Mengapa Aku Tidak Boleh Bermimpi
Mengapa Aku Tidak Boleh Bermimpi
Ingatan itu tiba-tiba muncul di layar pikiranku pada saat aku sedang
latihan meninju. Namanya masa kecil, pasti mimpi kita banyak dan bermacam-
macam, bahkan kelihatan tidak mungkin tercapai. Sejak kecil, kita sudah diajak
untuk mempunyai mimpi. Sering ku renungkan apa itu mimpi.
Seperti biasa, kita sedang belajar di sekolah. Bu Tia adalah guru Bahasa
Indonesia kita. Sesungguhnya sih, pelajaran Bahasa Indonesia itu pelajaran yang
paling membosankan. Bukan pidato, ya pantun, puisi, cerpen atau apa gitu. Dan
hari ini, seperti yang sudah ku 'harapkan'....
Janganlah terkejut, aku ini orangnya memang begitu. Selain melamun, aku
sering menggerakkan tubuhku. Maksudnya, aku suka berolahraga, terutama
meninju dan bela diri. Tetapi sebagai perempuan, aku disebut sebagai gadis
kelaki-lakian. Dan karena kegemaran aku yang dianggap aneh ini, orang tuaku
selalu menyuruhku untuk bertingkah lebih feminim.
"Li, janganlah meninju menendang terus... Masa cewek kasar gitu..", ujar
ibu
"Iya Li, belajar seni bela diri itu baik, tapi jangan pula tergila-gila sampai
begitu", kata Ayah
Sejak hari itu, aku sudah yakin bahwa aku akan mencapai mimpiku.
Tetapi, orang-orang disekitarku tidak menyetujui, mereka menganggap bahwa
mimpi itu tak akan tercapai, terutama orang tuaku. Aku mengerti bahwa ayah
dan ibu melakukan semua ini untuk kebaikkan ku. Mereka tidak ingin anaknya
untuk dipukul dan terluka. Tapi aku punya pikiran dan keinginan sendiri. Dan
aku harus mempertahankannya.
"Aku tahu kalau kalian semua pasti kaget mendengarnya. Tetapi ini
memang benar. Sebagai seorang perempuan, karir petinju kelihatan sangat
impossible. Kalian mungkin berpikir, tidak mungkin perempuan bisa meninju,
berkelahi di arena. Perempuan dianggap sebagai kaum lemah. Tetapi kalian
salah. Perempuan bukanlah kaum lemah, justru perempuanlah yang lebih
berkuasa. Perempuan mempunyai kemampuan yang lebih banyak dari laki-laki.
Dan inilah mimpiku, aku ingin membuktikan bahwa perempuan juga bisa kuat,
berkuasa dan dapat melindungi diri sendiri."
"Bagi seorang remaja, kita mempunyai hak untuk bermimpi. Kita tidak
bisa dipaksa untuk mengikuti mimpi orang lain, karena bukan itulah yang kita
mau. Kita semua punya pikiran dan pendirian masing-masing. Hidupku adalah
milikku sendiri. Dan mengapa aku tidak boleh bermimpi?"