Etika Endang Tidak Lengkap
Etika Endang Tidak Lengkap
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial manusia dalam kehidupannya memerlukan interaksi
sosial satu sama lain, maka berbagai kepentingan akan saling bertemu. Pertemuan
kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain ini, tak jarang, menimbulkan
pergesekan ataupun perselisihan. Perselisihan yang ditimbulkan bisa berakibat fatal,
apabila tidak ada sebuah sarana untuk mendamaikannya. Perlu sebuah mediator atau
fasilitator untuk mempertemukan dua buah kepentingan yang bergesekan tersebut,
agar manusia yang saling bersengketa tersebut sama-sama memperoleh keadilan,
inilah sebuah proses untuk menuju sebuah sistem tatanan hukum.
Kenyataan ini menjadikan manusia mulai berpikir secara rasional. Di berbagai
komunitas masyarakat adat, hal ini menjadi pemikiran yang cukup serius, kemudian
diangkatlah pemangku adat, yang biasanya mempunyai ‘kelebihan’ tertentu untuk
‘menjembatani’ berbagai persoalan yang ada. Dengan kondisi ini, tetua adat yang
dipercaya oleh komunitasnya mulai menyusun pola kebijakan sebagai panduan untuk
komunitas tersebut yang berisikan aturan mengenai larangan, hukuman bagi yang
melanggar larangan tersebut, serta bentuk-bentuk perjanjian lain yang sudah
disepakati bersama.
Proses inilah yang mengawali terjadinya konsep hukum di masyarakat,
ternyata komunitas masyarakat adat sudah terlebih dahulu mengetahui arti dan fungsi
hukum yang sebenarnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai hukum adat. Dapat
dirumuskan bersama, bahwa hukum adat merupakan hukum tertua yang hidup di
masyarakat. Hanya saja, mayoritas hukum adat ini biasanya tidak tertulis. Inilah salah
satu kelemahan hukum adat.
Apa yang terjadi pada masyarakat adat inilah yang kemudian menginspirasi
manusia modern untuk melakukan hal serupa.
Hubungan antar masyarakat adat ini semakin lama semakin luas dan semakin
berkembang. Masyarakat-masyarakat adat yang saling berinteraksi akhirnya
mengadakan perjanjian bersama untuk membentuk sebuah ikatan yang lebih luas,
yang kemudian dikenal dengan istilah ‘negara’. Sejatinya, ‘negara’ ini sebenarnya
berisikan berbagai kumpulan hukum adat.
Seiring dengan berkembangnya waktu, manusia modern memerlukan tatanan
yang lebih selaras, seimbang dalam menjembatani berbagai kepentingan yang
semakin dinamis dan kompleks. Hukum yang tadinya tidak tertulis, akhirnya
disepakati bersama untuk dibakukan dan dijadikan pedoman. Tentunya, pedoman
yang dimaksud kemudian dilakukan secara tertulis. Hukum tertulis inilah yang kita
kenal sampai sekarang. Hukum tertulis ini bersifat dinamis. Akan terus berubah
sesuai perkembangan zaman dan perkembangan kepentingan manusia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam yang terdapat pada pembahasan ini antara
lain :
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Apa yang dimaksud dengan moral dan moralitas ?
3. Apa saja jenis dan fungsi moral ?
4. Apa yang dimaksud dengan hukum ?
5. Apa saja jenis, fungsi, proses terbentuknya hukum ?
6. Bagaiman hubungan antara manusia, moralitas dan hukum ?
7. Apa perbedaan antara hukum dengan moral?
C. Tujuan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. MANUSIA
1. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup
(living organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan
vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan
oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan
itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk
hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan
itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada
individu lain. Ia belajar berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar
membaca,belajar membuat sesuatu dan sebagainya,memerlukan bantuan orang lain
yang lebih dewasa.
Malinowski (1949), salah satu tokoh ilmu Antropologi dari Polandia
menyatakan bahwa ketergantungan individu terhadap individu lain dalam
kelompoknya dapat terlihat dari usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan
biologis dan kebutuhan sosialnya yang dilakukan melalui perantaraan kebudayaan.
B. MORAL
1. Pengertian moral
Moral berasal dari bahas latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores
ini mempunyai sinonim mos, moris, manner more atau manners, dan morals. Moral
bisa diartikan nilai atau norma yang menjadi pegangan suatu individu maupun
kelompok dalam mengatur tingkah laku, sedangkan Moralitas merupakan
keseluruhan dari sifat moral tentang baik dan buruk.
Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (basah arab) atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang
menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Makna moral yang terkandung
dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa
dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya
sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang
mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu
sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral
jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat.
C. HUKUM
1. Pengertian hukum
Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang
benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang
dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis (norma)
yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan
dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut. Hukum harus mencakup tiga
unsur, yaitu kewajiban, moral dan aturan.
Beberapa pendapat pakar lain mengenai pengertian hukum, yaitu:
Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut
kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta
sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan
untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus
mematuhinya.
Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat
memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat
oleh lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat
hukuman.
· Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan
peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
2. Jenis hukum
Jenis hukum berdasarkan sumber, yaitu:
1. Hukum adat
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastis. Contoh: hukum adat minangkabau.
2. Hukum undang-undang
Hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Ada
dua jenis undag-undang yakni dalam arti material (setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum bagi
semua warga negara) dan dalam arti formal (setiap peraturan yang karena
bentuknya dapat disebut UU). Contoh: UU pemilu.
3. Hukum yurisprudensi
Yaitu keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak
diatur oleh UU dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam
memutuskan perkara yang serupa. Contoh: KUHP.
3. Hukum traktat
Yaitu perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai
persoalan-persoalan tertentu yang emnjadi kepentingan negara
bersangkutan. Contoh: hukum batas negara.
4. Hukum doktrin
Yaitu pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau
asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya.
A. Kesimpulan
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup
(living organism).
Moral bisa diartikan nilai atau norma yang menjadi pegangan suatu individu
maupun kelompok dalam mengatur tingkah laku, sedangkan Moralitas merupakan
keseluruhan dari sifat moral tentang baik dan buruk.
Hukum merupakan suatu aturan yang mengikat baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang memiliki sanksi apabila dilanggar. Hukum harus mencakup
tiga unsur, yaitu kewajiban, moral dan aturan.
Manusia, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan
melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi
keselarasan dan harmoni kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Elly M. dkk., 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Predana
Media Group.
Suwarno, dkk. 2008. ISBD. Surakarta : BP-FKIP UMS.