Anda di halaman 1dari 17

TEORI KRITIK SASTRA

SEMIOTIK SASTRA

Merupakan Tugas Makalah Mata Kuliah Kesusastraan Indoneisa Pada Fakultas


Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Dosen Pengampu :
Siti Maimunah,S.Pd,M.Pd

DISUSUN OLEH :

NAMA NIM

AZIS SEPTIYANTO : 181010700454

DHEVA AZZHARA 181010700468

MOHAMMAD FATHUR RAMADHAN 181010700070

NADILA HAMIDIYAH 181010700463

JURUSAN SASTRA INDONEISA


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS PAMULANG

SEMESTER GANJIL
2018 – 2019

JL.Surya Kencana No.01 Pamulang Tlp ( 021)412566,Fax.(021)7412566


Tangerang Selatan-Banten
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan
banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“TEORI KRITIK SASTRA & SEMIOTIK SASTRA” dengan baik tanpa ada halangan yang
berarti.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusunan makalah ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang telah berkontribusi
secara maksimal. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebener-besarnya.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku penyusun menerima segala kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.

Dengan karya ini saya berharap dapat membantu pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia melalui pengembangan internet di desa-desa.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Bekasi, 17 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Kata pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar isi ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

ISI

2.1 pengertian kritik sastra .................................................................................... 3

2.2 Fungsi kritik sastra .......................................................................................... 4

2.3 Aspek Aspek kritik sasra ................................................................................. 5

2.4 Unsur Yang Harus ada Dalam mendefinisi pengertian kritik sastra ................ 5

2.5 pengertian semiotika ........................................................................................ 6

2.6 Jenis Kode Menurut A Teew dalam Membaca dan Menilai Karya Sastra
Bahasa ................................................................................................................... 9

2.7 Sejarah semiotika ............................................................................................ 10

2.8 Perinsip dasar semiotik sastra ........................................................................ 11

2.9 Semiotika Sebuah Jalur Interpretasi ............................................................... 11

2.10 Fungsi dan Struktur Internal .......................................................................... 12

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan ...................................................................................................... 13

3.2 referensi .......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1 .1 Latar belakang

 Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti
banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat Perkalimat ternyata
hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana bukti
bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang
jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka kalimat itu menjadi
satuan yang tidak mandiri

 Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru


mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada
disekitarnya.
 Dari kalimat-kalimat tersebut dapat menciptakan sebuah karya baik karya tulis maupun
karya lisan, salah satu karya tersebut dinamakan karya sastra, sebuah karya sastra
diciptakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menuangkan ide dan aspirasinya
melalui alat bahasa.

 Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam karya berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam bahasa
tulis) atau pendengar (dalam bahasa lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti karya itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-
kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan karya sastra lainnya.

 Ketika sebuah karya sastra telah di ciptakan maka untuk hal lain dari penyempurnaan
karya tersebut harus di amati dan dinilai supaya menjadi karya yang baik, pernyataan
tersebut disebut kritik. Kritik Sastra adalah analisa terhadap suatu karya sastra untuk
mengamati atau menilai baik buruknya suatu karya secara objektif.

 Dalam hal ini sangat diperlukan untuk menemukan sebuah kajian yang akan di dapat,
dalam pembahasan ini ditampilkan dengan pembahasan teori kritik sastra semiotik.
Yang disebut semiotik adalah ilmu tentang tanda. Tidak hanya puisi yang dapat diteliti
dengan semiotik, namun semua bidang ilmu lainnya juga dapat diteliti dengan semiotik.
Sebenarnya semiotik mempunyai sejarah yang sangat panjang, bahkan sejak zaman
Yunani Kuno, melalui Zaman Pertengahan dan Renaissance, hingga masa modern ini.
Bidang penelitiannya juga sangat luas, bahkan tak jelas batas-batasannya, mulai dari
tradisi bidang kedokteran, filsafat, linguistik, dan bidang lainnya. Kritik semiotik banyak
menarik para pemerhatian kritik sastra yang ingin memburu makna dalam karya sastra.
Sastra dalam pandangan semiotik sebagai gambaran tanda-tanda.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 1


1 .2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1. Jelaskan pengertian semiotik dalam teori kritik sastra?
2. Jelaskan bagaimana prinsip dasar semiotik sastra?
3. Jelaskan bagaimana sebuah jalur interpretasi?
4. Jelaskan bagaimana fungsi dan struktur internal?

1 .3 Tujuan Penulisan

Dalam makalah ini memiliki tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui pengertian semiotik,
bagaimana prinsip dasar semiotik satra bagaimana sebuah jalur interpretasi bagaimana fungsi
dan struktur internal. Tujuan penulisan ini juga untuk memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada pembaca

1 .4 Manfaat penulis
Pada penulisan makalah ini penulis mengharapkan manfaat yang maksimal, walaupun
diaksanakan dengan kemampuan yang terbatas, sehingga penyajian masih jauh dari kata
sempurna.

Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut :


1. Bagi penulis;
2. Penulisan ini dilakukan untuk menimba ilmu pengetahuan dan pemahaman bagi penulis
mengenai teori pendekatan semiotika.
3. Bagi peneliti lain.
4. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran kepada peneliti
lain atau para akademis yang akan mengkaji tema yang sama.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 2


BAB II

PEMBAHASAN

2 .1 Pengertian Kritik Sastra

Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti
”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti ”dasar
penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan”

Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum,
kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra. Secara umum
yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang
menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep/
uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang
tertentu.

Kritik sastra dalam artinya yang tajam adalah penghakiman terhadap karya sastra yang
dilakukan oleh seorang ahli atau yang memiliki kepandaian khusus untuk memudahkan
pemahaman karya sastra, memeriksa kebaikan dan cacat-cacatnya dan menentukan pendapatnya
tentang hal tersebut. Jassin (1945) Kritik sastra adalah pertimbangan baik buruk suatu karya
sastra, seta penerangan dan penghakiman karya sastra.

Pradotokusumo (2005) menguraikan bahwa kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu
objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian
terhadap teks sastra sebagai karya seni.

Abrams dalam Pengkajian sastra (2005) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan
cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya
sastra.

H.B. Jassin, kritik kesastraan adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan.
Pertimbangan itu disertai dengan alasan mengenai isi dan bentuk karya sastra.

Widyamartaya dan Sudiati memberikan pengertian bahwa kritik sastra adalah pengamatan
yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap
baik buruk terhadap kualitas, nilai, kebenaran karya sastra.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 3


2 .2 Fungsi kritik sastra

Menurut Pradopo fungsi utama kritik sastra dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

1. Untuk perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan
teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene wellek “karya
sastra itu tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan dinilai tanpa dukungan
prinsip-prinsip kritik sastra.

2. Untuk perkembangan kesusastraan, maksudnya adalah kritik sastra membantu


perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra mengenai
baik buruknya karya sastra dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan persoalan karya
sastra

3. Sebagai penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penjelasan tentang


karya sastra, kritik sastra menguraikan (mengsnalisis, menginterpretasi, dan menilai)
karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik sastra ini bagi
pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo, 2009: 93)

Berdasarkan uraian di atas dapat digolongkan kembali fungsi kritik satra menjadi dua:

 Fungsi kritik sastra untuk pembaca:

a. Membantu memahami karya sastra


b. Menunjukkan keindahan yang terdapat dalam karya sastra,
c. Menunjukkan parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra,
d. Menunjukkan nilai-nilai yang dapat dipetik dari sebuah karya sastra.

 Fungsi kritik sastra untuk pengarang:

a .Mengetahui kekurangan atau kelemahan karyanya,


b.Mengetahui kelebihan karyanya,
c.Mengetahui masalah-msalah yang mungkin dijadikan tema karangannya.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 4


2 .3 ASPEK-ASPEK KERITIK SASTRA
Dalam mengkeritik sebuah karya sastra tentunya kita harus memiliki aspek-aspek yang perlu
dilakukan dalam mengkeritik tersebut.Aspek-aspek keritik sastra tersebut yaitu:

1. .Analisis
2. .Interpretasi atau penafsiran
3. .Penilaian

Aspek dalam menulis kritik sastra dan esai

1. Aspek historis, yaitu berkaitan dengan watak dan orientasi kesejarahan


(mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan sastrawan dan menafsirkan hasrat
keinginan berdasarkan minat sastrawan serta latar belakang budayanya).

2. Aspek rekreatif, yaitu menghubungkan apa yang ditangkap/yang telah diungkapkan


sastrawan, menuliskan kesan-kesan tentang pengalaman rohani yang diperoleh dari
karya sastra yang telah dibaca.

3. Aspek penghakiman, yaitu berkaitan dengan nilai-nilai dan kadar artistiknya.

2 .4 UNSUR YANG HARUS ADA DALAM MENDEFINISI PENGERTIAN


KRITIK SASTRA.

1. Kritikus adalah orang yang memiliki kemampuan dalam menilai karya sastra secara
objektif. Memberi penilaian terhadap karya sastra merupakan kegiatan yang sering ia
lakukan. Oleh karena itu, kritikus selalu menjadi tempat untuk berkonsultasi atau menjadi
bumerang bagi para sastrawan. Hasil kerjanya akan menjadi masukan bagi penulis dalam
mengembangkan profesinya.
Pengkritik adalah orang yang melakukan penilaian baik buruknya karya sastra secara
objektif. Penilaian terhadap karya sastra yang ia lakukan mungkin karena perintah atau
tugas.

2. Karya sastra
Karya sastralah yang menjadi objek penilaian. Karya sastra yang bermutu merupakan
penemuan (lain dari yang lain), merupakan ekpresi sastrawannya, pekat (kepadatan isi dan
bentuk, bahasa, dan ekpresi), dan penafsiran kehidupan sebuah pembaharuan.

3. Objektif
Orang yang melakukan penilaian terhadap karya sastra harus bersifat objektif. Apabia dia
gagal mempertahankan sifat objektifnya, maka hasil kritiknya akan berat sebelah. Ia akan
memihak (menilai baik, memuji) kepada penulisnya apabila ia senang atau ada faktor
lainnya, sebaliknya ia akan menilai jelek karya sastra yang dikajinya apabila ia kurang
simpatikkepada penulisnya

4. .HasilKemampuan kritikus atau pengkritik dapat diketahui setelah ia selesai mengerjakan


tugasnya. Hasil merupakan bukti seorang kritikus atau pengkritik. Mereka dapat dikatakan
baik terbukti dari pekerjaan yang telah mereka lakukan.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 5


2 .5 Pengertian Semiotik
Kritik semiotik banyak menarik para pemerhatian kritik sastra yang inggin memburu makna
dalam karya sastra. Sastra dalam pandangan semiotik sebagai gambaran tanda-tanda. Pengarang
biasanya menggunakan tanda sebagai penyimpanan pesan.

Ilmu semiotik juga sering disebut semiotika. Secara etimologis istilah semiotika berasal dari
Bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda

Semiotik adalah sebuah disiplin ilmu sains umum yang mengkaji sistem perlambangan di setiap
bidang kehidupan. Ia bukan saja merangkum sistem bahasa, tetapi juga merangkum lukisan,
ukiran, fotografi mahupun pementasan drama atau wayang gambar. Ia wujud sebagai teori
membaca dan menilai karya dan merupakan satu displin yang bukan sempit keupayaannya.
Justeru itu ia boleh dimandatkan ke dalam pelbagai bidang ilmu dan boleh dijadikan asas kajian
sebuah kebudayaan. Oleh kerana sosiologi dan linguistik merupakan bidang kajian yang
mempunyai hubungan di antara satu sama lain, semiotik yang mengkaji sistem tanda dalam
bahasa juga berupaya mengkaji wacana yang mencerminkan budaya dan pemikiran. Justeru,
yang menjadi perhatian semiotik adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana serta
menerangkan maksud daripada tanda-tanda tersebut dan mencari hubungannya dengan ciri-ciri
tanda itu untuk mendapatkan makna signifikasinya

Adapun nama lain dari semiotika adalah semiologi. Semiologi adalah ilmu yang mempelajari
tanda-tanda dalam karya sastra. Jadi sesungguhnya kedua istilah ini mengandung pengertian
yang sama persis, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya
menunjukan pemikiran pemakainya. Mereka yang bergabung dengan peirce menggunakan kata
semiotika dan mereka yang bergabung dengan saussure menggunakan kata semiologi.

Istilah semiotika lebih populer, dari pada istilah semiologi sehingga para penganut Saussure pun
sering menggunakannya. Semiotika ini juga sering disebut semiotika saja dalam berbagai kritik.
Kritik secara semiotika banyak memperhatikan tanda-tanda. Sastra adalah karya yang penuh
dengan tanda.

Kritik semiotik hampir sulit melepaskan dari pemikiran Teeuw, tentang model-model semiotik
de Saussure, Abraham, Buhler, Jakobson, dan lain-lain. Inti dari pandangan mereka adalah
persoalan menilai karya satra dari sisi tanda. Karya satra dipandang sebagai fakta semiotik,
yaitu berupa tanda-tanda yang harus ditafsirkan.

Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang
memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu
dapat ditangkap.

Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan
menyajikan Premingger (Pradopo, 2003: 119).

Berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem,
aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai
arti

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 6


 Sementara Pierce (Zoest, 1978: 1) mengatakan pengertian semiotik adalah cabang ilmu
yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Semiotik
adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, konvensi-konvensi yang ada dalam
komunikasi dan makna yang terkandung didalamnya.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi tanda, dan produksi
makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Semiotik atau
semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiolagi lebih
banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim digunakan oleh ilmuah Amerika.

Tanda adalah kesatuan dari bentuk penanda (signifier). Dengan sebuah ide atau penanda
(sifgnifed). Penanda adalah aspek material dari bahasa, yaitu apa yang dikatakan atau didengar
dan apa yang ditulis atau dibaca. Pertanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi
pertanda adalah aspek mental dari bahasa.

Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualising, sinsign, dan legisign.
Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah ekstensi aktual bneda atau
peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkanlegisign adalah norma yang terkandung oleh tanda.
Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik yaitu sintaksis semiotik, semantik semiotik,
pragmatik semiotik.

 Ikon adalah tanda yang berhubungan antara penanda dan pertanyanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain icon adalah hubungan antar tanda dan
objek atau acuan yang bersifat kemiripan : misalnya foto.

 Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara tanda dan pertanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu
pada kenyataan misalnya asap pertanda sebagai adanya api. Tanda seperti itu adalah
tanda konvensional yang biasa disebut simbol

 simbol adalah tanda yang menunjukan tanda hubungan alamiah antara tanda dengan
pertandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbiter, hubungan berdasarkan konfensi
masyarakat.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 7


Semiotika Visual
Semiotika visual atau visual semiotics adalah salah satu bidang studi yang secara khusus
mempelajari penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra
pengelihatan/Visual senses. Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa semiotika dapat
mengkaji seni rupa. Namun seperti yang telah dikatakan sebelumnya, semiotika memilki
banyak mazhab/aliran. Karena itu seseorang yang akan menggunakan semiotika untuk
mengamati karya seni rupa harus terlebih dahulu menentukan semiotika apa yang digunakan.

Semiotika Peirce, terutama dalam konsep trikotomi ikon-indeks-simbol telah sering digunakan
untuk menganalisis seni rupa dan desain. Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan
rupa/resemblance sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Dalam ikon hubungan
antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas.
Sebelumnya kita telah membahas ini, tapi ada hal penting yang harus dimengerti agar dapat
lebih memahami tentang trikotomi itu.

Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial diantara
representamen dan objek. Dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat kongkret,
aktual, dan biasanya memiliki suatu cara yang sekuensal atau kausal. Simbol yaitu jenis tanda
yang bersifat arbiter dan konvensional. Dengan kata lain, simbol adalah tanda yang
berhubungan dengan objeknya dan ditentukan oleh sebuah peraturan yang berlaku umum,
Budiman (2003: 32). Sebuah tanda atau representamen adalah sesuatu yang bagi seseorang
mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas dan konteks tertentu. Sesuatu
yang lain itu dinamakan sebagai interpretan dari tanda yang pertama yang pada gilirannya
mengacu pada objek. Dengan demikian tanda atau representamen meiliki relasi triadic langsung
dengan interpretan dan objeknya.

Maka dari sudut pandang triadik/trikotomi tersebut, sebuah tanda tidak selalu hanya
mengandung salah satu dari ketiga unsur tersebut: ikon, indeks dan simbol, bisa jadi sebuah
tanda mengandung dua atau tiga aspek dari trikotomi itu. Berbeda dalam proses analisis, ketiga
tanda tersebut harus dibahas dengan cara yang lebih dinamis.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 8


2 .6 Jenis Kode Menurut A Teew dalam Membaca dan Menilai Karya Sastra
Bahasa

Menurut A Teew ada 3 kode yang harus diperhatikan saat membaca dan menilai sebuah karya
sastra. Kode tersebut adalah kode bahasa, sastra, dan budaya.

 Kode Bahasa
Faktor pertama yang dalam model semiotik sastra harus diberi tempat yang selayaknya
adalah bahasa, sebagai sistem tanda yang kompleks dan beragam. Bahasa merupakan
sistem pembentuk model yang primer, yang mengikat baik penulis maupun pembaca,
tidak hanya dalam arti bahwa kedua-duanya harus mengetahui bahasa yang dipakai
dalam karya sastra, tetapi juga dalam arti bahwa keistimewaan struktur bahasa itu secara
luas membatasi dan sekaligus menciptakan potensi karya sastra dalam bahasa tersebut.

 Kode Sastra
Kode sastra adalah kode yang berkenaan dengan hakikat, fungsi sastra, karakteristik
sastra, kebenaran imajinatif dalam sastra, sastra sebagai sistem semiotik,sastra sebagai
dokumen sosal budaya, dan sebagainya. Menurut Teeuw (1991: 14),sesungguhnya kode
sastra itu tidak mudah dibedakan dengan kode budaya, meskipun begitu, pada
prinsipnya keduanya tetap harus dibedakan dalam kegiatan membaca dan memahami
teks sastra.

 Kode Budaya
Kode budaya adalah pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks, dan sistem sosial
budaya. Kelahiran karya sastra diprakondisikan oleh kehidupan sosial budaya
pengarangnya. Karena itu, sikap dan pandangan pengarang dalam karyanya
mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Karya sastra sebagai tanda
terikat pada konvensi masyarakatnya, karena merupakan cermin realitas budaya
masyarakat yang menjadi modelnya.

Pengertian Tanda dalam Semiotika

 Tanda/sign adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain, atau sesuatu
yang mewaikili sesuatu yang lain dari sesuatu itu sendiri, seperti metafora. Menurut
Charles Sanders Peirce (salah seorang dari dua tokoh terkemuka semiotika) “alam

semesta dipenuhi dengan tanda, atau secara eksklusif tersusun oleh tanda”. Segala sesuatu yang
dapat dilihat/diamati atau dapat dibuat teramati bisa disebut tanda. Sesuatu yang dimaksud
dapat berupa gagasan, pikiran, pengalaman (sesuatu yang dialami) atau perasaan, tanda tidak
terbatas pada objek/benda. Jika A dikenal dan diketahui mewakili B, maka A adalah tanda. A
adalah lampu lalu lintas yang berwarna merah menyala, maka pengendara kendaraan bermotor
tidak boleh menyebrangi jalan; B. Tanda dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ikon, simbol
dan indeks.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 9


2 .7 Sejarah Semiotik

Semiotik adalah sains yang mengkaji sistem perlambangan yang telah bermula sejak zaman
Greek lagi, yaitu; zaman Plato dan Aristotle. Kedua-dua tokoh tersebut telah memulakan sebuah
teori bahasa dan makna. Namun tidak lama selepas itu, teori ini dirasakan tidak wajar, lalu
kegunaan dan keunggulannya mula menjadi lemah.

Namun, pada abad ke 17, pendekatan semiotik mula mendapat perhatian John Locke, seorang
ahli falsafah Inggeris untuk menjelaskan doktrin perlambangan ketika itu. Kali ini, kemunculan
pendekatan semiotik beransur-ansur mendapat perhatian sehingga ia mula mendapat tempat di
kalangan tokoh-tokoh yang terkemuka seperti Ferdinand de Saussure (1875-1913), seorang ahli
linguistik Eropah dan Charles Sander Pierce (1839-1914), seorang ahli falsafah Amerika pada
abad ke 19. Kedua-dua mereka telah merintis jalan bagi mengkaji dan menilai kesusasteraan
melalui pendekatan semiotik.

Oleh kerana semiotik merupakan gabungan daripada disiplin-disiplin lain, telah ada usaha dari
Saussure untuk memantapkan kedudukannya agar dapat mandiri dan berdiri sebagai satu
disiplin yang autonomous. Sedikit demi sedikit, semiologi mula mendapat tempat melalui
tulisan-tulisan Roland Barthes. Ia tidak lagi dilihat sebagai sebuah teori yang bersifat daerah
yang hanya dibataskan kegunaannya untuk kajian bahasa dalam kesusasteraan sahaja. Malah, ia
dapat diaplikasikan dalam semua persoalan hidup yang penuh dengan lambang dan
perlambangan.

Maka Barthes telah berjaya memperluaskan skop serta peranan semiotik dengan mengaitkannya
dengan bahasa dan kesusasteraan. Menurut Barthes, bahasa berpengaruh dalam semua aspek
kehidupan dan ia boleh ditinjau melalui karya-karya yang terhasil. Karya merupakan cerminan
realiti sebenar yang diungkap dalam bentuk tulisan.

Selain Barthes, semiotik merupakan satu bidang yang telah memikat ramai tokoh-tokoh serta
ahli falsafah seperti Umberto Eco, Algirdas Julien Greimas, Louis Hjelmslev, Julia Kristeva,
Charles Sander Pierce dan Tzvetan Todorov. Tokoh-tokoh tersebut menggunakan pendekatan
semiotik untuk mengkaji karya dari berbagai aspek, iaitu daripada aspek perlambangan, imejan,
ekspresi hinggalah ke aspek hermeneutik. Dari itu, dapat dilihat bahawa pendekatan semiotik
telah mendapat tempat dalam kajian-kajian yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh tersebut sehingga
kekuatannya terbukti apabila ia dapat digunakan secara meluas di kalangan para pengkaji.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 10


2 .8 Prinsip Dasar Semiotika Sastra

Semiotik adalah teori kritik sastra yang tergolong modern. Prinsip dasar yang dipegang teguh
oleh kritikus yaitu

 memandang karya sastra sebagai cetusan ide yang penuh simbol,

 memandang karya sastra sebagai ekspresi bahasa kaya makna.

Kritik ini berada pada wilayah pemahaman sastra yang “abu-abu”. Sebab semiotik boleh
dikatakan pada titik kritik struktural dan bahasa. Prinsip pertama yang dipegang kritikus adalah
bagaimana tanda itu dapat mewakili realitas (fenomena yang ada).

Ahli semiotika radikal berpendapat, bahwa dunia itu sendiri sebenarnya berkaitan dengan
pemikiran manusia yang seluruhnya terdiri dari tanda-tanda karena tidak ada hubungan
langsung dengan realitas. Penerapan semiotik dalam kritik sastra telah menyebabkan beberapa
prinsip dasar teoritis yang berbeda.

2 .9 Semiotika Sebuah Jalur Interpretasi


Semiotika adalah makna lewat intrepretasi. Kritik secara semiotik merupakan modal intrepretasi
kritis. Intrepretasi atas dasar tanda-tanda yang ada dalam karya, dihubungkan satu sama lain.

Salah satu strategi yang populer dalam keadaan ini adalah intrepretasi dengan mengusulksn
sebuah teori yang menyatakan bahwa masing-masing karya sastra memiliki makna. Interpretasi
sebagai hambatan untuk pengetahuan.

Semiotika adalah metode kritik sastra ketika seorang berhadapan dengan modus signifikansi
atau komunikasi. Sebuah semiotika sastra demikian didasarkan pada dua asumsi, yang
keduanya dapat dinyatakan ;

bahwa sastra harus diperlukan sebagai modus signifikasi dan komunikasi, dalam Deskripsi yang
tepat dari sebuah karya sastra harus mengacu pada makna yang dimilikinya untuk membaca,

bahwa seseorang dapat mengidentifikasi efek signifikasi seseorang ingin menjelaskan.


Interpretasi berfariasi dalam cara yang tidak terduga mereka ditentukan oleh faktor eksternal
perdebatan. Mengenai hal ini sekarang telah menjadi akrab, dan ada sedikit alasan untuk
percaya bahwa kedua sisi akan menemukan argumen. Bahkan jika interpretasi dan
tanggapan tidak termasuk dalam struktur pekerjaan, mereka adalah kegiatan budaya yang
penting untuk dipelajari. Karena komunikasi tidak terjadi karena interpretasi dicatat, seseorang
dapat mempelajari arti sastra dengan mencoba untuk menggambarkan konfensi dan operasi
semiotik bertanggung jawab atas interprestasi.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 11


2 .10 Fungsi dan Struktur Internal

Struktur internal sastra juga disebut struktur dalam. Struktur internal itu yang membangun dunia
tanda hingga karya sastra itu indah dan kaya makna. Memang dimata kritikus semiotika, tidak
ada hubungan otomatis antara fungsi teks organisasi internalnya. Rumus dari hubungan antara
kedua struktural yang mengambil bentuk berbeda dalam setiap jenis budaya, tergantung pada
model ideologi. Korelasi ini dapat didefinisikan bahwa sistem budaya memerlukan
pembentukan struktur dan fungsi, yang khas bagi budaya itu.

Karya sastra adalah sebuah bentuk ekspresi tidak langsung maka dari itu dalam praktiknya baik
itu bentuk karya sastra dalm puisi maupun prosa, bahasa yang menjadi mediumnya tidak hanya
sebatas bahasa Lague (bahasa dalam linguistik) namun juga menjadi mempunyai makna
dalam sastra yang dapat merefleksikan banyak hal dan multitafsir.

▪ Kristeva (1988: 176-177) menyatakan, bahwa sebagian besar keragaman,


penyimpangan, perbedaan bahkan penelitian. Saat ini dalam semiotika, adalah
berbicara tentang penemuan khusus semantik. Apa semiotika telah menemukan
mempelajari idiologi mitos ritual, kode moral, dan seni sebagai tanda sistem.

Bahwa bahasa ini memiliki artikulasi ganda (signifer/signified), bahwa dualisme ini berdiri
dalam hubungan sewenang-wenang untuk rujukan. Fungsi sosial ditandai oleh perpecahan
antara rujukan dan simbolik dan oleh pergeseran dari penanda. Semiotika telah menemukan
kenyataan bahwa ada hukum sosial umum. Hukum ini adalah dimensi simbolik yang diberikan
dalam bahasa, dan setiap praktek sosial menawarkan ekspresi tertentu dari hukum itu. Sebuah
penemuan urutan ini memotong pendek spekulasi karateristik idealisme.

Kendala disetiap fungsi sosial, menyatakan penolakan terhadap tesis simbolis atau sosial (
dalam pengertian Husserl) sanggat diperlukan untulk setiap latihan. Kritik semiologi ini
adalah sistem fenomenologi yang hanya mungkin jika dimulai dari teori makana yang tentu
harus menjadi teori. Transendental bukan menjadi perhatian penting dari kebangkitan
semiologikal. Dalam mengikuti jalan ini, semiologi, sering disebut semanalisis. Makna bukan
sebagai sistem tanda dalam proses ini orang mungkin melihat artikulasi dan rilis berikutnya.
Semiotika dapat dianggap sebagai penerus langsung dari metode dialektis.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 12


BAB III

PENUTUP
3 .1 Simpulan
Ketika sebuah karya sastra telah di ciptakan maka untuk hal lain dari penyempurnaan karya
tersebut harus di amati dan dinilai supaya menjadi karya yang baik, pernyataan tersebut
penilaian/kritik. Kritik Sastra adalah analisa terhadap suatu karya sastra untuk mengamati atau
menilai baik buruknya suatu karya secara objektif.
Berdasarkan uraian-uraian yang terdahulu dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa sastra
dalam pandangan semiotik merupakan gambaran sebagai tanda-tanda. Berdasarkan
interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan
argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.
Dicent sign adalah tanda sesuai dengan kenyataan. Sedangkan argument adalah yang
berlangsung memberikan alasan tentang sesuatu.

3 .2 Saran
Saya membuat makalah ini untuk pembelajaran bersama. Saya mengambil dari berbagai
sumber, jadi apabila pembaca menemukan kesalahan dan kekurangan, maka kami sarankan
untuk mencari referensi yang lebih baik. Apabila pembaca merasa ada kekurangan dapat
membaca buku yang menjadi referensi secara lengkap. Karena dalam menggenali pengetahuan
sastra berbagai tanda apa pun yang muncul dalam sastra patut dicermati untuk lebih baik
memahami sebuah sastra.

Dalam kajian semiotik yang rumit, secara global bisa kita simpulkan bahwa kajian semiotik
adalah kajian yang mengupas semua tanda yang ada dalam sekitar kita baik berupa bunyi,
tulisan, bahasa tubuh, gambar (visual) dan sebagainya. Sedangkan teknik dalam aplikasinya
terdapat berbagai perbedaan yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh semiotik di atas. Namun pada
dasarnya, ‘ilmu’ semiotik tidak lepas dari kajian semantik sebagai sub-strukturnya.

Yang sering dipakai dalam upaya pendekatan makna ayat Al-Qur’an adalah pendapat Ferdinand
de Saussure yang dengan teorinya menjelaskan tentang signifier, signified, dan referent atau
hasil penafsiran. Tiga hal yang menurut pierce disebut sebagai Trikotomi. Sedangkan Arkoun,
memilki cara tersendiri yang melampaui batas analisis semiosis karena ia tak hanya bicara
wacana dan teks, namun antarwacana, kenyataan (realitas), dan persepsi akan wacana dan
realitas oleh manusia yang dimediasi oleh bahasa.

Tidak selamanya semiotik bukan tanpa kekurangan, Analisis semiotik cenderung mengabaikan
aspek-aspek kesejarahan (konteks sosio historis) terhadap teks. Dengan menekankan pada
struktur internal teks, semiotik melakukan interpretasi secara a-historis. Dalam bidang kajian
keagamaan, terutama menyangkut teks-teks agama, proses semiotik yang tiada berakhir
menjadikannya tidak memungkinkan untuk menemukan petanda terakhir (petanda
transendental) yang mutlak bagi agama. Ketiadaan petanda terakhir ini membuat terperangkap
dalam lingkaransemiosis, tanpa mampu menemukan makna terakhir.

[Teori Kritik Sastra & Semiotik Sastra] Hal 13


DAFTAR PUSTAKA

 Endraswara, Suwardi. 2013. Prinsip, Falsafah, dan Penerapan Teori Kritik Sastra.
Yogyakarta: Caps (Center For Academic Publishing Service)

 Budiman, Kris. Jejaring Tanda-Tanda Strukturalisme dan Semiotik. Magelang:


Indonesia Tera. 2004.

 Junus, Umar. Pengantar Strukturalisme. Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1988.

 K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2007.

 Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press. 2005.

 Susanto, Dwi. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Caps. 2012.

 Atmaja, Jiwa. 1986. Notasi Tentang Novel Dan Semiotika Sastra. Jakarta : Nusa Indah

 Munaf yami dkk. 2001: kajian semiotik dan mitologis terhadap masyarakat tradisional
kepulauan mentawai. Jakarta : pusat bahasa departemen pendidikan nasional.

 Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yogyakarta : Media Perkasa.

 Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan
Penerapannya. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai