Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN PERSEPSI POTENSI KORUPSI, DAYA SAING DAN

KEMUDAHAN BERUSAHA SERTA DAMPAKNYA


PADA PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
(ANALISA DATA DARI SURVEI PERSEPSI KORUPSI)

Posma Sariguna Johnson Kennedy

Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia,


Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13630, Indonesia

Email: posmahutasoit@gmail.com

ABSTRAK

Paper ini bertujuan untuk melihat apakah potensi korupi yang diukur berbasis persepsi dapat menerangkan
hubungan antara hambatan bisnis dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Persepsi korupsi memiliki keeratan
dengan indikator insiden korupsi, probabilitas korupsi, dan alokasi biaya suap. Metode penelitian yang dilakukan
adalah analisa deskriptif dengan melihat hubungan antar variabel, yaitu persepsi potensi korupsi, potensi suap,
daya saing, dan kemudahan berusaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi potensi korupsi memiliki
hubungan kuat dengan persepsi daya saing dan kemudahan berusaha, tetapi belum memiliki hubungan dengan
pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci : Potensi korupsi, daya saing, kemudahan berusaha, pertumbuhan ekonomi, survei persepsi korupsi.

nasional diukur menggunakan Corruption


Perception Index (CPI) dan National Integrity
System (NIS). Penggunaan CPI dan NIS sebagai
indikator keberhasilan upaya pemberantasan
Korupsi merupakan penyalahgunaan korupsi dinilai tepat mengingat CPI dan NIS
wewenang untuk tujuan memperoleh manfaat untuk merupakan indikator global yang paling sering
kepentingan pribadi yang sangat merugikan digunakan untuk menilai keberhasilan upaya
masyarakat dan negara. Dalam rangka pemberantasan korupsi di dunia. [2]
mempercepat upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Indonesia, pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) jangka
menengah tahun 2012-2014 dan jangka panjang
tahun 2012-2025. Visi dan Misi Stranas PPK
tersebut diturunkan ke dalam enam strategi,
yakni: (1) melaksanakan upaya-upaya
pencegahan; (2) melaksanakan langkah-langkah
strategis di bidang penegakan hukum; (3)
melaksanakan upaya-upaya harmonisasi
penyusunan peraturan perundang-undangan di Catatan: Skor CPI=100 negara paling bersih, skor CPI=0 negara
bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait paling terkorupsi. Skor semakin besar semakin bersih (semakin
tidak korupsi). Semakin rendah peringkat maka negara tersebut
lain; (4) melaksanakan kerjasama internasional semakin bersih.
dan penyelamatan aset hasil tipikor; (5) Gambar 1. Corruption Perception Index (CPI)
meningkatkan upaya pendidikan dan budaya dan Peringkat dari Indonesia [2]
anti korupsi; dan (6) meningkatkan koordinasi
dalam rangka mekanisme pelaporan
pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.[1]
Indikator utama keberhasilan Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di tingkat
Sebagai tindak lanjut atas rumusan Stranas lembaga instansi tertentu; dan merugikan pihak lain,
PPK Pemerintah menyusun Aksi Pencegahan dan baik masyarakat maupun negara.
Pemberantasan Korupsi yang diimplementasikan Riyanto (2009) [6] mengatakan lima hal yang
dan dievaluasi setiap tahun. Dalam rencana aksi dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan
pencegahan dan pemberantasan korupsi (Renaksi korupsi. Pertama adalah sistem politik, yang
PPK) tersebut Presiden secara tegas ditandai dengan munculnya aturan perundang-
menginstruksikan kepada semua jajaran undangan, seperti Perda, dan peraturan lain; Kedua,
pemerintahan baik di tingkat nasional maupun adalah intensitas moral seseorang atau kelompok;
tingkat daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota) ketiga adalah remunerasi atau pendapatan
untuk mengimplementasikan Stranas PPK. Dalam (penghasilan) yang minim; keempat adalah
konteks Stranas PPK, daerah memiliki kewenangan pengawasan baik bersifat internal-eksternal; dan
dan aksi yang berbeda dengan nasional, sehingga kelima adalah budaya taat aturan. Dari beberapa hal
menyediakan alat tera dampak implementasi aksi yang disampaikan, yang paling penting adalah
Stranas PPK dirasa perlu untuk mengukur risiko dan budaya sadar akan aturan hukum. Dengan sadar
efektivitas Stranas PPK daerah. Pemberantasan dan hukum, maka masyarakat akan mengerti konskuensi
pencegahan korupsi daerah dinilai berhasil jika dari apa yang ia lakukan. Sopanah & Wahyudi
terjadi kenaikan pada Indeks Persepsi Korupsi- (2007) [7] memberikan gambaran mengenai aspek
Indonesia dan Sistem Integritas Lokal–Indonesia. perilaku individu. Sebab-sebab seseorang melakukan
[3] korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya,
Studi ini menggunakan Survei Persepsi Korupsi yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat,
2015. Persepsi masih merupakan penafsiran dan atau kesadaran untuk melakukan korupsi antara lain
penilaian seseorang terhadap fenomena sosial tertentu. : (a) sifat tamak manusia, (b) moral yang kurang kuat
Persepsi tidak hanya dihasilkan melaluipenilaian menghadapi godaan, (c) gaya hidup konsumtif, (d)
subjetif yang cenderung personal, namun dihasilkan tidak mau/ malas bekerja keras. Yamamah (2009)
melalui penilaian objektif yang bersumber dari [8] menjelaskan bahwa ketika perilaku materialistik
pengalaman langsung atau tidak langsung, dan/atau dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. [3] masih “mendewakan” materi maka dapat
Paper ini bertujuan untuk melihat apakah “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi
perilaku korupi yang diukur berbasis persepsi, “Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh
mampu menerangkan dampak terhadap halangan pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah
bisnis dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Persepsi menjabat”.
korupsi memiliki keeratan dengan indikator Saleh (2006) [9] merinci ada empat faktor
pengukuran korupsi lain baik yang berupa insiden dominan penyebab merajalelanya korupsi di
korupsi, probabilitas korupsi, dan alokasi biaya Indonesia, yakni faktor penegakan hukum, mental
suap. Dengan pengukuran persepsi korupsi ini, ingin aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah,
membuktikan bahwa korupsi tidak hanya masalah dan rendahnya ‘political will’. Kemampuan lobi
bagi kemudahan berusaha, mendistorsi daya saing kelompok kepentingan dan pengusaha terhadap
lokal, menurunkan integritas publik, dan menurunkan pejabat publik dengan menggunakan uang sogokan,
integritas bisnis. Korupsi secara jelas mengganggu hadiah, hibah dan berbagai bentuk pemberian yang
program pemerintah untuk meningkatkan ekonomi mem-punyai motif koruptif, masyarakat hanya
dan investasi. menikmati sisa-sisa hasil pembangunan. Fakta ini
memperlihatkan bahwa terjadinya korupsi sangat
mungkin karena aspek pera-turan perundang-
undangan yang lemah atau hanya menguntungkan
pihak tertentu saja. Hardjapamekas (2008) [10]
Menurut survai ACFE Indonesia (2016) [4] menyebutkan tingginya kasus korupsi di Indonesia
dalam Siregar (2017) [5], fraud yang paling disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1)
banyak terjadi di Indonesia adalah korupsi. Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite
Korupsi dilihat sebagai jenis fraud yang paling bangsa, (2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
merugikan di Indonesia. Tindak korupsi pada (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan
dasarnya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. hukum dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya
dan dianut masyarakat dengan tujuan untuk integritas dan profesionalisme, (5) Mekanisme
mendapatkan keuntungan pribadi. Dengan demikian pengawasan internal di semua lembaga perbankan,
terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi, keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi
yaitu: tindakan mengambil, menyembunyikan, lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan
menggelapkan harta negara atau masyarakat; masyarakat, dan (7) Lemahnya keima-nan,
melawan norma-norma yang sah dan berlaku; kejujuran, rasa malu, moral dan etika.
penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau Utari (2011) [11] dalam Kennedy (2017) [12]
amanah yang ada pada dirinya; demi kepentingan menyebutkan perilaku korupsi dapat muncul dari
diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau
internal dan eksternal. Faktor internal disebabkan pejabat publik yang tidak transparan, apakah ada
oleh lemahnya aspek-aspek moral, seperti lemahnya lembaga pengawas internal yang mengaudit
keimanan, kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau keuangan publik,dan apakah ada independensi
perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek pengadilan yang menindak pejabat korup.
sosial seperti keluarga yang dapat mendorong Motivasi korupsi adalah dorongan seorang
seseorang untuk berperilaku korup. Faktor eksternal pejabat publik melakukan praktik tindak pidana
bisa berasal dari aspek ekonomi misalnya korupsi. Misalnya, apakah praktik pemberian
pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, perlakuan istimewa terjadi, apakah praktik korupsi
aspek politis misalnya instabilitas politik, untuk memberikan donasi politik berlebih, apakah
kepentingan politis, meraih dan mempertahankan praktik korupsi menciptakan dana off budget untuk
kekuasaan, aspek manajemen dan organisasi yaitu partai politik terjadi, praktik korupsi untuk
ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek mengamankan proyek pemerintah terjadi, praktik
hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang- korupsi akibat jual beli pengaruh. Sektor terdampak
undangan dan lemahnya penegakkan hukum serta korupsi adalah penilaian terhadap sektor publik
aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat yang apasaja terjerat kasus korupsi. Sektor publik yang
kurang mendukung perilaku anti korupsi. Politik dinilai meliputi sektor perizinan, pelayanan dasar,
merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi, perpajakan, pengadaan, peradilan, kuota
terutama ketika terjadi instabilitas politik, perdagangan, kepolisian, perkreditan, bea cukai,
kepentingan politis para pemegang kekuasaan, lembaga pemeriksa, militer, eksekutif, dan
bahkan ketika meraih dan mempertahankan legislatif. Efektivitas program anti korupsi adalah
kekuasaan. Perilaku korup seperti penyuapan, penilaian terhadap seberapa tingkat keberhasilan
politik uang merupakan fenomena yang sering upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap
terjadi. Faktor hukum bisa lihat aspek perundang- pejabat korup terhadap penurunan risiko
undangan lemahnya penegakan hukum. Tidak korupsi.[3]
baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam Daerah dengan pertumbuhan indeks persepsi
aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil; korupsi tinggi menunjukkan daerah yang
rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) bersangkutan memiliki kemajuan yang signifikan
sehingga multi tafsir; kontradiksi dan overlapping dalam upaya pemberantasan korupsi di daerahnya.
dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun Sebaliknya, daerah yang cenderung
yang lebih tinggi). Faktor ekonomi merupakan salah stagnan/penurunan indeks persepsi korupsinya
satu penyebab terjadinya korupsi, terutama menunjukkan stagnasi/penurunan dalam upaya
pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi pemberantasan korupsi di daerah.
kebutuhan. Namum korupsi saat ini dilakukan oleh
orang kaya dan berpendidikan tinggi. Untuk Sisi Penawaran Korupsi: Persepsi Potensi
organisasi dalam arti yang luas, korupsi terjadi Suap [3]
karena terbukanya peluang atau kesempatan untuk
Jika potensi korupsi diukur sebagai pendekatan
terjadinya korupsi.
atas sisi permintaan korupsi, potensi suap diukur
sebagai pendekatan atas sisi penawaran korupsi.
Sisi Permintaan Korupsi: Persepsi Potensi Potensi Suap adalah penilaian terhadap seberapa
Korupsi [3] besar dampak suap terhadap praktik dari prinsip
Potensi Korupsi adalah kondisi yang bisnis yang adil. Secara spesifik potensi pembayaran
memungkinkan tindak pidana korupsi terjadi. suap dalam survei ini diidentifikasi melalui seberapa
Potensi korupsi dapat terjadi akibat lima hal, yaitu besar persentase kompetisi bisnis yang
prevalensi korupsi tinggi, rendahnya akuntabilitas dimenangkan melalui praktik suap menyuap.
pendanaan publik, tingginya motivasi korupsi, Potensi suap dihitung melalui dua cara, yaitu
meluasnya sektor terdampak korupsi, dan menghitung prevalensi dan jenis suap dan
efektivitas program antikorupsi di daerah. menghitung besar biaya suap. Penilaian prevalensi
Prevalensi korupsi adalah sebesar apaatau dan jenis suap dilakukan dengan menilai persepsi
responden tentang: suap, uang pelicin, donasi politik,
seberapa sering tindak pidana korupsi dalam bentuk
dan suap antar swasta. Pembedaan keempat jenis suap
suap-menyuap dan penyalahgunaan wewenang
ini berdasar adanya perbedaan tentang gradasi nilai
untuk kepentingan pribadi terjadi di tingkat
dan intensi pemberian suap. Kota dengan prevalensi
nasional atau local, dan/atau terjadi di kalangan
tinggi untuk keempat jenis suap tersebut memiliki
pegawai nasional atau lokal. Akuntabilitas
potensi suap tinggi, sebaliknya kota dengan prevalensi
pendanaan publik adalah mekanisme
rendah untuk keempat jenis suap tersebut memiliki
pertanggungjawaban atas penggunaan dana-dana
potensi suap rendah. Penilaian potensi suap berikutnya
publik. Seberapa jelas standard prosedur alokasi
diperoleh melalui perhitungan rerata alokasi suap yang
sumber daya publik, seberapa lazim alokasi non
dibayarkan oleh perusahaan. Kota dengan rerata
budgeter yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
alokasi suap terbesar memiliki potensi suap tertinggi,
secara terbuka, apakah ada mekanisme rekrutmen
sebaliknya kota dengan alokasi suap rendah memiliki Pelaksanaan Survei Persepsi Korupsi tahun 2015
potensi suap yang rendah pula. oleh Lembaga Transparency International [3]
Perbedaan kapasitas ekonomi antar daerah Lembaga Transparency International Indonesia
mengakibatkan potensi dampak potensi korupsi dan
melakukan Survei Persepsi Korupsi 2015. Survei ini
potensi suap berbeda. Daerah dengan potensi
bertujuan untuk memetakan risiko korupsi dan
korupsi tinggi dan potensi suap tinggi memiliki menilai efektivitas program anti korupsi dalam
potensi dampak ekonomi yang tinggi. Sebaliknya, rangka pencapaian target-target Stranas PPK. Secara
potensi korupsi dan potensi suap rendah memiliki lebih khusus, Survei Persepsi Korupsi 2015
potensi dampak ekonomi yang rendah. bertujuan untuk mengumpulkan data antar waktu
Persepsi Daya Saing [3] dan antar kota yang dapat menggambarkan tentang
Daya saing lokal adalah kemampuan daerah daya saing dan hambatan berusaha; potensi korupsi
untuk meningkatkan kapasitas produksi ataupun dan integritas pelayanan publik; potensi suap dan
meningkatkan kesejahteraan sosial bagi integritas sektor bisnis, penilaian sistem integritas
masyarakat di daerah. Penilaian daya saing lokal ini lokal, dan penilaian kinerja perekonomian daerah.
ditujukan untuk menentukan keunggulan Survei Persepsi Korupsi dilaksanakan di sebelas
kompetitif suatu daerah dibandingkan dengan kota di Indonesia. Pemilihan kota-kota tersebut
daerah lain. Bagian penting dalam peningkatkan pertimbangan sebagai berikut: Propinsi dimana kota
kualitas daya saing lokal adalah efektivitas survei berada memiliki kontribusi terbesar dalam
pemberantasan korupsi daerah. Terdapat bukti produk domestik bruto nasional; Kontribusinya
empirik bahwa persepsi korupsi berhubungan erat produk domestik regional bruto propinsi dimana
dengan daya saing. Daerah dengan indeks persepsi kota survei berada secara akumulatif mencapai
korupsi yang tinggi memiliki daya saing yang tinggi hampir 70 persen produk domestik bruto nasional;
pula. Sebaliknya, daerah dengan indeks persepsi Kota-kota dipilih mempertimbangkan area
korupsi rendah memiliki daya saing yang rendah persebaran kegiatan ekonomi sesuai metode zonasi
pula. [3] atau kawasan. Yakni kawasan Indonesia bagian
Persepsi Kemudahan Berusaha [3] barat, tengah dan timur.
Responden Survei Persepsi Korupsi 2015 adalah
Hambatan berusaha adalah kekuatan yang dinilai
pengusaha. Pengusaha yang terpilih sebagai
menghambat kemampuan daerah untuk
responden dalam survei ini adalah pengusaha yang
meningkatkan produksi dan kesejahteraan
memiliki pengalaman berinteraksi dengan minimal
masyarakatdi daerah. Penilaian hambatan berusaha ini
ditujukan untuk menilai faktor apa saja yang dinilai satu jenis pelayanan publik pusat, vertikal, propinsi,
kota, dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Badan
problematik saat menjalankan usaha di daerah. Sama
halnya dengan daya saing lokal, bagian penting Usaha Milik Daerahdalam dua belas bulan terakhir.
Total sampel pengusaha yang terlibat dalam survei
dalam upaya meningkatkan kemudahan berusaha di
sebanyak 1,067 pengusaha. Perusahaan masuk
daerah adalah efektivitas pemberantasan korupsi.
dalam kategori kecil jika memiliki jumlah pekerja
Terdapat bukti secara empirik bahwa persepsi
korupsi memiliki hubungan erat dengan hingga kurang atau sama dengan 49 pekerja,
perusahaan masuk dalam kategori menengah jika
kemudahan berusaha. Daerah dengan indeks
persepsi korupsi yang tinggi memiliki kemudahan memiliki jumlah pekerja antara 50 hingga 99
pekerja, dan perusahaan masuk dalam kategori besar
berusaha yang tinggi pula. Sebaliknya daerah yang
jika memiliki jumlah pekerja di atas 100 pekerja.
memiliki indeks persepsi korupsi yang rendah
Pengambilan sampel dilakukan menggunakan
memiliki kemudahan berusaha yang rendah pula.
[3] stratified random sampling. Kerangka sampel
pengusaha yang digunakan bersumber dari Direktori
Perusahaan Industri 2014 yang diterbitkan oleh
Badan Pusat Statistik. Dengan metoda: Perusahaan
yang diambil sebagai sampel distratifikasi
Metode penelitian yang dilakukan pada studi ini berdasarkan 3 (tiga) kriteria: perusahaan besar,
adalah analisa deskriptif dengan melihat hubungan perusahaan menengah, dan perusahaan kecil;
antar variabel, yaitu persepsi potensi korupsi, Alokasi sampel untuk masing-masing strata
potensi suap, daya saing, kemudahan berusaha, dan dilakukan menggunakan metode alokasi sama
pertumbuhan ekonomi. Karena pengambilan (equal allocation); dan Daerah pelaksana survei
datanya menurut persepsi responden maka alat yang memiliki jumlah sampel kurang dari 100, maka
pengujiannya menggunakan metodologi non kekurangan jumlah sampel dapat dipenuhi
parametrik, yaitu Rank Spearman Test. Seluruh data menggunakan metode snowball hingga jumlah
menggunakan hasil Survei Persepsi Korupsi 2015 minimal sampel terpenuhi.
yang dilakukan oleh Lembaga Tranparency Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasar Survei
International Indonesia. 11 Kota dan Skala Usaha Responden
Jumlah Responden
Berikut deskripsi mengenai pelaksanaan survei. No Kota
dari Perusahaan
TOTAL
Kecil Menengah Besar penurunan potensi korupsi juga disumbangkan oleh
1 Kota Manado 2 68 10 80 perbaikan persepsi terhadapsektor terdampak
2 Kota Bandung 15 74 11 100 korupsi, penurunan prevalensi korupsi, dan
3 Kota Banjarmasin 4 94 2 100
penurunan motivasi korupsi.
4 Kota Jakarta Utara 39 41 20 100 Di tahun 2015 ini, Kota yang memiliki skor
5 Kota Makassar 32 50 19 101 Indeks Persepsi Korupsi tertinggi adalah Kota
6 Kota Medan 22 43 36 101
Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya dengan
skor 65, dan Kota Semarang dengan skor 60.
7 Kota Padang 11 79 10 100
Sementara itu, Kota yang memiliki skor Indeks
8 Kota Pekanbaru 1 95 4 100 Persepsi Korupsi terendah adalah Kota Bandung
9 Kota Pontianak 2 94 4 100 dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42,
10 Kota Semarang 30 49 21 100 dan Kota Makassar skor 48.
11 Kota Surabaya 27 44 14 85
Total 185 731 151 1,067* Persepsi Potensi Suap [3]
Catatan: Jumlah total responden sebanyak 1.067dikarenakan Berdasarkan prevalensi suap, kota yang memiliki
beberapa fakto di lapangan. Sumber: Transparency International
[3]
prevalensi suap tertinggi adalah Kota Pontianak, Kota
Pengambilan data oleh Tranparency Padang, Kota Banjarmasin, dan Kota Manado.
International dilakukan melalui metode wawancara Sementara itu, kota yang memiliki prevalensi suap
tatap muka dengan pengusaha dengan panduan yang rendah adalah Kota Pekanbaru, Kota Makassar,
kuesioner survei. Pengumpulan data Survei Persepsi dan Kota Semarang.
Korupsi 2015 yang dilakukan oleh Transparency Berdasarkan rerata alokasi suap, Kota yang
International Indonesia dibantu oleh koordinator memiliki persentase suap tertinggi adalah Kota
wilayah survei serentak di sebelas kota di Indonesia Banjarmasin sebesar 21% dari total biaya produksi,
pada Mei –Juni 2015. Kota Manado dengan rerata suap sebesar 15% dari
total biaya produksi, dan Kota Bandung dengan
rerata suap sebesar 12% total produksi. Sementara
itu, kota yang memiliki persentase biaya suap
terendah adalah kota Surabaya sebesar 1% dari total
Persepsi Potensi Korupsi [3] biaya produksi, kota pontianak 1% dari total biaya
Dalam survei potensi korupsi akan ditinjau lima produksi, dan kota Padang sebesar 3% dari total
kategori, yaitu: prevalensi korupsi; akuntabilitas biaya produksi.
publik; motivasi korupsi; dampak korupsi; dan
efektivitas pemberantasan korupsi. Potensi korupsi
Persepsi Daya Saing [3]
dinilai 0 jika sangat korup dan 100 jika sangat
bersih. Dengan kategorisasi tersebut diketahui Pengusaha seabgai responden diminta untuk
bahwa penyumbang utama skor potensi korupsi memberikan penilaian terhadap unsur daya saing
adalah efektivitas pemberantasan korupsi dengan daerah. Tiga unsur daya saing yang memiliki
skor 56, akuntabilitas publik dengan skor 56, sektor persentase tertinggi, responden yang menjawab
terdampak korupsi dengan skor 55, prevalensi cenderung buruk-sangat buruk, adalah inflasi,
korupsi dengan skor 53, dan diikuti oleh motivasi birokrasi, dan infrastruktur. Sementara itu, tiga
untuk korupsi dengan skor sebesar 52. Data dari unsur daya saing yang memiliki persentase terendah,
tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini: responden yang menjawab cenderung buruk dan
sangat buruk, adalah pendidikan, kesehatan, dan
Tabel 2. Potensi Korupsi inovasi bisnis. Hal di atas mengindikasikan bahwa
No. Kategori dan Unsur 2014 2015
2016 daerah sebenarnya memiliki kapasitas untuk
(harapan) meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih besar.
1. Prevalensi korupsi 48 53 58
Hal ini ditandai dengan membaiknya indikator-
2. Akuntabilitas
52 56 61 indikator dasar yang menjadi prasyarat pertumbuhan
keuangan
3. Motivasi korupsi 47 52 58 yakni kesehatan, pendidikan, dan inovasi. Namun,
4. Sektor terdampak
50 55 61 kapasitas pertumbuhan ekonomi tersebut
korupsi berpeluang turun akibat buruknya pengedalian
5. Pemberantasan dan
pencegahan korupsi
52 56 64 inflasi, biokrasi, dan buruknya kualitas infrasruktur.
Catatan: Potensi korupsi dinilai 0 jika sangat korup dan 100 jika Diantara kota yang disurvei, secara relatif, Kota
sangat bersih. Sumber: Transparency International [3] Semarang dan Kota Surabaya menduduki peringkat
teratas kota dengan persepsi daya saing lokal tertinggi.
Berdasarkan fakta empiris tersebut, efektivitas Sementara Kota Pekanbaru dan Kota Bandung
pemberantasan korupsi dan akuntabilitas pendanaan menduduki peringkat terbawah kota dengan persepsi
publik memiliki kontribusi paling besar terhadap daya saing terendah. Pemeringkatan ini didasari atas
penurunan potensi korupsi. Tidak kalah penting,
akumulasi skor masing-masing unsur daya saing di
masing-masing kota. Kriteria penilaian daya saing
tersebut adalah sebagai berikut 0 jika sangat
burukdan 100 jika sangat baik. Lihat gambar di
bawah ini.

Gambar 3. Persepsi Pengusaha tentang


Kemudahan Berusaha [3]
E. Hubungan Persepsi Potensi Korupsi, Persepsi
Daya Saing, Persepsi Kemudahan Berusaha dan
Gambar 2. Persepsi Pengusaha tentang Pertumbuhan Ekonomi
Daya Saing Lokal [3]
Berikut tabel akumulasi data dari survei yang
Persepsi Kemudahan Berusaha [3] dilakukan oleh Transparency International pada
Pengusaha sebagai responden diminta untuk tahun 2015. Data-data ini untuk melihat hubungan
memberikan penilaian terhadap unsur penghambat antara persepsi potensi korupsi dengan persepsi
daya saing tersebut. Tiga unsur yang memiliki daya saing, persepsi kemudahan berusaha dan
persentase responden yang menjawab cenderung pertumbuhan ekonomi.
buruk dan sangat buruk tertinggi, adalah korupsi,
kriminalitas, dan inflasi. Sementara itu, tiga unsur Tabel 3. Data Persepsi Korupsi, Persepsi Suap,
daya saing yang memiliki persentase responden Daya Saing, Kemudahan Berusaha dan
yang menjawab cenderung buruk dan sangat buruk Pertumbuhan Ekonomi Daerah
terendah, adalah konflik industrial, akses Persep-
Kemu- Pertum
permodalan, dan infrastruktur. Persep Daya dahan buhan*
Kota si
si Suap Saing Beru- Ekon
Kondisi tersebut mengindikasikan merupakan Korupsi
saha omi
faktor penghambat kemudahan berusaha di daerah. Banjar-
68 21,1 62 56 6,1
Temuan ini mengindikasikan bahwa konflik masin
Surabaya 65 1,5 69 61 6,47
industrial, akses permodalan, dan infrastruktur di Semarang 60 5,7 70 64 6,08
daerah bukan merupakan masalah dalam Pontianak 58 0,8 60 57 5,39
kemudahan berusaha. Yang diakui sebagai faktor Medan 57 5,1 59 52 5,91
kemudahan berusaha adalah korupsi di daerah. Hal Jakarta
57 6,8 63 58 4,60
ini menolak temuan dugaan sebagian orang yang Utara
Manado 55 15,1 67 56 6,52
menganggap bahwa praktik korupsi merupakan Padang 50 3,2 62 59 6,45
pelicin bagi pertumbuhan ekonomi. Makassar 48 4,6 60 52 7,42
Pengusaha diminta untuk menilai seberapa kuat Pekanbaru 42 6,4 58 51 6,13
unsur daya saing dengan kriteria 0 jika sangat Bandung 39 12,3 50 42 7,66
Catatan: Angka terbesar memiliki prestasi yang lebih baik.
burukdan 100 jika sangat baik. Diantara daerah yang *Pertumbuhan ekonomi rata-rata=(pertumbuhan2104 +
disurvei, secara relative, Kota Semarang dan Kota pertumbuhan2015)/2. (Sumber: BPS Kota, 2015) [13]-[23]
Surabaya menduduki peringkat teratas kota dengan Sumber: Transparency International [3]
persepsi kemudahan berusaha. Sementara Kota
Pekanbaru dan Kota Bandung menduduki peringkat Dari data di atas diuji hubungan antar
terbawah kota dengan persepsi kemudahan berusaha variabelnya menggunakan Rank Spearman, yang
terendah. Peringkatan ini didasari atas akumulasi memberikan luaran sebagai berikut:
skor masing-masing unsur kemudahan berusaha di
masing-masing kota. Lihat gambar di bawah ini. Tabel 4. Korelasi antar Variabel
Keterbu- Pertum-
Persepsi Daya
kaan buhan
Korupsi Saing
Usaha Ekonomi
0,654** 0,670** 0,519
Persepsi
korelasi korelasi tidak ada
Korupsi
kuat kuat hubungan
0,654** 0,876*** 0,174
Daya
korelasi Korelasi tidak ada
Saing
kuat sgt kuat hubungan
Keterbuk 0,670** 0,876*** 0,379 Badan Pusat Statistik (2012). Survei Perilaku Anti
aan korelasi korelasi tidak ada Korupsi (SPAK) 2012, Badan Pusat
Usaha kuat sgt kuat hubungan
Sumber: hasil olah data menggunakan SPSS.
Statisik, Jakarta-Indonesia.

Dari hasil tes korelasi di atas terlihat bahwa


Transparency International. Corruption Perception
terdapat hubungan yang kuat antara persepsi korupsi
Index.
dengan daya saing dan keterbukaan usaha.

Transparency International Indonesia. (2015).


Survei Persepsi Korupsi 2015, Danida.

ACFE Indonesia Chapter #111. (2016). Survai


Daerah dengan indeks persepsi korupsi yang
Fraud Indonesia, Association of
tinggi memiliki daya saing yang tinggi, sebaliknya
Certified fraud Examiners.
daerah dengan indeks persepsi korupsi rendah
memiliki daya saing yang rendah. Persepsi hambatan
berusaha adalah kekuatan yang daat menghambat Siregar, Santi Lina. (2017).Literature Review:
kemampuan daerah untuk meningkatkan produksi di Perilaku Korupsi dan Penyebabnya,
daerah. Korupsi dianggap dapat menghambat Fundamental Management Journal
pengusaha bekerja dan berinvestasi sehingga daerah ISSN: 2540-9816 (print) 2540-9220
tidak dapat meningkatkan produksinya. Persepsi daya (online) Volume:2 No.1 April, p.47-56.
saing sangat berhbungan kuat dengan persepsi
hambatan berusaha. Daerah tidak akan memiliki
kemampuan untuk meningkatkan kapasitas Rianto, Bibit Samad (2009), Undang-undang
produksinya jika terdapat persepsi hambatan Pengadilan Tipikor dan Eksistensi
berusaha yang buruk. Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam
Pertumbuhan ekonomi tidak terlihat memiliki Amir Syarifudin, dkk (Penyunting)
hubungan dengan persepsi korupsi. Hal ini Bunga Rampai Potret Penegakan
disebabkan perbedaan kapasitas ekonomi antar kota Hukum di Indonesia, Jakarta: Komisi
yang cukup tinggi di Indonesia. Kota yang Yudisial, Republik Indonesia.
pertumbuhan ekonominya tinggi menyebabkan
banyak pengusaha dengan berbagai macam perilaku Sopanah & Wahyudi, Isa (2004), Analisa Anggaran
yang igin menanamkan modalnya datang ke sana. Publik : Panduan TOT, Jakarta: Malang
Tidak semua perusahaan memiliki komitmen dalam Corruption Watch (MCW) dan Yappika.
pemberantasan korupsi. Jadi untuk Indonesia belum
bisa dikatakan wilayah dengan persepsi korupsi
yang buruk akan menurunkan pertumbuhan Yamamah, Ansari. (2009). Diunduh dari Perilaku-
ekonominya. Konsumtif-Penyebab-Korupsi http://
dellimanusantara.com/index.php.
Pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil perlu
berperan aktif dalam upaya meredakan risiko korupsi
di Indonesia. Pemerintah harus mampu menciptakan Saleh, Abdul Rahman. “Korupsi Tergolong
secara sistemik kebijakan-kebijakan anti korupsi agar Extraordinary” <http://www.arsip.
dapat menarik investasi ke Indonesia, khususnya ke pontianakpost.com/berita/index.asp?Beri
daerah-daerah. Tidak semua perusahaan memiliki ta=Pinyuh&id=129619
komitmen dalam pemberantasan korupsi. Akan
tetapi perusahaan perlu terlebih dahulu memiliki
Hardjapamekas, Erry R. (2008). Melawan Korupsi
komitmen dalam pemberantasan korupsi secara
Tugas Kita Semua http://www.fokal.
konsisten yang diwujudkan dalam implementasi
info/fokal/arsip/arsip-hukum/365.html
sistem integritas perusahaan. Pengusaha juga
seharusnya memiliki kebijakan dan sistem anti
korupsi dalam perusahaannya agar terhindar dari Utari, Indah Sri. (2011). Faktor Peyebab
risiko pemidanaan terhadap korporasi ataupun Korupsi, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan
kehilangan reputasi baik. Masyarakat sipil juga perlu Tinggi, Kementrian P&K Direktorat Jenderal
selalu memantau program-program pemerintah Perguruan Tinggi
khususnya program anti korupsi.

Kennedy, Posma Sariguna Johnson & Siregar, Santi


DAFTAR PUSTAKA Lina. (2017). Para Pelaku Fraud di
Indonesia menurut Survei Fraud
Indonesia, Buletin Ekonomi FEUKI
ISSN-14103842 Vol.21 No.2 September
2017, p.50-58.

Badan Pusat Statistik Banjarmasin (2015)

Badan Pusat Statistik Surabaya (2015)

Badan Pusat Statistik Semarang (2015)

Badan Pusat Statistik Pontianak (2015)

Badan Pusat Statistik Medan (2015)

Badan Pusat Statistik Jakarta Utara (2015)

Badan Pusat Statistik Manado (2015

Badan Pusat Statistik Padang (2015)

Badan Pusat Statistik Makasar (2015)

Badan Pusat Statistik Pekanbaru (2015)

Badan Pusat Statistik Bandung (2015)

Anda mungkin juga menyukai