Anda di halaman 1dari 24

Karakteristik kimia air

PH DAN ASIDITAS
POTENSI REDOKS
OKSIGEN TERLARUT KARBONDIOKSIDA
ALKALINITAS
KESADAHAN
BAHAN ORGANIK

pH
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jump to navigation Jump to search

Asam dan Basa

Tetapan disosiasi asam


Ekstraksi asam–basa
Reaksi asam-basa
Tetapan disosiasi
Fungsi keasaman
Larutan dapar
pH
Afinitas proton
Swaionisasi air

Tipe Asam

Brønsted–Lowry · Lewis · Mineral


Organik

Tipe Basa

Brønsted–Lowry · Lewis · Organik


 l

 b

 s

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion
hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara
eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoretis. Skala pH bukanlah skala
absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan
berdasarkan persetujuan internasional.[1]

Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen
pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa
rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk powerp[2] (pangkat), yang lainnya
merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti pangkat)[3], dan ada pula yang merujuk
pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang
berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif"[4].

Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan
dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada
tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang
terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran,
pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu saja bidang-bidang sains
dan teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah.

Daftar isi
 1 Definisi

o 1.1 pH

o 1.2 p[H]

o 1.3 pOH

 2 Lihat pula

 3 Referensi
 4 Pranala luar

Definisi
pH

pH didefinisikan sebagai minus logaritma dari aktivitas ion hidrogen dalam larutan berpelarut
air.[5] pH merupakan kuantitas tak berdimensi.

dengan aH adalah aktivitas ion hidrogen. Alasan penggunaan definisi ini adalah bahwa aH dapat
diukur secara eksperimental menggunakan elektrode ion selektif yang merespon terhadap
aktivitas ion hidrogen ion. pH umumnya diukur menggunakan elektrode gelas yang mengukur
perbedaan potensial E antara elektrode yang sensitif dengan aktivitas ion hidrogen dengan
elektrode referensi. Perbedaan potensial pada elektrode gelas ini idealnya mengikuti persamaan
Nernst:

dengan E adalah potensial terukur, E0 potensial elektrode standar, R tetapan gas, T temperatur
dalam kelvin, F tetapan Faraday, dan n adalah jumlah elektron yang ditransfer. Potensial
elektrode E berbanding lurus dengan logartima aktivitas ion hidrogen.

Definisi ini pada dasarnya tidak praktis karena aktivitas ion hidrogen merupakan hasil kali dari
konsentrasi dengan koefisien aktivitas. Koefisien aktivitas ion hidrogen tunggal tidak dapat
dihitung secara eksperimen. Untuk mengatasinya, elektrode dikalibrasi dengan larutan yang
aktivitasnya diketahui.

Definisi operasional pH secara resmi didefinisikan oleh Standar Internasional ISO 31-8 sebagai
berikut:[6] Untuk suatu larutan X, pertama-tama ukur gaya elektromotif EX sel galvani

elektrode referensi | konsentrasi larutan KCl || larutan X | H2 | Pt

dan kemudian ukur gaya elektromotif ES sel galvani yang berbeda hanya pada penggantian
larutan X yang pHnya tidak diketahui dengan larutan S yang pH-nya (standar) diketahui pH(S).
pH larutan X oleh karenanya

Perbedaan antara pH larutan X dengan pH larutan standar bergantung hanya pada perbedaan dua
potensial yang terukur. Sehingga, pH didapatkan dari pengukuran potensial dengan elektrode
yang dikalibrasikan terhadap satu atau lebih pH standar. Suatu pH meter diatur sedemikiannya
pembacaan meteran untuk suatu larutan standar adalah sama dengan nilai pH(S). Nilai pH(S)
untuk berbagai larutan standar S diberikan oleh rekomendasi IUPAC.[7] Larutan standar yang
digunakan sering kali merupakan larutan penyangga standar. Dalam praktiknya, adalah lebih
baik untuk menggunakan dua atau lebih larutan penyangga standar untuk mengizinkan adanya
penyimpangan kecil dari hukum Nerst ideal pada elektrode sebenarnya. Oleh karena variabel
temperatur muncul pada persamaan di atas, pH suatu larutan bergantung juga pada
temperaturnya.
Pengukuran nilai pH yang sangat rendah, misalnya pada air tambang yang sangat asam,[8]
memerlukan prosedure khusus. Kalibrasi elektrode pada kasus ini dapat digunakan menggunakan
larutan standar asam sulfat pekat yang nilai pH-nya dihitung menggunakan parameter Pitzer
untuk menghitung koefisien aktivitas.[9]

pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam
larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda.
pH superasam biasanya dihitung menggunakan fungsi keasaman Hammett, H0.

Umumnya indikator asam-basa sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah
menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah

Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang
bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan.

p[H]

Menurut definisi asli Sørensen [2], p[H] didefinisikan sebagai minus logaritma konsentrasi ion
hidrogen. Definisi ini telah lama ditinggalkan dan diganti dengan definisi pH. Adalah mungkin
untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen secara langsung apabila elektrode yang digunakan
dikalibrasi sesuai dengan konsentrasi ion hidrogen. Salah satu caranya adalah dengan mentitrasi
larutan asam kuat yang konsentrasinya diketahui dengan larutan alkali kuat yang konsentrasinya
juga diketahui pada keberadaan konsentrasi elektrolit latar yang relatif tinggi. Oleh karena
konsentrasi asam dan alkali diketahui, adalah mudah untuk menghitung ion hidrogen sehingga
potensial yang terukur dapat dikorelasikan dengan kosentrasi ion. Kalibrasi ini biasanya
dilakukan menggunakan plot Gran.[10] Kalibrasi ini akan menghasilkan nilai potensial elektrode
standar, E0, dan faktor gradien, f, sehingga persamaan Nerstnya berbentuk

Persamaan ini dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ion hidrogen dari pengukuran
eksperimental E. Faktor gradien biasanya lebih kecil sedikit dari satu. Untuk faktor gradien
kurang dari 0,95, ini mengindikasikan bahwa elektrode tidak berfungsi dengan baik. Keberadaan
elektrolit latar menjamin bahwa koefisien aktivitas ion hidrogen secara efektif konstan selama
titrasi. Oleh karena ia konstan, maka nilainya dapat ditentukan sebagai satu dengan menentukan
keadaan standarnya sebagai larutan yang mengandung elektrolit latar. Dengan menggunakan
prosedur ini, aktivitas ion akan sama dengan nilai konsentrasi.

Perbedaan antara p[H] dengan pH biasanya cukup kecil. Dinyatakan bahwa[11] pH = p[H] + 0,04.
Pada praktiknya terminologi p[H] dan pH sering dicampuradukkan dan menyebabkan kerancuan.

pOH

pOH kadang-kadang digunakan sebagai satuan ukuran konsentrasi ion hidroksida OH−. pOH
tidaklah diukur secara independen, namun diturunkan dari pH. Konsentrasi ion hidroksida dalam
air berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen berdasarkan persamaan

[OH−] = KW /[H+]
dengan KW adalah tetapan swaionisasi air. Dengan menerapkan kologaritma:

pOH = pKW − pH.

Sehingga, pada suhu kamar pOH ≈ 14 − pH. Namun hubungan ini tidaklah selalu berlaku pada
keadaan khusus lainnya.

https://id.wikipedia.org/wiki/PH

8. ASIDI
-
ALKALINITAS
8.1. Umum
Pengertian asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa ,
sedangkan alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan asam.
Asidi
-
alkalinitas dalam air berkaitan erat dengan pH , dan penyebabnya
adalah :
a.
H
+
( asam mineral, asam organic )
b.
CO
2
(dari atmosfer, dari hasil penguraian zat organic oleh mikroorganisme)
c.
HCO
-
3
( bikarbonat, Ca(HCO
3
)
2
)
d.
CO
3
-
2
( karbonat , Na
2
CO
3
)
e.
OH
-
( hidroksida, NaOH, Ca(OH)
2
)
Asam mineral , ( HCl, H
2
SO
4,
H
2
S dll)
atau asam organic (asam asetat, asam
format dll), banyak terdapat di dalam air limbah industri , seperti air limbah dari
proses metalurgi atau electroplating. Air alamiah juga mengandung asam
min
eral yang berasal dari melarut
nya mineral yang berasal da
ri asam kuat ,
contohnya :
FeCl
3
+3H
2
O
--

Fe (OH)
3
+ 3 HCl
Atau teroksidasinya senyawa sulfur oleh oksigen dan akan terbentuk asam sulfat
.
Dalam dunia pertambangan proses pembentukan asam sulfat tersebut dikenal
dengan air asam tambang .
2S
+3O
2
+ 2H
2
O
---

4H
+
+ 2 SO
4
=
Jika suatu air mengandung asam mineral atau asam organik , maka pH air
tersebut pH ≤ 4,3.
Gas CO
2
yang berasal dari atmosfer atau yang berasal dari penguraian zat
organik oleh mikrooragnisme akan menyebabkan asiditas
dalam air , karena gas
CO
2
dalam air dapat terdiffusi dan bereaksi dengan air membentuk asam
karbonat yang bersifat asam .
CO
2
+H
2
OH
2
CO
3
H
+
+ HCO
3
-
Jika suatu contoh air mengandung gas CO
2
maka pH air ters
ebut berkisar antara
pH 4,3
-
8,3 .
Kemungkinan komposisi penyebab asiditas dalam air adalah :
a.
Hanya disebabkan oleh asam ( asam min
eral asam organik) pH air ≤ 4,3 ,
disebut dengan asidital metal orange (
Methyl orange acidity
)
b.
Disebabkan oleh asam dan gas CO
2
(H
+
dan CO
2
)
c.
Disebabkan oleh gas CO
2
, pH air berkisar antara pH 4,3
-
8,3.
Asi
d
i
-
a
lkalinitas
Laboratorium Lingkungan TL
-
3103
8
-
2
Pengertian asiditas metil orange (
methyl ora
nge acidity
) adalah banyaknya
basa yang harus ditambahkan untuk menetral
kan
asam dalam air ( H
+
) sampai
pH air mencapai pH ± 4,3.
Pengertian asiditas total atau asiditas fenolftalin (
phenol phthalin acidiy
) adalah
banyaknya basa untuk menetralkan asid
itas dalam air sampai
pH = 8,3. (phenol phthalin berwarna ros).
Kemungkinan komposisi penyebab alkalinitas dalam air adalah
a.
Gas CO
2
dan HCO
3
-
( pH air ≤ 8,3)
b.
HCO
3
-
( pH air ≤ 8,3)
c.
HCO
3
-
dan CO
3
-
2
( pH air ≥ 8,3)
d.
CO
3
-
2
( pH air ≥ 8,3)
e.
CO
3
-
2
dan OH
-
( pH air ≥ 10 )
f.
Hanya OH
-
( pH air ≥ 10
)
Jika suatu contoh air ditambah indikator fenolftalin berwarna merah maka pH air
≥8,3 , berarti kemungkinan penyebab alkalinitas dalam air adalah karbonat dan
hidroksida dan disebut dengan alkalinitas fenol ftalin (
phenolphthalein
alkalinity
), yaitu
banyaknya asam yang harus
di tambahkan ke dalam air
sampai
pH 8,3.
Sedangkan pengertian
total alkalinitas
(
total alkalinity
) adalah akalinitas yang
disebabkan oleh bikarbonat , karbonat dan hidroksida, yaitu banyaknya asam
yang dibutuhkan untuk menet
ralkan air sampai pH
nya mencapai pH
4,3.
Data asidi
-
alkalinitas dalam air sangat berguna untuk :
a.
Data CO
2
banyak digunakan untuk mengetahui sifat korosifitas air, terutama
korosifitas dalam pipa distribusi air minum,
b.
Berguna untuk mengetahui efektifit
as proses aerasi
c.
Proses koagulasi dalam pengolahan air
d.
Perhitungan kebutuhan kapur dan soda dalam proses kapur soda untuk
penurunan kesadahan
e.
Untuk mengetahui kualitas air dalam rangka memenuhi baku mutu air
8.2. Metode pengukuran
Metode pengukuran
yang umum digunakan adalah titrasi asam basa
menggunakan larutan asam ( HCl, H
2
SO
4
) dan larutan basa NaOH, dengan
menggunakan indikator fenolftalin , metil orange atau metil jingga.
Jika contoh air yang akan diperiksa berwarna , sehingga tidak mungkin ti
trasi
dilakukan menggunakan larutan indikator , maka dapat digunakan titrasi
potensiometri atau titrasi asam basa menggunakan pH meter sebagai
indikatornya.
Satuan yang digunakan untuk menyatakan asiditas atau alkalinitas adalah:
a. Asiditas metil orange
( mg/l CaCO
3
)
b. Asiditas fenolftalin ( mg/l CaCO
3
)
c. Alkalinitas fenolftalin ( mg/l CaCO
3
)
d. Total alkalinitas ( mg/l CaCO
3
)
Asi
d
i
-
a
lkalinitas
Laboratorium Lingkungan TL
-
3103
8
-
3
S
elain itu
,
pengukuran asiditas dan alkalinitas dinyatakan sebagai mg/l masing
-
masing ion penyebab asidi
-
al
kainitas tersebut .
8.3. Prosedur pengukuran
8.3.1. Prinsip pengukuran
Asiditas atau alkalinitas dalam air dinetralkan dengan basa NaOH atau asam
HCl/H
2
SO
4
menggunakan indikator fenolftalein dan metil orange ..
8.3.2. Reaksi
1. Asiditas
:H
+
+ OH
-
------

H
2
O
CO
2
+ OH
-
------

HCO
3
-
HCO
3
-
+H
------

H
2
O+
CO
2
2. Alkalinitas
: OH
-
+H
+
--------

H
2
O
CO
3
=
+H
+
-------

HCO
3
-
HCO
3
-
+H
------

H
2
O+
CO
2
8.3.3. Pereaksi
a.
Larutan NaOH 0,1 N
4 gr kristal NaOH dilarutkan dalam 1 lt aquadest yang telah dipanaskan,
kemudian dinginkan. Te
ntukan normalitasnya dengan larutan standar asam
oxalat 0,1 N.
b.
Larutan Asam Oxalat (H
2
C
2
O
4
. 2H
2
O) 0,
1N
6,3 gr asam oxalat p.a yang telah ditimbang dengan teliti, dimasukkan ke
dalam labu ukur 1 lt. Larutkan dan encerkan dengan aquadest hingga
volumenya tepat 1 lt.
c.
Larutan HCl 0,1 N
Encerkan 8,3 ml HCl pekat (37 % BJ 1,18) dalam aquadest hingga
volumenya 1lt.
d.
Larutan Natrium Tetra Borat 0,1 N
Timbang dengan teliti 19,071 gr Natrium Tetra Borat (Na
2
B
4
O
7
. 10H
2
O) p.a.,
kemudian larutkan dengan aquadest dalam labu ukur 1 lt, encerkan dengan
aquadest sampai tanda batas.
e.
Larutan indikator feno
lftalein 0,035 %
Larutkan 0,035 gr indikator fenolftalein dalam etanol 70 %, kemudian
encerkan dengan etanol hingga volumenya 100 ml. Netralkan dengan larutan
NaOH 0,1 N sampai merah muda.
f.
Larutan indikator metil orange 0,1 %
Larutkan dan encerkan 0,1
gr metil orange dalam aquadest hingga volumenya
100 ml.
g. Standarisasi larutan NaOH 0,1N
25 ml larutan standar asam oxalat 0,1N dipipet dengan menggunakan
volumetri pipet, dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Tambahkan 20
tetes larutan indikator fe
noftalein 0,035 %, dan titrasi dengan larutan NaOH
Asi
d
i
-
a
lkalinitas
Laboratorium Lingkungan TL
-
3103
8
-
4
0,1N sampai cairan berwarna merah muda. Catat ml NaOH 0,1N yang
digunakan.
Normalitas NaOH =
mlNaOH
x
1000
,
0
25
h.
Standarisasi larutan HCl 0,1 N
25 ml larutan standar Natrium Borat 0,1N dipipet
dengan menggunakan
volumetri pipet, dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Tambahkan 3
-
5
tetes indikator metil orange 0,1 %, dan titrasi dengan larutan HCl 0,1N
sampai cairan berubah warna dari kuning menjadi jingga (orange). Catat ml
HCl 0,1N yang dig
unakan.
Normalitas HCl =
mlHCl
x
1000
,
0
25
8.3.4. Pengukuran asiditas alkalinitas berdasarkan SNI 06
-
2422
-
1991
a.
Asiditas methyl orange ( pH air
<
4,3 )
100 ml contoh air ditambah 3 tetes indicator methyl orange , kemudian
dititrasi deng
an larutan NaOH sampai berwarna orange ( sampai pH = 4,3) .
Catat banyaknya volume NaOH yang digunakan untuk titrasi .
Asiditas methyl orange ( mg/l CaCO
3
)
= (1000/100 ) x ml NaOH x N. NaOH x ( 100/2)
b.
Asiditas total ( pH air
<
8,3)
100 ml c
ontoh air ditambah 20 tetes indicator phenol phthalin , kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH ),1 N sampai cairan berwarna merah muda.
Catat banyak volume NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi tersebut .
Asiditas total ( mg/l CaCO
3
)
= (1000/100
) x ml NaOH x N. NaOH x ( 100/2)
c.
Alkalinitas phenol phthalin
100 ml contoh air ditambah 20 tetes indicator phenol phthalin ( air berwana
merah ) , kemudian dititrasi dengan larutan HCl atau H
2
SO
4
o, 1N sampai
warn merah tepat hilang .
Catat ba
nyak volume HCl atau H
2
SO
4
0,1 N yang digunakan untuk titrasi
tersebut .
Alkalinitas phenol phthalin ( mg/l CaCO
3
)
= (1000/100 ) x ml HCl x N. HCl x ( 100/2)
d.
Alkalinitas total .
100 ml contoh air ditambah 3 tetes larutan indicator methyl or
ange,
kemudian dititasi dengan larutan HCl atau H
2
SO
4
0,1 N sampai cairan
berwarna orange ( pH =4,3) .
Catat volume HCl atau H
2
SO
4
0,1 N yang digunakan untuk titarsi .
Asi
d
i
-
a
lkalinitas
Laboratorium Lingkungan TL
-
3103
8
-
5
Alkalinitas total ( mg/l CaCO
3
)
= (1000/100 ) x ml HCl x N. HCl x ( 100/2)
8.3.5. Pengukuran asidi
-
alkalinitas
a. Masukkan 100 ml contoh air ke dalam labu Erlenmeyer, tambahkan 20 tetes
indikator fenolftalein 0,035 %.
b. Amati perubahan warna yang terjadi.
Jika warna air tetap tidak berwarna , lakukan cara kerja untuk a
siditas.
Jika terjadi perubahan warna air menjadi merah (merah muda), lakukan cara
kerja untuk alkalinitas.
c. Asiditas
Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai cairan berwarna merah muda.
Catat banyaknya larutan NaOH 0,1 N yang digunakan (misalkan p m
l).
Tambahkan 3
-
5 tetes indikator metil orange 0,1 %.
Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai cairan berubah warna dari kuning
menjadi jingga (orange). Catat banyaknya larutan HCl yang digunakan
(misalkan m ml).
d. Alkalinitas:
Titrasi dengan larutan H
Cl 0,1 N sampai cairan berubah warna dari merah
atau merah muda menjadi tidak berwarna. Catat banyaknya larutan HCl
0,1 N yang digunakan (misalkan p ml).
Tambahkan 3
-
5 tetes indikator metil orange 0,1 %.
Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai cairan ber
ubah warna dari kuning
menjadi jingga (orange). Catat banyaknya larutan HCl yang digunakan
(misalkan m ml)
e. Perhitungan
1. Asiditas :
Jika p = m, maka air tersebut mengandung CO
2
CO
2
= ( 1000/100) x 2p x N. Na
OH x (44/2) = mg/l
Jika p < m, maka air tersebut mengandung CO
2
dan HCO
3
-
CO
2
= ( 1000/100) x 2p x N. NaOH x (44/2) = mg/l
HCO
3
-
= (1000/100) x { (m x N . HCl)

(p x N NaOH) } x (61) = mg/l
Jika p > m, maka air te
rsebut mengandung H
+
dan CO
2
.
H
+
= (1000/100) x { (p x N . NaOH)

(m x N HCl) } x (1) = mg/l
CO
2
= ( 1000/100) x (2m x N. HCl ) x (44/2) = mg/l
Asi
d
i
-
a
lkalinitas
Laboratorium Lingkungan TL
-
3103
8
-
6
2. Alkalinitas :
Jika p = m, maka air tersebut mengandung CO
3
=
.
CO
3
=
= ( 1000/100) x 2p x N. HCl x (60/2) = mg/l
Jika p < m, maka air tersebut mengandung CO
3
=
dan HCO
3
-
CO
3
=
= ( 1000/100) x 2p x N. HCl x (60/2) = mg/l
HCO
3
-
=
( 1000/100) x (m
-
p) x N. HCl x (61) = mg/l
Jika p > m, maka air tersebut mengandung OH
-
dan CO
3
=
.
OH
-
= ( 1000/100) x (p
-
m) x N. HCl x (17) = mg/l
CO
3
=
= ( 1000/100) x 2m x N. HCl x (60/2) = mg/l
8.4. Catatan
Pengukuran asidi
-
alkalinitas harus dilakukan sesegera mungkin dan biasanya
dilakukan di tempat pengambilan contoh (analisa setempat).
Teknik pengawetan yang digunakan adalah pendingin 4
o
C , dan batas waktu
penyimpan yang masih direkomendasikan adalah 14 hari, kecuali untuk gas CO
2
,
harus dilakukan pada saat sampling,karena gas CO
2
mudah berubah.
Daftar Pustaka
1. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F,
Chemistry for
Env
ironmental Engineering and Science
, Fifth Edition , Mc Graw Hill, Boston,
2003 .
2. AWWA,
Standard Methods For The Examination of Water and WasteWater
, 20 th Edition , 1998
.
3. UNEP,
Water Quality Monitoring
, E & FN Spon an Imprint of Ch
apman
&Hall
, UK, 1996
Laporan Praktikum Oksigen Terlarut (DO)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan suatu zat pelarut yang sangat berguna bagi semua mahluk hidup. Dan
bahkan hampir 90% tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Kandungan yang terlarut dalam suatu
perairan tentunya mempengaruhi aktivitas hidup suatu organisme yang ada di dalamnya seperti
kelimpahan kandungan oksigen (O2) dalam perairan yang memudahkan organisme di dalamnya
dapat melakukan proses respirasi.
Kandungan oksigen (O2) dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia
dalam menentukan kualitas air yang tingkat kebutuhannya dari tiap-tiap perairan, berbeda
antara perairan satu dengan lainnya. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor suhu dan cuaca
serta jenis organisme yang menempati perairan tersebut.
Menurut Kordi (2004), Oksigen (O2) merupakan salah satu faktor pembatas sehingga
apabila ketersediaannya dalam perairan tidak mencukupi kebutuhan organisme yang ada,
maka segala aktivitas organisme tersebut akan terhambat. Kadar oksigen yang terlarut dalam
perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Semakin besar suhu dan semakin kecil atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin sedikit.
Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu
disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi
hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel
darah.

1.2 Tujuan Dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum Limnologi tentang pengamatan oksigen terlarut adalah agar
praktikan dapat mengetahui jumlah kadar oksigen (O2) yang ada di dalam perairan.
Kegunaannya adalah agar praktikan dapat mengetahui cara menentukan kadar oksigen terlarut
dalam perairan serta metode pengukurannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Oksigen (O2)


Oksigen (O2) merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk
hidup, khususnya didalam perairan. Dalam perairan oksigen merupakan gas terlarut yang
kadarnya bervariasi yang tergantung pada suhu dan salinitas. Oksigen dapat bersumber dari
difusi oksigen yang terdapat diatmosfer dan aktifitas fotosintesis tumbuhan air maupun
fitoplankton dengan bantuan energi matahari. Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau
pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun (Effendi, 2003).

Menurut Khiatuddin (2003), oksigen juga dapat berasal dari oksidasi karbohidrat sebagai
sumber energi dalam metabolisme tubuh dan pembakaran karbohidrat tersebut mengeluarkan
kembali karbondioksida dan air, yang sebelumnya digunakan dalam proses pembentukan
karbohidrat melalui proses fotosintesis.

2.2 Kadar Oksigen (O2)

Dalam perairan, khususnya perairan tawar memiliki kadar oksigen (O2) terlarut berkisar
antara 15 mg/l pada suhu 0oC dan 8 mg/l pada suhu 25oC. Kadar oksigen (O2) terlarut dalam
perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Efendi, 2003).

Menurut Boyd (1990) dalam Caca dan Polong (2009), besarnya oksigen yang diperlukan
oleh suatu organisme perairan tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan,
aktivitas, suhu, dan sebagainya. Konsentrasi oksigen (O2) yang rendah dapat menyebabkan
stress dan kematian pada ikan. Lebih lanjut dikatakan oleh Hanafiah (2005), Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar oksigen (O2) dalam perairan secara umum merupakan konsekuensi
terhambatnya aktivitas akar tumbuhan dan mikrobia, serta difusi yang menyebabkan naiknya
kadar CO2 dan turunnya kadar O2.

2.3 Peranan Oksigen (O2) Dalam Perairan

Menurut Zonnelved (1991) dalam Kordi (2004) kebutuhan oksigen mempunyai dua
aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan komsutif yang
tergantung pada keadaan metabolisme suatu organisme. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam
suatu lingkungan bagi spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan molekul sel dari
organisme yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat
kejenuhan oksigen dalam sel darah.

Organisme dalam air membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya


(makanan) untuk menghasilkan aktivitas, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi,
dan sebagainya. Beberapa jenis organisme air mampu bertahan hidup pada perairan dengan
konsenterasi oksigen 3 ppm, namun konsenterasi minimum yang masih dapat diterima
sebagian besar organisme air untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan
konsenterasi oksigen dibawah 4 ppm organisme masih mampu bertahan hidup, akan tetapi
nafsu makan mulai menurun (Kordi, 2004).

2.4 Hubungan Oksigen (O2) Dengan Parameter Lain

Oksigen (O2) dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh parameter lain seperti
karbondioksida, alkalinitas, suhu, pH, dan sebagainya. Di mana semakin tinggi kadar oksigen
yang dibutuhkan, maka karbondioksida yang dilepaskan sedikit. Hubungan antara kadar
oksigen terlarut dengan suhu ditunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen
semakin berkurang (Efendi, 2003).

Kadar oksigen (O2) dalam perairan tawar akan bertambah dengan semakin rendahnya
suhu dan berkurangnya kadar alkalinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih
tinggi karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kadar oksigen terlarut dalam perairan .

2.5 Dampak Oksigen (O2) Dalam Perairan

Pengurangan oksigen (O2) dalam air pun tergantung pada banyaknya partikel organik
dalam air yang membutuhkan perombakan oleh bakteri melalui proses oksidasi. Makin banyak
partikel organik, maka makin banyak aktivitas bakteri perombak dan makin banyak oksigen
yang dikonsumsi sehingga makin berkurang oksigen dalam air (Lesmana, 2005).

Oksigen (O2) terlarut dalam air secara ilmiah terjadi secara kesinambungan. Organisme
yang ada dalam air pertumbuhannya membutuhkan sumber energi seperti unsur carbon (C)
yang diperoleh dari bahan organik yang berasal dari ganggang yang mati maupun oksigen dari
udara. Dan apabila bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah
aktivitas (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai karbon (C) melimpah,
menyebabkan kecepatan pertumbuhan organisme akan berlipat ganda (Putranto, 2009)

2.6 Penanggulangan Oksigen (O2)

Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang paling kritis pada
budidaya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan selalu mengalami perubahan dalam
sehari semalam. Sehingga apabila kadar oksigen terlarut berkurang dalam air, maka perlu
dilakukan cara-cara yaitu menggunakan aerator atau alat sirkulasi air yang mampu memutar
oksigen dari udara kedalam air sacara cepat dan dalam jumlah besar. Oleh karena itu,
pengelolaan dalam perairan harus selalu diperhatikan kadar dan perubahan konsentrasi
oksigen terlarutnya (Sitanggang, 2002).

Dalam perairan, apabila terjadi penurunan oksigen dapat dilakukan dengan penambahan
bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan
organisme perairan. Oksigen terlarut ini diperlukan untuk menjaga kelestarian kehidupan
tumbuhan dan hewan dalam air. Kehilangan oksigen karena proses biologis ini diganti dari
melarutkan udara di dalam air dan dari proses fotosintesis tumbuhan air.

III. METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Limnologi tentang Oksigen (O2) Terlarut dilaksanakan pada hari Kamis, 2
Desember 2010 pada pukul 13.30 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum Limnologi tentang Oksigen (O2) yaitu :

1. Labu Erlenmeyer
2. Labu Semprot
3. Botol B.O.D
4. Karet Penghisap
5. Pipet Skala
6. Pipet Tetes
7. Gelas ukur

8. Alat tulis menulis

Bahan yang digunakan dalam Praktikum Limnologi tentang oksigen (O2) yaitu :

1. Larutan MnSO4 (Mangano Sulfat)


2. Larutan NaOH+KI (Alkali-Iodida)
3. Larutan H2SO4 (Asam sulfat)
4. Larutan Na2SO3 0,025 N
5. Indikator amylum
6. Larutan standard 0,025 N
7. Air sampel (yang ada organisme dan tidak ada organisme)

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam Pengukuran Oksigen Terlarut dalam akuarium yang ada
organisme dan yang tidak ada organisme sebagai berikut :

1. Memasukkan sampel air ke dalam sebuah botol BOD hingga sampai tidak ada gelembung
udara yang masuk ke dalam botol tersebut.
2. Menambahkan 1 ml larutan MnSO4 dengan menggunakan pipet yang dapat masuk sampai ke
dasar botol.
3. Dengan menggunakan pipet yang lain, lalu menambahkan 1 ml larutan alkali-iodida-azida
(NaOH+KI). Setelah digunakan, cuci pipet hingga bersih sebelum dikembalikan ke dalam botol
larutan yang digunakan. Tutup botol BOD dengan hati-hati sampai tidak ada gelembung udara
yang terbentuk. Selanjutnya botol dibolak-balik selama beberapa kali hingga terbentuk
endapan. Dan botol di diamkan beberapa saat sampai endapan menetap di dasar botol (kurang
lebih setengah volume botol).
4. Membuka tutup botol dengan hati-hati dan menambahkan 1 ml larutan H2SO4 pekat. Menutup
kembali botol dan kemudian membolak-balik selama beberapa kali hingga semua endapan larut
kembali.
5. Memindahkan larutan dari botol BOD sebanyak 50 ml ke dalam labu Erlenmeyer dengan hati-
hati jangan sampai terjadi gelembung udara. Menitrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 sampai terjadi
perubahan warna dari kuning tua menjadi kuning muda.
6. Menambahkan beberapa tetes indikator amylum hingga terbentuk warna biru. Selanjutnya
menitrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna larutan menjadi bening. Jumlah titrasi
yang digunakan adalah penjumlahan volume Na2S2O3 yang digunakan sebelum dan sesudah
menambahkan amylum.

3.4 Analisa Data

Kadar oksigen (O2) terlarut dalam air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Ket : 1000 = ml per liter air


8 = jumlah mg/l O2 setara 0,025 N Na2S2O3

V = jumlah air sampel yang dititrasi

N = Normalitas Na2S2O3 (0,025 N)

p = volume titran (Na2S2O3) yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan perhitungan kadar oksigen terlarut dalam air yang ada organisme dan yang
tidak ada organisme, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 1. Histogram Kandungan Oksigen Terlarut (DO).

4.2 Pembahasan

Praktikum yang kami lakukan tentang oksigen (O2) hasil yang di dapat pada kelompok IV
ialah pada sampel yang ada organisme nilainya adalah sebesar 40,8 mg/l dan pada sampel
yang tidak ada organisme nilainya sebesar 8,8 mg/l. Lanjut dikatakan Kordi (2004) oksigen
dalam perairan yang diperlukan oleh organisme air harus terlarut dalam air. Kandungan oksigen
(O2) terlarut minimum 5 ppm. Hal ini dikarenakan bahwa kandungan karbondioksida dalam air
diperlukan dalam proses pembakaran bahan bakarnya (makanan) untuk menghasilkan
aktivitas.

Hasil yang didapat pada praktikum limnologi tentang oksigen (O2) untuk sampel yang
ada organismenya kadar terendahnya berkisar dari 16,2 mg/l - 40,8 mg/l dan untuk sampel
yang tidak ada organismenya kadar terendahnya berkisar antara 6 mg/l – 32,8 mg/l. Hal ini
disebabkan karena organisme dalam suatu perairan membutuhkan oksigen yang cukup banyak
dalam proses fotosintesis dan respirasi. Apabila terjadi peningkatan kadar oksigen yang
berlebih, maka dapat dilakukan dengan cara pergantian air (sirkulasi) secara teratur atau
menambahkan air baru yang bertujuan untuk menghidari terjadinya perubahan suhu secara
tiba-tiba. Dan saat kadar oksigen mengalami penurunan dapat dilakukan dengan memberikan
oksigen buatan menggunakan aerasi.

Volume penitrasi yang pertama sebelum dimasukkan indikator amylum sebesar 3,8 ml
dan penitrasi yang kedua sesudah dimasukkan indikator amylum sebesar 6,4 ml sehingga total
dari keseluruhan volume adalah 10,2 ml untuk sampel yang ada organismenya. Untuk sampel
yang tidak ada organismenya volume penitrasi pertama sebelum ditambahkan indikator
amylum sebesar 0,7 ml dan penitrasi yang kedua sesudah dimasukkan amylum sebesar 1,5 ml
sehingga total keseluruhan volume adalah 2,2 ml. Perbedaan volume tersebut dikarenakan
adanya organisme dalam air yang dapat menyerap oksigen dalam jumlah besar sesuai dengan
kondisi yang ada dalam perairan dan kandungan oksigen terlarut dalam perairan yang
mengalami fluktuasi secara bergantian, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa
air. Lebih lanjut dikatakan oleh Kordi (2004), ketersediaan oksigen bagi organisme menentukan
lingkaran aktivitasnya, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen dengan
ketentuan faktor kondisi lainnya adalah optimum.

Ketersediaan oksigen dalam perairan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses
respirasi dan fotosintesis, selain itu juga secara langsung dipengaruhi kualitas air. Aktifitas
respirasi organisme dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air.
Terlebih lagi pada malam hari, karena saat itu proses fotosintesis tidak terjadi sehingga
tumbuhan dan hewan bersaing untuk mendapatkan oksigen.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktikum Kandungan Oksigen (O2) pada air yang ada organisme dan
air yang tidak ada organisme, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kandungan oksigen (O2) yang diperoleh dari hasil sampel air yang ada organismenya sebesar
40,8 mg/l.
2. Kandungan oksigen (O2) yang diperoleh dari hasil sampel air yang tidak ada organismenya
sebesar 8,8 mg/l.
3. Kedua sampel yang digunakan dalam praktikum limnologi tentang oksigen terlarut tergolong
baik untuk kegiatan budidaya, karena tidak kurang dari 5 ppm atau 5 mg/l.

5.2 Saran

Diharapkan agar pada praktikan dapat mengetahui kadar optimum oksigen terlarut dalam
perairan, karena bila oksigen yang dibutuhkan banyak maka dapat membantu suatu organisme
dalam proses fotosintesis. Dan bila terlalu sedikit akan menghambat proses respirasi.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
KANISIUS. Yogyakarta.

Hanafiah, A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta.

Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Aksara.
Jakarta.

Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan. GADJAH MADA
UNIVERSITY PRESS. Yogyakarta.

Lesmana, D.S. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitanggang, M. 2002.Mengatasi Penyakit dan Hama Pada Ikan Hias. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Lampiran

Tabel Hasil Perhitungan Oksigen Terlarut (DO)

Titrasi Kadar
Oksige
Klp. SAMPEL (Na2S2O3) n
P1(sebelum P2(sesuda Terlarut
+ amylum) h+
amylum) (DO)
I Air yang ada organisme 1 3,3 17,2

Air yang tidak ada 1,15 1,5 10,6


organisme

II Air yang ada organisme 1,35 2,7 16,2

Air yang tidak ada 0,1 8,1 32,8


organisme

III Air yang ada organisme 2,82 4,9 30,88

Air yang tidak ada 0,5 1 6


organisme

IV Air yang ada organisme 3,8 6,4 40,8

Air yang tidak ada 0,7 1,5 8,8


organisme

Perhitungan data - data kelompok adalah sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai