Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP CAD

A. Definisi
Coronary Artery Disease (CAD) atau penyakit arteri koroner atau biasa
disebut penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease/CHD) adalah
istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang bisa
menyebabkan serangan jantung (AHA, 2015). CAD terjadi apabila arteri
yang memasok darah ke otot jantung menjadi mengeras dan menyempit.
Hal ini disebabkan oleh penumpukan kolesterol dan bahan lainnya, yang
disebut plak, di dinding bagian dalamnya. Penumpukan ini disebut
aterosklerosis. Lama kelamaan akan menghambat aliran darah di arteri.
Akibatnya, otot jantung tidak bisa mendapatkan darah atau oksigen yang
dibutuhkannya. Hal ini dapat menyebabkan nyeri dada (angina) atau
serangan jantung. Sebagian besar serangan jantung terjadi saat gumpalan
darah tiba-tiba memotong suplai darah jantung, menyebabkan kerusakan
jantung permanen (Ratini. 2018).

B. Etiologi
Menurut Udjianti (2010), etiologi CAD antaralain:
1. Penyebab paling umum CAD adalah aterosklerosis. Aterosklerosis
digolongkan sebagai akumulasi sel-sel otot halus, lemak, dan jarigan
konektif di sekitar lapisan intima arteri. Suatu plak fibrous adalah lesi khas
dari aterosklerosis. Lesi dapat bervariasi ukurannya dalam dinding
pembuluh darah, yang dapat mengakibatkan obstruksi aliran darah parsial
maupun komplet. Komplikasi lebih lanjut dari lesi tersebut terdiri dari plak
fibrous dengan deposit kalsium, serta pembentukan thrombus. Obstruksi
pada lumen mengurangi atau menghentikan alimn darah kepada jaringan
di sekitamya.
2. Penyebab lain adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari lumen
pembuluh darah terjadi apabila serat otot halus dalam dinding pembuluh
darah berkontraksi (vasokontriksi). Spasme arteri koroner dapat
menggiring teljadinya iskemik atau perluasan dari infark miokard.
Penyebab lain di luar ateroskelorik yang dapat mempengaruhi diameter
lumen pmnhuluh darah koroner dapat berhubungan dengan abnormalitas
sirkulasi. Hal ini meliputi hipoperfusi, hipovolemik, polisitemia, dan
masalah-masalah atau gangguan katup jantung.

Ada beberapa faktor resiko yang mengakibatkan terjadinya CAD (Hemingway


& Marmot, 2015) yaitu:

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi


Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor risiko biologis yang
tidak dapat diubah, yang meliputi:
a. Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya
usia. Pada laki laki biasanya risiko meningkat setelah umur 45 tahun
sedangkan pada wanita umur 55 tahun.
b. Jenis Kelamin
Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.
Wanita relatif lebih kebal terhadap penyakit ini karena dilindungi oleh
hormon estrogen, namun setelah menopause sama rentannya dengan
pria.
c. Ras
Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dibanding
orang kulit putih karena dipengaruhi pola hidup dan makanan yang
berbeda.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang ada menderita CAD, meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu faktor risiko yang dapat dikontrol
dengan mengubah gaya hidup atau kebiasaan pribadi, yang meliputi:

a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah peningkatan dari lipid serum, yang meliputi:
Kolesterol > 200 mg/dl, Trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl,
HDL < 35 mg/dl.
b. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan atau
diastolik. Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg.
Peningkatan tekanan darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja
jantung. Akibatnya akan timbul hipertrofi ventrikel sebagai
kompensasi untuk meningkatkan kontraksi. Ventrikel semakin lama
tidak mampu lagi mengkompensasi tekanan darah yang terlalu tinggi
hingga akhirnya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan jantung
semakin terancam oleh aterosklerosis koroner.
c. Merokok
Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam
darah. Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin
daripada dengan oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung
berkurang karena telah didominasi oleh karbondioksida. Kemudian
nikotin yang ada dalam darah akan merangsang pelepasan
katekolamin. Katekolamin ini menyebabkan konstriksi pembuluh
darah sehingga suplai darah ke jantung berkurang. Merokok juga dapat
meningkatkan adhesi trombosit yang mengakibatkan terbentuknya
thrombus.
d. Diabetes Mellitus
Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi trombosit. Hal ini
akan memicu terbentuknya trombus. Pasien Diabetes Mellitus juga
berarti mengalami kelainan dalam metabolisme termasuk lemak karena
terjadinya toleransi terhadap glukosa.
e. Obesitas
Obesitas adalah apabila berat badan lebih dari 30% berat badan
standar. Obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan
oksigen.

f. Inaktifitas Fisik
Inaktifitas fisik akan meningkatkan risiko aterosklerosis. Dengan
latihan fisik akan meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolisis.
g. Stres dan Pola Tingkah Laku
Stres akan merangsang Hiperaktivitas HPA yang dapat mempercepat
terjadinya CAD. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan
ateroklerosis, hipertensi, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
dan merangsang kemotaksis.

C. Patofisiologi CAD

D. Manifestasi
Menurut (Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014), manifestasi
klinik yang biasa terjadi pada kasus CAD antaralain:
1. Nyeri dada
Nyeri dada yang muncul tiba-tiba dan berlangsung terus menerus,
terletak dibagian bawah sternum dan perut atas, adalah gejala utama
yang biasanya muncul. Nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak
tertahankan. Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu
dan lengan biasanya lengan kiri. Tidak seperti nyeri angina, nyeri ini
muncul secara spontan (bukan setelah kerja berat atau gangguan
emosi) dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari dan
tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin. Pada beberapa
kasus nyeri bisa menjalar ke dagu dan area leher.
2. Perubahan pola EKG
a. Normal saat istirahat, tetapi bisa depresi pada segmen ST.
Gelombang T inverted menunjukkan iskemia, gelombang Q
menunjukkan nekrosis
b. Distrimia dan Blok Jantung. Disebabkan kondisi yang
mempengaruhi sensitivitas sel miokard ke impuls saraf seperti
iskemia, ketidakseimbangan elektrolit dan stimulus sarat simpatis
dapat berupa bradikardi, takikardi, premature ventrikel, contraction
(ventrikel ekstra systole), ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi.
3. Sesak napas
Keluhan ini timbul sebagai tanda mulainya gagal jantung dimana
jantung tidak mampu memompa darah ke paru-paru sehingga oksigen
di paru-paru juga berkurang.
4. Diaphoresis
Pada fase awal dari infark miokard terjadi pelepasan katekolamin yang
meningkatkan stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah perifer sehingga kulit akan menjadi lembab, dingin,
dan berkeringat
5. Pusing
Pusing juga merupakan salah satu tanda dimana jantung tidak bisa
memompa darah ke otak sehingga suplai oksigen ke otak berkurang
6. Kelelahan
Kelelahan disebabkan karena jantung kekurangan oksigen akibat
penyempitan pembuluh darah.
7. Mual dan muntah
Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan penyakit jantung adalah di
dada dan di daerah perut khususnya ulu hari tergantung bagian jantung
mana yang bermasalah. Nyeri pada ulu hati bisa merangsang pusat
muntah. Area infark merangsang refleks vasofagal

E. Komplikasi
Komplikasi menurut Institute for Quality and Efficiency in Health Care
(2017), komplikasi CAD meliputi:
1. Aritmia yaitu gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan
perubahan eloktrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman
grafik aktivitas listrik sel. Misalnya perangsangan simpatis akan
meningkatkan kecepatan denyut jantung. Jika jantung tidak mendapat
oksigen yang cukup maka bagian dari jaringan jantung yang mengatur
detak jantung akan rusak. Hal tersebut dapat menyebabkan denyut
jantung menjadi tidak teratur selain itu dapat menyebabkan jantung
berdebar, kelelahan dan pusing.
2. Gagal Jantung Kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokard. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan
menyebabkan kongesti pada vena pulmonalis sedangkan pada
disfungsi ventrikel kanan akan menimbulkan kongesti pada vena
sistemik.
3. Syok kardikardiogenik yang diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel
kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbulnya lingkaran setan
perubahan hemodinamik progresif hebat yang irreversible yaitu
penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan
kongesti paru yang bisa berakhir dengan kematian.
4. Disfungsi Otot Papillaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan
mengganggu fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup mengakibatkan
aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri sebagai akibat
pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri
dan vena pulmonalis.
5. Ventrikuler Aneurisma. Aneurisma biasanya terjadi pada permukaan
atrium atau apek jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang
bagaikan balon pada setipa sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian
curah sekuncup. Aneurisma ventrikel dapat menimbulkan tiga masalah
yaitu; gagal jantung kongestif kronik, embolisasi sistemik dari
thrombus mural dan aritmia ventrikel refrakter.
6. Perikarditis Infark. Perikarditis infark transmural dapat membuat
lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan pericardium
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.
7. Emboli Paru yang bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau
kematian mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim pada pasien
gagal jantung kongestif yang parah

F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang
1. Echo cardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi, bentuk dan
ukuran jantung melalui ultrasound dari bilik-bilik jantung. Selain itu
pemeriksaan ini juga dapat dilakukan untuk melihat fungsi dan kerja
jantung, melihat adanya thrombus pada bagian jantung, mengetahui
kekuatan otot jantung serta memeriksa kerusakan pada katup jantung.
2. Kateterisasi Jantung (Angiografi Koroner)
Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik invasif dimana
satu atau lebih kateter dimasukkan ke jantung dan pembuluh darah
tertentu untuk mengecek aliran darah dan oksigen di berbagai ruang
jantung. Saat kateterisasi jantung, dapat juga dilakukan angiografi
koroner menggunakan pewarna khusus dalam pembuluh darah dan X-
ray untuk menunjukkan bagian dalam pembuluh darah. Hal ini
dilakukan untuk mengkaji patensi arteri koronaria dan mengetahui
apakah terdapat gangguan atau penyempitan pada arteri koroner
pasien. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan untuk menentukan terapi
yang diperlukan misalnya Percutaneus transluminal coronary
angioplasty (PTCA) atau pembedahan bypass koroner maupun
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) bila ada aterosklerosis
(Smeltzer, Bare, & Hinkle, 2010).
3. Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram mencerminkan aktivitas listrik jantung yang
disadap dari berbagia sudut pada permukaan kulit. Perubahan pada
elektrokardiografi secara konsisten akibat iskemia atau infark akan
nampak pada lead tertentu.
4. Pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah yang meliputi : profil lipid
(kolesterol total, trigliserida, dan lipoprotein)
5. Pemeriksaan AGD
6. Enzym dan Isoenzym Pada Jantung
CPK-MB akan meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak
pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan akan mencapai
puncak pada 36 jam.
7. Cardiac Stress Testing
Normalnya, arteri koroner akan berdilatasi sampai 4x dari diameter
normalnya untuk meningkatkan aliran darah yang membawa nutrisi
dan oksigen. Arteri yang tersumbat oleh plak akan menurunkan aliran
darah ke miokardium dan menyebabkan iskemik. Tes toleransi jantung
yang terdiri dari tes toleransi latihan (treadmill) dan tes toleransi
pengobatan (pharmacologic stress test) membantu untuk :
a. Mendiagnosis CAD
b. Membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada
c. Menentukan kapasitas fungsional jantung setelah Infark Miokard
atau pembedahan jantung.
d. Mengakji efektivitas terapi pengobatan antiangina dan anti
disritmia
e. Mengidentifikasi disritmia yang terjadi selama latihan fisik
f. Membantu pengembangan program kesegaran jasmani.

Tes toleransi latihan (Treadmill) dilakukan dengan cara pasien berjalan


pada ban berjalan, sepeda statis, atau naik turun tangga. Elektroda
EKG dipasang pada pasien dan pencatatan dilakukan sebelum, selama
dan setelah tes. Tes toleransi pengobatan dilakukan pada pasien yang
tidak dapat melakukan aktivitas fisik atau treadmill. 2 agen
vasodilatasi yaitu dipyridamole (Persantine) dan adenosine
(Adenocard), diberikan melalui intravena untuk melihat efek dari
dilatasi maksimal arteri koronaria. (Lewis, Dirksen, Heitkemper, &
Bucher, 2014)

G. Penatalaksanaan
Berbagai obat-obatan serta prosedur tindakan medis dapat membantu
pasien dengan penyakit arteri jantung. Yang paling umum diantaranya:
1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan
gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka
dari itu mengurangi resiko serangan jantung.
2. Beta-bloker
Obat ini berfungsi menurunkan konsumsi oksigen dengan menghambat
impuls simpatis ke jantung. Hasilnya terjadi penurunan frekuensi
jantung, tekanan darah, dan waktu kontraktilitas jantung yang
menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung
dan jumlah oksigen yang tersedia. (misalnya Atenolol, Bisoprolol,
Karvedilol)
3. Nitrogliserin
Obatan-obatan ini berfungsi membuka arteri jantung, dan kemudian
meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan mengurangi gejala
nyeri dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya
diberikan berupa tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan
untuk penghilang nyeri dada secara cepat. (misalnya Isosorbide
Dinitrate)
4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors dan Angiotensin Receptor
Blockers
Obatan-obatan ini berfungsi memompa aliran darah ke jantung lebih
mudah, dan juga membantu menurunkan tekanan darah. Angiotensin-
Converting Enzyme Inhibitors misalnya Enalapril, Perindopril dan
Angiotensin Receptor Blockers misalnya Losartan, Valsartan
5. Obatan-obatan penurun lemak
Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein
Densitas-Rendah), yang merupakan salah satu penyebab umum untuk
penyakit jantung koroner dini atau lanjut (misalnya Fenofibrat,
Simvastatin, Atorvastatin, Rosuvastatin)
6. PCI (Percutaneus Coronary Intervention) atau angioplasti koroner
Percutaneus Coronary Intervention atau PCI merupakan suatu prosedur
untuk mengatasi stenosis atau penyempitan di arteri koronaria.
Prosedur ini digunakan untuk mengurangi gejala penyakit arteri
koroner seperti nyeri dada, sesak serta gagal jantung.
PCI dapat mencegah terjadinya infark miokard serta mengurangi angka
kematian. Angioplasti merupakan prosedur yang tidak seinvasif
CABG. Kateter yang berbentuk balon dan stent dimasukkan ke arteri
koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan di antara daerah
aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan lalu dikempiskan
dengan cepat untuk memecah plak. Prosedur PCI dilakukan di
laboratorium kateterisasi jantung.
7. CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
CABG merupakan prosedur operasi yang digunakan untuk mengatasi
penyakit jantung koroner atau CAD dengan membuat rute baru di
sekitar arteri yang menyempit atau tersumbat agar darah tetap lancar
hingga ke otot jantung sehingga jantung mendapatkan oksigen dan
nutrisi yang cukup. Pembuatan rute tersebut menggunakan pembuluh
darah dari bagian tubuh lainnya seperti pembuluh darah dari kaki (vena
saphena), dada (arteri maamria interna) atau lengan (arteri radialis)
(Smeltzer, Bare, & Hinkle, 2010).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN CAD

A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di
dapatkan dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat
beraktivitas).
2. Sirkulasi
Mempunyai riwayat Infark Miokard, penyakit jantung koroner, CHF,
tekanan darah tinggi, diabetes melitus. Tekanan darah normal atau
meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill
time, disritmia. Suara jantung tambahan mencerminkan terjadinya
kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur
jika ada merupakan akibat dari insufisensi katup atau muskulus
papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate meningkat atau menglami
penurunan (tachy atau bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler
atau juga normal. Edema: Jugular vena distension, edema anasarka,
crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna kulit
mungkin bisa pucat baik di bibir dan di kuku.
3. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
4. Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual, penurunan turgor kulit, berkeringat
banyak, muntah dan perubahan berat badan.
5. Neuro Sensori
Nyeri kepala dan pusing
6. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang muncul tiba-tiba yang tidak hilang dengan
beristirahat atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada pada bagian
depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang
dan wajah. Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang
sangat panas atau seperti tertindih benda berat. Sebagai akibat nyeri
tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan
pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama
jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat
kesadaran.
7. Respirasi
Dispnu dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok
dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin akan
di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas
crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga
merah muda/ pink tinged.
8. Interaksi sosial
Emosi yang tak terkontrol, stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan
stresor.
9. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit diabetes,
jantung, stroke, hipertensi, dan perokok. (Muttaqin, 2009)

B. Diagnosa Keperawatan
Berikut adalah diagnose keperawatan yang mungkin akan muncul pada
klien dengan CAD, antara lain:
1. Penurunan Curah Jantung b.d gangguan irama jantung, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung, iskemia miokard
2. Nyeri Akut b.d agen pencedera biologis (iskemia)
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen
(NANDA, 2016)

C. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung NOC : - Evaluasi adanya nyeri dada
- Catat adanya disritmia
b/d gangguan irama  Cardiac Pump
jantung
jantung, pre load dan effectiveness - Catat adanya tanda dan gejala
afterload, kontraktilitas  Circulation Status penurunan cardiac putput
 Vital Sign Status - Monitor status pernafasan
jantung, iskemia miokard  Tissue perfusion: yang menandakan gagal
DS: jantung
perifer
- Monitor respon pasien
- Mudah lelah terhadap efek pengobatan
- Sesak Napas antiaritmia
Setelah dilakukan asuhan
- Monitor toleransi aktivitas
- Palpitasi selama………penurunan pasien
DO: kardiak output klien - Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
- Aritmia, takikardia, teratasi dengan kriteria ortopneu
bradikardia hasil: - Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
- edema -Tanda Vital dalam - Anjurkan untuk menurunkan
- Peningkatan/penurunan rentang normal (Tekanan stress
JVP
darah, Nadi, respirasi) - Monitor suhu, warna, dan
-Dapat mentoleransi kelembaban kulit , sianosis
- Distensi vena jugularis aktivitas, tidak ada perifer
- Kulit dingin dan lembab kelelahan - Monitor pola, frekuensi dan
irama pernapasan abnormal
- Penurunan denyut nadi -Tidak ada edema paru, - Monitor jumlah, bunyi dan
perifer, dan tidak ada
perifer irama jantung
asites - Kolaborasi pemberian obat
- kaplari refill lambat - Tidak ada penurunan anti aritmia, inotropik,
- dispnea kesadaran nitrogliserin
- AGD dalam batas - Jelaskan pada pasien tujuan
- Perubahan warna kulit dari pemberian oksigen
normal
- Batuk, bunyi jantung -Tidak ada distensi vena - Identifikasi penyebab dari
leher perubahan vital sign,
S3/S4 bradikardi, peningkatan
- Warna kulit normal
- Kecemasan sistolik) dan vasodilator
untuk mempertahankan
kontraktilitas
- Kelola pemberian
antikoagulan untuk mencegah
thrombus jantung

2. Nyeri akut b.d agen pencedera22. Nyeri Akut b.d agen pencedera
biologis (iskemia)

Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut b.d agen NOC: - Lakukan pengkajian nyeri
pencedera biologis  Kontrol nyeri komprehensif yang meliputi
 Perfusi jaringan : lokasi, karakteristik,
(iskemia)
onset/durasi, frekuensi,
kardiak
kualitas, intensitas atau
 Status kenyamanan :
DS: Keluhan tentang beratnya nyeri dan faktor
fisik pencetus
karakteristik Nyeri - Observasi adanya petunjuk
DO: nonverbal mengenai
Setelah dilakukan
- Ekspresi wajah ketidaknyamanan
tindakan keperawatan terutama pada mereka yang
meringis tidak dapat berkomunikasi
selama …. nyeri akut
- Fokus menyempit secara efektif.
teratasi dengan indikator: - Gunakan strategi komunikasi
- Fokus pada diri
- Angina tidak ada terapeutik untuk mengetahui
sendiri - Takikardia tidak ada pengalam nyeri
- Perubahan posisi - Tekanan darah - Tentukan akibat dari
dalam batas normal pengalaman nyeriterhadap
untuk menghindari
- Nyeri hilang atautidak kualitas hidup pasien.
nyeri - Gali bersama pasien faktor-
ada
- Putus asa faktor yangdapat menurunkan
atau memper beratnyeri.
-Sikap melindungi
- Berikan informasi mengenai
area nyeri nyeri,seperti penyebab nyeri,
berapa lamanyeri dirasakan.
- Kurangi atau eliminasi faktor-
faktoryang dapat
mencetuskan
ataumeningkatkan nyeri
(kelelahan, stres)
- Dorong istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri.
- Ajarkan teknik non
farmakologi (teknik relaksasi)
- Berikan oksigen tambahan
seperti yang diinstruksikan

3. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen
Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Intoleran NOC: - Monitor sumber kegiatan
aktivitas berhubungan  Status Jantung Paru olahraga dan kelelahan
 Keefektifan emosional yang dialami
dengan
pasien
ketidakseimbangan pompa jantung - Monitor sistem
antara suplai dan kardiorespirasi pasien selama
Setelah dilakukan kegiatan (takikardi, dispnea)
kebutuhan oksigen - Monitor lokasi dan sumber
DS: tindakan keperawatan
ketidaknyamanan/nyeri yang
- Ketidaknyamanan selama…. dialami pasien selama
Intoleransi aktivitas aktivitas
setelah berkativitas - Buat batasan untuk aktivitas
teratasi dengan indikator:
DO: hiperaktif klien saat
- Respon frekuensi - Angina tidak ada mengganggu yang lain atau
- Tekanan darah dirinya sendiri
jantung abnormal - Bantu pasien untuk
dalam batas normal
terhadap aktivitas - Denyut nadi memahami prinsip konservasi
- Perubahan EKG energi (kebutuhan untuk
- Respons tekanan dalam batas normal
membatasi aktiviatas)
darah abnormal - Batasi stimuli lingkungan
yang mengganggu untuk
terhadap aktivitas
memfasilitasi relaksasi
- Tingkatkan tirah baring/
pembatasan kegiatan
- Monitor respon okseigen
pasien saat perawatan
maupun perawatan diri secara
mandiri
- Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai stres dan
koping intervensi untuk
mengurangi kelelahan.
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini kelompok akan menguraikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien kelolaan. Asuhan keperawatan dilakukan selama pasien berada di ruangan
cathlab yaitu tanggal 18 Febuari 2019 mulai pukul 10.20-12.00 WIB, yang
disusun berdasarkan tahap tahapan proses keperawatan, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan indakan keperawatan, pelaksanaan tindakan
keperawatan, dan veluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Febuari 2019 pukul 10.20 WIB.
Dari hasil anamnesa didapatkan data klien Tn. R berusia 62 tahun dengan
diagnosa medis CAD atau Coronary Artery Disease dan DM tipe II, masuk
rumah sakit pada tanggal 17 Febuari 2019 dirawat di lantai 5 PJT, dengan
rencana tindakan PCI 1 DES dengan akses radialis kanan. Pengkajian
dilakukan sebelum tindakan dimulai dengan keluhan utama klien
mengeluhkan agak takut karena ini adalah klai pertama dirinya
menjalanioperasi dan khawatir akibat dari dilakukannya prosedur ini.
Riwayat kesehatan saat ini klien dirawat dengan keluhan sesak nafas dan
nyeri dada skala 3, secara tiba-tiba baik dalam keadaan setelah aktivitas
ataupun istirahat, nyeri dirasakan terus menerus tidak mereda, rasa nyeri
seperti tertekan benda berat dan terasa panas, nyeri menjalar ke punggung
dan tangan kiri, nyeri dan sesak memberat pada malam hari terutama pada
posisi telentang, sering merasa pusing, cepat lelah setelah aktivitas, cepat
haus dan sering kencing.

Dari hasil pengkajian kardiovaskuler terfokus didapatkan data bahwa klien


mengalami sesak nafas dengan frekuensi nafas 22x/menit, pengembangan
dada simetris tanpa retraksi dada, taktil fremitus kanan dan kiri simetris,
dengan hasil perkusi resonan yang terletak diseluruh lapang paru, dengan
suara nafas vesikuler yang juga terletak di seluruh lapang paru. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan data tekanan darah 130/73 mmHg, frekuensi
nadi 86x/menit, dengan irama reguler, dan denyutan yang teraba kuat,
konjungtiva anemis, mukosa bibir lembap tidak ada sianosis atau pucat,
CRT <3 detik, dengan bunyi jantung S1 dan S2 normal tanpa gallop dan
mur-mur. Klien dengan tinggi badan 173 cm dan berat badan 68 kg dengan
IMT 22,6 (normal), saat di ruang rawat klien mendapatkan diit DM 1900
kkal/hari. Klien mengatakan mempunyai riwayat merokok teteapi telah
berhenti pada tahun 2018. Klien mengatakan telah mengurangi
mengonsumsi gula dan garam yang diinstruksikan oleh dokter, klien
makan 3x dalam sehari sesuai jadwal makan yang dibuat oleh ahli gizi di
ranap PJT. Dari pemeriksaan abdomen tidak ditemukan asites, hasil
auskultasi dengan bising usus positif, perkusi normal tympani di seluruh
kuadran abdomen, saat dilakukan palpasi perut teraba lembek/lunak, tidak
ditemukan pembesaran hati atau limpa. Untuk BAK klien mengatakan
hanya sering kencing namun tidak ada keluhan lainnya dengan frekuensi
saat skit 6-7x dalam sehari dengan warna kuning, untuk BAB dengan
frekuensi kurang lebih 1x dalam sehari tanpa konstipasi. Dalam aktivitas
klien mnegtaakan masih dapat melakukan beberapa hal secara mandiri
tetapi juga dalam beberapa membutuhkan bantuan seperti saat melakukan
kegiatan berat memindahkan barang klien meminta dibantu oleh
keluarganya yang sehat, klien mampu berjalan sendiri dengan kemampuan
ROM maksimal pada seluruh ekstremitas, begitu pula dengan kekuatan
otot klien yang mendapatkan nilai maksimal yaitu 5 untuk tiap sendi di
seluruh ektremitas. Saat pemeriksaan suhu di ruang cathlab diperoleh hasil
35,7°C, tanpa adanya luka apapun di tubuh klien. Saat dirunang serah
terima klien terpasang IVDF dengan RL 500cc/8 jam. Pengkajian nyeri
dilakukan dengan menggunakan pedoman PQRST, dimana untuk
Provokatornya klien mengatakan nyeri dada timbul baik saat aktivitas
maupun saat istirahat, Qualitas nyeri seperti tertekan benda berat dan
terasa panas, nyeri berlokasi di dada kiri yang dapat menjalar kepunggung
atan tangan kiri, dengan skla 3 dan dirasakan secara terus-menerus. Untuk
keseimbangan cairan kelompok mengambil data dari rekam medis klien
pada tanggal 17 febuari 2018 saat klien baru masuk di ranap PJT dengan
data intak total 3400cc/24 jam yakni minum 1900cc/24 jam ditambah
1500cc dari intravena, untuk intake cairan sejumalh 3620 cc/24 jam
dengan urin 2600cc/24 jam ditambah IWL sejumlah 1020 cc/24 jam,
sehingg abalance yang didapatkan sejumalh -220 cc/24 jam. Saat di
periksa lehernya pasien tidak ditemukan distensi vena jugularis dan edema
baik ekstremitas atau anasarka, saat diperhatikan klien nampak tegang dan
gelisah.

Berdarakan data yang diperoleh dari rekam medis dokter klien saat ini
masih mengkonsumsi obat-obatan yakni Ramipril 1x5 mg PO, Alopentin
1x100 mg PO, Plavix 1x75 mg PO, Ascardia 1x80 mg PO, dan
Simvastatin 1x20 mg PO.

Pada tanggal 18 febuari 2019 dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil


interpretasi berupa Sinus Rhythm with occusional, premature ventrikuler
complexes, dan nonspesifik ST dan T wave abnormality. Untuk
pemeriksaan lab didapatkan hasil nilai Hemoglobin 14,6 g/dl, 43,2%,
white blood cell 8,85, dengan PT 10,1 detik, PT kontrol 10,9 detik,
HbsAg/HIV nonreaktif.

Kelompok juga melakukan pengkajian saat tindakan PCI dilakukan


dengan hasil subjektif klien mengeluhkan timbulnya rasa nyeri dan tidak
nyaman pada lengkan kanan lokasi dilakukannya tindakan, rasa nyeri
kualitaskan seperte teriris, dengan skala 3 dan rasa nyeri masih menetap
karena tindakan masih berlangsung. Untuk objektifnya klien saat ini
dilakukan tindakan prosedur PTCA di arteri radialis kanan,klien sesekali
tampak meringis dan bersikap protektif terhadap tangan kanannya,
diketaui bahwa prosedur ini dilakukan dengan anestesi lokal, dari monitor
yang terpasang di tubuh klien dapat diperoleh hasil tanda tanda vital
berupa tekanna darah 131/79 mmHg, nadi 95x/menit dan nafas sejumalh
22x/menit.

Saat tindakan selesai kelompok juga melakukan pengkajian untuk


mengetahui kondisi klien setelah prosedur dilakukan, dimana klien
mengatakan nyeri di lokasi tindakan tidak terasa lagi, klien juga
mengatakan takut lukanya akan mengeluarkan darah. Saat klien dirunag
RR kondisi luka post PTCS di lengan kanan sudah tertutup rapih oleh
kassa steril dan tidak terlihat adanya rembean darah.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul kelompok bagi dalam 3 fase yang pertama adalah
saat pre tindakan yakni kelompok merumuskan diagnosa ansietas yang
berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan yang ditandai
dengan dasat subjektif klien mengatakan agak takut karena ini adalah kali
pertama nya menjalani operasi, klien juga mengatakan khawatiir dengan
akibat dari dilakukannya prosedur ini, diperoleh juga data objektif dari
hasil observasi klien terlihat tegang dan gelisah, dengan tekanan darah
130/75 mmHg, nadi 86x/menit, dan RR 22x/menit. Pada fase kedua yakni
intra tindakan atau saat prosedur PTCA dilakukan kelompok mengangkat
diagnosa Nyeri akut yang berhubungan dengan adanya agen pencedera
fisik yakni prosedur PTCA itu sendiri yang ditandai dengan data subjektif
klien mengatakan terasa nyeri akibat tindakan PTCA ini, nyeri seperti
teriris, dilengan akanan dengan skala 3 dan nyeri masih menetap karena
prosedur masih dilakukan. Data objektif yang diperoleh saat ini klien
sedang dalam tahap prosedur PTCA di arteri radilis kanan, klien tampak
sesekali meringis, klien bersikap perotektif terhadap tangan kanannya,
dengan tekanan darah 131/79 mmHg, nadi 95x/menit, dan RR 22x/menit.
Fase yang terakhir atau fase post tindakan dimana kelompok mengambil
diagnosa Resiko perdarahan yang ditandai dengan adanya faktor resiko
berupa adanya luka post PTCS ditangan kanan dengan balutan kasa steril
nampa tidak ada rembesan darah dan masih terlihat bersih, klien juga
mengatakan takut lukanya akan mengeluarkan darah.

C. Intervensi Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 18 febuari 2019 ada
beberapa masalah keperawatan yang muncul pada Tn. R. Dari masalah
yang muncul tersebut kelompok menyusun beberapa intervensi yang akan
diimplementasikan untuk mengatasi masalah tersebut.

Masalah keperawatan yang pertama saat pre tindakan adalah Ansietas


dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x10 menit
diharapkan ansietas hilang atau berkurang dengan kriteria hasil klien
mengatakan cemas hilang atau berkurang, klien kooperatif dengan
tindakan, klien nampak tenang dan dapat istirahat, dengan tekanan darah
normal 120/80 mmHg, Nadi 60-100x/menit, frekuensi nafas 16-20x/menit.
Rencana keperawatan untuk mengatasi masalah ansietas adalah berikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dan rasa
cemasnya. Ciptakan suasana tenang dan nyaman, serta berikan penjelasan
mengenai prosedur tindakan dan perawatan yang akan dijalani pasien.

Masalah keperawatan yang kedua pada fase intra tindakan adalah Nyeri
akut dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30
menit diharapakan nyeri hilang dengan kriteria hasil klien megatakan nyeri
hilang atau berkurang, kleine nampak nyaman, dandengan tekanan darah
normal 120/80 mmHg, Nadi 60-100x/menit, frekuensi nafas 16-20x/menit.
Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri akut ini adalah,
catat karakteristik keluhan nyeri (PQRST), anjurkan klien untuk
melaporkan segera jika timbul nyeri, dan ajarkan klien tehnik relaksasi
nafas dalam untuk mengurangi nyeri.
Masalah keperawatan yang ketiga sat post tindakan adalah Resiko
pendarahan yang ditandai dengan adanya luka post PTCA yang tertutup
kassa, dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30
menit diharapkan resiko pendarahan tidak menjadi aktual dengan krieria
hasil tidak ada pendarahan pada luka post PTCA, trombosi dalam rentang
normal 180-500rb/m3, tidak terjadi injury atau penyembuhan luka tepat
waktu.

D. Implementasi Keperawatan
Setelah membuat rencana keperawatan kelompok lalu melakukan
impelentasi selama pasien berada di runag cathlab yakni tanggal 18 febuari
2019, pada pre tindakan yakni pukul 10.25 WIB kelompok
mengimplementasikan rencana keperawatan untuk menyelesaikan malasah
ansietas pada pasien yakni pertama-tama kelompok memberikan
kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya, dengan
respon klien mengatakan khawatir karena ini pengalaman pertamanya
menjalani operasi, tapi klien juga mengatakan akna berusaha untuk tenang,
saat implementasi ini TD 130/75 mmHG, nadi 86x/menit, RR 22x/menit.
Lalu pada pukul 10,.30 WIB kelompok menemani perawat dan dokter saat
menjelaskan mengenai prosedur tindakan yang akan pasien jalani, dengan
respon klien mengatakan telah memahami apa yang dijelaskan perawatan
dan klien mengatakan akan mematuhi istruksi tenaga kesehatan selama
tindakan dan perawatan berlangsung.

Untuk tahap intra tindakan dengan diagnosa nyeri akut telah dilakukan
tindakan mulai pada pukul 10.50 WIB yakni menganjurkan pasien untuk
melaporkan jika terdapat nyeri dengan segera, disini merespon dengan
mengatakan akan melaporkannyeri dengan segera, yang kedua yakni pukul
11.00 WIB perawat mengajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam dan
memantau TTV, dengan respon klien dapat mengulangi apa yang diajarkan
perawat, klien mengatakan akan melakukannafas dalam jika nyeri timbul,
dan hasil TD 131/79 mmHg, Nadi 90x/menit, dan RR 22x/menit. Yang
ketiga pada pukul 11.10 WIB perawat mencatat keluhan nyeri pasien
dimana klien mengatakan timbul nyeri dilokasi tindakan seperti teriris di
tangan kanan skala 3, danmasih menetap, klien melakukan nafas dalam
dan mengatakan lebih tenang dan nyeri berkurang dengan skala 2.
Pada tahap terakhir yakni post tindakan saat klien di ruang RR, perawat
melakukan intervensi keperawatan untuk mengatasi resiko perdarahan,
yakni pada jam 11.50 WIB perawat memantau tanda-tanda perdarahan
pada luka post tindakan PCI, didapatkan hasil bahwa luka tertutup kassa
steril tanpa rembesan darah, lalu pada jam 11.55 WIB klien akan
dipindahkan keruangan ranap dimana perawat melindungi klien dari
trauma yang dapat menyebabkan perdarahan dengan mentransfer pasien
secara hati-hati dan melindungi bagian luka post PTCA nya, klien
berespon dengan mengatakan kepada perawat untuk berhati-hati dalam
melakukan tindakna dan memindahkannya, klien berhasil dipindahkan
dengan aman tanpa perdarahan dan cidera sekunder.

E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kelompok melakukan evaluasi
asuhan keperawatan dengan menggunakan S (Subjektif), O (Objektif), A
(Assesment), dan P (Planning). Diagnos pertama untuk pre tindakan yakni
Ansietas dengan data subjektif klien mengatakan akan berusaha tenang,
dan klien mengatakan akan mematuhi instruksi tenaga kesehatan selama
tindakan dan perawatan berlangsung, data objektif berupa klien nampak
lebih tenang dan nyaman, klien kooperatif dan mematuhi instruksi tenaga
kesehatan, tekanan darah 130/75 mmHg, nadi 86x/menit, RR 22x/menit.
Kelompok menilai bahwa data tersebut masih kurang untuk merumuskan
bahwa masalah telah teratasi sehingg kelompok memutuskan untuk
assesment bahwa masalah hanya sebgain yang teratasi sehingga planning
dengan melanjutkan intervensi berupa beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya.

Diagnosa pada tahap intra tindakan berupa nyeri akut pada evaluasi pukul
11.30 WIB klien mengatakan nyeri berkurang saat nafas dalam, dengan
skala 2 di lokasi tindakan seperti teriris dan masih menetap. Data objektif
yang diperoleh berupa klien dapat mengulangi tehnik relaksasi nafas
dalam yang diajarka perawat dan klien menerapka hal tersebut saat
intraoperatif, klien tampak tenang dan nyaman, dengan TD 131/79 mmHg,
nadi 90x/menit, RR 22x/menit. Sehingga kelompok merumuskan bahwa
masalah inis ebgian telah teratasi dengan planning melanjutkan intervensi
dengan anjurkan klien selalu menerapkan tehnik relaksasi nafas dalam.

Pada post tindakan diagnosa nya adalah Resiko perdarahan dengan


evaluasi pada pukul 12.00 WIB saat klien akan dipindahkan d=keruangan
rawat inap PJT ykni dengan data subjektif klien mengatakan akan berhati-
hati dalam aktivitasnya, dan akna mengikuti anjuran perawat mengenai
pencegahan perdarahan. Data objektif berupa adanya luka post PTCA
tertutup kassa steril tanpa perembesan darah, tidak terjadi cedera saat
memindahan klien. Kelompok memutuskan untuk merumuskan bahwa
masalah resiko perdarahan ini teratasi sebagian dengan melanjutan
intervensi dengan pantau tanda-tanda perdarahan dan pantau hasil lab.

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini, kelompok akan menguraikan bahasan tentang asuhan


keperawatan yang telah dilakukan selama satu setengah jam, dari pukul 10.20-
12.00 WIB pada tanggal 18 Februari 2019 di ruang kateterisasi jantung (Cathlab)
RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan diagnosa medis CAD (Coronary Artery
Disease). Pembahasan ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan yang
mungkin ditemukan antara teori dan kasus. Kelompok melakukan terhadap semua
komponen asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi, dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan, merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dan berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tujuan
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar serta sebagai dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu (Potter dan Perry, 2007).
Pengkajian yang dilakukan kelompok meliputi pengkajian identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga dan 11 pola Gordon serta pemeriksaan fisik head to
toe (Potter dan Perry, 2007).
Klien di diagnosa menderita CAD atau Coronary Artery Disease dan
DM tipe II karena klien memiliki riwayat dengan keluhan sesak nafas dan
nyeri dada dengan skala 3, nyeri dirasakan secara tiba-tiba baik dalam keadaan
setelah aktivitas ataupun istirahat, dan terjadi secara terus menerus tidak
mereda, rasa nyeri seperti tertekan benda berat dan terasa panas, nyeri
menjalar ke punggung dan tangan kiri, sering merasa pusing, cepat lelah
setelah aktivitas, cepat haus dan sering kencing.
Hal itu sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, Coronary Artery
Disease (CAD) atau biasa disebut penyakit jantung koroner (Coronary Heart
Disease/CHD) adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung
yang bisa menyebabkan serangan jantung (AHA, 2015). CAD dapat terjadi
apabila arteri yang memasok darah ke otot jantung menjadi mengeras dan
menyempit, yang disebabkan oleh penumpukan kolesterol dan bahan lainnya,
yang disebut plak, di dinding bagian dalamnya. Hal tersebut dlinamakan
aterosklerosis, yang dapat menyebabkan timbulnya beberapa keluhan, seperti
nyeri dada yang muncul tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan
terasa semakin berat sampai tidak tertahankan. Rasa nyeri yang tajam dan
berat, biasa menyebar kebahu dan lengan biasanya lengan kiri. Tidak seperti
nyeri angina, nyeri ini muncul secara spontan (bukan setelah kerja berat atau
gangguan emosi) dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari dan
tidak akan hilang dengan istirahat, kemudian pusing, kelelahan, sesak nafas,
dll (Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014).
Menurut Udjianti (2010), yang menjadi penyebab munculnya masalah
CAD ini yaitu karena adanya aterosklerosis atau penumpukan plak pada arteri
koroner yang menyebabkan spasme arteri atau penyempitan pada arrteri
koroner. Spasme tersebut dapat menyebabkan tidak lancarnya aliran darah ke
otot jantung dan berkurangnya pasokan oksigen ke jantung, akibatnya akan
muncul gejala-gejala yang sudah disebutkan diatas. Selain itu terdapat
beberapa faktor risiko, seperti merokok, obesitas, hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, dsb.
Pada klien juga ditemukan beberapa faktor risiko seperti yang sudah
dijelaskan pada teori, yaitu klien mengatakan mempunyai riwayat merokok
dan diabetes melitus tipe II, akan tetapi saat ini klien telah berhenti merokok
pada tahun 2018, dan juga klien mengatakan telah mengurangi konsumsi gula
dan garam yang diinstruksikan oleh dokter, klien makan 3x dalam sehari
sesuai jadwal makan yang dibuat oleh ahli gizi di ranap PJT.
Berbicara mengenai CAD, terdapat beberapa penatalaksanaan yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir penyakit tersebut bertambah parah,
salah satunya yaitu PCI (Percutaneous Coronary Intervention), dimana
pengertian dari tindakan itu sendiri yaitu suatu prosedur untuk mengatasi
stenosis atau penyempitan di arteri koronaria. Prosedur ini digunakan untuk
mengurangi gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada, sesak serta gagal
jantung. PCI dapat mencegah terjadinya infark miokard serta mengurangi
angka kematian. Hal tersebut juga dilakukan oleh klien pada tanggal 18
Februari 2019 di ruang kateterisasi jantung (cathlab) PJT RSUPN Cipto
Mangunkusumo pada pukul 10.25 WIB. Klien dilakukan tindakan PCI 1 DES
melalui akses radialis kanan dengan anestesi lokal.
Data pengkajian fisik yang muncul pada klien post tindakan PCI yaitu
klien sudah tidak mengeluh nyeri lagi di daerah dada, klien mengatakan hanya
takut lukanya akan mengeluarkan darah. Saat klien diruang RR kondisi luka
post PTCS di lengan kanan sudah tertutup rapih oleh kassa steril dan tidak
terlihat adanya rembesan darah.
Dari hasil pengkajian kardiovaskuler terfokus didapatkan data bahwa
klien mengalami sesak nafas dengan frekuensi nafas 22x/menit,
pengembangan dada simetris tanpa retraksi dada, taktil fremitus kanan dan kiri
simetris, dengan hasil perkusi resonan yang terletak diseluruh lapang paru,
dengan suara nafas vesikuler yang juga terletak di seluruh lapang paru. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan data tekanan darah 130/73 mmHg, frekuensi nadi
86x/menit, dengan irama reguler, dan denyutan yang teraba kuat, konjungtiva
anemis, mukosa bibir lembap tidak ada sianosis atau pucat, CRT <3 detik,
dengan bunyi jantung S1 dan S2 normal tanpa gallop dan mur-mur. Klien
dengan tinggi badan 173 cm dan berat badan 68 kg dengan IMT 22,6
(normal), saat di ruang rawat klien mendapatkan diit DM 1900 kkal/hari. Dari
pemeriksaan abdomen klien tidak ditemukan tanda-tanda abnormal, seperti
asites, distensi abdomen, bising usus hiperaktif, ataupun yang lainnya. Untuk
BAK klien mengatakan hanya sering kencing namun tidak ada keluhan
lainnya dengan frekuensi saat skit 6-7x dalam sehari dengan warna kuning,
untuk BAB dengan frekuensi kurang lebih 1x dalam sehari tanpa konstipasi.
Pada tanggal 18 febuari 2019 dilakukan pemeriksaan EKG dengan
hasil interpretasi berupa Sinus Rhythm with occusional, premature ventrikuler
complexes, dan nonspesifik ST dan T wave abnormality. Untuk pemeriksaan
lab didapatkan hasil nilai Hemoglobin 14,6 g/dl, 43,2%, white blood cell 8,85,
dengan PT 10,1 detik, PT kontrol 10,9 detik, HbsAg/HIV nonreaktif.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pertanyaan yang menguraikan respon
actual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan
potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature ynag
berkaitan, dan catatan medis (Potter dan Perry, 2007).
Dalam penyusunan diagnosa keperawatan, kelompok mengacu pada
rumusan diagnosa menurut SDKI (2016). Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada klien dengan diagnosa CAD Post Tindakan PCI
menurut teori yang sudah disebutkan dalam BAB II, yaitu:
4. Penurunan Curah Jantung b.d gangguan irama jantung, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung, iskemia miokard
5. Nyeri Akut b.d agen pencedera biologis (iskemia)
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen
Dari hasil pengkajian dan pengelompokkan data penulis menemukan
beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan
fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai
dengan kebutuhan hierarki Maslow (Potter dan Perry, 2007). Dari hasil
pengkajian dan analisa data kelompok mengangkat diagnosa keperawatan
yang muncul pada Tn. R dengan diagnosa CAD Post Tindakan PCI dan
sesuai dengan teori konsep penyakit CAD yang sudah dijabarkan pada BAB
II, yaitu meliputi:
1. Ansietas
Menurut PPNI (2016), ansietas adalah konisi emosi dan pengalaman
subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman. Diagnosa ini muncul karena pada saat
pengkajian, penulis mendapatkan data-data yang menunjang untuk
ditegakkannya diagnosa nyeri akut sebesar yaitu klien takut dan
khawatir mengalami kegagalan karena ini adalah kali pertama nya
menjalani operasi, dan khawatir dengan akibat dari dilakukannya
prosedur ini, diperoleh juga data objektif dari hasil observasi klien
terlihat tegang dan gelisah, dengan tekanan darah 130/75 mmHg, nadi
86x/menit, dan RR 22x/menit.
2. Nyeri akut
Menurut PPNI (2016), nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Diagnosa
ini muncul karena pada saat pengkajian, penulis mendapatkan data-
data yang menunjang untuk ditegakkannya diagnosa nyeri akut
sebesar yaitu klien mengatakan terasa nyeri akibat tindakan PTCA ini,
nyeri seperti teriris, dilengan kanan dengan skala 3 dan nyeri masih
menetap karena prosedur masih dilakukan. Data objektif yang
diperoleh saat ini klien sedang dalam tahap prosedur PTCA di arteri
radilis kanan, klien tampak sesekali meringis, klien bersikap perotektif
terhadap tangan kanannya, dengan tekanan darah 131/79 mmHg, nadi
95x/menit, dan RR 22x/menit.
3. Resiko perdarahan
Menurut PPNI (2016), risiko perdarahan yaitu adanya resiko
mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh)
maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh). Diagnosa ini muncul
karena pada saat pengkajian, penulis mendapatkan data-data yang
menunjang untuk ditegakkannya diagnosa risiko perdarahan yaitu
yang ditandai dengan adanya luka post PCI ditangan kanan dengan
balutan kasa steril nampak tidak ada rembesan darah dan masih
terlihat bersih, klien juga mengatakan takut lukanya akan
mengeluarkan darah.
Setelah dilihat kembali, tidak semua diagnosa yang terdapat pada teori
terdapat pula pada klien kelolaan. Diagnosa yang tidak muncul pada klien
yaitu penurunan curah jantung dan intoleransi aktivitas. Diagnosa
penurunan curah jantung dan intoleransi aktivitas tidak muncul pada klien
karena pada saat dilakukan pengkajian, tidak didapatkan data-data yang
aktual untuk menunjang ditegakkannya diagnosa tersebut. Sedangkan
menurut PPNI (2016), jika ingin menegakkan sebuah diagnosa prioritas,
maka harus terdapat data yang menunjang sebesar 85%-100%.
DAFTAR PUSTAKA

Institute for Quality and Efficiency in Health Care. (2017). Complication


Coronary Artery Disease. Retrieved from PubMed Health:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedheatlh/ PMH0086330 (diakses pada 20
Februari 2018)

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M., & Bucher, L. (2014). Medical-
surgical nursing (9ed.). Missouri: Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Kelima Bahasa
Indonesia. Singapore: Elsevier

NANDA International. (2016). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan


: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : RGC.

Potter, P.A& Perry, A. G. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

PPNI.2016. StandarDiagnosaKeperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

Ratini, M. (2018). Coronary Artery Disease. Retrieved from WebMD Medical


Reference: https://www.webmd.com/heart-disease/guide/heart-disease-coronary-
artery-disease (diakses pada 20 Februari 2018)

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2010). Textbook of medical-surgical


nursing
(12ed., Vol. 1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai