KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Farmakologi tentang
“FARMAKODINAMIK”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bpk Rahmatubagus
selaku dosen pembimbing karena dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan kami.
Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakologi Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini
dengan memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami.
Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari pada itu penyusun memohon saran dan arahan yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan makalah ini di masa akan datang dan penyusun berharap makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Untuk mengetahui interaksi obat dan reseptor obat.
5. Untuk mengetahui hubungan obat dan respon obat .
1.3 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari jenis antagonisme serta dapat memberikan contoh peristiwa
antagonism ?
2. Bagaimana mekanisme antagonis kompetitif dan non kompetitif ?
3. Apa definisi dari sinergisme dan bagaimana mekanisme dalam sinergisme serta dapat
memberikan contoh peristiwa yang berhubungan dengan sinergisme?
4. Bagaimana interaksi obat dan reseptor obat ?
5. Bagaimana hubungan obat dengan respon obat ?
2
BAB II
ISI
Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat,
mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum
efek dan respon yang terjadi.
3
kadar agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh efek yang sama. Ini berarti afinitas
agonis terhadap reseptornya menurun. Contoh antagonis kompetitif adalah β˗bloker
dan antihistamin.
Kadang-kadang suatu antagonis mengikat reseptor di temat lain dari reseptor
site agonis dan menyebabkan perubahan konformasi reseptor sedemikian sehingga
afinitas terhadap agonisnya menurun. Jika penurunan afinitas agonis ini dapat diatasi
dengan meningkatkan dosis agonis, maka keadaan ini tidak disebut antagonisme
kompetitif, tetapi disebut kooperativitas negatife
2. Antagonism Non-Kompetatif
Antagonis ini adalah suatu keadaan ketika obat antagonis memblokade suatu
tempat tertentu dari rangkaian kejadian yang diperlukan untuk menghasilkan respon
suatu agonis. (departemen farmakologi, 2008)
Hambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai akan
berkurang, tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.
2.5 CONTOH PERISTIWA ANTAGONISME
Menurut mekanisme terjadinya, antagonisme dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. antagonisme kimiawi
antagonisme yang terjadi pada 2 senyawa yang mengalami reaksi kimia pada suatu
larutan atau media sehingga mengakibatkan efek obat berkurang.
Contoh : tetrasiklin mengikat secara kelat logam-logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg,
Al) → efek obat berkurang
b. antagonisme farmakokinetik
antagonisme ini terjadi jika suatu senyawa secara efektif menurunkan konsentrasi
obat dalam bentuk aktifnya pada sisi aktif reseptor.
c. antagonism non-kompetitif
4
agonis dan antagonis berikatan ada waktu yang bersamaan, pada daerah selain
reseptor.
Contoh: aksi papaverin terhada histamine ada reseptor histamine-1 otot polos
trakea.
2.6 SINERGISME
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua
obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang sama dengan efek farmakologi
yang sama. Semua obat yang mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat-
sebagai contoh, etanol, antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam,
estazolam, bromazepam, alprazolam), fenotiazin (klorpromazina, tioridazina,
flufenazina, perfenazina, proklorperazina, trifluoperazina), metildopa, klonidina- dapat
meningkatkan efek sedasi.
2.7 MEKANISME SINERGISME
2.7.1 Sinergisme pada tempat yang sama
interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling
memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme
ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik.
2.7.2 Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.
Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja
ata reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang
saling memperkuat.
5
2.8.2 contoh sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir
sama
Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat,
Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat,
misalnya depresi susunan saraf pusat.
Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
Kombinasi beberapa obat antihipertensi
2.9 INTERAKSI OBAT DAN RESEPTOR
Obat harus berintekasi dengan target aksi obat (salah satunya adalah reseptor) untuk
dapat menimbulkan efek. Interaksi obat dan reseptor dapat membentuk komplek obat-
reseptor yang merangsang timbulnya respon biologis, baik respon antagonis maupun
agonis. Mekanisme timbulnya respon biologis dapat dijelaskan dengan teori interaksi
obat-reseptor. Ada beberapa teori interaksi obat-reseptor, antara lain:
1. Teori Klasik
Ehrlich (1907) memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep sederhana tentang
interaksi antara obat-reseptor, dimana obat tidak akan dapat menimbulkan efek tanpa
mengikat reseptor. Interaksi yang terjadi antara struktur dalam tubuh (sisi reseptor)
dengan molekul asing yang sesuai (obat) yang saling mengisi akan menimbulkan suatu
respon biologis.
2. Teori Pendudukan
Dikemukakan oleh Clark pada tahun 1926. Teori ini memperkirakan satu molekul
obat akan menempati satu sisi reseptor. Obat harus diberikan dalam jumlah 5
berlebih agar tetap efektif selama proses pembentukan kompleks. Besar efek
biologis yang terjadi sesuai dengan jumlah reseptor spesifik yang diduduki molekul
obat yang juga sebanding dengan banyak kompleks obat-reseptor yang terbentuk.
Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas dapat
menunjang afinitas interaksi obat dengan reseptor dan mempunyai efisiensi untuk
menimbulkan respon biologis akibat kompleks obat – resptor. Jadi respon biologis
merupakan fungsi dari jumlah kompleks obat-reseptor. Respon biologis yang terjadi
6
dapat merupakan rangsangan aktivitas (efek agonis) dan pengurangan aktivitas (efek
antagonis).
3. Teori Kecepatan
Croxatto dan Huidobro (1956), memberikan postulat bahwa obat hanya efisien pada
saat berinteraksi dengan reseptor. Kemudian teori ini dijelaskan oleh Paton (1961)
yang mengemukakan bahwa efek biologis setara dengan kecepatan ikatan obat-
reseptor dan bukan dari jumlah reseptor yang diduduki oleh obat. Pada teori ini, tipe
kerja obat ditentukan oleh kecepatan penggabungan (asosisasi) dan peruraian
(disosiasi) komplek obat-reseptor dan bukan dari pembentukan komplek obat-
reseptor yang stabil. Senyawa dikatakan agonis jika kecepatan asosiasi (sifat
mengikat reseptor) dan disosiasi besar. Senyawa dikatakan antagonis jika kecepatan
asosiasi sangat besar sedangkan disosiasinya kecil. Dan senyawa agonis parsial
adalah jika kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal.
2.10 HUBUNGAN DOSIS-RESPON
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Antagonisme merupakan respon obat yang tidak menimbulkan efek,
dikarenakan adanya obat lain yang dapat menghilangkan zat aktif dari obat
tersebut. Namun ada beberapa obat yang dapat bekerja pada tempat yang sakit
atau efek yang diinginkan dengan cara mengurangi kadar obat yang satunya.
Contohnya yaitu obat emberian Na-bikarbonat untuk alkalinisasi urine pada
keracunan fenobarbital
2. Sinergisme merupakan obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang
sama dengan efek farmakologi yang sama. Contohnya benzodiazepin
(diazepam, lorazepam, prazepam, estazolam, bromazepam, alprazolam).
3.2 Saran
8
DAFTAR PPUSTAKA
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setiawati dkk. Pengantar Farmakologi dalam farmakologi dan terapi edisi 4. Jakarta.
Gaya Baru:1995