MODUL UTAMA
LARING FARING
MODUL IV.13
SUMBATAN JALAN NAPAS ATAS (SJNA)
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
0
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
DAFTAR ISI
A. WAKTU............................................................................................................2
B. PERSIAPAN SESI............................................................................................2
C. REFERENSI.....................................................................................................2
D. KOMPETENSI.................................................................................................3
E. GAMBARAN UMUM.....................................................................................4
F. CONTOH KASUS & DISKUSI.......................................................................4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN..........................................................................4
H. METODE PEMBELAJARAN.........................................................................5
I. EVALUASI.......................................................................................................5
J. INSTR PENILAIAN KOGNITIF & PSIKOMOTOR.....................................6
K. DAFTAR TILIK................................................................................................9
L. MATERI PRESENTASI.................................................................................11
M. MATERI BAKU.............................................................................................12
1
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
C. REFERENSI
4. Kost KM. Tracheotomy & Intubation. In : BJ Bailey, et al., eds. Head and
Neck Surgery – Otolaryngology.Vol 2. 5th Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2014, pp. 908-944
5. Yu KCY. Airway Management & Tracheotomy. In : AK Lalwani, ed.
Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head and Neck
Surgery. International Edition. McGraw-Hill, Boston, 2012. pp. 536-42
6. Woodson G. The Larynx. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology Head
and Neck Surgery, 10th Ed. McGraw-Hill, New York. 2012, pp. 529-56
7. Bhatti, NI. Surgical Management of the Difficult Adult Airway.In :
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 5th ed.
Philadelphia.2010.pp 122-29
D. KOMPETENSI
1. Kompetensi Umum
2. Kompetensi Khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan mampu dan terampil
dalam :
a. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi jalan napas atas
b. Menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan
sumbatan jalan napas atas
c. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis sumbatan jalan napas
atas
d. Menjelaskan dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik
sumbatan jalan napas atas
e. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang
seperti Laringoskopi Direk/ Fiber-Optic Laringoscopy/ foto polos
leher AP dan lateral/ CT scan leher
f. Membuat diagnosis klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan tambahan yang berhubungan dengan sumbatan jalan
napas atas
g. Mampu melakukan tindakan intubasi endotrakeal, krikotirotomi dan
trakeostomi pada sumbatan jalan napas atas
h. Menjelaskan pemeliharaan dan komplikasi pasca tindakan trakeostomi
3
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
E. GAMBARAN UMUM
Sumbatan jalan napas atas (SJNA) merupakan suatu gejala penyakit yang
sering dijumpai di praktik sehari-hari, baik yang datang dalam keadaan sesak
ringan maupun hebat. Gejala sesak yang hebat dapat mengancam nyawa bila
tidak ditangani secara cepat dan tepat. Kejadian SJNA dapat terjadi pada
semua usia maupun jenis kelamin. SJNA dapat disebabkan oleh adanya
infeksi, benda asing, tumor, dll. Diagnosis ditegakkan terutama melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik (kriteria Jackson). Untuk mengatasi SJNA
tersebut salah satu cara yang dikerjakan adalah trakeostomi.
1. Contoh Kasus:
Seorang laki-laki usia 59 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak
napas sejak 2 minggu, makin lama makin sesak disertai napas bunyi ketika
menarik napas. Sejak enam bulan yang lalu suara parau, kadang-kadang
batuk disertai darah. Makan dan minum tidak ada masalah.
Penderita mempunyai riwayat sebagai perokok berat.
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk
alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian
kompetensi dan ketrampilan yang diperlukan dalam mengenali dan
melakukan tindakan yang tepat terhadap penderita sumbatan jalan napas atas,
seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu :
1. Menguasai anatomi, histologi, fisiologi jalan napas atas
2. Mampu menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan
sumbatan jalan napas atas
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis sumbatan jalan napas atas
4. Menentukan dan melakukan pemeriksan penunjang (laringoskop serat
optik (LSO)/FOL (fiber-optic laryngoscopy), foto polos leher, CT Scan
laring)
5. Membuat diagnosis sumbatan jalan napas atas berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik maupun penunjang
6. Melakukan tatalaksana sumbatan jalan napas atas
7. Melakukan work-up dan memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke
spesialis yang relevan (bila kegawatdaruratan sudah tidak ada).
4
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
H. METODE PEMBELAJARAN
1. Literatur Reading
2. Referat
3. Bimbingan Referat
4. Jurnal Reading
5. Case Report
6. Prakti Lapangan (Emergensi)
7. Bedside Teaching
8. Operasi
I. EVALUASI
Jawaban: A
3. Seorang laki-laki usia 61 tahun datang ke IRD dengan keluhan sesak napas
sejak 5 hari, bersifat memberat, bila tidur disertai mendengkur. Enam
bulan yang lalu suara mulai parau, kadang-kadang batuk disertai darah.
Makan dan minum tidak ada masalah.
Penderita mempunyai riwayat sebagai perokok berat. Terdapat stridor
inspirasi dan retraksi intercostal dan epigastrium.
Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut?
a. TB laring
b. Tumor laring Supraglotis
c. Tumor laring Glotis
d. Tumor laring subglotis
e. Papiloma laring
Jawaban: D
4. Pemeriksaan apa yang harus dilakukan untuk membuktikan diagnosis
diatas?
a. Biopsi laring
b. Laringoscopy dan CT Scan
c. Ro foto Cervical AP dan Lateral
d. MRI
e. Pemeriksaan sputum
Jawaban: B
5. Bagaimana penatalaksanaan awal pada pasien ini?
a. Tentukan derajat obstruksi jalan nafas
b. Kortikosteroid
c. Antibiotik intravena
d. Mukolitik
e. Biopsi laring
Jawaban: A
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR TRAKEOSTOMI
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya
(jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau
membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja
yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)
7
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan
6. Evaluasi ulang indikasi dan kontra indikasi operasi
II. PROSEDUR OPERASI
1. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
prosedur Trakeostomi telah tersedia dan lengkap
2. Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
3. Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung diganjal
bantal).
4. Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril.
5. Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan
vasokonstriksi.
6. Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai batas
atas suprasternal, lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
7. Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis, hati-hati
terhadap vena jugularis anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar tiroid (ismus
tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya diligasi/kauter atau disisihkan ke
atas atau ke bawah).
8. Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila mengenai
lumen trakea ditandai udara masuk dalam spuit).
9. Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan insisi
trakea pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke superior.
10. Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang (bila
kanul trakea masuk dalam lumen trakea, maka benang akan bergerak
dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
11. Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada kulit leher,
dan pita leher.
12. Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar, terakhir
ditutup dengan kasa, anak kanul dipasang.
13. Operasi selesai.
III. PASCA OPERASI
1. Observasi pasase kanul, perdarahan, tekanan darah, suhu dan nadi secara
teratur
2. Mencegah terjadinya dehidrasi
8
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
KEGIATAN KASUS
3. Pemberian antibiotik segera setelah operasi
4. Mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi
IV. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
1. Perawatan kanul
2. Perawatan komplikasi
3. Bila fiksasi menggunakan balon, maka balon dikempiskan dalam 24 jam.
4. Jahitan fiksasi kulit leher diangkat sebelum penderita dipulangkan atau
pada hari ke-5.
5. Penderita diedukasi cara perawatan kanul dan anak kanul serta tindakan
pertama bila kanul buntu total atau salah posisi
6. Prosedur Dekanulasi
K. DAFTAR TILIK
KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan
6. Evaluasi ulang indikasi dan kontra indikasi operasi
II. PROSEDUR OPERASI
1. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
9
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
KEGIATAN KASUS
prosedur Trakeostomi telah tersedia dan lengkap
2. Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
3. Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung diganjal
bantal).
4. Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril.
5. Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan
vasokonstriksi.
6. Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai batas
atas suprasternal, lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
7. Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis, hati-hati
terhadap vena jugularis anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar tiroid (ismus
tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya diligasi/kauter atau disisihkan ke
atas atau ke bawah).
8. Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila mengenai
lumen trakea ditandai udara masuk dalam spuit).
9. Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan insisi
trakea pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke superior.
10. Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang (bila
kanul trakea masuk dalam lumen trakea, maka benang akan bergerak
dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
11. Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada kulit leher,
dan pita leher.
12. Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar, terakhir
ditutup dengan kasa, anak kanul dipasang.
13. Operasi selesai.
III. PASCA OPERASI
1. Observasi pasase kanul, perdarahan, tekanan darah, suhu dan nadi
secara teratur
2. Mencegah terjadinya dehidrasi
3. Pemberian antibiotik segera setelah operasi
4. Mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi
IV. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
1. Perawatan kanul
2. Perawatan komplikasi
3. Bila fiksasi menggunakan balon, maka balon dikempiskan dalam 24
jam.
4. Jahitan fiksasi kulit leher diangkat sebelum penderita dipulangkan atau
pada hari ke-5.
5. Penderita diedukasi cara perawatan kanul dan anak kanul serta
tindakan pertama bila kanul buntu total atau salah posisi
6. Prosedur Dekanulasi
10
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
L. MATERI PRESENTASI
4. Slide 4: Trakeostomi
11
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
M. MATERI BAKU
b. Ruang lingkup
1) Faktor Risiko
Penderita tumor/infeksi di orofaring maupun laring.
2) Etiologi
Tertutupnya jalan napas atas karena tumor, benda asing atau infeksi
terutama di daerah orafaring dan laring.
3) Diagnosis
a) Anamnesis :
Penderita mengeluh sesak napas memberat disertai dengan
bunyi napas seperti orang ngorok, tidak dapat berkomunikasi
dengan baik serta gangguan kesadaran.
b) Pemeriksaan fisik :
Didapatkan adanya cuping hidung yang bergerak saat inspirasi,
disertai cekungan pada supraklavikula, interkosta, dan
epigastrial.
c) Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radiologi :
X-foto leher AP dan lateral (jaringan lunak)
CT-Scan kepala & leher (dengan dan tanpa kontras)
4) Terapi
a) Oksigenasi
b) Medikamentosa (bila kausanya infeksi)
c) Trakeotomi (pada kasus tumor)
5) Tindak Lanjut
Konservatif bila dengan medikamentosa menunjukkan perbaikan
(kasus infeksi) dan operatif bila sesak napas memberat/permanen
(kasus tumor).
2. Prosedur Trakeostomi
a. Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
trakeostomi (teori, indikasi, prosedur dan komplikasi). Selama
pendidikan pernah melihat atau menjadi asisten, dan pernah
menerapkan keterampilan ini di bawah supervisi serta memiliki
pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan
trakeostomi dalam praktik mandiri.
12
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
b. Definisi
Trakeostomi adalah tindakan mengiris/membuat lubang pada trakea.
c. Indikasi
1) Mengatasi sumbatan jalan napas atas, yang dapat disebabkan oleh :
a) Infeksi saluran napas (epiglotitis akut, laringotrakeobronkitis akut)
b) Trauma daerah kepala leher
c) Tumor jinak maupun ganas daerah faring, laring, esofagus
d) Kelainan kongenital saluran napas atas
e) Abduktor paralisis bilateral
f) Benda asing jalan napas
2) Mengeluarkan sekret dari trakeobronkial (bronkopnemoni,
bronkiektasis, koma, …)
3) Menunjang pemberian napas bantuan (emfisema paru, paralisis otot
napas, …)
4) Mencegah aspirasi (operasi bedar daerah kepala leher, kelumpuhan
laring)
d. Teknik Operasi
1) Trakeotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
2) Posisi penderita tidur telentang, kepala hiperektensi (punggung
diganjal bantal).
3) Desinfeksi betadin daerah operasi dan sekitarnya, lapangan operasi
dipersempit dengan doek steril.
4) Infiltrasi lidokain epinefrin di daerah operasi untuk anestesi dan
vasokonstriksi.
5) Insisi secara vertikal (atau horisontal) antara kartilago tiroid sampai
batas atas suprasternal, lapangan operasi diperlebar dengan retraktor.
6) Insisi di garis tengah dipisahkan (diperdalam) lapis demi lapis,
hati-hati terhadap vena jugularis anterior, arteri tiroidea ima, kelenjar
tiroid (ismus tiroid dapat diklem dipotong selanjutnya diligasi/kauter
atau disisihkan ke atas atau ke bawah).
7) Identifikasi krikoid dan trakea dengan punksi percobaan (bila
mengenai lumen trakea ditandai udara masuk dalam spuit).
8) Trakea dikait di tempat punksi percobaan, selanjutnya dilakukan
insisi trakea pada ring kedua dan ketiga dari arah inferior ke
superior.
9) Kanul trakea diinsersikan secara gentle dan dilakukan tes benang
(bila kanul trakea masuk dalam lumen trakea, maka benang akan
bergerak dihembus oleh udara pernapasan lewat kanul).
10) Kanul trakea difiksasi dengan meniup balon kanul, jahitan pada
kulit leher, dan pita leher.
13
IV.13 - Sumbatan Jalan Napas Atas (SJNA)
11) Luka operasi yang terlalu lebar dapat dijahit secara longgar,
terakhir ditutup dengan kasa, anak kanul dipasang.
12) Operasi selesai.
e. Komplikasi operasi
1) Perdarahan
2) Infeksi
3) Emfisema subkutis
4) Pnemotoraks
5) Pnemomediastinum
6) Fistula trakeoesofagal
7) Obstruksi kanul
8) Kanul salah posisi
9) Problem menelan
10) Henti jantung/napas
11) Fistula trakeokutan
12) Terbentuk granuloma
13) Stenosis trakea
14) Kesulitan dekanulasi
3. Referensi:
a. Myers EN. Tracheostomy. In : EN Myers, ed. Operative
Otolaryngology Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders.
Philadelphia. 2014, pp. 293-305
b. Goldsmith AJ, Wynn R. Upper airway obstruction. In: Lucente FE,
Har-el.eds. Essential of otolaryngology 5th ed. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia, 2004; 257-61.
c. Burkey BB. Airway Control and Laryngotracheal Stenosis in Adults.
In : JJ Ballenger, ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and
Neck. 17th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. 2009, pp. 903-12
d. Kost KM. Tracheotomy & Intubation. In : BJ Bailey, et al., eds. Head
and Neck Surgery – Otolaryngology.Vol 2. 5th Ed. Philadelphia.
Lippincott Williams & Wilkins. 2014, pp. 908-944
e. Yu KCY. Airway Management & Tracheotomy. In : AK Lalwani, ed.
Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head and Neck
Surgery. International Edition. McGraw-Hill, Boston, 2012. pp. 536-
42
f. Woodson G. The Larynx. In : KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology
Head and Neck Surgery, 10th Ed. McGraw-Hill, New York. 2012, pp.
529-56
g. Bhatti, NI. Surgical Management of the Difficult Adult Airway. In :
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 5th ed.
Philadelphia.2010.pp 122-29
15