Anda di halaman 1dari 11

PAPER FILSAFAT MANUSIA

“Manusia dan Kerja”

Disusun Oleh:

Kelompok 8

1. Embun Larasati 2443015092


2. Pandura Asti A. 2443015104
3. Resi Anugrah 2443015132
4. Kukuh Agustina 2443015134

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA


PROGRAM STUDI SI-FARMASI
FAKULTAS FARMASI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan ini, manusia memiliki tubuh yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan. Tanpa tubuh, manusia bukanlah manusia. Manusia justru menjadi utuh dan penuh,
ketika menyadari arti penting dari tubuhnya. Selanjutnya, dalam menjalankan kehidupan,
manusia melakukan berbagai kegiatan, salah satu kegiatan yang dilakukan oleh manusia
adalah kerja. Dalam paper ini, akan membahas bagaimana pentingnya kerja di dalam
kehidupan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana hubungan antara manusia dan kerja di kehidupan?
1.2.2 Apa saja hubungan antara Filsafat dan Kerja di dalam manusia dan kerja?
1.2.3 Bagaimana perkembangan Kerja dan Organisasi di dalam konsep kerja?
1.2.4 Apa saja dimensi-dimensi yang terdapat dalam suatu kerja dari hubungan manusia dan
kerja?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui hubungan manusia dan kerja yang terjadi di dalam kehidupan.
1.3.2 Untuk mengetahui hubungan antara Filsafat dan Kerja di dalam hubungan manusia dan
kerja.
1.3.3 Untuk mengetahui segala perkembangan kerja dan organisasi di dalam manusia dan kerja.
1.3.4 Untuk mengetahui berbagai dimensi yang ada di dalam suatu kerja yang berhubungan
dengan manusia dan kerja.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia dan Kerja


Kerja merupakan bagian sentral di dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran dan
tubuhnya, manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-benda yang dapat membantu
pekerjaan tersebut, dan menentukan tujuan akhir dari kerjanya. Dalam hal ini kerja juga dapat
diartikan sebagai aktivitas yang hanya unik manusia, dan yang dapat mengantarkannya
menuju otensitas. Dalam pengertian lain kerja juga sering diartikan sebagai isi utama dari
kehidupan manusia.

2.2 Filsafat dan Kerja


Dalam perkembangan di dalam masyarakat dan atau peradaban manusia, makna kerja
terus berkembang. Dalam hal ini kerja sering dimaknai sebagai kerja tangan, ketika peradaban
manusia masih modern, yakni berburu dari satu tempat ke tempat lain, begitu juga ketika
manusia menetap di suatu tempat, mereka akan membuka lahan pertanian dan lain-lain untuk
bekerja. Dalam hal tersebut unsur pikiran sudah termasuk dalam tahap ini, karena untuk
mengatur atau mendukung kerjanya manusia perlu berpikir, dimana bahwa berpikir adalah
juga suatu pekerjaan bahkan sampai menduduki status lebih tinggi dari pada kerja tangan. Di
dalam suatu tulisan oleh seorang ahli yang bernama Franz Magnis-Suseno pernah berpendapat
bahwa refleksi filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun yang lalu, meskipun
pada masa itu, kerja dipandang sebagai sesuatu yang rendah. Dimana dalam hal trsebut warga
bangsawan tidaklah perlu bekerja, karena mereka mendapat harta dari status mereka. Bahkan
dapat dikatakan pada masa itu manusia sesungguhnya tidak perlu bekerja, dimana ia hanya
perlu berpikir dan menulis sebuah teoritis. Memasuki abad ke-17 dan 18, refleksi kerja mula
berubah, dimana dalam masa itu pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hal milik
pribadi. Pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya, pekerjaan
juga digunakan sebagai sarana manusia untuk menciptakan diri, dengan bekerja orang
mendapatkan pengakuan. Dalam hal ini secara singkat Magnis-Suseno menegaskan, bahwa
ada tiga fungsi kerja, yaitu meliputi:
a. Reproduksi material : dengan bekerja manusia bisa memenuhi kebutuhannya
b. Integrasi sosial : dengan bekerja, manusia mendapatkan status di masyarakat, dan
dipandang sebagai warga yang bermanfaat
c. Pengembangan diri : dengan bekerja, manusia mampu secara kreatif menciptakan dan
mengembangka dirinya.
2.3 Kerja dan Organisasi
Dalam hal ini refleksi kerja dan analisis tentang kerja yang melibatkan organisasi baru
muncul pada awal abad ke-19. Menurut tokoh yaitu Draker, seorang ahli yang pertama kali
merefleksikan konsep kerja di dalam organisasi adalah Frederick Taylor. Dimana yaitu kerja
bukanlah lagi merupakan fenomena universal manusia saja, tetapi juga yang melibatkan
pekerja-pekerja tangan ataupun pekerja pengetahuan. Dimana pekerja tangan adalah orang
yang bekerja berdasarkan ketrampilan praktis, misalnya seorang pemahat kayu, pelukis yang
memiliki ketrampilan dibidangnya. Sedangkan pekerja pengetahuan adalah pekerja yang tidak
hanya membutuhkan ketrampilan praktis saja seperti pekerja tangan tetapi juga pekerja yang
melibatkan konsep abstrak yang memiliki cangkupan luas, misalnya guru, pengacara,
ilmuwan.
Pada bab ini, juga dibahas beberapa hal misalnya menurut Drucker bahwa kerja (work)
dan bekerja (working) adalah dua hal yang berbeda. Dimana pekerja (worker) adalah
penghasil kerja dan kegiatan menghasilkan kerja disebut sebagai bekerja. Dalam hal ini juga
seorang pekerja haruslah ditata dalam organisasi yang setidaknya mampu mewujudkan dua
hal yaitu mencapai produktivitas kerja yang dibutuhkan suatu oragnisasi dan memperoleh
kepuasan personal melalui kerjanya.
Menurut Drucker, kerja merupakan suatu yang bersifat impersonal (tidak bersifat
pribad) dan obyektif ( suatu sikap yang harus di junjung tinggi bagi seseorang untuk
berpandangan terhadap suatu masalah), sehingga dapat di artikan bahwa kerja adalah suatu
tugas, dimana untuk bekerja berarti orang harus menerapkan logika dan aturan yang berguna
untuk mencapai suatu tujuan dari kerja itu sendiri. Dimana di dalam kerja juga membutuhkan
kemampuan menganalisis, membuat sintesis dan mengontrol proses, misalnya seorang
penulis, menulis adalah kerja yang membutuhkan logika untuk mengetik, membaca tulisan
yang diketik, di dalam tulisan ada aturan dan juga logika yang harus dipatuhi, tanpa logika
tulisan tidak dapat dimengerti. Sehingga dalam hal ini penulis harus membuat kombinasi yang
tepat, mengontrol proses penulisan dan supaya mendapatkan hasil yang diinginkan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kerja adalah sesuatu yang memiliki aturan dan logika
tersendiri untuk dianalisis. Dalam hal ini pekerja juga berarti setiap manusia perlu untuk
memahami prinsip dasar kerja dalam suatu urutan yang logis, seimbang dan juga rasional. Hal
tersebut tidak hanya berlakuk bagi pekerja yang menghasilkan barang materi tetapi juga
berlaku bagi pekerja tangan dan pekerja pengetahuan.
Di dalam organisasi, cara pikir yang berbeda perlu untuk dirumuskan. Di dalam
organisasi, kerja harus dikelola secara tepat, sehingga gabungan kerja dari beberapa bagian
bisa menghasilkan satu tujuan yang sama. Di dalam oraganisasi kerja adalah suatu kegiatan
yang perlu diatur secara kolektif. Kerja memerlukan proses kontrol untuk mencegah
hilangnya fokus pekerjaan.

2.4 Dimensi-dimensi dalam Bekerja


Drucker lebih jauh menajamkan, bahwa ada lima dimensi dari bekerja (working).
Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia adalah makhluk pekerja.
Manusia adalah dinamika dan dimensi yang inheren di dalam dirinya.bKerja memiliki lima
dimensi, yaitu:
2.4.1 Dimensi Fisilogis Kerja
Dalam dimensi ini yang perlu ditekankan adalah bahwa manusia bukanlah mesin. Cara
manusia bekerja pun berbeda dengan cara kerja mesin. Mesin bekerja terbaik jika
hanya mengerjakan satu tuga. Tugas itu haruslah dilakukan berulang dan haruslah
sesederhana mungkin, untuk mengerjakan tugas rumit, mesin haruslah membagi tugas
tumit tersebut ke dalam bagian-bagian yang sederhana, barulah mesin itu bisa bekerja.
Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut tetap dan dengan
stabilitas yang terjamin. Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya
mengerjakan satu pekerjaan secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan,
dan meninggalkan pekerjaannya itu. Menurt Drucker, manusia justru bisa bekerja
secara maksimal, jika berada dalam koordinasi dengan manusia lainnya. Manusia bisa
bekerja secra maksimal, jika ia menumpahkan seluruh dirinya di dalam pekerjaannya
itu dan bukan hanya fisiknya semata. Jika ia dipaksa bekerja seperti mesin, maka baik
secara psikologis ataupun fisik, ia akan cepat merasa lelah. Manusia bekerja terbaik di
dalam koordinasi dengan manusia lainnya dan bukan secara individual. Ia bekerja
buruk dalam itme yang tetap. Ia harus bekerja di dalam suasana yang dinamis bersama
dengan manusia-manusia lainnya. Tidak ada ritme yang universal, yang cocok dengan
setiap orang. Setiap orang mempunyai ritme bekerjanya masing-masing. Bahkan
menurut Drucker keunikan ritme bekerja dapat disamakan dengan keunikan sidik jari
setiap orang. Orang yang bisa marah ketika dipaksa bekerja tidak sesuai dengan
ritmenya dan dipaksa untuk mengabdi ritme bekerja orang lain. Jika orang dipaksa
untuk bekerja dengan ritme orang lain, maka ia secara otomatis akan mengalami
penumpukan kotoran di otot, otak dan aliran darah. Penumpukan kotoran itu akan
melepaskan hormone stress yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi tegang.
Padahal menurut Drucker, untuk bisa bekerja secara produktif orang perlu melepaskan
diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau setidaknya ia harus memiliki
kontrol perasaan penuh pada perasaannya sendiri. Bekerja dengan pandangan umum,
di dalam suatu organisasi, orang perlu bekerja dengan ritme dan koordinasi yang
berbeda-beda. Di dalam bekerja, orang perlu variasi kecepatan dan ritme, walaupun
fokusnya tetap sama. “Apa yang bagus di dalam rekayasa industry untuk kerja,”
demikian tulis Drucker, “ternyata sangat jelek bagi manusia yang bekerja.” Contohnya
dalam kehidupan mengenai dimensi ini adalah seorang penjahit dan seorang direktur
mempunyai ritme pekerjaan yang berbeda sehingga seorang direktur akan kesulitan
bila menjadi seorang penjahit demikian pula sebaliknya.
2.4.2 Dimensi Psikologis Kerja
Dalam arti ini kerja bisa berarti berkat sekaligus kutuk. Orang perlu untuk bekerja,
namun seringkali kerja juga menjadi beban yang sangat berat. Setiap orang sudah
dikondisikan untuk bekerja sejak mereka menginjak usia 3-4 tahun. Memang mereka
belum boleh bekerja secara resmi di pabrik atau dimanapun. Namun, mereka perlu
untuk belajar berjalan, berbicara, dan yang terpenting belajar menjadi manusia. Ini
semua menurut Drucker menciptakan kebiasaan untuk bekerja, untuk melakukan sesu
atu guna mengembangkan diri. Dari sudut pandang ini, fenomena pengangguran yang
disebabkan oleh kemiskinan tidak hanya merusak situasi ekonomi seseorang. Hegel
seorang filsuf Jerman pernah berpendapat, bahwa kerja adalah aktualisasi diri
seseorang. Drucker sendiri berpendapat bahwa kerja merupakan perpanjangan dari
kepribadian manusia. Kerja adalah suatu pencapaian mimpi dan perwujudan prestasi.
Kerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendefinisikan dirinya
sendiri dan kemanusiaannya. Sejak dulu manusia sudah memiliki pandangan, bahwa
kerja adalah sesuatu yang suci. Kerja adalah suatu pengabdian, apapun bentuknya dan
semua itu layak mendapatkan penghormatan. Di Eropa pada abad ke-14, para rahib
Benediktin bekerja di lading dan sawah bergantian dengan mereka berdoa. Kerja
tangan dianggap sebagai sesuatu yang sama sucinya sperti orang yang berdoa.
Pemikiran ini bertentangan dengan pandangan kuno yang berpendapat, bahwa orang
bebas tidak perlu dan bahkan tidak boleh, bekerja kasar di sawah maupun di ladang.
Di dalam bukunya yang berjudul The Republic, Plato menegaskan ada berbagai
macam level manusia dan setiap manusia memiliki pekerjaan yang sesuai dengan
levelnya. Budak bekerja sebagai pekerja kasar di ladang dan sawah. Sementara, para
filsuf bekerja sebagai pemimpin kota yang bertugas menata politik. Tentu saja
pandangan para rahib Benediktin dan Plato saling bertentangan. Namun keduanya
memiliki kesamaan, yakni keduanya mengecam pengangguran, dalam arti orang yang
tidak mau bekerja. Kualitas manusia dilihat dari sejauh mana ia tekun dan unggul di
dalam pekerjaannya. Di peradaban Cina kuno, setelah seseorang selesai mengabdi
sebagai pekerja negara, ia tidak diharapkan untuk bersantai di masa pensiunnnya.
Sebaliknya, ia justru diminta untuk lebih produktif menulis, melukis, mencipta, musik
dan membuat puisi. Dasar dari cara berpikir ini adalah etika social Confusian, yang
meninta untuk membagikan kebijaksanaannya. Tujuannya adalah menjamin stabilya
tatanan social yang ada. Pada abad dua puluh, pandangan tentang kerja juga belum
banyak berubah. Walau masih dianggap sebagai dari bagian dari pekerjan yang kasar,
para petani dan buruh dipandang sebagaian dari masyarakat yang layak dan perlu
untuk dihormati. Di Eropa dan Amerika pada abad kedua puluh, konsdisi kehidupan
buruh dan petani sudah jauh meningkat bila dibandingan denga satu abad sebelumnya.
Hal yang sama menurut Drucker berlaku untuk para pelaut.. Mereka adalah kelompok
pekerha yang perlu mendapatkan perhatian besar, terutama karena kegiatan fisik yang
begitu banyak dan ancaman bahaya yang juga begitu besar. Menurut Drucker pada era
sekarang, apa yang dipandang orang sebagai bernilai telah berubah. Sekarang ini nilai
ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Hal ini terjadi karena
konsep kepuasan hidup pun telah menyempit menjadi melulu kepuasan ekonomis.
Materi yang bisa memuaskan diri tersedia banyak sebagai barang dagangandi mall dan
pasar. Akibat surplus barang untuk memberi kenikmatan itu , nilai kehidupan pu telah
menyempit menjadi semata mengejar nilai ekonomis belaka. Kepuasan psikologis pun
menjadi identik dengan kepuasan ekonomis. Gejala hedonisme yang sedanga dominan
di masyarakat, menurut Drucker, juga sebenarnya bukan menggambarkan dorongan
murni manusia untuk mencapai kenikmatan itu sendiri. Gejala tersebut muncul
sebagai rekasi terhadap berbagai penindasan yang dialami oleh kelas pekerja selama
berabad-abad. Kelas pekerja pun kini meluas. Profesi guru dan artis, yang
mengembangkan music, lukisan, ataupun tulisan, pun kini dianggap sebagai profesi
terhormat. Di negara-negara maju profesi sebagai guru dan artis mampu memberikan
penghidupan yang layak. Namun di beberapa negara berkembang, profesi semacam
itu masih dianggap kelas dua. Banyak orang benci untuk bekerja. Mereka bermimpi
untuk memiliki uang banyak, sehingga tidak lagi perlu bekerja. Namun pandangan itu
tidak sepenuhnya tepat. Orang yang tidak bekerja, walaupun memiliki uang banyak,
juga sulit untuk merasa puas dengan hidupnya. Mereka akan mengalami krisis
identitas, karena pekerjaan membantu orang merumuskan identitasnya, walaupun
tidak secara keseluruhan. Dalam arti ini dapatlah dikatakan, bahwa kerja memiliki
dimensi psikologis yang mendalam, yang membantu orang untuk menentukan siapa
dirinya. Contohnya dalam kehidupan mengenai dimensi ini adalah seseorang yang
suka akan menulis kebanyakan bercita-cita ingin menjadi penulis, sehingga dalam
kehidupannya ia akan melakukan hal-hal atau yang bisa disebut dengan kerja untuk
mewujudkan impian dan mencari jati dirinya.
2.4.3 Dimensi Sosial Kerja
Drucker juga berpendapat bahwa kerja memiliki dimensi sosial. Kerja menyatukan
orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan menjalin relasi. Profesi
seseorang menentukan tempatnya di masyarakat. Dengan mengatakan bahwa penulis
adalah guru anda sudah menegaskan posisi anda di masyarakat dan peran apa yang
anda jalankan dalam relasi dengan orang-orang lain yang hidup bersama di
masyarakat. Lebih jauh juga dapat dikatakan bahwa setiap orang butuh untuk bekerja
karena ia memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok dan menjalin
relasi yang bermakna dengan orang-orang yang ada di sana. Aristoteles pernah
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berpolis artinya manusia adalah
makhluk yang membutuhkan kelompok untuk menegaskan jati dirinya. Bekerja adalah
cara terbaik untuk menjadi bagian dari suatu kelompok. Seringkali orang memiliki
beberapa komunitas dalam hidupnya. Bisa saja ia adalah pengawal rendahan di kantor,
namun dianggap bijaksana dan layak menjadi pemimpin oleh teman-temannya di
lingkungan rumah. Namun hal yang sama sebenarnya berlaku. Menurut Drucker
orang-orang semacam itu membutuhkan pekerjaan untuk mengisi kebutuhannya akan
pertemanan dan persahabatan dan juga tentu saja memenuhi kebutuhan ekonomi. Di
banyak perusahaan muncul kebiasaan untuk mempekerjakan sesuatu yang sudah
cukup dewasa (dalam arti sudah memiliki suami yang bekerja dan anak yang cukup
mandiri) sebagai pekerja paruh waktu. Bagi Drucker wanita paruh baya tersebut
menjadikan lingkungan kerja sekaligus sebagai tempat pencari atau penambah nafkah,
komunitas sosial dan tempat untuk mengobati kesepian yang mungkin saja mereka
alami. Inilah tipe pekerja yang biasanya sangat setia pada perusahaan. Dalam arti ini
ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak kalah kuatnya dengan ikatan
keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena orang sering bekerjasama, walaupun
mungkin mereka tidak terlalu suka satu sama lainnya. Dengan kata lain menurut
Drucker, ikatan kerja memiliki dimensi yang objektif. Dan dimensi itu bisa menjadi
peluang yang sangat besar untuk membentuk suatu komunitas kerja yang bermakna.
Di dalam komunitas semacam ini keuntungan bukan lagi sebuah tujuan, melainkan
hanyalah akibat dari ikatan antar pekerja yang kuat. Contohnya dalam kehidupan
mengenai dimensi ini adalah komunikasi antara penjual dan pembeli saat terjadi
transaksi di pasar ataupun di toko dan diskusi antara dosen dan mahasiswa saat
perkuliahan.
2.4.4 Dimensi Ekonomis Kerja
Untuk hidup orang perlu bekerja. Sudah sejak dulu pernyataan ini berlaku universal.
Hal ini sebenarnya menurut Drucker berakar pada fakta bahwa manusia tidak mampu
hidup sendiri Ia tidak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Maka ia memerlukan
orang lain. Dalam kerangka yang lebih besar, manusia yang satu melakukan
perdagangan dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing
dan membentuk apa yang disebut sebagai jaringan ekonomi atau economic network.
Di satu sisi jaringan ini memperkuat hubungan sosial antar manusia, terutama mereka
yang berasal dari latar belakang yang berbeda, namun saling membutuhkan satu sama
lain. Di sisi lain jaringan ini memiliki potensi untuk mendorong terjadinya konflik
sosial sebagai akibat dari perdagangan yang tidak mencerminkan nilai keadilan.
Ekonomi sudah selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia sekarang ini orang
tidak mungkin melepaskan diri dari itu. Di dalam perjalanan waktu ekonomi
mengalami perubahan tujuan yakni bukan lagi untuk pemenuhan kebutuhan murni
tetapi untuk mengumpulkan dan mengembangkan modal capital. Modal menjadi
tujuan utama. Uang pun kehilangan akarnya, yakni sebagai pemenuhan kebutuhan
manusia. Uang dikejar demi uang itu sendiri dan bukan lagi demi kesejahteraan
manusia. Kerja pun bukan lagi demi pemenuhan kebutuhan hari ini tetapi juga
memiliki orientasi ke masa depan. Penulis bekerja untuk pemenuhan kebutuhan
penulis 10 tahun lagi. Upaya pengembangan modal tentu saja baik. Namun upaya itu
menjadi merugikan ketika modal dikejar demi dirinya sendiri dan di dalam perjalanan
merupakan apa yang sesungguhnya penting, yakni pemenuhan kebutuhan dasar
manusia untuk bisa hidup dan mengaktualisasikan dirinya sendiri. Karl Marx seorang
filsuf dari Jerman pernah berpendapat bahwa ekonomi demi pengumpulan dan
pengembangan modal tidaklah perlu dilakukan, karena di dalam perjalanannya,
eksploitasi kaum pekerja adalah proses yang tidak dapat dihindarkan. Pemikiran Marx
tersebut kemudian direvisi oleh para pengikutnya. Pengumpulan dan pengembangan
modal tetap diperlukan sambil tetap memperhatikan kebutuhan dasar para pekerja.
Dalam kehidupan sehari-hari, contohnya seorang karyawan yang akan mendapatkan
upahnya setelah ia bekerja di sebuah pabrik, tukang becak yang mendapatkan upah
dari jasanya mengantarkan seseorang dengan menggunakan becaknya.
2.4.5 Dimensi Kekuasaan Kerja
Di dalam organisasi selalu ada relasi-relasi kekuasaan, baik secara implisit ataupun
eksplisit. Secara eksplisit kekuasaan paling tampak di dalam hubungan antara atasan
dan bawahan serta hubungan antara konsumen dan produsen. Di sisi lain ada
kekuasaan yang sifatnya implisit, namun efeknya sangat terasa, seperti krisis global di
pasar internasional, bencana alam dan perubahan iklim yang mempengaruhi proses
produksi, distribusi, ataupun konsumsi. Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja.
Konsep jam kerja baru ditemukan pada masyarakat industrial pertama di Eropa.
Sekilas konsep ini memang tampak tidak relevan. Namun pada awalnya penerapan
jam kerja mengakibatkan terjadinya culture shock di masyarakat seluruh dunia. Di
dalam organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan diatur dalam jadwal yang
tepat. Mereka yang bisa bertahan di dalam rencana dan pengaturan tersebut akan
memperoleh kenaikan pangkat. Tentu saja semua ini membutuhkan kontrol. Dan
menurut Drucker kontrol adalah bentuk kekuasaan. Banyak pemikir yang berpendapat
bahwa organisasi modern adalah suatu bentuk alienasi atau keterasingan orang
menjadi tidak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan hasil kerjanya, jika mereka
bekerja di perusahaan perusahaan yang ditata secara modern. “Masyarakat modern”
demikian Drucker, “adalah masyarakat pekerja dan akan tetap seperti itu.” Oleh karena
itu relasi-relasi kekuasaan di dalam pekerjaan pun tidak akan pernah hilang. Otoritas
adalah sesuatu yang sangat esensial di dalam organisasi modern. Dengan lugas dapat
dikatakan selama ada otoritas selama itu pula ada relasi-relasi kekuasaan. Otoritas
adalah sesuatu yang inheren di dalam sistem organisasi modern yang banyak
digunakan sekarang ini. Contohya dalam kehidupan mengenai dimensi ini adalah
seorang Pharmacy Manager yang memimpin sebuah apotek dan teman-temannya
dalam mencapai tujuan yang sama, seorang Pharmacy Manager ini harus bisa
mengontrol, agar jam kerja apotek dan teman-temannya (asisten apoteker) menjadi
jadwal yang tepat.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Hubungan manusia dan kerja merupakan hubungan yang bisa mengantarkan
manusia menuju otentisitas, serta kerja adalah isi utama dar kehidupan manusia.
3.1.2 Pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya,
pekerjaan juga digunakan sebagai sarana manusia untuk menciptakan diri, dengan
bekerja orang mendapatkan pengakuan.
3.1.3 Kerja membutuhkan kemampuan menganalisis, membuat sintesis dan mengontrol
proses. Dan di dalam organisasi, kerja harus dikelola secara tepat, sehingga
gabungan kerja dari beberapa bagian bisa menghasilkan satu tujuan yang sama.
3.1.4 Dimensi yang ada di dalam suatu kerja yang berhubungan dengan manusia dan
kerja dibagi menjadi lima, yaitu dimensi fisiologis, psikologis, sosial, ekonomis,
dan kekuasaan dalam bekerja.

Anda mungkin juga menyukai