayi adalah periode dari awal kontraksi

uterus yang regular sampai ekspulsi plasenta. Persalinan dan kelahiran

dikatakan normal jika usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), persalinan

terjadi spontan, presentasi belakang kepala, berlangsung tidak lebih dari 18 jam,

dan tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin (Kemenkes RI, 2013; h.36).
1. Tanda-tanda persalinan
Terjadi his persalinan. His persalinan mempunyai ciri khas seperti

pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan, sifatnya teratur, interval makin

pendek, dan kekuatan makin besar, mempunyai pengaruh terhadap

perubahan serviks, dan kekuatan makin bertambah. Pengeluaran lendir dan

darah (pembawa tanda), dengan his persalinan terjadi perubahan pada

serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan

menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis serviks lepas. Terjadi

perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah. Pada beberapa kasus

terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian

besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan

pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam 24 jam

(Manuaba, 2010; h. 173).


2. Kebutuhan ibu bersalin
a. Dukungan emosional
Dukung dan anjurkan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi

ibu selama persalinan dan proses kelahiran bayinya. Hargai keinginan ibu

untuk menghadirkan teman atau saudara yang secara khusus diminta

untuk menemaninya (Depkes RI, 2008; h.54-56).


b. Mengatur posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama

persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan suami dan pendamping

lainnya untuk berganti posisi. Ibu boleh berjalan, berdiri, duduk, dan

jongkok, berbaring miring kekiri, atau merangkak. Bantu ibu untuk sering

berganti posisi selama persalinan. Beritahu ibu untuk tidak tidur

terlentang lebih dari 10 menit (Depkes RI, 2008; h.54-56).


c. Pemberian cairan dan nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapatkan asupan (makanan ringan dan air

minum) selama persalinan dan proses kelahiran bayi. Sebagian ibu

masih ingin makan selama fase laten persalinan, tetapi setelah memasuki

fase aktif mereka hanya ingin mengkonsumsi cairan saja. Anjurkan agar

anggota keluarga sesering mungkin menawarkan minuman dan makanan

ringan selama proses persalinan (Depkes RI, 2008; h.54-56).


d. Pencegahan infeksi
Menjaga lingkungan tetap bersih merupakan hal penting dalam

mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayinya. Hal

ini merupakan unsur penting dalam sauhan sayang ibu. Kepatuhan

dalam menjalankan praktik-praktik pencegahan infeksi yang baik, juga

akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dari infeksi. Ikuti

praktik-praktik pencegahan infeksi yang telah ditetapkan untuk

mempersiapkan persalinan dan proses kelahiran bayi. Anjurkan ibu untuk

mandi pada saat awal persalinan dan pastikan ibu memakai pakaian

yang bersih (Depkes RI, 2008; h.54-56).


3. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin
Dalam persalinan normal, terdapat beberapa fase:Kala I dibagi

menjadi 2, yaitu fase laten (pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam),

dan fase aktif (pembukaan serviks 4 hingga lengkap/10 cm, sekitar 6 jam).

Kala II dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada

multigravida dan 2 jam pada primigravida. Kala III dimulai segera setelah

bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, sekitar 30 menit. Kala IV

berlangsung segera setalah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum

(Kemenkes RI, 2013; h.36).


Tatalaksana selama kala I, yaitu: beri dukungan dan dengarkan

keluhan ibu, jika ibu tampak gelisah atau kesakitan biarkan ibu berganti

posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat tidur sarankan untuk miring kiri

atau anjurkan suami memijat punggung ibu dan ibu melakukan napas

panjang, jaga privasi ibu, ijinkan ibu untuk mandi atau membasuh

kemaluannya setelah uang air kecil/besar,jaga kondisi ruangan tetap sejuk,

beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi, dan sarankan ibu

berkemih jika ingin berkemih. Pantau parameter debagai berikut secara rutin

dengan menggunakan partograf:

Parameter Frekuensi pada kala I Frekuensi pada kala I


fase laten fase aktif
Tekanan darah Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Suhu Tiap 4 jam Tiap 2 jam
Nadi Tiap 30-60 menit Tiap 30-60 menit
Denyut jantung janin Tiap 1 jam Tiap 30 menit
Kontraksi (His) Tiap 1 jam Tiap 30 menit
Pembukaan serviks Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Penurunan kepala Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Warna cairan amnion Tiap 4 jam Tiap 4 jam
Sumber: Kemenkes RI, 2013; h.37
Tatalaksana selama kala II dan kala III dapat diberikan dengan acuan

Asuhan Persalinan Normal (APN). Menurut PPIBI (2016; h.174-180) APN

dijabarkan menjadi 60 langkah, seperti dapat dilihat dalam tabel dibawah:

I. Mengenali gejala dan tanda kala II


1. Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan
vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
II. Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi segera pada ibu
dan bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi, siapkan: Tempat datar,
rata, bersih, kering, dan hangat; 3 handuk / kain bersih dan kering
(termasuk ganjal bahu bayi); lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm
dari tubuh bayi
Untuk ibu: menggelar kain diperut bawah ibu; menyiapkan oksitosin 10
unit; alat suntik steril sekali pakai didalam partus set.
3. Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
periksa dalam.
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang
memakai sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan pembukaan lengkap
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dan
anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi air DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia
c. Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam
sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5%. Pakai sarung
tangan DTT atau steril untuk melaksanakan langkah lanjutan.
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap, bila
selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomi.
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin 0,5% selama 10
menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda
(relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-160
x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan
pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam partograf.
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses meneran
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman
dan sesuai dengan keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin dan
dokumentasikan semua temuan yang ada
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran secara
benar.
12. Minta keluarga mambantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa
ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu
diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan
pastikan ibu merasa nyaman.
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran
atau timbul kontraksi yang kuat :
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai.
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah
pembukaan lengkap dan dipimpin meneran lebih dari 120 menit (2
jam) pada primigravida atau lebih dari 60 menit (1 jam) pada
multigravida.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
selang waktu 60 menit
V. Persiapan untuk melahirkan bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut bawah ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diamater 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan
bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan.
VI. Pertolongan untuk melahirkan bayi
Lahirnya kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk
mempertahankan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernapas dengan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
Perhatikan:
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat
bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat diantara dua klem tersebut.
21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung
secara spontan.

Lahirnya Bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara
biparietal. Dengan lembut gerakkan kepala bayi kearah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian
gerakkan kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
Lahirnya badan dan tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menopang kepala
dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan
melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada sisi yang
lain agar bertemu dengan jari telunjuk)

VII. Asuhan bayi baru lahir


25. Lakukan penilaian (selintas):
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
c. Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut kelangkah resusitasi pada
bayi baru lahir dengan asfiksia. Bila semua jawaban adalah “YA” lanjut
kelangkah 26
26. Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
(kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk
basah dengan handuk atau kain kering. Pastikan bayi dalam posisi dan
kondisi aman di perut bagian bawah ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir
(hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntikkan oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuscular) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).
30. Setelah 2 menit sejak bayi lahir, pegang tali pusat dengan satu tangan
pada sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan jari tengah
tangan lain menjepit tali pusat dan geser hingga 3 cm proksimal dari
pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem ini
pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tengah tangan lain untuk
mendorong isi tali pusat kearah ibu (sekitar 5 cm) dam klem tali pusat
pada sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi), dan laukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem
tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat dengan simpul
kunci pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya.
Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi
lebih rendah dari puting susu atau areola mammae ibu.
a. Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di
kepala bayi.
b. Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit didada ibu paling
sedikit 1 jam.
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini
dalam waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
payudara.
d. Biarkan bayi berada didada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu.
VIII. Manajemen aktif kala tiga persalinan (MAK III)
33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
34. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut bawah ibu (diatas
simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem
untuk menegangkan tali pusat.
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso
kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali prosedur
diatas. Jika uterus tidak segera kontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kearah dorsal
ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kearah distal maka
lanjutkan dorongan kearah kranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
a. Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan
ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai
dengan sumbu jalan lahir (kearah bawah-sejajar lantai-atas)
b. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
c. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2) Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung
kemih penuh.
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Ulangi dorso kranial dan penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya
5) Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau
terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta
manual.
37. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang
telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT
atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudia gunakan
jari-jari tangan atau klem ovum DTT/steril untuk mengeluarkan selaput
yang tertinggal.
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus
38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus
teraba keras). Lakukan tindakan yang diperlukan (kompresi bimanual
interna, koma aorta abdominalis, tampon kondom-kateter) jika uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/masase.

IX. Menilai perdarahan


39. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta telah
dilahirkan lengkap. Masukkan plasenta kedalam kantung plastik atau
tempat khusus.
40. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila terjadi laserasi yang luas dan menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan.
X. Asuhan pasca persalinan
41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
42. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara
terbalik dan rendam sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Evaluasi
43. Pastikan kandung kemih kosong
44. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
45. Evaluasi dan estimasi kehilangan darah
46. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 x/menit).
a. Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, di resusitasi dan
segera merujuk kerumah sakit.
b. Jika napas bayi terlalu cepat atau sesak napas segera rujuk ke RS
Rujukan.
c. Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali
kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut.

Kebersihan dan keamanan


48. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi.
49. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
50. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah di
ranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering.
51. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
52. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
55. Pakai sarung tangan DTT/bersih untuk melakukan pemeriksaan fisik
bayi.
56. Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi,
vitamin K 1 mg IM di paha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi
baru lahir, pernapasan bayi (normal 40-60 x/menit) dan temperatur
tubuh (normal 36,5-37,5 oC) setiap 15 menit.
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K berikan suntikkan imunisasi
Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi didalam
jangkauan ibu agar disusukan.
58. Lepaskan saarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Dokumentasi
60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan kala IV persalinan.
Sumber: PPIBI, 2016; h.174-180
Sedangkan tatalaksana selama kala IV (setelah plasesnta lahir sampai 2 jam

pascasalin) bertujuan untuk mendeteksi atau mencegah perdarahan pascasalin.

Pemeriksaan dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin dan

setiap 30 menit pada jam 1 jam kedua pascasalin. Pemantauan yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus uteri,

kandung kemih, kontraksi, dan jumlah perdarahan yang dapat dipantau melalui

partograf.
DAFTAR PUSTAKA

Cuningham, Gary F. 2012. Obstetri William. Edisi 23. EGC. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Kementerian kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta

Kennedy, Betsy B. 2013. Modul Manajemen Intrapartum. Edisi 4. EGC.Jakarta

Manuaba, Ida Ayu. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Edisi 2. EGC. Jakarta

PPIBI. 2016. Buku Acuan Midwifery Update 2016. Cetakan 1. Pengurus Pusat Ikatan
Bidan Indonesia. Jakarta
C. BAYI BARU LAHIR

Bayi Baru Lahir (BBL) adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37

minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram

(Kemenkes, 2010; h.23).


1. Ciri-ciri fisik bayi baru lahir normal
Panjang bayi diukur dari ujung kepala sampai tumit, dengan

keyakinan bahwa kaki terekstensi penuh. Lingkar kepala didapatkan dengan

menggunakan pita pengukur yang dilingkarkan ke oksiput, pada bagian atas

telinga, dan pada bagian atas alis. Lingkar dada diukur pada garis puting.

Normalnya lingkar kepala sedikit lebih besar dari lingkar dada. Peningkatan

lingkar kepala dapat menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial.


Suhu dapat diukur melalui aksila atau rektum atau secara elektronik

melalui telinga. Suhu rektal menunjukkan suhu inti tetapi menimbulkan risiko

trauma. Suhu aksila normlanya 1oC (lebih dingin dari suhu inti tubuh: 36,5oC

sampai 37,5oC). Penurunan suhu atau ketidakstabilan suhu dapat

menunjukkan infeksi serius. Normalnya frekuensi pernapasan bayi adalah

40x/menit sampai 60x/menit ketika istirahat. Karena pernapasan dan

frekuensi jantung bayi normalnya berfluktuasi ketika bayi berespon terhadap

berbagai stimulasi selama pemeriksaan, pemeriksaan harus berupaya untuk

menghitung frekuensi selama satu menit penuh (Walsh, 2007; h.368).


Prinsip dari pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan dilakukan dalam

keadaan bayi tenang (tidak menangis) dan pemeriksaan tidak harus

berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan dinding dada kedalam,

denyut jantung serta perut. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu lihat

postur, tonus otot dan aktivitas. Lihat kulit, nilai normalnya adalah wajah, bibir

dan selaput lendir, dada harus berwarna merah muda, tanpa adanya

kemerahan atau bisul. Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding dada

kedalam ketika bayi sedang tidak menangis, frekuensi napas yang normal

pada bayi adalah 40-60 kali/menit. Hitung denyut jantung dengan meletakkan

stetoskop didada kiri setinggi apeks kordis. Normal frekensi denyut jantung

adalah 120-160 kali per menit.


Lihat dan raba bagian kepala. bentuk kepala terkdang asimetris

karena penyesuaian pada saat proses persalinan, umumnya hilang dalam 48

jam. Ubun-ubun besar rata atau tidak menonjol, dapat sedikit menonjol saat

bayi menangis. Tidak ada kotoran atau sekret pada mata bayi normal. Lihat
bagian dalam mulut. Masukan satu jari yang menggunakan sarung tangan

kedalam mulut, raba langit-langit. Bibir, gusi, langit-langit utuh tidak ada

bagian yang terbelah. Nilai kekuatan isap bayi, bayi akan mengisap kuat jari

pemeriksan. Lihat dan raba perut, dan lihat tali pusat bayi. Perut bayi datar,

dan teraba lemas. Tidak ada perdarahan, pembengkakan, nanah, bau yang

tidak enak pada tali pusat, atau kemerahan sekitar tali pusat. Lihat punggung

dan raba tulang belakang bayi. Kulit terlihat utuh, tidak terdapat lubang dan

benjolan pada tulang belakang. Lihat ekstremitas, hitung jumlah jari tangan

dan kaki, lihat apakah kaki posisinya baik atau bengkok kedalam atau keluar,

lihat gerakan ekstremitas simetris atau tidak. Lihat lubang anus, normal anus

pada bayi adalah terlihat lubang pada anus dan periksa apakah mekonium

sudah keluar dan biasanya mekonium keluar 24 jam setelah lahir. Lihat dan

raba alat kelamin luar, tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.

Pada bayi perempuan kadang terlihat cairan vagina berwarna putih atau

kemerahan. Pada bayi laki-laki terdapat lubang uretra pada ujung penis.

Pastikan bayi sudah buang air kecil dalam waktu 24 jam setelah lahir.

Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil dikurangi dengan selimut.

Bayi normal lahir dengan berat badan lahir 2,5-4 kg. Penurunan berat badan

maksimal untuk bayi baru lahir cukup bulan maskimal 10%, untuk bayi

kurang bulan maksimal 15%. Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi.

Panjang lahir normal bayi baru lahir 48-52 cm, dan lingkar kepala bayi normal

33-37 cm. Menilai cara menyusui dengan meminta ibu untuk menyusui

bayinya (Kemenkes RI, 2010; h.17-20).


2. Kebutuhan bayi baru lahir
a. Pencegahan kehilangan panas
Bayi dengan hipotermia, berisiko tinggi untuk mengalami sakit berat

atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang

tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan

diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat. Cegah

terjadinya kehilangan panas dengan upaya berikut: ruangan bersalin dan

perawatan bayi yang hangat (suhu ruangan minimal 25oC dan tutup

semua pintu dan jendela); keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan

verniks (verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi). Segera

ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering); letakkan bayi
di dada ibu atau perut ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi; inisiasi

menyusu dini; gunakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kehilangan

panas; jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir

(lakukan penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke kulit bayi dan

bayi selesai menyusu); rawat gabung; resusuitasi dalam lingkungan yang

hangat; transportasi hangat (Kemenkes RI, 2010; h.7).


b. Perawatan tali pusat
Nasihat untuk merawat tali pusat yaitu: mencuci tangan sebelum dan

sesudah melakukan perawatan tali pusat; jangan membungkus puntung

tali pusat atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali

pusat; mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih deperkenankan

apabila terjadi infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali

pusat basah atau lembab; lihat popok dibawah tali pusat, luka tali pusat

harus dijaga tetap kering, bersih, sampai sisa tali pusat mengering dan

terlepas sendiri; jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan

air DTT dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan

menggunakan kain bersih; bawa bayi ke fasilitas kesehatan jika terdapat

tanda-tanda infeksi tali pusat (kemerahan pada kulit sekitar rali pusat,

tampak nanah atau berbau) (Kemenkes RI, 2010; h.10).


c. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif

selama 6 bulan diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping

ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian ASI juga meningkatkan ikatan kasih

sayang (asih), memberikan nutrisi terbaik (asuh) dan melatih reflek dan

motorik bayi (asah). Langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir adalah:

langkah 1 (lahirkan, lakukan penilaian pada bayi, keringkan); langkah 2

(lakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi selama paling sedikit satu jam);

langkah 3 (biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai

menyusu) (Kemenkes RI, 2010; h.11-12).


d. Pencegahan perdarahan
Pada semua bayi baru lahir, apalagi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

diberi suntikkan vitamin K1 (Pytomenadione) sebanyak 1 mg dosis

tunggal, IM pada anterolateral paha kiri. Suntikkan vitamin K1 dilakukan

setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B. Perlu

diperhatikan dalam penggunaan sediaan vitamin K1 yaitu ampul yang


sudah dibuka tidak boleh disimpan untuk dipergunakan kembali

(Kemenkes RI, 2010; h.13).


e. Pencegahan infeksi mata
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan

segera setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu, sebaiknya 1 jam

setelah lahir. Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep

mata antibiotic tetrasiklin 1%. Cara pemberian salep mata antibiotic: cuci

tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir) kemudian keringkan;

jelaskan kepada keluarga apa yang akan dilakukan dan tujuan pemberian

obat tersebut; tarik kelopak mata bagian bawah kearah bawah; berikan

salep mata dalam satu garis lurus mulai dari bagian mata yang paling

dekat dengan hidung bayi menuju ke bagian luar mata; ujung tabung

salep mata atau pipet tetes tidak boleh menyentuh mata bayi; jangan

menghapus salep dari mata bayi dan anjurkan keluarga untuk tidak

menghapus obat-obat tersebut (Kemenkes RI, 2010; h.14).


f. Pemberian imunisasi
Imunisasi hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah

pemberian vitamin K1 secara IM. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan

pada bayi umur 0-7 hari karena: sebagian ibu hamil merupakan carrier

Hepatitis B; hampir semua bayi dapat tertular Hepatits B pada saat lahir

dari ibu pembawa virus; penularan pada saat lahir hampir seluruhnya

berlanjut menjadi hepatitis menahun, yang kemudian dapat berlanjut

menjadi sirosis hati dan kanker hati primer; imunisasi Hepatitis B sedini

mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi dari penularan Hepatitis

(Kemenkes RI, 2010; h.13-14).


g. Pemberian identitas
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

menyatakan bahwa setiap anak berhak atas identitas diri. Tenaga

kesehatan sebagai penolong persalinan menuliskan keterangan lahir

untuk digunakan orang tua dalam memperoleh akte kelahiran bayi,

lembar keterangan lahir tedapat didalam buku KIA.


h. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika

terdapat kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi 24 jam

pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat


dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas selama 24 jam pertama

(Kemenkes RI, 2010; h.16).


3. Tanda bahaya pada bayi baru lahir
Menurut (Kemenkes RI, 2012; h.22) Tanda bahaya pada BBL antara

lain: Tidak mau minum atau memuntahkan semua, kejang, bergerak hanya

jika dirangsang, napas cepat ( 60 kali/ menit), napas lambat (kurang dari 30

kali/ menit), tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat, merintih, teraba

demam (suhu aksila >37,50c), teraba dingin (suhu aksila <360c), nanah yang

banyak di mata, pusar kemerahan meluas ke dinding perut, diare, tampak

kuning pada telapak tangan dan kaki. Menurut (Saifuddin, 2006; h.N-36),

tanda bahaya pada BBL antara lain: tali pusat merah bengkak keluar cairan

bau busuk berdarah, tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek hijau tua ada

lendir atau darah pada tinja, aktivitas menggigil, tidak bisa tenang, menangis

terus-menerus.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di


Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Kementerian
kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Edisi 1. Cetakan 5. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.

Walsh, Linda V. 2007. Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.

D. NIFAS

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung kira-kira 6

minggu. Selama masa nifas, ibu dianjurkan untuk melakukan kunjungan ulang

sebanyak 4 kali yaitu 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang), 6 hari setelah

persalinan, 2 minggu setelah persalinan, dan 6 minggu setelah persalinan

(Kemenkes RI, 2013; h.50)


Asuhan yang diberikan pada masa nifas antara lain:
a. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda

infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.


b. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa

lelah, dan nyeri punggung.


c. Tanyakan pada ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang

didapatkan dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan

bayinya.
d. Minta ibu untuk menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah

satu tanda berikut: perdarahan berlebihan, sekret vagina berbau, demam,


nyeri perut, kelelahan atau sesak, bengkak di tangan, wajah, tungkai, sakit

kepala, atau pandangan kabur, dan nyeri payudara, pembengkakan

payudara, luka atau perdarahan puting (Kemenkes RI, 2013; h. 50).

Tujuan asuhan yang diberikan selama masa nifas sesuai dengan jadwal

kunjungan nifas yaitu: Kunjungan I (pertama) 6-8 jam setelah persalinan. Tujuan

dari kunjungan pertama masa nifas adalah mencegah perdarahan masa nifas

karena atonia uteri; mendeteksi penyebab lain perdarahan serta melakukan

rujukan bila perdarahan berlanjut; melakukan konseling pada ibu dan keluarga

jika terjadi masalah; memfasilitasi ibu untuk pemberian ASI awal; memfasilitasi,

mengajarkan cara hubungan ibu dan bayi (Bounding attachmant); menjaga bayi

tetap sehat dan hangat dengan cara mencegah hipotermia; memastikan ibu

merawat bayi dengan baik (perawatan tali pusat, memandikan bayi). Kunjungan

II (kedua) 6 hari setelah persalinan .Tujuan dilakukannya kunjungan ulang nifas

kedua memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi

baik, tinggi fundus uteri dibawah pusat (umbilicus), tidak ada perdarahan, lochea

tidak berbau; mendeteksi adanya demam, perdarahan abnormal, sakit kepala

hebat dll; memastikan ibu mendapatkan asupan nutrisi, hidrasi, dan istirahat

yang cukup; memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan

tanda-tanda penyulit; memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada

tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari; melakukan

konseling KB secara mandiri; memastikan ibu untuk melakukan pemeriksaan

bayi ke pelayanan kesehatan terdekat.Kunjungan III (ketiga) 2 minggu setelah

persalinan dengan tujuan sama seperti kunjungan kedua.Kunjungan IV

(keempat) 6 minggu setelah persalinan. Tujuan kunjungan ulang masa nifas

keempat adalah menanyakan kepada ibu adakah masalah atau penyulit yang

dialami baik ibu maupun bayinya; memastikan ibu untuk memilih kontrasepsi

efektif atau sesuai kebutuhan (PPIBI, 2016; h.117-118).

Didalam melakukan asuhan masa nifas, konseling atau informasi tentang

kebutuhan ibu selama masa nifas sangatlah diperlukan. Beri informasi pada ibu

tentang perlunya melakukan hal-hal berikut:


a. Kebersihan diri
Menjaga kebersihan diri terutama daerah jalan lahir dapat dilakukan

dengan membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang, mengganti


pembalut minimal dua klai sehari, tidak memberikan ramuan-ramuan pada

daerah jahitan jalan lahir, dan mencuci tangan dengan sabun dan air

sebelum dan sesudah membersihkan daerah jalan lahir.


b. Istirahat cukup dan melakukan aktivitas atau rutinitas secara bertahap
c. Gizi selama nifas
Gizi yang harus terpenuhi yaitu mengonsumsi tambahan makanan

500 kalori/hari, diet seimbang (cukup protein, mineral, dan vitamin), minum

minimal 3 liter/hari, suplemen besi setidaknya diminum selama 3 bulan

pascasalin, dan 2 suplemen vitamin A 200.000 IU.


d. Menyusui dan merawat payudara
e. Senggama
Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak

merasakan nyeri ketika memasukkan jari kedalam vagina, namun keputusan

untuk melakukan senngama bergantung pada pasangan yang bersangkutan.


f. Kontrasepsi dan keluarga berencana
Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana

mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun bidan dapat

membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka

tentang pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang

rasional (Kemenkes RI, 2013; h.232)

Fase menunda Fase menjarangkan Fase tidak hamil


kehamilan kehamilan lagi

2–4

Pil IUD IUD Steril


IUD Suntikan Suntikan IUD
Sederhana Minipil Minipil Implant
Suntikan Pil Pil Suntikan
Implan Implan Implant Sederhana
Steril Pil

20 35
Menunda perkawinan dan kehamilan sekurang-kurangnya sampai

berusia 20 tahun. Menjarangkan kelahiran, dan dianjurkan menganut sistem

keluarga (catur warga yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 anak;

pancawarga yaitu terdiri dari ayah, ibu dan 3 orang anak); besarnya keluarga

hendaknya dicapai dalam usia reproduksi sehat yaitu sewaktu umur ibu

antara 20-30 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Kementerian kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta

PPIBI. 2016. Buku Acuan Midwifery Update 2016. Cetakan 1. Pengurus Pusat Ikatan
Bidan Indonesia. Jakarta
ABORTUS

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadiinya perdarahan.

Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering

diakitkan dengan kejadian abortus. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidu di luar kandungan. WHO menetapkan batas usia

kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan

batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram

(Kemenkes RI, 2013; h.84). abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut

abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan

tindakan disebut abortus provokatus (dibagi menjadi 2: medisinalis dan kriminalis).

1. Penyebab abortus

Faktor penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya

lebih dari satu penyebab. Penyebab yang sering terjadi adalah faktor janin

(kelainan genetik); faktor maternal (infeksi, kelainan hormonal seperti

hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,

konsumsi alkohol, dan inkompetensia serviks); faktor lingkungan (paparan obat,

bahan kimia, atau radiasi) (Prawirohardjo. 2010; h.460-465).

2. Diagnosis abortus

Untuk menegakkan diagnosis abortus dapat ditemukan dalam hasil

anamnesis serta pemeriksaan terhadap pasien. Hasil yang akan didapatkan

antara lain: perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak, perut

nyeri dan kaku, pengeluaran sebagian atau seluruh hasil konsepsi, serviks dapat

terbuka atau menutup, ukuran uterus lebih kecil dari seharusnya. Diagnosisi

ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi (Kemenkes RI, 2013;

h.84)
3. Macam-macam abortus

a. Abortus imminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya

abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih

tertutup, dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Penderita

mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali

perdarahan pervaginam. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui

pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah

sudah terjadi pelepasan atau belum (Prawirohardjo. 2010; h.468).

Tatalaksana khusus pada penderita abortus imminens adalah

pertahankan kehamilan, tidak perlu pengobatan khusus, jangan melakukan

aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual. Bila penderita berada

dirumah sakit, penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai

perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi

atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah

terjadinya abortus. penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi

perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu

sampai lebih kurang 2 minggu (Prawirohardjo. 2010; h.468).

b. Abortus insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah

mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih

dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa

mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah

sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus

masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih

positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang

masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin

masih jelas walaupun mungkin sudah mulai tidak normal, dan ada pelepasan

plasenta dari dinding uterus (Prawirohardjo. 2010; h.469).


Tatalaksana untuk abortus insipien pada usia kehamilan diatas 12

minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa, tindakan evakuasi dan

kuretase harus hati-hati (Kemenkes RI, 2013; h.86)

c. Abortus kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil

konsepsi telah keluar, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil

sehingga perdarahan sedikit. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila

pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Tes urin kehamilan biasanya

masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. pengelolaan penderita tidak

memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi

roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan (Prawirohardjo.

2010; h.469)

d. Abortus inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada

yang tertinggal, pemeriksaan vagina didapatkan kanalis servikalis masih

tebuka dan terba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri

eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak

atau sedikit.

Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan

keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah

dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu

diberikan uteritonika parenteral ataupun peroral dan antibiotika

(Prawirohardjo. 2010; h.470).

e. Missed abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal

dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi

seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Penderita biasanya tidak

merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya


tidak sesuai dengan usia kehamilan. Penderita dapat merasakan rahimnya

semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara

menghilang.

Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat

dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila

serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 20 minggu atau

kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku

dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan

janin atau mematangkan kanalis servikalis (Prawirohardjo. 2010; h.470).

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Kementerian kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.


Cetakan 3. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)

Menurut WHO dan The American Collage of Obstetricians and Gynecologysts

yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat

badan 500 gram atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau

lebih (Prawirohardjo, 2010; h.732).

4. Penyebab kematian janin

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin

dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan plasenta. Menurut

Leveno (2009; h.334) hal yang mungkin sedikit mengejutkan adalah bahwa

penyakit ibu tidak banyak berperan dalam kasus janin lahir mati. Gangguah

hipertensi dan diabetes adalah dua penyakit ibu yang paling sering disebut

berkaitan dengan janin lahir mati (5 sampai 8% dari kasus lahir mati). Faktor

maternal lain yang dapat berpengaruh terhadap kematian janin dalam rahim

yaitu: post term (kehamilan >42 minggu); diabetes melitus tidak terkontrol;

infeksi; hipertensi; preeklampsia; eklampsia; penyakit rhesus; dan ruptura uteri

(Prawirohardjo, 2010; h.733).

Antara 25 dan 40 persen kasus janin mati dalam rahim memiliki kausa janin

dan mencakup anomali kongenital, infeksi, dan malnutrisi. Sekitar sepertiga

kematian janin disebabkan oleh anomali struktural, dan yang tersering karena

cacat neural-tube, hidrosefalus terisolasi, dan penyakit jantung kongenital

kompleks. Insidensi lahir mati akibat infeksi pada janin tampaknya sangat

konsisten. 6% kasusu bayi lahir mati disebabkan oleh infeksi. Sebagian besar

didiagnosis sebagai korioamnionitis dan sebagian sebagai sepsis janin atau

intrauterus (Leveno, 2009; h.334).

Masih terdapat sekitar 10% kematian janin yang belum dapat dijelaskan

sebabnya (Leveno, 2009; h.334). Untuk diagnosis pasti penyebab kematian

sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput.

Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian

janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk

mengantisipasi kehamilan selanjutnya (Prawirohardjo, 2010; h.733).


5. Diagnosis IUFD

Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat

diagnosis kematian janin. Umumnya penderita hanya mengeluh gerakan janin

berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin.

Diagnosa pasti ditegakkan dengan pameriksaan ultrasound, dimana tidak

tampak adanya gerakan jantung janin.

Pada anamnesis gerakan janin menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan

janin tidak ada, yang terlihat pada tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia

kehamilan, dan lingkar perut ibu mengecil (Prawirohardjo, 2010; h.733).

6. Pengelolaan IUFD

Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita segera diberi

informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab dan rencana

penatalaksanaannya. Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, dilakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital ibu; dilakukan pemeriksaan darah perifer; fungsi

pembekuan, dan gula darah. Diberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang

kemungkinan penyebab kematian janin; rencana tindakan; dukungan emosional

pada penderita dan keuarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam.

Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan menggunakan

oksitosin atau misoprostol.hati-hati pada induksi dengan uterus pascaseksio

sesarea ataupun miomektomi, bahaya terjadi ruptura uteri. Tindakan

perabdominam bila janin letak lintang.

Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama

keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu

mengungkap penyebab kematian janin.

DAFTAR PUSTAKA

Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Edisi 21. EGC.
Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.


Cetakan 3. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang

dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 jam setelah kelahiran) (PPIBI, 2016; h.107). Bayi dengan berat

badan lahir rendah dapat dilihat dari ciri fisik dengan melakukan pemeriksaaan fisik

pada bayi seperti: jaringan lemak subkutis kurang; kulit tipis, transparan, lanugo

menyelimuti tubuh, dan lemak kurang; tulang rawan daun telinga belum sempurna

pertumbuhannya; otot hipotonik lemah (otot yang tidak ada gerakan aktif pada

lengan dan sikunya); pada ekstremitas sendi lutut atau kaki fleksi-lurus, tumit

mengkilap, dan telapak kaki halus (Manuaba, 2009; h.423). Untuk menghangatkan

bayi, perawatan metode kanguru dapat dilakukan bila syarat-syarat terpenuhi, yaitu:

bayi tidak mengalami kesulitan bernapas; bayi tidak mengalami kesulitan minum;

bayi tidak kejang; bayi tidak diare; ibu dan atau keluarga bersedia dan tidak sedang

sakit; bayi telanjang dada (hanya memakai popok, topi, kaus tangan, kaus kaki);

letakkan telungkup didada dengan posisi tegak atau diagonal; tubuh bayi

menempel/kontak langsung dengan ibu; atur posisi kepala, leher dan badan dengan

baik untuk menghindari terhalangnya jalan napas (kepala menoleh ke samping

dibawah dagu ibu, tangan dan kaki bayi dalam keadaan fleksi seperti posisi katak);

fiksasi dengan selendang, ibu mengenakan pakaian/kaus longgar sehingga bayi

berada dalam 1 pakaian dengan ibu; selain ibu, ayah dan anggota keluarga lain bisa

melakukan metode kanguru (PPIBI, 2016; h.108).

Menurut Kemenkes (2013; h.55) bayi yang lahir difasilitas kesehatan

seharusnya dipulangkan minimal 24 jam setelah lahir apabila selama pengawasan

tidak dijumpai kelainan. Bayi kecil dapat dipulangkan apabila: bayi minum dengan

kuat, BAB dan BAK lancar, seluruh tubuh kemerahan, bayi menangis kuat, dan tidak

ada komplikasi pada bayi.

Prinsip pemberian minum bayi kecil yaitu:

a. Terangkan bahwa ASI adalah minuman bayi yang paling baik.


b. Beri penjelasan bahwa bayi kecil mungkin tidak dapat minum pada hari-hari

pertama dan hal ini normal karena mudah capai dan menghisap masih lemah,

menghisap dengan singkat kemudian berhenti, tertidur saat sedang minum, ada
waktu jeda yang cukup panjang antara hisapan, ingin minum lebih sering

dibanding bayi yang lebih besar.


c. Yakinkan ibu bahwa proses menyusui akan lebih mudah bila bayi sudah lebih

besar.
d. Hendaknya ibu mengikuti prinsip umum menyusui bayi yaitu: bayi disusui

minimal 8 kali 24 jam sampai berat badan 2500 gram, hendaknya bangunkan

bayi untuk menyusu bila bayi sedang tidur, bila bayi melepaskan hisapannya dari

satu payudara berikan payudara yang lain, selalu utamakan menyusu langsung

pada payudara.
e. Biarkan bayi menyusu untuk waktu yang lebih lama.
f. Bila suplai ASI cukup tetapi berat badan bayi tidak naik dengan adekuat (kurang

dari 60 gram selama 3 hari), ibu hendaknya memeras ASI dalam dua cangkir

yang berbeda. Hendaknya ibu memberikan pertama kali kepada bayinya

pertama kali ASI peras dalam cangkir ke dua yang mengandung lebih kaya

lemak kemudian baru ASI yang didalam cangkir yang pertama bila bayi masih

memerlukan (PPIBI, 2016; h.108).


Selain masalah minum, BBLR terutama bayi kurang bulan sering mengalami

ikterus pada minggu pertama kehidupan, ikterus ini dapat terjadi secara normal

(fisiologis) atau patologis.

Derajat Perkiraan Kadar


Daerah Ikterus
Ikterus Bilirubin
I Daerah kepala dan leher 5.0 mg%
II Sampai badan atas 9.0 mg%
Sampai badan bawah
III 11.4 mg%
hingga tungkai
Sampai daerah lengan, kaki
IV 12.4 mg%
bawah, lutut
Sampai daerah telapak
V 16.0 mg%
tangan
Sumber: PPIBI, 2016; h.109
Setiap ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah

patologis dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut, minimal kadar

bilirubin sarum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis, pada

bayi dengan Ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih

lengkap setelah keadaan bayi stabil. Menajemen penanganan ikterus

fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan

dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu.

Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI

eksklusif lebih sering minimal tiap 2 jam. Jika bayi tidak dapat menyusu, ASI
dapat diberikan melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas atau sendok.

Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi selama 30

menit selama 3-4 hari, jaga bayi agar tetap hangat (PPIBI, 2016; h.110).
Masalah lain yang sering terjadi pada BBLR adalah hipotermi. Hipotermi

adalah suhu tubuh kurang dari 36.5oC pada pengukuran suhu melalui ketiak.

Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena pusat

pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi

relatif luas, kemampuan produksi dan penyimpan panas terbatas.

Mekanisme kehilangan panas yaitu:


a. Radiasi: dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
b. Konduksi: langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi.
c. Konveksi: kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar.
d. Evaporasi: penguapan air dari kulit bayi.
Langkah promotif atau preventif untuk mencegah hipotermi pada bayi

antara lain:
a. Rawat bayi kecil diruang yang hangat.
b. Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda dingin (misal: dinding

dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah

pemancar panas.
c. Jangan meletakkan bayi langsung dipermukaan yang dingin.
d. Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan

gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat.


e. Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan.
f. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
g. Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat

walau dalam keadaan dilakukan tindakan.


h. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu

tubuh bayi seperti kontak kulit ke kulit, Kangoroo Mother Care (KMC),

pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat

fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk (PPIBI, 2016; h.108-112).


DAFTAR PUSTAKA

PPIBI. 2016. Buku Acuan Midwifery Update 2016. Cetakan 1. Pengurus Pusat Ikatan
Bidan Indonesia. Jakarta.

Manuaba, Ida Ayu. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2.


Jakarta: EGC

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Kementerian kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
MASTITIS

Anda mungkin juga menyukai