Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. 4

Gambar 2.1 Anatomi telinga 5

1. Telinga Luar

Gambar 2.2 Anatomi telinga luar 6

2
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf ”S”, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar
keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.7
Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap
liang telinga sementara procesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf
fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalam ke lateral menuju
prosesus stilodeus di posteroinferior liang telinga, dan berjalan dibawah liang
telinga untuk memasuki kelenjar parotis8.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah rongga berisi udara didalam tulang temporalis yang
terbuka melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui
nasofaring keluar. Tuba biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan,
dan menguap saluran ini terbuka, sehingga tekanan dikedua sisi gendang
telinga seimbang.8

Gambar 2.3 Membran timpani dan auditori osikuli 8

3
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,
batas depan yaitu tuba eustachius, batas bawah yaitu vena jugularis (bulbus
jugularis), batas belakang yaitu aditus ad antrum, kanalis facialis pars
vertikalis. Batas atas yaitu tegmen timpani (meningens/otak), dan batas dalam
berturut-turut dari atas kebawah yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis
facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promomtorium.8
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di
dalam telinga saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada inkus,
dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di
tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustahius termasuk dalam telinga
tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. 8
3. Telinga Dalam
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,
terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin bagian tulang
dan labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis
semisirkularis, vestibulum dan koklea. Labirin bagian membran terletak didalam
labirin bagian tulang, dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus,
sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.8
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-
sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang
ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung
kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena
pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel
rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.

4
Gambar 2.4 Vestibulum 9
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang
juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus
terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis
semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai
suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut
krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan
endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang
selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang
sel rambut reseptor.8

Gambar 2.5 Anatomi telinga dalam 8


Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah
putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas
saraf dan sup\lai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan

5
menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai
sel-sel sensorik organ corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga
bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe.
Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus
koklearis oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala
timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala
berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus
koklearis melalui suatu celah yang dkenal sebagai helikotrema. Membrana
basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada
rendah).8
Organ of corti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf
sebagai respon terhadap getaran membrana basiler. Organ of corti terletak
pada permukaan serat basilar dan membrana basilar. Terdapat dua tipe sel
rambut yang merupakan reseptor sensorik yang sebenarnya dalam organ corti
yaitu baris tunggal sel rambut interna, berjumlah sekitar 3500 dan dengan
diameter berukuran sekitar 12 mikrometer, dan tiga sampai empat baris
rambut eksterna, berjumlah 12.000 dan mempunyai diameter hanya sekitar 8
mikrometer. Basis dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan akhir
saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 persen ujung-ujung ini berakhir di sel-
sel rambut bagian dalam, yang memperkuat peran khusus sel ini untuk
mendeteksi suara. Serat-serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke ganglion
spiralis corti yang terletak didalam modiolus (pusat) koklea.8
4. Vaskularisasi Telinga Dalam
Telinga dalam mendapatkan darah dari a. auditori interna (a. labirintin)
yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau dari a. basilaris yang
merupakan suatu end artery dan tidak mempunyai pembuluh darah
anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang
menjadi tiga, yaitu:

6
a. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian
macula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral
serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari
koklea.
c. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-
pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala
timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama yaitu vena
auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus
koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir
pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis
semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan
masuk ke sinus sigmoid. 8
B. Fisiologi Pendengaran
Suara ditandai oleh nada, intensitas, kepekaan.
1. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi suatu getaran. Semakin tinggi
frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi
gelombang suara dari 20 sampai 20.000 siklus per detik, tetapi paling peka
terhdap frekuensi 1000 dan 4000 siklus per detik.
2. Intensitas atau Kepekaan. Suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah bertekanan tinggi
dan daerah berpenjarangan yang bertekanan rendah. Semakin besar
amplitudo semakin keras suara. Kepekaan dinyatakan dalam desible (dB).
Peningkatan 10 kali lipat energi suara disebut 1 bel, dan 0,1 bel disebut
desibel. Satu desibel mewakili peningkatan energi suara yang sebenarnya
yakni 1,26 kali. Suara yang lebih kuat dari 100 dB dalam merusak
perangkat sensorik di koklea.

7
3. Kualitas suara atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan,
yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar. Nada-nada tambahan
juga yang menyebabkan perbedaan khas suara manusia
4. Frekuensi suara yang dapat didengar oleh orang muda adalah antara 20
dan 20.000 silkuls per detik. Namun, rentang suara bergantung pada
perluasan kekerasan suara yang sangat besar. Jika kekerasannya 60 desibel
dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan suara, rentang suara adalah samapai
500 hingga 5000 siklus per detik. Hanya dengan suara keras rentang 20
sampai 20.000 siklus dapat dicapai secara lengkap. Pada usia tua, rentang
frekuensi biasanya menurun menjadi 50 sampai 8.000 siklus per detik atau
kurang. Suara 3000 siklus per detik dapat didengar bahkan bila
intensitasnya serendah 70 desibel dibawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan
suara. Sebaliknya, suara 100 siklus per detik dapat dideteksi hanya jika
intensitasnya 10.000 kali lebih besar dari ini.
Gelombang suara yang memasuki telinga melalui kanalis auditorius
eksterna menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan oleh
tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah.
Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga koklea
serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga koklea terbagi oleh dua
sera menjadi tiga ruangan, yaitu skala vestibuli, skala tympani dan skala
perilimfe dan endolimfe. Antara skala tympani dan skala medial terdapat
membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus
cochlearis. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana
nada tinggi diterima di bagian basal dan nada rendah diterima di bagian apeks.
Akibat gerakan membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut
sensitif di dalam organ corti.7
Organ corti kemudian merubah getaran mekanis di dalam telinga dalam
menjadi impuls saraf. Impuls ini kemudian dihantar melalui akson atau cabang
saraf sel-sel ganglion pada ganglion spiralis telinga dalam. Akson dari ganglion
spiralis menyatu, membentuk nervus auditorius atau koklearis yang membawa

8
impuls dari sel-sel di dalam organ corti telinga dalam ke otak untuk
diinterpretasi.7
C. Anatomi Hidung
1) Anatomi Hidung Luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat
digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan;
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk
hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1)
pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip),
4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior).4

Gambar 2.6 Anatomi Hidung Luar4


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung

9
(os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ;
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.4

Gambar 2.7 Anatomi Kerangka Hidung Luar5


Dikutip dari: Textbook of Otorhinolaringology

2) Anatomi Hidung Dalam


Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.4

10
Gambar 2.8 Dinding Lateral Kavum Nasi4
Dikutip dari: Netter’s clinical anatomy 2nd ed
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina
perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis
os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kuadrangularis) dan kolumela.5

Gambar 2.9 Tulang pada Kavum Nasi4

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan


periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa
hidung. Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan
dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding
lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan

11
letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah
konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil
disebut konka suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter.5
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila
dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus,
ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior.
Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan
dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium)
duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. 4
Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus
semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu
celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila
dan sinus etmoid anterior. 4
Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding
inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os
palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh
lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.4

Gambar 2.10 Konka pada Hidung4

12
3) Kompleks Osteomeatal (KOM)
Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior
yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus
paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka
media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM
adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula
etmoid, agger nasi dan ressus frontal.5
Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena
sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah
sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus
frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut
sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat
langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara
prosesus unsinatus dan konka media.5

Gambar 2.11 Kompleks Osteomeatal5


Dikutip dari: Textbook of Otorhinolaringology

13
D. TINITUS
1. Definisi
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi
suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik
maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa
bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum, atau berbagai macam
bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi.
Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut
periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih
berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal
ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising
ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari-
harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh
diri.1,2
Tinitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif. Dikatakan
tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dan
dikatakan tinnitus subjektif jika tinnitus hanya dapat didengar oleh
penderita.1,2
2. Klasifikasi Tinitus
Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga
luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari
sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus otik dan tinitus somatik.
Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik,
sedangkan kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan
saraf tetapi masih di dalam area kepala atau leher.1
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus
objektif dan tinitus subjektif.
a) Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh
pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya

14
bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau
kardiovaskuler di sekitar telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga
tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat
dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular
dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang
berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi
spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten
juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari
nasofaring ke rongga tengah. 2
b) Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh
penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus subjektif bersifat
nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif
traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran.
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya.
Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan
intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya
mungkin lebih tinggi.2
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa,
tinitus dapat dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.
a. Tinitus Pulsatil
Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut
jantung. Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil
dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular.
Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron
dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinitus nonvaskular
digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam
telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan mendengarkannya
menggunakan stetoskop.
b. Tinitus Nonpulsatil

15
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat
didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging,
berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising
bergemuruh di dalam telinganya.
Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya
paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang hari efek
penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan
pasien tidak menyadari suara tersebut.4
3. Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam.
Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa
kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan
vascular, tinitus karena obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1) Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan
mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah
tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur
tengkorak, Whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal
dari artritis sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis TMJ
akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ
mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara
pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2) Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat
pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan dari
n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada n.VIII, tumor yang mengenai
n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV dikenal juga

16
dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan n.VIII karena
adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.
3) Tinitus karena kelainan vascular
Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar
bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular
yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk
deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan
sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin
sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga
untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi
arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat
menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus
jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi
tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada
tumor glomus jugulare.
4) Tinitus karena kelainan metabolik
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan
hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat
meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga
untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi
vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.

17
5) Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple sclerosis
adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system
saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di
antaranya kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada
sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan
keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul gejala tinitus.
6) Tinitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat
sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi,
anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk
muncul.
7) Tinitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan
yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine,
methotrexate, vinkristin
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide lain-lain,
seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah
8) Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada
tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan
membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani
dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.
9) Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem),
serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan
tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.

18
10) Tinitus akibat sebab lainnya
a. Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan
kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising
melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran
korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz.
Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,
simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz
atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme,
aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.
Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas
penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki disbanding perempuan.
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural.
Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu
penambahan volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan
endolimfa dan gangguan klinik pada membrane labirin1,4,5,6

3. Patofisiologi
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam

19
berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga
terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan
konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar,
otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting
pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya
seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis.
Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba
eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta
otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan
vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka
suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi,
terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti
penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga
terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo
dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres
akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan
tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.1,4,6

20
4. Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
a. Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan
diagnosis tinitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu
ditanyakan, diantaranya:
- Kualitas dan kuantitas tinnitus
- Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
- Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung,
menderu, ataupun mendesis dan bunyi lainnya
- Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau
malam hari
- Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan
pendengaran serta gangguan neurologik lainnya.
- Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam
satu menit dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan
yang patologik, tetapi jika tinitus berlangsung selama 5 menit,
serangan ini bias dianggap patologik.
- Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-
obatan dengan sifat ototoksik
- Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
- Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam


mendiagnosis pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering
terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan myoklonus palatal sering
terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan
neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan

21
intoksikasi obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien
susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telinga kanan atau
telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi
kelainan patologis di saraf pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan
sklerosis multipel.
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan
sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada
rendah seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear
(hidrop endolimfatikus).1
b. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang baik, diharapkan sesuai dengan
diagram berikut:
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan
auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar
pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinitus juga dapat didengar
oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus ditentukan sifat dari
suara tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka
kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika
suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka
kemungkinan besar tinitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinua,
maka kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang
terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan
audiometri. Hasilnya dapat beragam, di antaranya:
- Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.
- Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis
ataupun otitis kronik.

22
- Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal
ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin disebabkan karena
terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula
perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus
disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.
- Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang
di atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan
ataupun MRI. Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada
tidaknya kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multipel
sklerosis, infark dan tumor.7
5. Penatalaksanaan
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui
penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya
serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang
sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar
diketahui.
Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang
efektif untuk tinitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat
dibagi dalam 4 cara yaitu :
a. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu
dengar atau tinitus masker.
b. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan
relaksasi setiap hari.
c. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer,
antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin, dan mineral.

23
d. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh
akustik neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras
terdengar dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur,
dikatakan bahwa tindakan ini dapat menghilangkan keluhan pada pasien.
Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear nerve section merupakan
tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.
e. Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu
penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu
mengurangi tinitus. Hal ini dikemukakan oleh Dobie RA, 1999. Obat-
obatan yang biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam yang
dipakai dalam dosis rendah, obat ini merupakan obat golongan
benzodiazepine yang biasanya digunakan sebagai pengobatan gangguan
kecemasan. Obat lainnya adalah amitriptyline atau nortriptyline yang
digunakan dalam dosis rendah juga, obat ini adalah golongan antidepresan
trisiklik.4
f. Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang
atau obat tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang
tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan
bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi dengan
gangguan tersebut.
g. Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi
akustik dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan
Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan
menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan
yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi
hubungan system auditorik ke sistem limbik dan system saraf otonom.
TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi
dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan toleransi
terhadap suara. TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus

24
tidak dapat dikurangi atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana
pasien diberikan suara lain sehingga keluhan telinga berdenging tidak
dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara radio FM
yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinitus disertai
dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang
disertai dengan masking.10
h. TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan
keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi
terhadap suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien,
mendapatkan informasi untuk memberikan konseling yang tepat dan
membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi. 1,4
i. Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya:
- Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.
- Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan
tekanan darah yang merupakan salah satu penyebab tinitus.
- Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan
nikotin
- Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
- Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari
kelelahan. 4

E. OTITIS MEDIA AKUT


Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa liang telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non-supuratif, dimana masing-masing
memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk dalam bentuk otitis
media supuratif.5 Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang
mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3
minggu.

25
1. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring
dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi.
Otitis media akut ini bisa terjadi karena pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan
tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Sumbatan
juga dapat dikarenakan adanya massa yang menyumbat seperti tumor ataupun
akibat pemasangan tampon.9 Karena fungsi tuba terganggu, pencegahan invasi
kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam
telinga tengah dan terjadi peradangan. Infeksi saluran napas atas juga alergi dapat
menjadi pencetus. Bayi dan anak-anak memiliki tuba Eustachius yang lebih
horizontal, pendek, dan lebih lebar, hal ini mempermudah terjadinya otitis media
akut pada anak yang sering terserang infeksi saluran napas (gambar 1.5).10

Kuman penyebab utama pada otitis media akut ialah bakteri piogenik,
seperti Streptokokus hemoltikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu
kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
anak yang berusia dibawah 5 tahun, Escherichia colli, Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa. 11

Gambar 2.11 Tuba Eustachius


2. Patofisiologi dan Stadium
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas atas seperti
batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Infeksi menyebar ke telinga tengah

26
melewati tuba Esutachius. Kuman yang masuk ke tuba Eustachius menyebabkan
reaksi radang dan edema di dinding tuba 8 Eustachius, hal ini menyebabkan fungsi
tuba Eustachius sebagai pencegah invasi kuman ke telinga tengah terganggu.
Kuman dapat terus menyebar ke telinga tengah, terjadi proses radang dan edema
hebat di telinga tengah. Terbentuklah sekret yang awalnya serosa lalu berubah
menjadi purulen yang makin lama bertambah banyak yang menyebabkan bulging
pada membran timpani dan dapat terjadi perforasi. 12
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi otitis media
akut dapat dibagi dalam 5 stadium; 5
Stadium Otitis Media Akut
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga
tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak
normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin
telah terjadi, tetapitidak dapat di deteksi. Stadium ini sukar dibedakan
dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus ataupun alergi.
2. Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi)
Pada stadium hiperemis,tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta
edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang
serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri telinga bertambah hebat. Apabila tekanan
nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat
tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena
kecil dan neksrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran

27
timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan. Di
tempat ini biasanya akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada
stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka
insisi akan meutup kembali sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang
tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika
atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran
timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar.
Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tidur dengan tenang, suhu
badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan
otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensikuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan.
3. Gejala Klinik
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium
penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan
suhu tubuh menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif
akut (OMA)berdasarkan umur penderita, yaitu. 5,12
Bayi dan anak kecil
- Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 39⁰C merupakan tanda khas, sulit
tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-kejang, dan kadang-
kadang anak memegang telinga yang sakit.
Anak yang sudah bisa bicara

28
- Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan
riwayat batuk pilek sebelumya.
Anak lebih besar dan orang dewasa
- Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan pendengaran (rasa penuh dan
pendengaran berkurang).
Diagnosis
1. Anamnesis gejala yang didapati pada pasien
2. Pemeriksaan telinga dengan menggunakan lampu kepala
3. Otoskop untuk melihat gambaran membran timpani yang lebih jelas
4. Kultur sekret dari membran timpani yang perforasi untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab
Diagnosis otitis media akut juga ahrus memenuhi 3 hal berikut10
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh)
di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu tanda berikut:
 Mengembungnya membran timpani
 Gerakan membran timpani yang terbatas
 Adanya bayangan cairan di belakang membran timpani
 Cairan yang keluar dari membran timpani
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan
adanya salah satu diantara tanda berikut:
 Kemerahan pada membran timpani
 Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

29
Otitis media akut harus dibedakan dengan otitis media dengan efusi yang sangat
menyeruoai otitis media akut. Untuk dapat membedakannya perhatikan hal-hal
berikut;10
Gejala dan Tanda Otitis Media Akut Otitis Media Efusi
Nyeri telinga, demam, gelisah + -
Efusi telinga tengah + +
Membran timpani suram + +/-
Membran timpani bulging +/- -
Gerakan membran timpani +
berkurang +

Penatalaksanaan
Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya; (8)
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius dari
sumbatan, sehingga tekanan negatif di telinga tengah menghilang. Diberi
obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12
tahun) atauh HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus
diobati Antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adlah kuman, buka
oleh virus atau alergi.

2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)


Pemberian antibiotika yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau
ampisilin. Ampisilin dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari dibagi dalam
4 dosis atau amoksisilin 40mg/kgB per hari dibagi dalam 3 dosis. Bila
pasien alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin dengan dosis
40mg/kgBB per hari. Pemberian antibiotika dianjurkan diberi selama 7
hari. Selain itu dapat diberikan obat tetes hidung dan analgetika.
3. Stadium supurasi

30
Pemberian antibiotika disertai miringotomi bila membran timpani masih
utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.
4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini sekret banyak keluar dan terkadang keluar secara
berdenyut, sekret yang banyak ini merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman, oleh karena itu sangat perlu dilakukan pencucian
tellinga untuk menghilangkan sekret. Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
5. Stadium Resolusi
Bila tidak terjadi stadium resolusi biasanya sekret akan terus mengalir
melalui perforasi membran timpani. Pada keadaan ini mpemberian
antibiotika dapat dilanjutkan smapai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih terlihat banyak keluar maka kemungkinan telah
terjadi komplikasi mastoiditis. 5
Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan secara a-vue (dilihat
langsung), anak harus tenang, dan dapat dikuasai, sehingga membran timpani
dapat dikuasai dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior inferior
karena didaerah ini tidak didapatkan tulang pendengaran. Untuk tindakan ini harus
menggunakan lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang, memakai
corong telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan steril. 5
Komplikasi
- Otitis media supuratif kronik, yang ditandai dengan keluarnya sekret dari
telinga lebih dari 2 bulan. 5
- Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga
tengah, sehingga dapat timbul mastoiditis, abses-subperiosteal, sampai
komplikasi yang menyerang otak seperti meningitis dan abses otak.7

31
- Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran permanent, cairan di telinga tengah dan otitis media kronik
dapat mengurangi pendengaran anak serta dapat menyebabkan masalah
dalam kemampuan bicara dan bahasa.12

32

Anda mungkin juga menyukai