Anda di halaman 1dari 16

IV.

13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

MODUL UTAMA
LARING FARING

MODUL IV.13
SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS (SJNA)

EDISI II

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
0
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

DAFTAR ISI

A. WAKTU............................................................................................................2
B. PERSIAPAN SESI............................................................................................2
C. REFERENSI.....................................................................................................2
D. KOMPETENSI.................................................................................................3
E. GAMBARAN UMUM.....................................................................................4
F. CONTOH KASUS & DISKUSI.......................................................................4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN..........................................................................4
H. METODE PEMBELAJARAN.........................................................................5
I. EVALUASI.......................................................................................................5
J. INSTR PENILAIAN KOGNITIF & PSIKOMOTOR.....................................6
K. DAFTAR TILIK................................................................................................9
L. MATERI PRESENTASI.................................................................................11
M. MATERI BAKU.............................................................................................12

1
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

A. WAKTU

Mengembangkan Kompetensi Frekuensi


Sesi di dalam kelas 9 X 60 menit (classroom session)
Sesi Pratikum 18 2 X 60 menit (coaching session)
Sesi Praktik dan pencapaian 33 X 60 menit (facilitation and
kompetensi assessment)

B. PERSIAPAN SESI

1. Materi SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS (SJNA), meliputi:


a. Gejala dan tanda SJNA
b. Anamnesis dan pemeriksaan SJNA
c. Pemeriksaan penunjang diagnostik
d. Faktor risiko SJNA
e. Clinical decision making dan medikamentosa

2. Kasus : Sumbatan jalan napas atas (SJNA)


Seorang laki-laki usia 59 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak napas
sejak 2 minggu, makin lama makin sesak disertai napas bunyi ketika
menarik napas. Sejak enam bulan yang lalu suara parau, kadang-kadang
batuk disertai darah. Makan dan minum tidak ada masalah.
Penderita mempunyai riwayat sebagai perokok berat.

3. Sarana dan Alat bantu latih :


a. Model anatomi kadaver / manekin/ hewan
b. Penuntun belajar (learning guide) terlampir
c. Tempat belajar (training setting) : bangsal THT-KL, Poliklinik
THT-KL, kamar operasi, bangsal perawatan pasca bedah THT-KL,
Unit Gawat Darurat, Intensive Care Unit

C. REFERENSI

1. Myers EN. Tracheostomy. In : EN Myers, ed. Operative Otolaryngology


Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders. Philadelphia. 2014, pp.
293-305
2. Goldsmith AJ, Wynn R. Upper airway obstruction. In: Lucente FE, Har-
el.eds. Essential of otolaryngology 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia, 2004; 257-61.
3. Burkey BB. Airway Control and Laryngotracheal Stenosis in Adults. In :
JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 17th
Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 2009, pp. 903-12
2
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

4. Kost KM. Tracheotomy & Intubation. In : BJ Bailey, et al., eds. Head and
Neck Surgery – Otolaryngology.Vol 2. 5th Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2014, pp. 908-944
5. Yu KCY. Airway Management & Tracheotomy. In : AK Lalwani, ed.
Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head and Neck
Surgery. International Edition. McGraw-Hill, Boston, 2012. pp. 536-42
6. Woodson G. The Larynx. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology Head
and Neck Surgery, 10th Ed. McGraw-Hill, New York. 2012, pp. 529-56
7. Bhatti, NI. Surgical Management of the Difficult Adult Airway.In :
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 5th ed.
Philadelphia.2010.pp 122-29

D. KOMPETENSI

1. Kompetensi Umum

a. Mampu mendiagnosis sumbatan jalan napas atas berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang
diperlukan (Laringoskopi Direk/ Fiber-Optic Laringoscopy/ foto polos
leher AP dan lateral/ CT scan leher).
b. Mampu melakukan tatalaksana serta merujuk ke fasilitas kesehatan
yang lebih tinggi bila diperlukan.

2. Kompetensi Khusus

Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan mampu dan terampil
dalam :
a. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi jalan napas atas
b. Menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan
sumbatan jalan napas atas
c. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis sumbatan jalan napas
atas
d. Menjelaskan dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik
sumbatan jalan napas atas
e. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang
seperti Laringoskopi Direk/ Fiber-Optic Laringoscopy/ foto polos
leher AP dan lateral/ CT scan leher
f. Membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan tambahan yang berhubungan dengan sumbatan jalan
napas atas
g. Mampu melakukan tindakan intubasi endotrakeal, krikotirotomi dan
trakeostomi pada sumbatan jalan napas atas
h. Menjelaskan pemeliharaan dan komplikasi pasca tindakan trakeostomi

3
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

E. GAMBARAN UMUM

Sumbatan jalan napas atas (SJNA) merupakan suatu gejala penyakit yang
sering dijumpai di praktik sehari-hari, baik yang datang dalam keadaan sesak
ringan maupun hebat. Gejala sesak yang hebat dapat mengancam nyawa bila
tidak ditangani secara cepat dan tepat. Kejadian SJNA dapat terjadi pada
semua usia maupun jenis kelamin. SJNA dapat disebabkan oleh adanya
infeksi, benda asing, tumor, dll. Diagnosis ditegakkan terutama melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik (kriteria Jackson). Untuk mengatasi SJNA
tersebut salah satu cara yang dikerjakan adalah trakeostomi.

F. CONTOH KASUS & DISKUSI

1. Contoh Kasus:
Seorang laki-laki usia 59 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak
napas sejak 2 minggu, makin lama makin sesak disertai napas bunyi ketika
menarik napas. Sejak enam bulan yang lalu suara parau, kadang-kadang
batuk disertai darah. Makan dan minum tidak ada masalah.
Penderita mempunyai riwayat sebagai perokok berat.

G. TUJUAN PEMBELAJARAN

Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk
alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian
kompetensi dan ketrampilan yang diperlukan dalam mengenali dan
melakukan tindakan yang tepat terhadap penderita sumbatan jalan napas atas,
seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu :
1. Menguasai anatomi, histologi, fisiologi jalan napas atas
2. Mampu menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan
sumbatan jalan napas atas
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis sumbatan jalan napas atas
4. Menentukan dan melakukan pemeriksan penunjang (laringoskop serat
optik (LSO)/FOL (fiber-optic laryngoscopy), foto polos leher, CT Scan
laring)
5. Membuat diagnosis sumbatan jalan napas atas berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik maupun penunjang
6. Melakukan tatalaksana sumbatan jalan napas atas
7. Melakukan work-up dan memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bila kegawatdaruratan sudah tidak ada).

4
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

H. METODE PEMBELAJARAN

1. Literatur Reading
2. Referat
3. Bimbingan Referat
4. Jurnal Reading
5. Case Report
6. Prakti Lapangan (Emergensi)
7. Bedside Teaching
8. Operasi

I. EVALUASI

1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dan post-test dalam bentuk


essay dan oral sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan
untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan untuk
mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pretest dan post-test
terdiri atas :
a. Anatomi dan fisiologi jalan napas atas
b. Penegakan diagnosa
c. Penatalaksanaan
d. Follow up
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan
fasilitator untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas
isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan
yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar
dalam bentuk “role play” dan teman-temannya (Peer Assisted
Evaluation) atau kepada SP (Standardized Patient). Pada saat tersebut,
yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar,
penuntun belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan
evaluasi (Peer Assisted Evaluation) setelah dianggap memadai, melalui
metode bedside teaching dibawah pengawasan fasilitator, peserta dididik
mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan setelah
kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk
melakukannya pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan
evaluator melakukan pengawasan langsung (direct observation), dan
mengisi formulir penilaian sebagai berikut :
a. Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah
tidak dilaksanakan.
b. Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal
pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan
kepada pasien.
5
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

c. Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)


4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk
mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan
dibicarakan di depan pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ditemukan.
5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan
penuntun belajar.
6. Pendidik/ fasilitas :
a. Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form
(terlampir)
b. Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
c. Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai
7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan
diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical
education)
8. Pencapaian pembelajaran :
a. Ujian OSCE (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT-KL-KL dasar oleh
kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL-KL
b. Ujian akhir stase, setiap divisi / unit kerja oleh masing-masing sentra
pendidikan THT-KL-KL lanjut oleh kolegium ilmu THT-KL-KL.
c. Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT-KL-KL lanjut
oleh kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL-KL.

I. INSTRUMEN PENILAIAN KOGNITIF & PSIKOMOTOR

1. Instrumen Penilaian Kompetensi Kognitif


1. Seorang anak laki-laki umur 2 tahun datang ke IGD sebuah rumah sakit
dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu dan makin berat dalam
2 jam terakir. Pada pemeriksaan fisik terlihat bull neck dan terdapat
retraksi supra sternal dan epigastrium. Suhu 38,5 C. Pemeriksaan orofaring
sukar dinilai.
Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien ini?
a. CROUP
b. Tonsillitis difteri
c. Laryngitis akut
d. Laringomalacia
e. Tonsillitis akut dengan abses retrofaring
Jawaban: B
2. Bagaimana penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien ini?
a. ATS + Trakeostomi
b. Anti biotic intravena + insisi abses
c. Anti biotic intravena + kortikosteroid
d. Observasi
e. Intubasi
6
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

Jawaban: A
3. Seorang laki-laki usia 61 tahun datang ke IRD dengan keluhan sesak napas
sejak 5 hari, bersifat memberat, bila tidur disertai mendengkur. Enam
bulan yang lalu suara mulai parau, kadang-kadang batuk disertai darah.
Makan dan minum tidak ada masalah.
Penderita mempunyai riwayat sebagai perokok berat. Terdapat stridor
inspirasi dan retraksi intercostal dan epigastrium.
Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?
a. TB laring
b. Tumor laring Supraglotis
c. Tumor laring Glotis
d. Tumor laring subglotis
e. Papiloma laring
Jawaban: D
4. Pemeriksaan apa yang harus dilakukan untuk membuktikan diagnosis
diatas?
a. Biopsi laring
b. Laringoscopy dan CT Scan
c. Ro foto Cervical AP dan Lateral
d. MRI
e. Pemeriksaan sputum
Jawaban: B
5. Bagaimana penatalaksanaan awal pada pasien ini?
a. Tentukan derajat obstruksi jalan nafas
b. Kortikosteroid
c. Antibiotik intravena
d. Mukolitik
e. Biopsi laring
Jawaban: A

2. Instrumen Penilaian Kompetensi Psikomotor

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR TRAKEOSTOMI

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya
(jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau
membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja
yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)
7
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

NAMA PESERTA: ............................ TANGGAL:.................................

KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan
6. Evaluasi ulang indikasi dan kontra indikasi operasi
II. PROSEDUR OPERASI
1. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
prosedur Trakeostomi telah tersedia dan lengkap
2. Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
3. Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung diganjal
bantal).
4. Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril.
5. Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan
vasokonstriksi.
6. Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai batas
atas suprasternal, lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
7. Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis, hati-hati
terhadap vena jugularis anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar tiroid (ismus
tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya diligasi/kauter atau disisihkan ke
atas atau ke bawah).
8. Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila mengenai
lumen trakea ditandai udara masuk dalam spuit).
9. Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan insisi
trakea pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke superior.
10. Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang (bila
kanul trakea masuk dalam lumen trakea, maka benang akan bergerak
dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
11. Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada kulit leher,
dan pita leher.
12. Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar, terakhir
ditutup dengan kasa, anak kanul dipasang.
13. Operasi selesai.
 III. PASCA OPERASI
1. Observasi pasase kanul, perdarahan, tekanan darah, suhu dan nadi secara
teratur
2. Mencegah terjadinya dehidrasi
8
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

KEGIATAN KASUS
3. Pemberian antibiotik segera setelah operasi
4. Mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi
 IV. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
1. Perawatan kanul
2. Perawatan komplikasi
3. Bila fiksasi menggunakan balon, maka balon dikempiskan dalam 24 jam.
4. Jahitan fiksasi kulit leher diangkat sebelum penderita dipulangkan atau
pada hari ke-5.
5. Penderita diedukasi cara perawatan kanul dan anak kanul serta tindakan
pertama bila kanul buntu total atau salah posisi
6. Prosedur Dekanulasi

K. DAFTAR TILIK

Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)

DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA


PROSEDUR TRAKEOSTOMI

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan


oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan
seperti yang diuraikan dibawah ini:
 : Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau
panduan standar
: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai
dengan prosedur atau panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan
oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih

NAMA PESERTA: .............................. TANGGAL:.................................

KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan
6. Evaluasi ulang indikasi dan kontra indikasi operasi
II. PROSEDUR OPERASI
1. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
9
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

KEGIATAN KASUS
prosedur Trakeostomi telah tersedia dan lengkap
2. Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
3. Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung diganjal
bantal).
4. Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril.
5. Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan
vasokonstriksi.
6. Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai batas
atas suprasternal, lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
7. Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis, hati-hati
terhadap vena jugularis anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar tiroid (ismus
tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya diligasi/kauter atau disisihkan ke
atas atau ke bawah).
8. Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila mengenai
lumen trakea ditandai udara masuk dalam spuit).
9. Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan insisi
trakea pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke superior.
10. Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang (bila
kanul trakea masuk dalam lumen trakea, maka benang akan bergerak
dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
11. Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada kulit leher,
dan pita leher.
12. Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar, terakhir
ditutup dengan kasa, anak kanul dipasang.
13. Operasi selesai.
 III. PASCA OPERASI
1. Observasi pasase kanul, perdarahan, tekanan darah, suhu dan nadi
secara teratur
2. Mencegah terjadinya dehidrasi
3. Pemberian antibiotik segera setelah operasi
4. Mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi
 IV. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
1. Perawatan kanul
2. Perawatan komplikasi
3. Bila fiksasi menggunakan balon, maka balon dikempiskan dalam 24
jam.
4. Jahitan fiksasi kulit leher diangkat sebelum penderita dipulangkan atau
pada hari ke-5.
5. Penderita diedukasi cara perawatan kanul dan anak kanul serta
tindakan pertama bila kanul buntu total atau salah posisi
6. Prosedur Dekanulasi

10
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

L. MATERI PRESENTASI

1. Slide 1: Sumbatan Jalan Nafas Atas

2. Slide 2: Definisi & Ruang Lingkup

3. Slide 3: Etio-patofisiologi Sumbatan Jalan Nafas Atas

4. Slide 4: Trakeostomi

5. Slide 5: Algoritma dan Prosedur

11
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

M. MATERI BAKU

1. Sumbatan Jalan Napas Atas


a. Definisi
Kondisi terbuntunya jalan napas atas baik sebagian/parsial maupun
keseluruhan yang menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi.

b. Ruang lingkup
1) Faktor Risiko
Penderita tumor/infeksi di orofaring maupun laring.
2) Etiologi
Tertutupnya jalan napas atas karena tumor, benda asing atau infeksi
terutama di daerah orafaring dan laring.
3) Diagnosis
a) Anamnesis :
Penderita mengeluh sesak napas memberat disertai dengan
bunyi napas seperti orang ngorok, tidak dapat berkomunikasi
dengan baik serta gangguan kesadaran.
b) Pemeriksaan fisik :
Didapatkan adanya cuping hidung yang bergerak saat inspirasi,
disertai cekungan pada supraklavikula, interkosta, dan
epigastrial.
c) Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radiologi :
 X-foto leher AP dan lateral (jaringan lunak)
 CT-Scan kepala & leher (dengan dan tanpa kontras)
4) Terapi
a) Oksigenasi
b) Medikamentosa (bila kausanya infeksi)
c) Trakeotomi (pada kasus tumor)

5) Tindak Lanjut
Konservatif bila dengan medikamentosa menunjukkan perbaikan
(kasus infeksi) dan operatif bila sesak napas memberat/permanen
(kasus tumor).

2. Prosedur Trakeostomi
a. Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
trakeostomi (teori, indikasi, prosedur dan komplikasi). Selama
pendidikan pernah melihat atau menjadi asisten, dan pernah
menerapkan keterampilan ini di bawah supervisi serta memiliki
pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan
trakeostomi dalam praktik mandiri.
12
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

b. Definisi
Trakeostomi adalah tindakan mengiris/membuat lubang pada trakea.

c. Indikasi
1) Mengatasi sumbatan jalan napas atas, yang dapat disebabkan oleh :
a) Infeksi saluran napas (epiglotitis akut, laringotrakeobronkitis akut)
b) Trauma daerah kepala leher
c) Tumor jinak maupun ganas daerah faring, laring, esofagus
d) Kelainan kongenital saluran napas atas
e) Abduktor paralisis bilateral
f) Benda asing jalan napas
2) Mengeluarkan sekret dari trakeobronkial (bronkopnemoni,
bronkiektasis, koma, …)
3) Menunjang pemberian napas bantuan (emfisema paru, paralisis otot
napas, …)
4) Mencegah aspirasi (operasi bedar daerah kepala leher, kelumpuhan
laring)

d. Teknik Operasi
1) Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
2) Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung
diganjal bantal).
3) Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril.
4) Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan
vasokonstriksi.
5) Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai
batas atas suprasternal, lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
6) Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis,
hati-hati terhadap vena jugularis anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar
tiroid (ismus tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya diligasi/kauter
atau disisihkan ke atas atau ke bawah).
7) Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila
mengenai lumen trakea ditandai udara masuk dalam spuit).
8) Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan
insisi trakea pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke
superior.
9) Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang
(bila kanul trakea masuk dalam lumen trakea, maka benang akan
bergerak dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
10) Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada
kulit leher, dan pita leher.

13
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

11) Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar,
terakhir ditutup dengan kasa, anak kanul dipasang.
12) Operasi selesai.

e. Komplikasi operasi
1) Perdarahan
2) Infeksi
3) Emfisema subkutis
4) Pnemotoraks
5) Pnemomediastinum
6) Fistula trakeoesofagal
7) Obstruksi kanul
8) Kanul salah posisi
9) Problem menelan
10) Henti jantung/napas
11) Fistula trakeokutan
12) Terbentuk granuloma
13) Stenosis trakea
14) Kesulitan dekanulasi

f. Tindak lanjut pasca operasi


1) Penderita dirawat selama 5 hari.
2) Selama dirawat dilakukan perawatan kanul dan anak kanul serta
observasi ada tidaknya komplikasi.
3) Bila fiksasi menggunakan balon, maka balon dikempiskan dalam
24 jam.
4) Jahitan fiksasi kulit leher diangkat sebelum penderita dipulangkan
atau pada hari ke-5.
5) Penderita diedukasi cara perawatan kanul dan anak kanul serta
tindakan pertama bila kanul buntu total atau salah posisi.

g. Instrumen yang diperlukan


1) Pisau bedah no.11 dan 15
2) Pemegang pisau
3) Gunting bedah tumpul/tumpul, panjang dan agak lengkung
(Metzenbum)
4) Pinset chirurgi
5) Klem arteri (Mosquito)
6) Klem kocher
7) Pemegang jarum
8) Jarum dan benang (untuk jaringan subkutan: benang catgut/chromic
catgut/Vicryl 3.0 dengan jarum round type ½; untuk kulit: benang
sutra/nilon 3.0 dengan jarum cutting type)
9) Kait tajam
10) Tripot (retractor trakea)
14
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)

11) Kanul trakea

3. Referensi:
a. Myers EN. Tracheostomy. In : EN Myers, ed. Operative
Otolaryngology Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders.
Philadelphia. 2014, pp. 293-305
b. Goldsmith AJ, Wynn R. Upper airway obstruction. In: Lucente FE,
Har-el.eds. Essential of otolaryngology 5th ed. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia, 2004; 257-61.
c. Burkey BB. Airway Control and Laryngotracheal Stenosis in Adults.
In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and
Neck. 17th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 2009, pp. 903-12
d. Kost KM. Tracheotomy & Intubation. In : BJ Bailey, et al., eds. Head
and Neck Surgery – Otolaryngology.Vol 2. 5th Ed. Philadelphia.
Lippincott Williams & Wilkins. 2014, pp. 908-944
e. Yu KCY. Airway Management & Tracheotomy. In : AK Lalwani, ed.
Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head and Neck
Surgery. International Edition. McGraw-Hill, Boston, 2012. pp. 536-
42
f. Woodson G. The Larynx. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology
Head and Neck Surgery, 10th Ed. McGraw-Hill, New York. 2012, pp.
529-56
g. Bhatti, NI. Surgical Management of the Difficult Adult Airway. In :
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 5th ed.
Philadelphia.2010.pp 122-29

15

Anda mungkin juga menyukai