Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

INFEKSI VIRUS DENGUE

Oleh
dr. Ni Luh Putu Wulan Budyawati

Pendamping
dr. Puteri Saraswati
dr. Valery Vincenzo Pattiwael

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT KASIH IBU
DENPASAR, BALI
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporankasusyang berjudul “Infeksi Virus Dengue” ini tepat pada waktunya.
Laporan kasusini disusun dalam rangka mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di Rumah Sakit Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Puteri Saraswati dan dr. Valery Vincenzo Pattiwael yang telah
mendampingi penulis dalam Program Intersip Dokter Indonesia ini.
2. Seluruh staf RS Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul Depan ................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Definisi dan Etiologi .................................................................. 3
2.2 Epidemiologi .............................................................................. 4
2.3 Patogenesis................................................................................. 4
2.4 Diagnosis dan Manifestasi Klinis .............................................. 6
2.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 7
2.6 Penatalaksanaan ......................................................................... 8
2.7 Prognosis .................................................................................... 13
BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................... 14
3.1 Identitas Pasien ................................................................................. 14
3.2 Heteroanamnesis ............................................................................... 14
3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 16
3.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 17
3.5 Diagnosis .......................................................................................... 17
3.6 Planing Terapi ................................................................................... 17
3.7 Prognosis ........................................................................................... 17
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 17
4.1 Diagnosis .......................................................................................... 17
4.2 Penatalaksanaan ................................................................................ 20
BAB 5 PENUTUP ......................................................................................... 21
5.1 Simpulan .......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Virus dengue merupakan arbovirus penting yang menyebabkan infeksi pada


manusia. Berdasarkan data dari WHO, infeksi virus dengue merupakan salah satu
penyakit infeksi yang berbahaya di dunia, dimana sekitar 2,5 milyar orang berada
dalam risiko tinggi terinfeksi virus dengue. Infeksi virus dengue menempati urutan
ke delapan sebagai penyebab kesakitan di negara kawasan Asia Tenggara.1 Selain
tingginya angka morbiditas dan mortalitas, penyakit ini selalu terjadi setiap
tahunnya, terutama pada musim hujan di berbagai wilayah di Indonesia, dari
perkotaan sampai pedesaan. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit infeksi yang menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius di
Indonesia dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Kasus DBD
didapatkan hampir sepanjang tahun dengan kecenderungan kasus dewasa lebih
banyak dari kasus anak-anak. Sejak ditemukan pertama kali, kasus DBD
meningkat terus, bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam. Kasus
DBD terbanyak dilaporkan di daerah-daerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi,
seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera.2 Insidens Rate (IR)
tahun 2010 telah mencapai 65,62/100.000 penduduk dengan CFR 0,87 %. Seluruh
wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit Demam
Berdarah Dengue karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar luas,
baik di rumah-rumah maupun di tempat umum.1,2

Infeksi virus dengue dapat menyebabkan suatu penyakit dengan spektrum luas,
yakni : demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok
dengue (SSD). Virus dengue termasuk dalam family Flaviviridae dan mempunyai
4 serotipe yang berbeda yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue
ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Sebagian besar kasus DBD terjadi akibat infeksi kedua dengan tipe
virus yang berlainan.3 Patogenesis infeksi virus dengue merupakan mekanisme
yang sangat kompleks. Akibat terjadinya re-infeksi ini, akan menyebabkan
tingginya konsentrasi komplek virus-antibodi. Pada umumnya diagnosis infeksi
virus dengue sulit ditegakkan pada awal penyakit karena tanda dan gejalanya yang
tidak spesifik.3

Perjalanan penyakit ini sering sukar diramalkan, sebagian penderita dengan


renjatan yang berat dapat disembuhkan walaupun hanya dengan tindakan
pengobatan yang sederhana sedangkan sebagian lain datang ke rumah sakit dalam
keadaan ringan kemudian meninggal dunia dalam waktu singkat meskipun
terhadapnya telah dilakukan perawatan dan pengobatan yang intensif. Terdapat
banyak variasi dari manifestasi klinis DBD dari yang ringan sampai berat berupa
manifestasi perdarahan, manifestasi kebocoran plasma, serta manifestasi
kegagalan sirkulasi. Variasi tersebut dipengaruhi oleh faktor daya tahan tubuh dan
faktor virulensi virus. Selain variasi manifestasi klinis, faktor-faktor tersebut juga
mempengaruhi variasi nilai laboratorium, yaitu trombosit dan hematokrit.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi


Virus dengue ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Nyamuk ini menghisap darah manusia setiap waktu, gigitannya
tidak terasa dan mampu menggigit beberapa orang dalam periode yang singkat.
Infeksi virus dengue menyebabkan penyakit dengan spektrum luas yaitu : demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD).1,2
DBD adalah infeksi virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma. Gejala
yang muncul diantaranya demam, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri perut, nafsu makan
menurun, mual, muntah, kemudian menimbulkan manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, hematom pada bekas injeksi,
pendarahan subkonjungtiva, epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, melena),
pembesaran hati, trombositopeni dan hemokonsentrasi, yang kemudian dapat
berkembang menjadi SSD yang ditandai dengan kulit dingin, lembab, sianosis
sekitar mulut, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, dan hipotensi.3,4

Virus dengue termasuk dalam family Flaviviridae. Virus Dengue mempunyai


karakteristik genomnya terdiri RNA rantai tunggal, dikelilingi oleh nukleokapsid
ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter virion sekitar 50 nm. Genom
flavivirus panjangnya 11 kb, disusun oleh 3 gen protein struktural yaitu yang
mengkode nukleokapsid atau protein inti, protein membran, dan protein envelope,
serta 7 gen protein non struktural. Hingga sekarang telah dapat diisolasi 4 serotipe
di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Diketahui bahwa DEN-3
merupakan serotipe yang paling sering menjadi penyebab DBD di Indonesia.
Keempat serotipe virus tersebut serupa namun mempunyai sifat antigen yang
berbeda sehingga infeksi oleh salah satu serotipe hanya akan memberikan
kekebalan seumur hidup untuk serotipe tersebut tetapi tidak memberi kekebalan
silang untuk serotipe lainnya.2,3,4

2.2 Epidemiologi
Epidemiologi infeksi virus dengue tergantung pada 3 faktor epidemiologi : host
(manusia dan nyamuk), agen (virus) dan lingkungan. Berdasarkan data dari WHO,
infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit infeksi yang berbahaya di
dunia, dimana sekitar 2,5 milyar orang berada dalam risiko tinggi terinfeksi virus
dengue.1 Infeksi virus dengue menempati urutan ke delapan sebagai penyebab
kesakitan di negara kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2010 penyakit dengue
telah tersebar di 33 provinsi, 440 Kab./Kota di Indonesia. Sejak ditemukan pertama
kali kasus DBD meningkat terus bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat
tajam. Kasus DBD terbanyak dilaporkan di daerah-daerah dengan tingkat
kepadatan yang tinggi, seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan
Sumatera.4 Insidens Rate (IR) tahun 2010 telah mencapai 65,62/100.000 penduduk
dengan CFR 0,87%. Seluruh wilayah Indonesia, mempunyai risiko untuk
kejangkitan penyakit DBD karena virus penyebab dan nyamuk penularnya tersebar
luas, baik di rumah-rumah maupun di tempat umum. Pola berjangkit infeksi virus
dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Di Indonesia, karena suhu
udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit berbeda untuk setiap tempat. Sebagaimana dicatat sebelumnya, frekuensi
penyakit epidemi telah meningkat secara signifikan dalam 30 tahun terakhir.
Wabah mungkin menjadi progresif, tergantung pada efisiensi dengan vektor yang
dapat terinfeksi, serotipe dan strain virus dengue, jumlah rentan manusia dalam
populasi, dan jumlah kontak antara vektor dan manusia.4

2.3 Patogenesis
Setelah terinfeksi oleh virus dengue, virus harus bersaing dengan sel host untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama adalah APC (Antigen
Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan,
seperti sel Kupffer dari hepar (hepatosit). Virus bersirkulasi dalam darah perifer
dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B, dan sel limfosit T.2,3

Patogenesis utama yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya


permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma darah,
hipotensi, trombositopenia, serta hemoragik. Kompleks imun ditemukan antara
hari ke-5 dan hari ke-7 sakit, saat terjadi renjatan. Produksi aktivasi komplemen
C3a dan C5a mempunyai sifat anafilaktoksin sebagai penyebab kerusakan dinding
kapiler. Kemudian kerusakan sistem vaskuler akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein plasma. Menghilangnya
plasma melalui endothelium ditandai oleh peningkatan nilai hematokrit yang
menyebabkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan renjatan, yang jika tidak
ditanggulangi secara adekuat dapat menimbulkan kematian.5,6

Perdarahan pada DBD disebabkan oleh trombositopeni hebat dan gangguan fungsi
trombosit. Trombositopeni pada DBD disebabkan oleh multifaktor, yani depresi
sumsum tulang, reaksi imunologis, adanya Antigen Dengue di permukaan
trombosit, adanya reaksi komplemen. Sampai saat ini belum ada suatu teori yang
dapat menjelaskan secara tuntas patogenesis DBD. Semua teori pada akhirnya
membahas terjadinya kebocoran vaskular dan gangguan hemostasis berupa
gangguan vaskular, gangguan trombosit, koagulopati, disfungi endotel yang
berhubungan dengan manifestasi klinik. Diantara sekian banyak teori yang ada,
terdapat teori yang sering digunakan yaitu hipotesis infeksi sekunder.6,7

Hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) menyatakan


bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe Virus
Dengue yang heterolog mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita DBD
dengan manifestasi yang lebih berat.5,7 Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
Virus Dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi yang akan
terjadi akan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti Dengue. Kemudian
terbentuklah virus kompleks antigen-antibodi yang dapat menyebabkan aktivasi
sistem komplemen, agregasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Aktivasi 2 komplemen, yaitu C3 dan C5
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium,
dan efusi pleura serta asites.5,6,7 Perembesan plasma tersebut mengakibatkan
terjadinya hipovolemia yang kemudian menyebabkan terjadinya syok. Agregasi
trombosit terjadi akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit yang mengakibatkan pengeluaran ADP ( adenosine di phosphate ),
sehingga trombosit akan melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan
trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi
trombositopenia.4,5,6 Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif, ditandai
dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan
fungsi trombosit. Hal-hal di atas kemudian akan menyebabkan terjadinya
pendarahan masif yang dapat mengakibatkan syok. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan
anoksia dan asidosis, yang dapat berakhir fatal.6,7

2.4 Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Infeksi ini mengakibatkan
penyakit dengan spektrum luas yaitu demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD). Diagnosis klinis dari DD yakni :
penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih gejala seperti
nyeri kepala, nyeri sendi dan otot, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau
uji bendung positif), leukopenia. Adapun pemeriksaan serologi IgM anti dengue
positif ditunjukkan pada DD.8,9

DBD mampu menjangkit anak dan dewasa. Masa inkubasi penyakit ini terjadi
selama 4-6 hari. Adapun diagnosis dari DBD yakni : demam tinggi yang mendadak
selama 2-7 hari ; terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan (uji bendung
positif, petekie, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gui, hematemesis,
melena) ; trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/uL) ; terdapat minimal satu
tanda-tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥ 20% ; penurunan
hematokrit ≥ 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya ; tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,
asites, atau hipoproteinemia).8
Masa kritis dari DBD terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang
bervariasi. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. Pada
pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura. Dimana berat-ringannya efusi
pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit.4,5,6 SSD merupakan
keadaan infeksi virus dengue yang parah, disertai dengan seluruh kriteria DBD dan
terjadi kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, penyempitan tekanan nadi
(<20 mmHg), hipotensi, akral dingin, dan gelisah. Dengan diagnosis dini dan
penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila
terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat
dengan berbagai penyulitnya sehingga memperburuk prognosis. Tanda prognostik
baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.4,8
Berdasarkan WHO, derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat yaitu :
I. Demam, manifestasi perdarahan (hanya uji tourniquet positif) dan bukti
adanya kebocoran plasma. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
trombositopenia < 100.000 dan HCT meningkat > 20%
II. Sama dengan derajat I ditambah dengan manifestasi perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan lain
III. Sama dengan derajat I atau II dengan tanda kegagalan sirkulasi seperti :
gelisah, nadi cepat, tekanan nadi menurun, disertai kulit yang dingin
IV. Sama dengan derajat III ditambah profound syok dengan nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak dapat diukur.1

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis infeksi virus dengue memerlukan laboratorium konfirmasi, baik dengan
mengisolasi virus atau mendeteksi antibodi-dengue tertentu. Untuk isolasi virus
atau deteksi DENV RNA dalam spesimen serum oleh-serotipe tertentu, real-time
membalikkan reaksi transcriptase polymerase chain (RT-PCR), sebuah fase akut
spesimen serum harus dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari onset gejala. Jika virus
tidak dapat dipisahkan atau terdeteksi dari sampel ini, spesimen serum yang
dibutuhkan setidaknya 6 hari setelah timbulnya gejala untuk membuat diagnosis
serologi dengan tes antibodi IgM untuk demam berdarah dengan IgM antibodi-
capture enzyme-linked immunosorbent Assay (ELISA MAC).8,9

Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan penilaian terhadap jumlah leukosit,


jumlah trombosit, dan kadar hematokrit. Jumlah leukosit biasanya menurun
dengan dominasi sel neutrofil. Terdapat penurunan jumlah trombosit menjadi ≤
100.000/μl atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan pandangan besar (lpb) dengan
rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb. Umumnya trombositopenia terjadi
sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun, yaitu pada
hari sakit ke-3 sampai ke-7. Pemeriksaan dilakukan pertama pada saat pasien
diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari sakit ketiga, tetapi bila
perlu, diulangi setiap hari sampai suhu turun. Peningkatan nilai hematokrit yang
menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD. Hal tersebut
merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan
hematokrit 20% atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau
perdarahan.6,7,8

2.6 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan infeksi virus dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik,
diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai,
cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda
syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak
lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak
tertolong.9 Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan
para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Prinsip dasar penatalaksanaan
DBD adalah bersifat suportif dan simptomatis karena belum ada obat spesifik
untuk DBD.6,8,9 Tindakan suportif dilakukan dengan penggantian cairan tubuh
yang hilang karena kebocoran plasma sebagai akibat dari peningkatan
permeabilitas kapiler. Perembesan plasma yang berlangsung selama 24-48 jam
akan menyebabkan terjadinya syok, anoksia, asidosis, dan kematian sehingga
harus diusahakan deteksi dini akan adanya perembesan plasma untuk mencegah
syok yang akan terjadi. Perembesan plasma terjadi pada saat peralihan fase demam
(fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris). Fase tersebut merupakan saat
kritis karena dapat merupakan awal fase syok. Masa krisis pada umumnya terjadi
pada hari sakit ketiga sampai kelima, oleh sebab itu pada masa tersebut
kewaspadaan perlu ditingkatkan dengan memberikan pengawasan klinis dan
pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Kunci keberhasilan tindakan
terletak pada pemilihan jenis cairan (pemberian cairan kristaloid isotonik
merupakan pilihan untuk menggantikan volume plasma) dan kecermatan
penghitungan volume cairan pengganti.8,9

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan tirah baring selama masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat
diberikan apabila diperlukan, untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan
pemberian parasetamol, dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus
buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama
2 hari, monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.6,8

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah
atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Tindakan simtomatis antara lain pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat
diberikan adalah golongan acetaminofen (parasetamol) dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali, diberikan 3-4 kali perhari sampai panas reda. Rasa haus dan
keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu,
serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan
80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap
harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping
antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam. Pada DBD derajat I dan II,
cairan awal yang diberikan dapat berupa Ringer Laktat atau normal salin dengan
perhitungan sebagai berikut:
 BB < 15 kg : 6-7 ml/kgBB/jam
 BB 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 BB > 40 kg : 3-4 ml/kgBB/jam
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase
demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak
hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali.Apabila terjadi perbaikan seperti
pasien tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, dan diuresis cukup, maka
tetesan dapat dikurangi sesuai dengan kebutuhan cairan pasien. Apabila terjadi
perburukan seperti pasien gelisah, mengalami distress pernapasan, frekuensi nadi
naik, hipotensi, tekanan nadi 20 mmHg, diuresis kurang, dan pengisian kapiler
> 2 detik, maka penatalaksanaan yang diberikan adalah sesuai dengan protokol
penatalaksanaan syok (seperti bagan di bawah).10
DBD derajat I atau II

Cairan Awal
RL/NS BB < 15 kg : 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg : 3-4 ml/kgBB/jam

Pastikan tanda-tanda vital tiap 3 jam, Ht, dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tanpa tanda syok,Ht tetap Perburukan


tinggi
Gelisah
Distress nafas
Frekuensi nadi naik
Tidak gelisah Hipotensi/tekanan
Nadi kuat nadi < 20 mmHg
Tekanan darah stabil Diuresis kurang
Diuresis cukup Pengisian kapiler > 2
Ht turun detik

Tetesan dikurangi
Tetesan dipertahankan Masuk ke protocol syok

Rumatan
atau sesuai
kebutuhan Pantau lebih ketat tanda
vital tiap 3 jam

Perbaikan
Sesuaikan tetesan

Rumatan

IVFD stop pada 24-48 jam


Bila tanda vital/Ht stabil dan dieresis
cukup

Bagan 1. Tatalaksana Kasus DBD Derajat I dan II10


1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 l/menit)
2. Penggantian volume plasma segera (cairan
kristaloid isotonis)
Ringer Laktat/NaCl 0,9% 20 ml/KgBB secepatnya
(bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi? Syok tidak


Syok teratasi Pantau tanda vital @ 10 menit teratasi
Catat balans cairan selama pemberian cairanintravena

Kesadaran membaik
Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat
Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi >20 mmHg
Tekanan nadi <20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis
Distress pernafas/sianosis
Ekstremitas hangat
Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
Ekstremitas dingin

Cairan dan tetesan disesuaikan


10 ml/kgBB/jam Lanjutkan cairan
20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat
Tanda Vital Tambahkan koloid/plasma
Tanda Perdarahan Dekstran/FPP
Diuresis 10-20 (max 30) ml/kgBB/jam
Hb, Ht, trombosit
Koreksi Asidosis
Syok teratasi Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam/ Ht<40%
5 ml/kgBB/jam

Syok belum teratasi

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Ht turun Ht tetap
tinggi

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB diulang


Infus stop tidak lebih dari 48 jam sesuai kebutuhan
setelah syok teratasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Syok pada Demam Berdarah Dengue10


2.7 Prognosis
Prognosis infeksi virus dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi
yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah
terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang
adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung
berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang,
terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan
intrakranial.6,9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : MRJ (MEIKA REDIKA JAYADI)
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Gunung Agung, Denpasar
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 12 Februari 2019
PRN : 00109622

3.2 Heteroanamnesis (Ibu Pasien)


Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dalam keadaan sadar diantar oleh orangtua pasien dengan keluhan
demam. Demam dikatakan muncul sejak 4 hari sebelum datang ke RS Kasih Ibu
Denpasar. Demam dikatakan mendadak tinggi namun belum diukur. Demam
sempat turun dengan pemberian obat penurun panas namun naik kembali. Keluhan
kejang dan menggigil disangkal oleh ibu pasien. Pasien juga dikeluhkan
mengalami pusing, mual, batuk dan pilek bersamaan dengan waktu timbulnya
demam. Selain itu, pasien juga dikatakan BAB encer sebanyak 3 kali sejak pagi
hari sebelum MRS. Dikatakan tidak ada lendir maupun darah pada feses pasien.
Pasien mengatakan dirinya merasa lemas saat MRS. Keluhan muntah, keluar darah
dari hidung, gusi berdarah, BAB hitam/berdarah, nyeri sendi, dan nyeri perut
disangkal orangtua pasien. Makan pasien dikatakan sedikit berkurang sejak sakit
namun minum masih banyak. Buang air kecil dikatakan normal berwarna kuning
jernih, terakhir pagi sebelum datang ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien dikatakan pernah menderita demam berdarah saat duduk di kelas 1 SD dan
dirawat juga di RS Kasih Ibu Denpasar. Riwayat penyakit lain seperti penyakit
genetic, kongenital atau penyakit didapat lainnya disangkal orangtua pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Pribadi Sosial Lingkungan


Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adik pasien saat ini dikatakan
dalam kondisi sehat. Pasien tinggal bersama kedua orangtua, adik, dan nenek
pasien. Riwayat tetangga yang punya keluhan yang sama dikatakan tidak ada
namun teman pasien dikatakan banyak yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien. Di sekitar rumah dikatakan tidak pernah dilakukan fogging begitu
pula dengan lingkungan sekolah pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien dikatakan sempat diajak berobat ke dokter dan diberikan obat, namun
keluhan belum membaik hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dikatakan lengkap sesuai umur diperoleh di dokter spesialis anak.

Riwayat Persalinan
Pasien dikatakan lahir normal di rumah sakit dan langsung menangis. Berat badan
lahir dikatakan 3.300 gram, panjang badan saat lahir dikatakan 41 cm. Tidak ada
kelainan saat lahir.

Riwayat Nutrisi
 ASI : 0 – 10 bulan.
 Susu Formula : kadang-kadang diberikan setelah usia 6 bulan
 Nasi Tim : diberikan mulai umur 6 bulan
 Makanan Dewasa : mulai usia 2 tahun hingga sekarang.
 Food recall 24 jam: bubur 3 x ½ piring

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien saat ini duduk di sekolah dasar kelas 5. Pasien dikatakan dapat mengikuti
pelajaran dengan baik dan selalu naik kelas. Pasien dikatakan memiliki banyak
teman dan tidak ada gangguan aktivitas fisik.

3.3 Pemeriksaan Fisik


 Status Present
 Kesan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Nadi : 80x/menit
 Respirasi : 20x/menit
 Tax : 37,8 C
 TD : 110/70
 BB : 24 kg
 TB : 115 cm
 BB ideal : 28 kg
 Status Gizi : 95 % (Gizi Baik)

 Status General :
 Kepala : Normocephali.
 Mata : anemia -/-, ikterus -/-, Refleks Pupil +/+ isokor, cowong -/-
 THT
Telinga : sekret +/+, serous
Hidung : Napas Cuping Hidung (-), konka edema -/-
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar (-)
 Thoraks:
 Cor : Inspeksi: precordial bulging (-), iktus kordis tidak tampak
Auskultasi: S1 S2 normal regular, murmur (-)
 Pulmo : Inspeksi gerakan dada simetris statis dan dinamis, retraksi(-)
Auskultasi: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Hepar dan lien tidak teraba
 Extremitas : Akral hangat pada keempat ektremitas (+), sianosis (-),
edema (-), CRT<2 detik

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap :
 WBC : 4.77 x 103/uL
 HB : 14.90 g/dL
 HCT : 42.10 %
 PLT : 142 x 103/uL

3.5 Diagnosis
Obs. Febris ec susp. Demam Dengue dd/ Demam Berdarah Dengue, demam hari
ke-4

3.6 Planning
1. Planning Terapi
-Rawat Inap
-IVFD RL 22 tpm
-Praxion forte 3 x 5 ml
-Trifed syr 3 x 6 ml
-Interpect syr 3 x 5 ml
-Liprolac 1 x 1
-Zincpro syr 1 x 5 ml
-Diet nasi 3 kali sehari
-Minum banyak 1,5-2 liter per hari
2. Planning Diagnosis
-Cek ulang DL
-Cek IgM dan IgG anti Dengue
-Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, cairan masuk-cairan keluar, tanda-tanda
perdarahan.

3.7 Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam
Ad fungsionam : dubius ad bonam
Ad sanationam : dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Virus dengue termasuk dalam family Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi virus dengue mengakibatkan
penyakit dengan spektrum luas yaitu demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD). Diagnosis klinis dari DD yakni :
penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih gejala seperti
nyeri kepala, nyeri sendi dan otot, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau
uji bendung positif), leukopenia. Adapun pemeriksaan serologi IgM anti dengue
positif ditunjukkan pada DD.8,9

DBD adalah infeksi virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma. Gejala
yang muncul diantaranya demam, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri perut, nafsu makan
menurun, mual, muntah Adapun diagnosis dari DBD yakni : demam tinggi yang
mendadak selama 2-7 hari ; terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan (uji
bendung positif, petekie, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gui,
hematemesis, melena) ; trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/uL) ;
terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥
20% ; penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya ; tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,
asites, atau hipoproteinemia).8

Masa kritis dari DBD terjadi pada akhir fase demam. Pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang
bervariasi. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. Pada
pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura. Dimana berat-ringannya efusi
pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit.4,5,6

SSD merupakan keadaan infeksi virus dengue yang parah, disertai dengan seluruh
kriteria DBD dan terjadi kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah,
penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi, akral dingin, dan gelisah.
Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi
dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat,
syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya sehingga
memperburuk prognosis. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup
dan kembalinya nafsu makan.4,8

Berdasarkan WHO, derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat yaitu :


I. Demam, manifestasi perdarahan (hanya uji tourniquet positif) dan bukti
adanya kebocoran plasma. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
trombositopenia < 100.000 dan HCT meningkat > 20%
II. Sama dengan derajat I ditambah dengan manifestasi perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan lain
III. Sama dengan derajat I atau II dengan tanda kegagalan sirkulasi seperti :
gelisah, nadi cepat, tekanan nadi menurun, disertai kulit yang dingin
IV. Sama dengan derajat III ditambah profound syok dengan nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak dapat diukur.1

Pada kasus ini ditemukan pasien dikeluhkan demam sejak 4 hari sebelum datang
ke RS. Demam dikatakan mendadak tinggi, sempat turun dengan obat penurun
panas namun kemudian naik kembali, demam tidak disertai kejang dan tidak
disertai mengigil. Pada saat datang, pasien tidak dalam kondisi demam dimana
suhu aksila pasien yang terukur adalah 36,60 C.

Pasien juga dikeluhkan mengalami mual dan sakit kepala sejak 1 hari sebelum
dating RS. Keluhan muntah, keluar darah dari hidung, gusi berdarah, BAB
hitam/berdarah, nyeri sendi, nyeri perut, batuk, pilek dikatakan tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik pembesaran hati tidak ditemukan pada pasien. Sedangkan
pemeriksaan dengan rumple leed test ditemukan positif pada pasien ini. Pada kasus
ini didapatkan nilai trombosit menurun yakni 98 k/ul

4.2 Penatalaksanaan
Pada dasarnya prinsip penatalaksanaan pasien demam dengue bersifat suportif.
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan tirah baring selama masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat
diberikan apabila diperlukan, untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan
pemberian parasetamol, dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus
buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama
2 hari, monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.6,8

Pada kasus ini, pasien tidak ditemukan tanda-tanda kegawatan, namun trombosit
pasien masih dibawah normal, sehingga pasien disarankan untuk dirawat inap..
Pada pasien terapi yang penting diberikan adalah cairan yang adekuat sehingga
diberikan IVFD NS 20 tpm, dan diberikan obat penurun panas jika perlu. Pada
pasien juga direncanakan cek DL tiap hari guna mengetahui hasil trombosit pada
pasien. Edukasi pada pasien yaitu berupa minum banyak dengan volume 1,5-2 liter
per hari dapat berupa air putih, jus buah, susu, sirup dan monitoring jika kondisi
memburuk seperti kaki tangan dingin, lemah, gelisah, tanda-tanda pendarahan,
muntah terus-menerus.

BAB V
SIMPULAN
1. Virus dengue termasuk dalam family Flaviviridae dengan 4 serotipe berbeda yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue ditularkan oleh nyamuk dari
genus Aedes seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
2. Infeksi virus dengue menyebabkan penyakit dengan spektrum luas yaitu : demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD).
3. Diagnosis klinis dari DD yakni : penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih gejala seperti nyeri kepala, nyeri sendi dan otot, ruam kulit,
manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif), leukopenia. Adapun
pemeriksaan serologi IgM anti dengue positif ditunjukkan pada DD.
4. Diagnosis dari DBD yakni : demam tinggi yang mendadak selama 2-7 hari ;
terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan (uji bendung positif, petekie,
ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gui, hematemesis, melena) ;
trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/uL) ; terdapat minimal satu tanda-
tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit ≥ 20% ; penurunan hematokrit ≥
20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya ; tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia).
5. SSD merupakan keadaan infeksi virus dengue yang parah, disertai dengan seluruh
kriteria DBD dan terjadi kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah,
penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi, akral dingin, dan gelisah.
6. Penatalaksanaan pada infeksi virus dengue bersifat suportif dan simptomatis
terutama lebih ditujukan untuk mengatasi terjadinya kekurangan cairan.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2007. Dengue Hemorrhagic Fever : Diagnosis Treatment, Prevention and


Control. Geneva ; 43-46
2. Gill GV. 2006. Dengue and Yellow Fever. In : Tropical Medicine. Fifth Edition.
Editors : Gill GV, Beeching NJ. Blackwell Publishing. Massachusetts. Pp : 262-
266.
3. Rothman AL, Ennis FA. 2004. Immunopathogenesis of Dengue Hemorrhagic
Fever. Virology ; 257 : 1-6.
4. Darmowandowo,Widodo. 2006. Infeksi Virus Dengue. Continuining Education :
Kapita Selekta Kedokteran Anak. Surabaya : FK Unair/RSU Dr Soetomo.
5. Halstead, S.B., 2007. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita
F., eds. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed.. Philadelphia: Saunders Elsevier,
1412-1414.
6. U.S. Department Of Health And Human Services Centers for Disease Control and
Prevention. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever ; 1-4
7. Chuansumrit,A., and Tangnararatchakit,K. 2005. Pathophysiology And
Management Of Dengue Hemorrhagic Fever. Transfusion Alternatives in
Transfusion Medicine : 8 (Suppl. 1) ; 3–11
8. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. 2006. In : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, KMS, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit FKUI ; p. 1709-1721.
9. Nimmannitya,S., Gubler,DJ., Biswas,A. 2008. Guidelines for Clinical
Management of Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock
Syndrome. Directorate General of Health Services Ministry of Health & Family
Welfare ; 3-24.
10. Pedoman Pelayananan Medis Kesehatan Anak. 2011. SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ; 208-214

Anda mungkin juga menyukai