Anda di halaman 1dari 2

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan

cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat
sehingga aman untuk dikonsumsi.(UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 1 poin 5)

Pada Pasal 86 ayat (1) dan (2) UU Pangan, dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi dan
memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.

Pada dasarnya, setiap orang dilarang mengedarkan pangan tercemar. Hal ini diatur dalam UU Pangan
Pasal 90 dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004. Dalam kedua peraturan ini, yang
dimaksud dengan pangan tercemar adalah pangan yang:

a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan kesehatan atau jiwa
manusia;
b. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;
c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan;
d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau
hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai;
e. diproduksi dengan cara yang dilarang; dan/atau
f. sudah kedaluwarsa.

Dalam pasal 75 ayat (1) UU Pangan dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan produksi pangan
untuk diedarkan dilarang menggunakan:

a. bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; dan/atau
b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan

Secara lebih jelas pada Peraturan BPOM No.7 Tahun 2018 dinyatakan bahwa Pangan Olahan yang
diproduksi atau dimasukkan untuk diedarkan di wilayah Indonesia dilarang menggunakan:

a. Bahan Baku yang dapat mengganggu, merugikan,


b. dan/atau membahayakan; dan/atau
c. Bahan Baku yang mengandung narkotika,
d. psikotropika, nikotin, tumbuhan yang dilindungi,
e. dan/atau satwa yang dilindungi.

Dalam kasus ini, ditemukan produk permen yang dicurigai mengandung amfetamin dan
metamfentamin. Amfetamin dan Metamfetamin merupakan zat yang termasuk pada Narkotika
Golongan I.

Pada UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkoba pada Pasal 7 dinyatakan bahwa narkotika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada pasal 8 dinyatakan bahwa

(1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta
reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Jika pelaku usaha terbukti menjual produk yang didalamnya mengandung zat yang berbahaya bagi
kesehatan dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

a. denda;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
d. ganti rugi; dan/atau
e. pencabutan izin.

Selain itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dapat juga dihukum pidana. Dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur bahwa pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal
pangan sudah ada standar keamanan pangan dan mutu pangan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Maka,
jika penjual terbukti menjual produk pangan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan dan mutu
pangan, maka ia juga melanggar ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha yang
melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen tersebut, dapat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Dalam kasus ini, zat yang ditambahkan termasuk dalam narkotika golongan I, maka jika terbukti
terdapat amfetamin dan metamfetamin dalam produk permen tersebut, pelaku usaha akan dijatuhkan
hukum pidana yang tercantum pada pasal 114 UU Narkotika yaitu Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual
beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8 ayat (1) dan pasal 62
ayat (1)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 1 poin 5, Pasal 75 ayat (1), Pasal 86 ayat
(1) dan (2), Pasal 90 ayat (1),

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 7, 8, dan 114.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan;

Anda mungkin juga menyukai