Anda di halaman 1dari 19

14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Susu Ibu


1. Defenisi
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar susu oleh

karena aktivitas menyusui bayi kepada ibunya, melalui mekanisme hormonal dan

reflex (endokrinoneurologik) berupa refleks prolaktin (pembentukan ASI) dan

Oksitosin (let down reflex) (pengaliran ASI). Air Susu Ibu adalah makanan ideal yang

tiada bandingannya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mengandung

nutrient yang dibutuhkan untuk membangun dan penyediaan energi, pengaruh

biologis dan emosional antara ibu dan bayi, serta meningkatkan sistem kekebalan

pada bayi (Hanson dalam Rustam, 2010). Menurut Roesli (2001) menyebutkan

bahwa ASI merupakan makanan tunggal yang dapat mencukupi kebutuhan tumbuh

bayi sampai usia enam bulan.


ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, karena mengandung zat gizi yang

paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh

kembang, terutama pada 2 tahun pertama. ASI memberikan seperangkat zat

perlindungan terhadap berbagai penyakit akut dan kronis (IDAI, 2008).


ASI adalah makanan alami pertama untuk bayi dan menyediakan semua

vitamin, nutrisi dan mineral yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan enam bulan

pertama, tidak ada cairan atau makanan lain yang diperlukan. ASI terus tersedia

hingga setengah atau lebih dari kebutuhan gizi anak pada tahun pertama dan sampai

tahun kedua kehidupan. Selain itu, ASI mengandung antibodi dari ibu yang

membantu memerangi penyakit (Khrist, 2011).


ASI merupakan cairan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan

melindunginya dalam melawan serangan penyakit. Keseimbangan zat – zat gizi

dalam ASI berada pada tingkat terbaik dan ASI memiliki bentuk yang paling baik
15

bagi tubuh bayi. ASI juga sangat kaya akan sari makanan yang mempercepat

pertumbuhan sel – sel otak dan perkembangan sistem saraf. Makanan untuk bayi yang

dibuat menggunakan teknologi masa kini tidak mampu menandingi keunggulan dari

ASI (Saleha, 2009).


ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan.

Di antaranya menurunkan risiko terjadinya penyakit infeksi pada bayi, ASI juga bisa

menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit non infeksi seperti penyakit obesitas,

kurang gizi, asma dan meningkatkan IQ dan EQ anak serta menciptakan ikatan kasih

sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi merasa terlindungi dalam dekapan ibu,

mendengar langsung suara detak jantung ibu dan merasakan sentuhan ibu pada saat

menyusui (Prasetyono, 2012).


2. Fisiologi Laktasi
Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Dengan mengetahui

bagaimana payudara menghasilkan ASI akan sangat membantu para ibu mengerti

proses kerja menyusui sehingga dapat menyusui secara eklusif (Roesli, 2007)
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Ketika

bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua refleks yang akan menyebabkan ASI

keluar. Hal ini disebut dengan refleks pembentukan atau refleks prolaktin yang

dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks pengeluaran ASI atau disebut juga “let

down” reflexs (Roesli dalam Anita 2015).


ASI diproduksi atau dibuat oleh jaringan kelenjar susu atau pabrik ASI pada

payudara wanita dewasa. Payudara (selanjutnya disebut mamae) terbentuk atas

berjuta-juta kelenjar air susu (mammary gland) yang masing-masing dihubungkan

oleh saluran air susu sehingga membentuk seperti pohon. Sistem kelenjar yang ada

diselimuti oleh pembuluh darah, pembuluh limfe dan system persyarafan yang

berhubungan dengan syaraf pusat (Lawrence, 2005). ASI yang dihasilkan oleh

jaringan kelenjar susu kemudian disalurkan melalui saluran susu ke dalam gudang
16

susu yang terdapat dibawah daerah yang berwarna gelap/cokelat tua di sekitar puting

susu. Gudang susu ini sangat penting artinya, karena merupakan tempat

penampungan ASI. Puting ASI mengandung banyak sekali saraf sensoris sehingga

sangat peka (Roesli, 2000 dalam Anita 2015).


Produksi ASI merupakan hasil perangsangan payudara oleh hormon prolaktin.

Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior yang ada yang berada di dasar

otak. Bila bayi mengisap ASI maka ASI akan dikeluarkan dari gudang ASI yang

disebut sinus laktiferus. Proses pengisapan akan merangsang ujung saraf disekitar

payudara untuk membawa pesan ke kelenjar hifofise anterior untuk memproduksi

hormone prolaktin. Prolaktin kemudian akan dialirkan ke kelenjar payudara untuk

merangsang pembuatan ASI. Hal ini disebut dengan refleks pembentukan ASI atau

refleks prolaktin (Novak & Broom, 1999 dalam Afifah 2017).


Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis. Hormon

tersebut dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang oleh isapan.

Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke payudara yang akan merangsang

kontraksi otot di sekeliling alveoli (pabrik ASI) dan memeras ASI keluar dari pabrik

ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi

atau ibunya. Oksitosin dibentuk lebih cepat dibandingkan prolaktin. Keadaan ini

menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk diisap. Oksitosin sudah mulai

bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi mengisap). Jika refleks

oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi mengalami kesulitan untuk

mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI, padahal

payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak mengalir keluar. Efek oksitosin

lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi setelah melahirkan. Sehingga dapat


17

membantu mengurangi perdarahan walaupun kadang mengakibatkan nyeri (Badriul,

2008).
Suharyono (1994 dalam Afifah 2017) mengungkapkan bahwa proses laktasi

mempengaruhi pertumbuhan bayi dan hal ini akan sangat tergantung pada faktor-

faktor : kesehatan bio psiko sosial ibu, proses mammogenesis (persiapan payudara)

yang adekuat, proses laktasi yang memungkinkan, keberhasilan produksi air susu dan

proses galactopoesis (pengeluaran ASI dari putting), efektifitas proses transfer air

susu yang berkualitas, cukup jumlah dan frekuensinya. Selain itu juga dipengaruhi

oleh faktor jumlah kelahiran, stimulasi pengosongan payudara, aliran susu dan teknik

menyusui.

Tabel 2.1
Produksi ASI pada Payudara

1 2 3 4

Hormon Progesteron, Pengisapan Diteruskannya


kewanitaan yaitu estrogen payudara oleh pengisapan oleh
hormon prolaktin, berkurang, bayi merangsang bayi, memelihara
untuk pertumbuhan prolaktin dan keluarnya tingginya tingkat
dan meningkatkan hormon lainnya prolaktin dan prolaktin dalam
perkembangan merangsang oksitosin. daerah dan ASI
kelenjar penghasil produksi ASI Produksi ASI terus dikeluarkan.
ASI selama dalam kelenjar meningkat, dan
kehamilan. payudara dikeluarkan
melalui putting
Sumber : Ramaiah, 2006 dalam Rustam 2010.
18

Menurut Ramaiah (2006) proses pembentukan ASI dapat dibagi menjadi empat

tahap, yaitu:

1) Mammogenesis atau persiapan payudara: selama kehamilan jumlah unit penghasil

ASI dalam payudara dan salurannya mengalami pertumbuhan yang cepat. Hal ini

terjadi karena pengaruh campuran dari hormon estrogen, progesterone yang

dikeluarkan oleh indung telur, prolaktin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary

di dalam otak dan hormon pertumbuhan, prolaktin adalah hormon paling penting

dalam produksi ASI.

2) Laktogenesis atau sintesis dan produksi dari alveolus dalam payudara, merupakan

jumlah kecil produksi payudara mulai terkumpul selama kehamilan, namun

pengeluaran ASI yang sesungguhnya akan dimulai dalam waktu tiga hari setelah

persalinan. Hal ini terjadi karena selama kehamilan hormon progesterone dan

estrogen membuat payudara tidak responsif terhadap prolaktin. Setelah persalinan

ketika hormon estrogen dan progesterone berkurang, payudara yang telah

berkembang sepenuhnya mengeluarkan ASI sebagai akibat dari tindakan

prolaktin.

3) Galaktopoesis atau pemeliharaan ASI: prolaktin adalah hormon terpenting untuk

kelangsungan dan kecukupan pengeluaran ASI. Karena keluarnya prolaktin

tergantung pada bayi yang mengisap payudara, penting bagi ibu untuk

mempraktikkan menyusui setidaknya sampai 6 bulan setelah bayi lahir.

3. Produksi ASI

Berdasarkan Amina (2015) waktu diproduksi ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1) ASI stadium I (kolostrum)


19

Kolostrum merupakan ciran yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara

dari hari pertama sampai hari ke empat yang berbeda karakteristik fisik dan

komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. Kolostrum

berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel

hidup. Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan

mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap

menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada minggu pertama

sering defekasi dan feses berwarna hitam.

2) ASI stadium II (ASI peralihan)

ASI ini diproduksi pada hari ke empat sampai hari ke sepuluh. Komposisi

protein semakin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi dan jumlah

volume ASI semakin meningkat. Hal in I merupakan pemenuhan terhadap aktifitas

bayi yang semakin aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan.

3) ASI stadium III (ASI matur)

ASI yang disekresi pada hari ke sepuluh sampai seterusnya. ASI matur

merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi

sampai berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain

selain ASI. Dimulai dengan makanan yang lunak, kemudian padat, dan makanan

biasa sesuai makanan biasa.

4. Volume ASI

Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai

menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak bayi lahir

akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dan jumlah akan terus bertambah sehingga

mencapai 400-450 ml pada waktu mencapai usia minggu kedua. Dalam keadaan
20

produksi ASI telah normal volume susu terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5

menit pertama pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama 15-25 menit

(Hubertin, 2004 dalam Afifah 2017)

Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI beberapa kriteria sebagai patokan

untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak yaitu:

1) ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting.

2) Sebelum disusukan payudara terasa tegang.

3) Jika ASI cukup, setelah bayi menyusu bayi akan tertidur\tenang selama 3-4 jam.

4) Bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari.

5) Bayi BAB 3-4 kali sehari

6) Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam.

7) Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI.

8) Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu.

9) Urin bayi biasanya kuning pucat.

Pengukuran volume ASI dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu:

1) Memerah ASI dengan pompa

Cara menabung atau mengukur ASI yang paling baik dan efektif dengan

menggunakan alat pompa ASI elektrik. Harganya relatif mahal. Ada cara lain yang

lebih terjangkau yaitu piston atau pompa berbentuk suntikan. Prinsip kerja alat ini

memang seperti suntikan, hingga memiliki keunggulan, yaitu setiap jaringan pompa

mudah sekali dibersihkan dan tekanannya bisa diatur.

Pompa-pompa yang ada di Indonesia jarang berbentuk suntikan, lebih banyak

berbentuk squeeze and bulb. Bentuk squeeze and bulb tidak dianjurkan banyak ahli

ASI. Karena pompa seperti ini sulit dibersihkan bagian bulb-nya (bagian belakang
21

yang bentuknya menyerupai bohlam) karena terbuat dari karet hingga tak bisa

disterilisasi. Selain itu, tekanannya tak bisa diatur, hingga tak bisa sama/ rata

(Rahayu, 2008).

2) Memerah ASI dengan tangan

Memerah ASI dengan tangan disebut juga dengan teknik Marmet. Dengan

pijitan dua jari sendiri, ASI bisa keluar lancar dan membutuhkan waktu sekitar

masing-masing payudara 15 menit. Cara ini sering disebut juga dengan back to nature

karna caranya sederhana dan tidak membutuhkan biaya (Rahayu, 2008)

Caranya, tempatkan tangan ibu di salah satu payudara, tepatnya di tepi areola.

Posisi ibu jari terletak berlawanan dengan jari telunjuk. Tekan tangan ke arah dada,

lalu dengan lembut tekan ibu jari dan telunjuk bersamaan. Pertahankan agar jari tetap

di tepi areola, jangan sampai menggeser ke puting. Ulangi secara teratur untuk

memulai aliran susu. Putar perlahan jari di sekeliling payudara agar seluruh saluran

susu dapat tertekan. Ulangi pada sisi payudara lain, dan jika diperlukan, pijat

payudara di antara waktu-waktu pemerasan. Ulangi pada payudara pertama,

kemudian lakukan lagi pada payudara kedua. Letakan cangkir bermulut lebar yang

sudah disterilkan di bawah payudara yang diperas, kemudian diukur menggunakan

gelas ukur (Rahayu, 2008).

5. Komposisi ASI

ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5 %, oleh karena itu bayi yang

mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada ditempat

yang suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan

susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan

terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula


22

Tahapan produksi ASI terdiri atas kolostrum, ASI Peralihan, dan ASI Matur.

Tahapan produksi ASI beserta komposisinya akan dijabarkan sebagai berikut :

1) Kolostrum

2) Molostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah

melahirkan (4 – 7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan

ASI matang, atau cairan tahap pertama ASI yang dihasilkan selama masa

kehamilan dan berakhir beberapa hari setelah kelahiran bayi (2 – 4 hari),

berwarna kuning keemasan atau krem (creamy), dengan volume 150 – 300

ml/hari, serta lebih kental dibandingkan dengan cairan susu tahap berikutnya.

Kolostrum mempunyai kandungan yang tinggi akan protein, vitamin yang terlarut

dalam lemak, mineral – mineral dan immunoglobulin. Immunoglobulin ini

merupakan antibody dari ibu untuk bayi yang juga berfungsi sebagai imunitas

pasif untuk bayi. Imunitas pasif akan melindungi bayi dari berbagai bakteri dan

virus yang merugikan. Kolostrum juga merupakan pembersih usus bayi yang

membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera

bersih dan siap menerima ASI.

3) ASI Peralihan

ASI peralihan adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum dimana kadar

lemak dan laktosa lebih tinggi serta kadar protein dan mineral lebih rendah. ASI

peralihan berakhir sekitar 2 minggu

Menurut Vivian (2011) ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, kandungan gizi

dari ASI sangat khusus dan sempurna, serta sesuai dengan kebutuhan tumbuh

kembang bayi.

Komposisi gizi dalam ASI ( Vivian, 2011) :


23

1) Protein

ASI mengandung protein lebih rendah dari air susu sapi tetapi protein ASI

mempunyai nutrisi lebih tinggi ( lebih mudah dicerna ).

2) Karbohidrat

ASI mengandung karbohidrat lebih tinggi dari susu sapi (6,5-7 gram).

Karbohidrat yang paling utama adlah laktosa. Kadar laktosa yang tinggi sangat

menguntungkan karena saat permentasi akan diubah menjadi asam laktat. Adanya

asam laktat ini memberikan suasana asam dalam usus bayi. Asam laktat dalam usus

bayi ini memberikan beberapa keuntungan :

a. Penghambat pertumbuhan bakteri yang patologis.


b. Memacu pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam organik dan

mensintesis vitamin.
c. Memudahkan terjadinya pengendapan dari kalsium.
d. Memudahkan absorbsi dari mineral, misalnya kalsium, fosfor dan magnesium.

Universitas Sumatera Utara


6. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Produksi ASI
Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung dari stimulasi pada

kelenjar payudara. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan produksi ASI

antara lain:
1) Faktor makanan ibu
Dalam penelitian Arifin (2016) mengatakan ibu yang kekurangan gizi akan

mengakibatkan menurunnya jumlah ASI dan akhirnya berhenti. Hal ini menyebabkan

pada masa kehamilan jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidakmemungkinkan untuk

menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai

salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui.
2) Faktor isapan bayi
Isapan mulut bayi akan menstimulus hipotalamus pada bagian hipofisis anterior

dan posterior. Hipofisis anterior menghasilkan rangsangan (rangsangan prolaktin)

untuk meningkatkan sekresi prolaktin. Prolaktin bekerja pada kelenjar susu (alveoli)
24

untuk memproduksi ASI. Isapan bayi tidak sempurna atau puting susu ibu yang

sangat kecil akan membuat produksi hormon oksitosin dan hormon prolaktin akan

terus menurun dan ASI akan terhenti (Hubertin, 2003 dalam Afifah, 2017).
3) Frekuensi penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi premature disimpulkan bahwa produksi ASI akan

optimal dengan pemompaan 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan.

Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukan bhwa

frekuensi penyusuan 10 lebih kurang 3 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah

melahirkan berhubungan dengan produksi ASI. Berdasarkan hal ini

direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah

melahirkan. Penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam

kelenjar payudara (Arifin, 2016).


4) Riwayat penyakit
Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu proses

laktasi dapat mempengaruhi produksi ASI (Elly, 2007 dalam Afifah 2017).
5) Faktor psikologis
Gangguan psikologi pada ibu menyebabkan berkurangnya produksi dan

pengeluaran ASI. Laktasi memerlukan ketenangan, ketentraman, perasaan aman dari

ibu, kecemasan, kesedihan, dapat menyebabkan ketegangan yang mempengaruhi

saraf , pembuluh darah dansebagainya (Arifin, 2016)


Dukungan suami maupun keluarga lain dalam rumah akan sangat membantu

berhasilnya seorang ibu untuk menyusui. Perasaan ibu yang bahagia, senang,

perasaan menyayangi bayi, memeluk, mencium dan mendengar bayinya menangis

akan meningkatkan pengeluaran ASI (Hubertin, 2003 dalam Afifah 2017).


6) Berat badan lahir
Prentice (1984 dalam Jayanti 2016) mengamati hubungan berat lahir bayi

dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi,

dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan

usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan
25

perbedaan inti yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho 1982

dalam Jayanti (2016) menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi

dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah

(BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi

yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini

meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir

normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam

memproduksi ASI .
7) Perawatan payudara
Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan bulan ke 7-8 memegang

peranan penting dalam menyusui bayi. Payudara yang terawat akan memproduksi

ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan dengan perawatan payudara

yang baik, maka putting tidak akan lecet sewaktu diisap bayi (Soetjiningsih, 1999

dalam Jayanti 2016).


Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan

mengurut selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan

apabila terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada

waktunya ASI akan keluar dengan lancar (Arifin, 2016).


8) Jenis persalinan
Pada persalinan normal proses menyusui dapat segera dilakukan setelah bayi

lahir. Biasanya ASI sudah keluar pada hari pertama persalinan (saifudin, 2001 dalam

Afifah 2017). Sedangkan pada persalinan tindakan sectio ceasar seringkali sulit

menyusui bayinya segera setelah lahir, terutama jika ibu diberikan anestesi umum.

Ibu relatif tidak dapat bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi

di bagian perut membuat proses menyusui sedikit terhambat (Sinsin, 2004 dalam

Afifah, 2017).

9) Umur kehamilan saat melahirkan


26

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini

disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat

lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah

dari pada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi

prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi

organ (Arifin, 2016).


10) Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormone

prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan

adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin (Arifin, 2016).


11) Konsumsi Alkohol
Menurut Matheson (1989 dalam Jayanti 2016), meskipun minuman alkohol

dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu

proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi

oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin.

Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya

62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari

normal.
12) Cara menyusui yang tidak tepat
Teknik menyusui yang kurang tepat, tidak dapat mengosongkan payudara

dengan benar yang akhirnya akan menurunkan produksi ASI (Hubertin, 2003 dalam

Afifah 2017).

13) Rawat gabung


Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya

lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, dimana bayi

mendapatkan nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui,

maka akan timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi
27

rahim. Di samping itu akan timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses

produksi ASI (Soeningsih, 2006 dalam Afifah 2017).


14) Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan

penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam

ACC/SCN, 1991 dalam Jayanti 2016), sebaliknya bila pil hanya mengandung

progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral

Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO

merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil

kontrasepsi.

B. Jantung Pisang
1. Defenisi
Tanaman pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas.

Taksonomi tanaman pisang antara lain yaitu kingdom Plantae, divisi

Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotylae, ordo Musales,

famili Musaceae, genus Musa dan spesies Musa paradisiaca (Suyanti dan

Supriyadi, 2008).
Jantung pisang (lihat Gambar 1) merupakan bunga yang dihasilkan oleh

pokok pisang yang berfungsi untuk menghasilkan buah pisang. Jantung Pisang

dihasilkan semasa proses pisang berbunga dan menghasilkan tandan pisang

sehingga lengkap. Hanya dalam keadaan tertentu atau spesis tertentu jumlah

tandan dan jantung pisang melebihi tengah jantung 12 – 25 cm.


Gambar 1
Jantung Pisang
28

Kulit luar jantung pisang keras dan akan terbuka apabila sampai waktu bagi

mendedahkan bunga betina. Bunga betina dan jantan menghasilkan nektar untuk

menarik serangga menghisapnya dan menjalankan proses pembungaan. Struktur

jantung pisang mempunyai banyak lapisan kulit, dari yang paling gelap cokelat-

ungu kemerahan di karakteristiknya, oleh penderita diabetes, dapat mencegah

serangan stroke, jantung koroner, dan memperlancar siklus darah (bersifat

antikoagulan). Jantung pisang bagian luar dan warna putih krim susu di bagian

dalam. Terdapat susunan bunga berbentuk jejari di antara kulit tersebut dan di

tengahnya yang lembut. Jantung pisang mempunyai cairan berwarna jernih dan

akan menjadi pudar warnanya apabila jantung pisang terkena udara dari luar

lingkungan sekitarnya (Novitasari dkk., 2013).


Jantung pisang pada umumnya dibuang. Padahal dapat dimanfaatkan

sebagai pangan alternatif (Lingga, 2010). Semua tanaman pisang dapat

memproduksi jantung pisang, tetapi tidak semua jantung pisang dapat dikonsumsi.

Jantung pisang yang dapat dikonsumsi adalah jantung pisang dari jenis pisang

kepok, pisang batu, pisang siam dan pisang klutuk. Jantung pisang dari jenis

pisang ambon tidak dapat dikonsumsi karena kandungan tanin yang tinggi

sehingga terasa pahit.


Jantung pisang memiliki khasiat yang sangat baik bagi kesehatan,

kandungan zat gizi yang bermanfaat bagi tubu ialah protein 12,05%, karbohidrat

34,83%, dan lemak total 13,05%, mineral (terutama fosfor, kalsium, dan besi),

serta sejumlah vitamin A, B1 dan C. Komponen penting lainnya yang terdapat


29

pada jantung pisang adalah serat pangan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan

(Fattah, 2016). Menurut Kusumaningtyas (2010) komposisi gizi jantung pisang

per 100 gram adalah : energi 31 kkal, protein 1,26 g, lemak 0,35 g, karbohidrat

8,31 g kalsium 6 mg, besi 0,4 mg, fosfor 50 mg, vitamin A 140 SI, vitamin B1

0,006 mg, vitamin C 9 mg (Harismayanti, 2018).


Jantung pisang memiliki khasiat terhadap peningkatan sekresi air susu

(laktogogum) mempunyai kandungan bahan aktif yang bekerja seperti prolactin

releasing hormon (PRH), mengandung bahan aktif senyawa steroid, mengandung

bahan aktif yang berkhasiat seperti prolaktin dan mengandung bahan aktif yang

berkhasiat seperti oksitosin (Harismayanti, 2018).


Jantung pisang untuk ibu menyusui dapat diolah menjadi sayur tumisan,

sayur rebusan, nugget bahkan abon tergatung seleranya ibu menyusui.


C. Pengaruh Jantung Pisang Dengan Produksi ASI
Pemanfaatan jantung pisang pada masyarakatsudah banyak ditemui, seperti

menyembuhkan lukalecet pada kaki, memberikan perasaan kenyangyang lebih

lama, digunakan untuk membuat sayurkarena kandungan protein dan vitamin,

serta dimakanuntuk memperlancar dan memperbanyak produksiASI. Pengolahan

jantung pisang pada masyarakatbiasa dilakukan dengan cara direbus,

diurap,dikukus dan dioseng-oseng. Jantung pisang menjadibahan makanan yang

memiliki banyak manfaat danmudah didapatkan oleh masyarakat karena

bisadengan mudah ditanam di pekarangan rumah.Dengan pemanfaatan jantung

pisang batu yangdapat meningkatkan produksi ASI, dapat membantukeberhasilan

program pemerintah (KementerianKesehatan) dalam upaya pemberian ASI

Eksklusif.
Jantung pisang merupakan jenis tanaman yang mengandung laktagogum

memiliki potensi dalam menstimulasi hormon oksitosin dan prolaktin seperti


30

alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid dan substansi lainnya paling efektif dalam

meningkatkan dan memperlancar produksi ASI. Reflek prolaktin secara hormonal

untuk memproduksi ASI, sewaktu bayi menghisap putting payudara ibu, maka

akan terjadi rangsangan neurohormonal pada putting susu dan areola ibu.

Rangsangan ini akan diteruskan ke hipofisis melalui nervos vagus, kemudian ke

lobus anterio. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin dan masuk ke

peredaran darah dan sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini

akan terangsang untuk menghasilkan ASI (Wahyuni, 2012). Alasan ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Elly Wahyuni pada tahun 2012 dengan

judul penelitian pengaruh konsumsi jantung pisang batu terhadap peningkatan

produksi ASI di Wilayah Puskesmas Srikuncoro Bengkulu Tengah. Dengan hasil

penelitian diperoleh bahwa intesitas rata-rata frekuensi ASI sebelum konsumsi

jantung pisang batu adalah 5,7 kali, setelah mengkonsumsi jantung pisang

mengalami peningkatan menjadi 9,75 kali.


Lingga dalam Murtiana (2016), yang menyatakan bahwa jantung pisang

batu memiliki beberapa senyawa yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas

ASI. Peningkatan produksi ASI dipengaruhi oleh adanya polifenol dan steroid

yang mempengaruhi reflek prolaktin untuk merangsang alveoli yang bekerja aktif

dalam pembentukan ASI. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa peningkatan

produksi ASI juga dirangsang oleh hormon oksitosin. Peningkatan hormon

oksitosin dipengaruhi oleh polifenol yang ada pada jantung pisang batu yang akan

membuat ASI mengalir lebih deras dibandingkan dengan sebelum mengkonsumsi

jantung pisang batu. Oksitosin merupakan hormon yang berperan untuk

mendorong sekresi air susu (milk let down). Peran oksitosin pada kelenjar susu
31

adalah mendorong kontraksi sel-sel miopitel yang mengelilingi alveolus dari

kelenjar susu, sehingga dengan berkontraksinya sel-sel miopitel isi dari alveolus

akan terdorong keluar menuju saluran susu, sehingga alveolus menjadi kosong

dan memacu untuk sintesis air susu berikutnya.


Penelitian kedua yakni oleh Apriza (2016) dengan judul pengaruh konsumsi

rebusan jantung pisang terhadap eksresi ASI pada ibu menyusui di Desa Kuapan

Wilayah Kerja Puskesmas Tambang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-

rata eksresi ASI sebelum konsumsi rebusan jantung pisang adalah 385 cc dengan

standar devisiasi 82,876 dan sesudah konsumsi rebusan jantung pisang adalah

720,000 cc dengan standar devisiasi 86,450 dengan nilai P value 0,001. Penelitian

ketiga oleh Tjahjani (2014) dengan judul pengaruh konsumsi jantung pisang

terhadap kelancaran ASI pada ibu nifas di Puskesmas Gundi Kota Surabaya.

Dengan hasil penelitian didapatkan 20% pada ibu nifas yang pengeluaran ASI

tidak lancar, 80% ibu nifas pengeluaran ASI menjadi lancar, pada α = 0,05

diperoleh p value = 0,001.


Menurut Penelitian Hubaya (2015) Hasil penelitian menunjukkan bahwa

responden yangmengkonsumsi jantung pisang kepok cenderung mengalami

peningkatan produksi ASI sebanyak 22 orang (73,3%), sedangkan responden yang

tidak mengkonsumsi jantung pisang kepok cenderung tidak mengalami

peningkatan produksi ASI sebanyak 19 orang (63,3%).


32

D. Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian-

penelitian terdahulu yaitu penelitian Harismayanti (2018), Hubaya (2015),

Wahyuni (2012), Aprija (2016), Thajani (2014) yang dijelaskan sebagai berikut:
Faktor- faktor diatas dapat dilihat melalui gambar dibawah ini:

Harismayanti (2018)
Karakteristik Ibu
Jantung Pisang
Hubaya (2015) Peningkatan Produksi
Jantung Pisang ASI
Karakteristik Ibu
Wahyuni (2012)
Jantung Pisang
Aprija (2014)
Jantung pisang

Thajani (2014)
Jantung Pisang
Gambar 2.3
Kerangka Teori Penelitian
Sumber Harismayanti (2018), Hubaya (2015), Wahyuni (2012), Aprija (2016),
Thajani (2014)

Anda mungkin juga menyukai