Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

ILMU KESEHATAN MATA


TRAUMA KIMIA PADA MATA

PEMBIMBING :

dr. M. Djumhana, Sp. M

PENYUSUN:

M. Alfi Maulidi 2017.04.2.00284


Mekar Pratiwi S. M 2017.04.2.00288

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH


SURABAYA / RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat Bagian Ilmu Kesehatan Mata


“Trauma Kimia Pada Mata”

Oleh
M. Alfi Maulidi 2017.04.2.00284
Mekar Pratiwi S. M 2017.04.2.00288

Referat “Trauma Kimia Pada Mata” ini telah diperiksa, disetujui, dan
diterima sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik di bagian Penyakit Kesehatan Mata Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 26 Februari 2019


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

dr. M. Djumhana, Sp. M

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN….………...……………………………………………….....i
DAFTAR ISI…………………….……………………………………………….…….…..ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….……………….…2
2.1 Trauma Kimia Pada Mata………………………………………………2
2.1.1 Definisi……….……………………………………………………….…...2
2.1.2 Etiologi…………………………………………………………….………2
2.1.1.1 Alkali/basa………………………………………………………..2
2.1.1.2 Acid/asam………………………………………………………...2
2.2 Trauma Asam………………………………………………………….…2
2.2.1 Definisi………………………………………………………………….…2
2.2.2 Patofisiologi………………………………….…………………………..3
2.3 Trauma Basa……………………………….…………………………….5
2.3.1 Definisi……………………………………………………………….……5
2.3.2 Patofisiologi.………………………………….………………………….5
2.3.3 Gejala klinis………………………………………………………….…...7
2.3.4 Klasifikasi derajat keparahan…………………………………….……9
2.3.4.1 Klasifikasi Hughes…………………………………………....…9
2.3.4.2 Klasifikasi Thoft……………………………………………….…9
2.3.5 Diagnosis……………………………………………………………….…9
2.3.5.1 Anamnesis…………………………………………………….….9
2.3.5.2 Pemeriksaan Fisik……………………………………………..10
2.3.5.3 Pemeriksaan Penunjang………………………………….…..11
2.3.6 Penatalaksanaan…………………………………………………….…12
2.3.7 Komplikasi……………………………………………………………....16
2.3.8 Prognosis………………………………………………………………..17
BAB 3 KESIMPULAN…………………………………………………………….…18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………...………………………19

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung


dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari
posisi anatominya tersebut.Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan
sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung
mengenai mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma
kimia, dan trauma radiasi.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan pada mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan
dapat juga sebagai kasus tindakan kriminal. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma mata dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun di sini, kami akan
membahas tentang trauma kimia pada mata yang melibatkan trauma akibat basa
dan asam pada mata.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat
bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan
trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang
bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma
kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata.Tingkat keparahan trauma
dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi
dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit
berbeda.Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian
dan peperangan memakai bahan kimia, serta paparan bahan kimia dari alat-alat
rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera
dilakukan.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Kimia Pada Mata


2.1.1 Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan
substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma
kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan
1
dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.
2.1.2 Etiologi
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata
digolongkan menjadi 2 kelompok :
2.1.2.1 Alkali/basa
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah
tangga, zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api Lime
(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
2.1.2.2 Acid/asam
Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma
alkali. Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok
kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih. 1,2
2.2 Trauma Asam
2.2.1 Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH < 7. 1

2
2.2.2 Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hydrogen
dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang
lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata
yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma
yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat
melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel,
dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium
dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa
terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi
saraf dengan pemindahan ion potassium.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer
dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka
kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga
mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel
kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan
di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan
trauma basa. Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi
koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea,
sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. Bila mata terkena trauma
suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut: 1,8,9
1. Pada minggu pertama:
- Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada
kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.
- Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas

3
- Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti
stroma kornea, keratosit dan endotel kornea
- Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea,
iritis, dan katarak
- Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi
dalam beberapa hari dan kemudian sembuh
- Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna
kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh
bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam
- Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi
menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada
konjungtiva bulbi.
- Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat
menjadi normal atau merendah.
2. Trauma asam pada minggu 1-3:
- Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga.
- Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan
vaskularisasi yang bersifat progresif
- Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa
vaskularisasi berat pada kornea
3. Trauma asam sesudah 3 minggu:
- Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
- Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk
penyembuhan kerusakan endotel.

Gambar 1. Trauma Asam

4
2.3 Trauma Basa
2.3.1 Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH >7.
2.3.2 Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata.
Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak,
sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan.
Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang
pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi
ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior.
Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.
Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.
Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi
perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada
proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan
dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat
gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata
depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis
liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan
dalam waktu 7 detik. Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah
simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak,
disertai dengan terjadi ftisis bola mata. Penyulit jangka panjang dari luka bakar
kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea,
simblefaron, entropion, dan keratitis sika.
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara
cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan
sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila
dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini
5
mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.
Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan
kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan
dehidrasi. Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel
akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan
oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis.
Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema
kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru
atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan
berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen
aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi
gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan
dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah
trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea
mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti
hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran
depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan
terjadi gangguan fungsi badan siliar. 1, 8, 9, 12

Gambar 2. Trauma Basa

6
Gambar 3. Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut
2.3.3 Gejala klinis
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan.
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-
hal sebagai berikut:
- Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan
oklusi pembuluh darah pada limbus.
- Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi
- Kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea
bersih.
- Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan
dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
- Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
- Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
- Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut :
- Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran
dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus.
- Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru
Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain :
1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada
epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yang lebih dalam lagi. Akan

7
tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang
cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga
mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada
palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

Gambar 4. Kemosis
4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu
keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea,
hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi
kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada
trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik. Pada defek epitel
luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi
sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan
kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel
kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juga
semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak
dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk
bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih
sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya
yang dapat menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intra okular (TIO) dapat terjadi secara mendadak
akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan

8
prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung
berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat
peradangan.
2.3.4 Klasifikasi derajat keparahan
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.Klasifikasi ini
juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul
serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat
kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga
untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis
adalah:
2.3.4.1 Klasifikasi Hughes
a. Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis
iskemik konjungtiva atau sclera.
b. Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang
minimal di konjungtiva dan sclera.
c. Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang
signifikan.
2.3.4.2 Klasifikasi Thoft
a. Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b. Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus
c. Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat
kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d. Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus 1, 6, 9, 12
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak
dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat
sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.
2.3.5.1 Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri

9
dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya
halo di sekitar cahaya. Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat
terpajan cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah
terpajang, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan
rasa terbakar.Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol
bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang
mengenai mata. Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera
setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian
juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.1, 2
2.3.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang
cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan
irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan
integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel
kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampa kerusakan seluruh epitel.
Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
- Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai
opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
- Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
- Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flaredan cells. Temuan ini
biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang
lebih dalam.
- Peningkatan tekanan intraokular
- Kerusakan/jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan
bola yang telah terkena trauma.
- Inflamasi konjungtiva.
- Iskemia perilimbus
- Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan
kekeruhan kornea

10
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan
berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit
sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat
ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada
stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena
terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan
derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada
kornea.7
2.3.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada
mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior
mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu
dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraokular.7, 8, 12
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi
pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat
kerusakan dan prognosisnya.
Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa

No. Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa


Kerusakan yang Kerusakan yang Kerusakan yang ditimbulkan
ditimbulkan ditimbulkan lebih lebih berat karena sudah
terbatas, batas tegas mencapai
dan bersifat tidak bagian yang lebih dalam yaitu
1. progresif stroma

Kemampuan Tidak sekuat trauma Penetrasi bisa terjadi lebih


penetrasi pada basa dalam hingga mencapai
organ stroma
2. mata

Mekanisme Koagulasi pada - Saponifikasi dari


terjadinya permukaan protein selular barrier
3. kerusakan yang akan membentuk - Denaturasi mukoid
pada mata barier - Pembengkakan kolagen

11
- Disrupsi
mukopolisakarida
stroma

Derajat kerusakan Lebih ringan karena hanya Lebih berat


4 di bagian permukaan

5 Prognosis Lebih baik Lebih buruk

2.3.6 Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana
sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan
risiko inflamasi.
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat
selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air
tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk
menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topical
dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan
eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan
menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral
(pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan
moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres
eyelid retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks
dalam.
Selanjutnya, penatalaksanaan untuk trauma kimia derajat ringan hingga
derajat sedang meliputi:
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator
atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang
nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium
hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk
mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas
pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.

12
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5%
atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi,
meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai
tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-
4 kali sehari)
5. Steroid topical (Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per
hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang
menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari
pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan
migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat
diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi anti glaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blockade
jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
9. Untuk mencegah terjadinya simblefaron dapat diberikan conformer, yaitu
kontak lensa yang digunakan agar tidak terjadi perlengketan konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbi
Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi
menjadi :
A. Fase kejadian (immediate)

13
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus
dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di
rumah sesaat setelah kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan
yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan
dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada
benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga
telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan
irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
- Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
- Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
- Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di
bola mata
- Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di
atas mata
- Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau
dengan forceps
- Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi
kelopak mata

Gambar 5. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia


B. Fase akut (sampai hari ke 7)

14
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan
prinsip sebagai berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga
diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan
sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
- Mencegah infiltrasi sel-sel radang
- Mencegah pembentukan enzim kolagenase
- Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat
menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid.Tapi
pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihanmdini.
c. Mencegah infeksi sekuder
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan
C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase
akut. Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea
D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)
Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk
penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir re-epitelisasi tidak juga sukses, maka
sangat penting untuk dilakukan operasi. Pembedahan segera yang sifatnya
segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel
limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan
untuk pembedahan:

15
- Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.
- Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau
dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi
normal.
- Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
- Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands
dan simblefaron.
- Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
- Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
- Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal
ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
- Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.4, 5, 6
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma
kimia pada mata antara lain:
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva
bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan
kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan
pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat
terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke
bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada
drainase cairan aqueous humour

16
6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka
panjang pada trauma kimia.11, 12

Gambar 6. Simblefaron Gambar 7. Phtisis Bulbi


2.3.8 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia
ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang
paling buruk, dapat terjadi kebutaan.
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang
disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan
beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.8, 9, 12

17
BAB 3
KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan


oftalmologi. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang
dapat merusak struktur bola mata tersebut. Mekanisme cedera antara trauma
asam dan trauma basa sedikit berbeda. Trauma yang disebabkan oleh bahan
basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam.
Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada
trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam
akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu
barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi.
Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme
dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan fungsi penglihatan.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan
segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat
terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain-lain. Terapi pembedahan
merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi
non-operatif.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. The eye: Fundamental and princilples of


ophthalmology. BSSC, section2.2012.p41-50
2. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic
onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC,
section8.2012.p353-359
3. Center of Disease control and prevention. Work related eye injuries. Diaksesdari
http://www.cdc.gov/feature/dsworksplaceeye/
4. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries
and Illnesses in the Wilderness.2012.Denver Health Medical Center.
Denver,wilderness and environmental medicine 23, 325–336
5. Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries,
including amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School of
Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317–321
6. Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of the
cornea. 2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45
7. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2015.
8. Kanski’s. Clinical Ophthalmology. A systematic approach medicine. 8th edition.
9. Khurrana AK. Comprehensive Ophthalmology. 6th edition,p447-449
10. Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of
Chemical Eye Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal Hospital of
Cologne-Merheim p327-332.
11. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American
Handbook of Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85
12. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta.
2000.

19

Anda mungkin juga menyukai