Anda di halaman 1dari 31

ABSTRAK

Dalam kehidupan sehari-hari, sering terjadi fenomena perpindahan


panas salah satu contohnya yaitu perpindahan panas secara konveksi.
konveksi yaitu Proses perpindahan panas dari benda ke fluida yang
bergerak. Salah satu contohnya yaitu pada elemen pemanas hairdryer. Pada
praktikum kali ini akan disimulasikan perpindahan panas secara konveksi
serta menganalisa pengaruh kecepatan fluida terhadap koefisien konveksi.
Langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah susun peralatan
sesuai skema. voltage regulator dipastikan pada nilai 0 volt dan set point
thermocontrol pada nilai 0 C. Lalu pada tahap pengambilan data, voltage
regulator diatur pada 150 volt. Thermocontrol dinyalakan dan
thermocontrol diset pada nilai 75 C. kipas dinyalakan pada kecepatan
tingkat satu dengan waktu tunggu 5 menit. Pengambilan data dilakukan
dengan variasi kecepatan kipas hingga tingkat 3 serta variasi voltage
regulator.
Hasil yang didapatkan dari percobaan ini adalah tegangan (V), arus
(I), temperature (T). Dari pengolahan data diperoleh hubungan antara jarak
dengan temperatur pada tiap setpoint serta hubungan nilai koefisien
konveksi tiap set point tehadap kecepatan kipas. Hubungan antara jarak
dengan temperature yaitu berbanding lurus, dari Grafik T150 = f(x), Grafik
T175 = f(x), dan Grafik T200 = f(x) didapatkan hasil yang tidak sesuai
dengan teori. Sedangkan hubungan nilai koefisien konveksi tiap set point
tehadap kecepatan kipas yaitu berbanding lurus. Dari grafik h = f(v)
didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.

1
ABSTRAKS 1
DAFTAR PUSTAKA 2
DAFTAR GAMBAR 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Percobaan 4
1.4 Batasan Masalah 4
1.5 Sistematika Laporan 4
BAB II DASAR TEORI
2.1 Pengertian Konveksi 7
2.2 Thermal Resistance 8
2.3 Konveksi pada Plat Datar Secara Aliran Pararel 9
BAB III METODOLOGI
3.1 Peralatan Praktikum 12
3.2 Instalasi Praktikum 12
3.3 Langkah-langkah Praktikum 13
3.4 Flowchart Praktikum 15
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHSAN
4.1 Data Hasil Praktikum 17
4.2 Flowchart Perhitungan 17
4.3 Contoh Perhitungan 19
4.4 Pembahasan 19
4.4.1 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada Set Point 150 v 19
4.4.2 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada Set Point 175 V 22
4.4.3 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada Set Point 200 v 23
4.4.4 Grafik voltase Terhadap Koefisien Konveksi 26
4.4.5 Grafik Kecepatan Kipas Terhadap Koefisien Konveksi 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 30
5.2 Saran 31

2
Gambar 2.1 Thermal Boundary laer pada isothermal plat datar 6
Gambar 2.2 Perpndahan panas secara konveksi 7
Gambar 2.3 Plat plate in parrarel flow 11
Gambar 3.1 Instalasi alat uji konveksi 12
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan 15
Gambar 4.1 Flowchart Perhitungan 17
Gambar 4.2 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada Set Point 150 v 20
Gambar 4.3 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada Set Point 175 v 22
Gambar 4.4 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada Set Point 200 v 25
Gambar 4.5 Grafik voltase Terhadap Koefisien Konveksi 27
Gambar 4.6 Grafik Kecepatan Kipas Terhadap Koefisien Konveksi 28

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi
dari suatu tempat ke tempat lain atau suatu media ke media lainnya Sebagai
akibat dari perbedaan temperatur antara kedua media tersebut. Konveksi
merupakan perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat dengan
fluida yang mengalir disekitarnya, dengan menggunakan media penghantar
berupa fluida (cair / gas).
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai proses perpindahan
panas khususnya secara konveksi. Sebagai contoh adalah saat memasak air
dalam panci. Air yang dipanasi akan mengalami pergerakan dan akan timbul
gelembung-gelembung. Contoh lainnya adalah plat panas yang dihembusi
udara oleh kipas. Kedua proses tersebut merupakan peristiwa konveksi
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan pemahaman proses
konveksi melalui percobaan ini.

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah pada praktikum ini adalah
1. Bagaimana cara meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar
proses perpindahan panas secara konveksi?
2. Bagaimana pengaruh kecepatan fluida terhadap nilai koefisien
konveksi?

1.3 Tujuan percobaan


Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah
1. Meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar proses
perpindahan panas secara konveksi
2. Mengetahui pengaruh kecepatan fluida terhadap nilai koefisien
konveksi

4
1.4 Batasan masalah
Batasan masalah pada praktikum ini adalah:
1. Steady state
Suatu kondisi dimana properti specimen tidak berubah terhadap
waktu.
2. No heat generation
Spesimen uji tidak memiliki energi bangkitan karena spesimen
dianggap logam murni sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang
menyebabkan energi bangkitan
3. Neglected Radiation
Perpindahan panas secara radiasi diabaikan karena perbedaan
temperatur antara permukaan spesimen dan temperatur lingkungan
sangat kecil
4. Perpindahan panas dianggap konstan
Heater yang digunakan ada satu buah dimana arus dan tegangannya
diatur konstan.

1.5 Sistematika laporan


Laporan percobaan ini disusun berdasarkan sistematika penulisan
sebagai berikut, yaitu pada bagian awal terdapat abstrak yang berisikan garis
besar percobaan.
Bab 1 adalah pendahuluan. Terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan percobaan, batasan masalah dan sistematika laporan
percobaan.
Bab 2 berisi dasar teori, yaitu teori-teori yang mendukung pelaksanaan
percobaan.
Bab 3 yaitu metodologi percobaan. Pada bab ini berisikan peralatan
yang digunakan, instalasi percobaan, langkah percobaan dan flowchart
percobaan.
Bab 4 yaitu analisa data dan pembahasan. Pada bab ini berisikan data
hasil percobaan, flowchart perhitungan, contoh perhitungan dan

5
pembahasan.
Bab 5 yaitu kesimpulan dan saran. Pada bab ini berisikan kesimpulan
dan saran dari percobaan.

6
BAB 2
DASAR TEORI

Gambar 2.1 Thermal boundary layer pada isothermal plat datar

Konveksi merupakan bentuk perpindahan panas dimana molekul-


molekul benda membawa energi panas dari satu titik ke titik lainnya.
Umumnya terjadi pada benda cair dan gas. Aliran konveksi dipengaruhi
beberapa faktor:
 Aliran horizontal dan vertical
 Alian laminer atau turbulen
 Permukaan rata atau melengkung
 Jenis fluidanya, zat cair atau gas
 Sifat-sifat fluida seperti viskositas, kalor jenis, dsb

Perpindahan panas konveksi dapat dibagi menjadi dua:


 Force convection
Yaitu perpindahan panas karena adanya factor kerja dari luar terhadap fluida
perantara, misalnya konveksi dengan adanya bantuan fan, blower, air
conditioning dan sebagainya.

 Free convection
Yaitu perpindahan panas tanpa ada factor luar melainkan karena buoyancy
force. Secara umum, besarnya laju perpindahan panas konveksi dapat
dirumuskan:
q’’= h ( T∞ - Ts ), Ts > T∞………(2.1)

7
q’’= h ( T∞ - Ts ), T∞ > Ts………(2.2)
Dimana:
h = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2K)
q” = convection heat flux (W/m2)

𝑇𝑠−𝑇∞ 1
Rt.conv = = ℎ𝐴
𝑞

Cold

T∞,h

Gambar 2.2 Perpindahan panas secara konveksi

2.2 Konveksi pada plat datar secara aliran paralel


Konveksi jenis ini banyak sekali dijumpai pada penerapan engineering.
Paralel flow sepanjang plat datar ini dibagi menjadi 6 pembahasan:

1. Laminar flow over on isothermal plate


Dengan mengasumsikan steady state, incompressible laminar flow,
dengan property fluida konstan dan mengakibatkan viskositas didapatkan
persamaan boundary layer sebagai berikut:

𝜕𝑢 𝜕𝑢
Continuity : 𝜕𝑥 + 𝜕𝑦 = 0………………………………(2.4)

𝑢.𝜕𝑢 𝑢𝜕𝑢 𝜕2 𝑢
Momentum: + =𝑢 ……………………….(2.5)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2

𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕2 𝑇
Energi : 𝑢. 𝜕𝑥 + 𝑣. 𝜕𝑦 = 𝑎. 𝜕𝑦 2 ………………………...(2.6)

8
𝜕𝑃𝐴 𝜕𝑃𝐴 𝜕2 𝑃𝐴
Spesies: 𝑢. + 𝑣. = 𝐷𝐴𝐵 …………………..(2.7)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 2

Kondisi kecepatan boundary layer tidak bergantung pada temperature dan


konsentrasi spesimen. Perumusan masalah Hydrodynamics dapat dengan
persamaan alian dimana:

𝜕𝜓 𝜕𝜓
𝑢= 𝑑𝑎𝑛 𝑢 = − 𝜕𝑥 ………………….(2.8)
𝜕𝑦

Untuk kasus laminar low on isothermal dapat didekati dengan angka flux
dimana:

0,3387 𝑅𝑒𝑥 1/2 𝑃𝑟 1/3


𝑁𝑢𝑥 = 2 1/4
Pex ≥ 100………(2.9)
0,0468 3
[1+( ) ]
𝑃𝑟

Dimana: Re = Reynold number


Pr = Prandtl number
Pe = Peclet number

2. Turbulen flow over on isothermal plate


Berdasarkan hasil eksperimen untuk turbulen flow dengan reynold number
mencapai koefisien gerakan lokal dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐶𝑓𝑥 = 0,0592 𝑅𝑒𝑥 −1/5 𝑅𝑒𝑥𝑐 ≤ 𝑅𝑒𝑥 ≤ 108 ………(2.10)

Persamaan di atas dengan modifikasi reynold local nusselt


number untuk aliran turbulen adalah:

𝑁𝑢𝑥 = 𝑆𝑡. 𝑅𝑒𝑥 . 𝑃𝑟 = 0,0296 𝑅𝑒𝑥 4/5 𝑃𝑟 1/2 0,6 ≤ Pr ≤ 60 … … …(2.11)

Dan local Sherwood number adalah


𝑆ℎ𝑥 = 𝑆𝑡𝑚 𝑅𝑒𝑥 𝑆𝑐 = 0,0296 𝑅𝑒𝑥 4/5 𝑆𝑐1/2 0,6 ≤ 𝑆𝑐 ≤ 3000 …(2.12)

9
3. Mixed Boundary Layer Condition
Pada kasus mixed boundary layer dapat didekati dengan rumus:

1 𝑥𝑐 𝑥𝑐
ℎ𝐿 = (∫0 ℎ𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑥 + ∫0 ℎ𝑡𝑢𝑟𝑏 𝑑𝑥 )………………(2.13)
𝐿

Sehingga:
4/5 1/3
𝑁𝑢𝐿 = (0,037 + 𝑅𝑒𝐿 − 𝐴) 𝑃𝑟 …………..(2.14)

0,6 ≤ 𝑃𝑟 ≤ 60

𝑅𝑒𝑥𝑐 ≤ 𝑅𝑒𝐿 ≤ 108


[ ]

Dengan menganalogikan analogi heat mass ransfer didapatkan rumus


Sherwood number:
4/5 1/3
𝑆ℎ𝐿 = (0,037 + 𝑅𝑒𝐿 − 𝐴) 𝑆𝑐 …………...(2.15)

0,6 ≤ 𝑃𝑟 ≤ 60

𝑅𝑒𝑥𝑐 ≤ 𝑅𝑒𝐿 ≤ 108


[ ]

4. Unheated Starting Length


Ada daerah dimana tidak ada perpindahan panas pada jarak tertentu,
dimana 0 adalah jarak boundary pada saat belum berpindah. (no heat
transfer). Dapat dituliskan sebagai berikut :

10
Gambar 2.2 Flat plate in parallel flow

Nusselt number pada kasus ini


𝑁𝑢𝑥 |𝜉=0
𝑁𝑢𝑥 = 1/9 ………………..(2.16)
𝜉
[1−( ⁄𝑥)9/10 ]

5. Flat plate with constant heat flux condition


Ada kemungkinan uniform surface heat flux telah berpengaruh daripada
uniform temperature pada kasus kondisi ini maka nilai Nu number
dirumuskan:
𝑞𝑠" .𝐿
(𝑇𝑠 − 𝑇∞) = …………………..(2.17)
𝑘 𝑁𝑢𝐿

6. Limitation on use convection coefficient


Meskipun persamaan pada bagian ini cocok untuk kebanyakan perhitungan
engineering, dalam prakteknya lebih sering digunakan nilai exact untuk
koefisien konveksi mengacu pada free stream turbulent dan kekerasan
permukaan dan kesalahan 25% mungkin terjadi dalam persamaan ini.

11
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Peralatan Percobaan


Peralatan yang digunakan pada praktikum ini sebagi berikut:
1. Benda uji (elemen penghantar dan heater)
2. Amperemeter
3. Voltmeter
4. Voltage regulator
5. Kipas
6. Thermocontrol
7. Thermometer
8. Sarung tangan

3.2 Instalasi Praktikum


Praktikum konveksi dilakukan dengan melakukan
pemanasan melalui heater kepada elemen penghantar, kemudian
mengamati pengaruh udara sekitar terhadap proses perpindahan
panas secara konveksi, yang disertai dengan meningkat
kecepatan udara dengan kipas. Skema instalasi peralatan
konveksi dapat dlihat pada gambar dibawah ini :

12
Keterangan:
1. Benda uji
2. Amperemeter
3. Voltmeter
4. Voltage regulator
5. Kipas
6. Thermocontrol

3.3 Langkah – langkah Praktikum

Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang


akurat, berikut ini merupakan langkah – langkah dalam melakukan
praktikum:
1. Tahap Persiapan
a. Selalu pergunakan sarung tangan sebagai perlengkapan
dan tindakan keselamatan diri.
b. Pastikan system peralatan uji konveki telah terinsteraksi
dengan baik dan benar sesuai dengan skema peralatan.
c. Pasukan tegangan voltage regulator pada nilai 0
d. volt dan set point thermocontrol pada nilai 0o C.
e. Thermocouple referensi dipasang pada heater.

2. Tahap pengambilan Data

a. Tegangan voltage regulator diatur pada nilai 150o volt.


b. Thermocontroldinyalakan dengan menahan saklar tegangan
termocontrol pada posisi on.
c. Set point thermocontrol diatur pada nilai 75o c.
d. Kipas dinyalakan pada kecepatan tingkat 1, dengan waktu tunggu
minimum 5 menit setelah prosedur c.
e. Pengambilan data dilakukan dengan variasi kecepatan kipas mulai

13
tingkat 1 sampai 3. Waktu tunggu pengambilan data minimum 5
menit untuk tiap tingkat kecepatan kipas data yang diambil pada
praktikum konveksi. Pengambilan data arus dapat dilihat pada
voltmeter dan data temperature tiap titik dapat diketahui
menggunakan infrared thermometer.
f. Lakukan prosedur pengambilan data langkah e dengan kenaikan
nilai tegangan voltage regulator sebesar 25 volt hingga tegangan
mencapai nilai 200 volt.
g. Setelah seluruh pengambilan data selesai, atur set point
thermocontrol pada nilai 0o C kemudian matikan thermocotrol
dengan menekan saklar tegangan thermocontrol

14
3.4 flowchart percobaan

start

Infrared thermometer Kipas


Thermocouple Sarung Tangan
Thermocontrol Benda Uji
Amperemeter Voltmeter
Voltage regulator

Peralatan disusun sesuai skema instalasi

Set point voltage regulator diatur pada V0=150 Volt

Thermometer dinyalakan dengan menekan saklar on

Set point thermocontrol diatur pada 75°C

Kipas dinyalakan pada kecepatan N=1

Ditunggu selama 5 menit

Pengambilan data dilakukan pada amperemeter, voltmeter, dan infrared


thermometer

B A C

15
A C
B

NO Nt=N+1
N>=3

YES
Vt=Vo=25 NO
Vt>=2
00

Set point thermometer diatur pada 0°C


YES

Voltage Regulator diatur pada 0 Volt

Arus (i) Tegangan(V)

Temperature (°C)

End

16
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Data hasil Percobaan


Terlampir
4.2 Flowchart Perhitungan

Start

V=set point L4 = 24,5 cm


N=kecepatan kipas L5 = 26 cm
L1 = 20 cm T1,T2,T3,T4,T5,I
L2 = 21,5 cm w = 0.008 m
L3 = 23 cm

V=150

Set point voltage regulator diatur pada V0=150 Volt

N=1

Plot grafik T=f(x)

26
1
𝑇𝑠 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥
𝑙5 − 𝑙1 20

B
A C

17
B A C

∆𝑇 = 𝑇𝑠 − 𝑇∞

A= l x w

q=vxi

𝑞
ℎ=
𝐴∆𝑇

NO
N>=3
Nt = N+1

YES

NO
Vt = Vo + 25 Vt>=200

YES

Ts, ΔT, q, A, h

End

18
4.3 Contoh Perhitungan
Diketahui : T1 – T5
T∞ : 299 K
A : 0.014 m2
∆L : 0.015 m
V : 150 volt
I : 1.4 A
L1 ; L5 : 0,2 m; 0,26 m
Ditanya : h? Ts? ∆T? q?
Jawab : q = VI
= 150 volt 1.4 A
= 210 W
1 𝐿5
Ts = ∫ 0,175𝑥3 − 1,4179𝑥2 + 3,6071𝑥 +
𝐿5−𝐿1 𝐿1

308,92
Ts = 18.55308894 K
∆T = T∞ - Ts
= 299 K- (18.55308894 K)
= 307,631 K
"h "= q/A∆T
= 210/(0.014 x 307,631)
= 1737,887 W/m2K

4.4 Pembahasan
4.4.1 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada set point 150 V

19
Grafik jarak vs temperatur pada set point 150 V
315 y = 0.175x3 - 1.4179x2 + 3.6071x + 308.92
314
313 y = 0.1325x3 - 1.1054x2 + 3.9221x + 305.65
Kecepatan Kipas 1
312
Kecepatan Kipas 2
311
310 y = 0.0357x2 + 1.0357xKecepatan
+ 307.3 Kipas 3
Poly. (Kecepatan Kipas 1)
309
Poly. (Kecepatan Kipas 2)
308
Poly. (Kecepatan Kipas 3)
307
306
305
0.45 0.465 0.48 0.495 0.51

Berdasarkan gambar grafik, Trendline grafik kecepatan kipas 1 mengalami


naik turun seiring dengan penambahan jarak. Temperature terendah berada pada
titik 1 sebesar 311.2 K, sedangkan temperature tertinggi berada pada titik 5
sebesar 313,3 K. Trendline grafik kecepatan kipas 2 mengalami fluktuasi atau
kenaikan. Temperature terendah dari kecepatan kipas 2 berada pada titik 1 dengan
nilai 308.61 K, sedangkan temperature tertingginya terdapat pada titik 5 dengan
nilai 314.2 K. Trendline grafik kecepatan kipas 3 mengalami kenaikan dengan
fluktuasi yang berbeda beda seiring bertambahnya jarak. Temperatur terendah
terdapat pada titik 1 sebesar 308.3 K, sedangkan temperature tertinggi terdapat
pada titik 5 sebesar 313,3 K.
Kecepatan kipas berpengaruh terhadap nilai Reynold Number, dimana
hubungan kecepatan ( v ) dengan Reynold Number (Re) ,yaitu Re = ρ vL / µ
Sehingga ketika nilai v meningkat maka nilai Re juga meningkat. Reynold number
(Re) berhubungan dengan Nusselt Number yang dinyatakan dengan persamaan
Nu = C . Ren .Prm = hL /Kf
Dimana:
Nu = Nusselt number
C = concentration (Kmol/ m3)
Re = Reynold Number

20
Pr = Prundt number
L = panjang specimen (m)
Kf = Koef.konduksi (W/mK)
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa kenaikan nilai h akan berbanding
lurus dengan kenaikan nilai Nu maupun nilai Re. Formula dari Reynold
Number mengandung variable kecepatan yang mana dapat dikaitkan dengan
nilai h. Formula Reynold Number yaitu:
Re = ρvL / µ
Dimana :
Re = Reynold Number
V= kecepatan (m/s)
Ρ = massa jenis (kg/ m3)
L = panjang (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m)
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa Re berbanding lurus dengan L dan
juga V, semakin besar nilai L dan V maka nilai Re juga semakin tinggi. Re
berbanding lurus dengan Nu, semakin besar nilai Re semakin besar juga nilai
Nu. Nu berbanding lurus dengan h, semakin besar nilai h maka nilai Nu juga
semakin besar. Dan dapat dilihat pula hubungan h, q dan ∆T melalui persamaan
heat rate, yaitu:
q = h A ∆T (Untuk heat flux konstan)
Dimana :
q = heat rate (W/m2)
h = koef. Konveksi (W/ m2K)
A = Luas spesimen (m2)
∆T = Perbedaan temperature antara permukaan dengan sekitar (K)
Dari persamaan tersebut didapatkan bahwa apabila nilai h naik maka nilai q
akan naik. Pada q” yang konstan semakin tinggi h maka ∆T akan semakin
turun. Sehingga kecepatan kipas berbanding terbalik dengan ∆T ,yaitu ketika
kecepatan kipas (v) semakin tinggi maka ∆T akan semakin turun. Dimana ∆T
= Tsurface – Tinfinity..Untuk T1 yang jaraknya lebih dekat dengan kipas maka Ts

21
lebih besar, begitu juga untuk T2, T3, T4, T5 yang jaraknya semakin jauh dari
kipas maka temperature yang diterima surface makin kecil. Hal ini sesuai
dengan teori yang ada pada grafik thermal boundary layer diatas, yang
menyatakan bahwa Tsurface berbanding terbalik dengan jarak(x).
Pada praktikum yang dilaksanakan didapatkan hasil yang tidak sesuai
dengan teori. Pada kecepatan kipas satu sampai kecepatan kipas tiga
didapatkan perbedaan temperatur yang menurun dan kemudian kembali
meningkat. Kesalahan terjadi dikarenakan pada saat pengambilan data dengan
menggunakan infrared thermometer, thermometer tidak lurus dengan titik yang
ada dan jarak antara thermometer dengan spesimen tidak konstan pada
pengambilan di setiap titiknya.

4.4.2 Grafik Temperatur Terhadap Jarak pada set point 175 V

Grafik jarak vs temperatur pada set point 175 V


315
y = -0.075x3 + 0.6679x2 - 0.2571x + 308.3
314
y = -0.2167x3 + 1.8786x2 - 3.4048x + 311.38
313
y = -9E-13x3 - 0.1214x2 + 1.9786x + 307.42
312 Kecepatan Kipas 1

311 Kecepatan Kipas 2

Kecepatan Kipas 3
310
Poly. (Kecepatan Kipas 1)
309
Poly. (Kecepatan Kipas 2)
308
Poly. (Kecepatan Kipas 3)
307

306

305
0.45 0.465 0.48 0.495 0.51

Gambar 4.2 Grafik T vs Jarak pada set point 175 volt

22
Pada grafik T=f(x) pada set point 175 volt Trendline grafik kecepatan
kipas 1 mengalami fluktuasi. Temperature terendah berada pada titik 1 sebesar
308.7 K, sedangkan temperature tertinggi berada pada titik 5 sebesar 314.4 K.
Trendline grafik kecepatan 2 mengalami kenaikan yang berbeda di setiap
titiknya. Temperature terendah dari kecepatan kipas 2 berada pada titik 1
dengan nilai 309.6 K, sedangkan temperature tertingginya terdapat pada titik 5
dengan nilai 314.2 K. Trendline grafik kecepatan kipas 3 mengalami kenaikan
seiring bertambahnya jarak. Temperatur terendah terdapat pada titik 1 sebesar
309.3 K, sedangkan temperature tertinggi terdapat pada titik 5 sebesar 314.3 K.

Secara garis besar, trade line grafik diatas sudah sesuai karena memang
seharusnya yang memiliki suhu tertinggi adalah titik 5, namun seharusnya
pertambahan panas tidak naik turun. Selain itu , adapun hubungan tentang
kecepatan kipas dan temperatur Hubungan dari beberapa formula yang
berkaitan dengan variable konveksi diantaranya adalah formula Nusselt
number
ℎ𝐿
Nu = C . Ren .Prm = 𝑘𝑓

Dimana :
Nu = Nusselt number
C = concentration (Kmol/ m3)
Re = Reynold Number
Pr = Prundt number
L = panjang specimen (m)
Kf = Koef. konduksi (W/mK)
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa kenaikan nilai h akan berbanding
lurus dengan kenaikan nilai Nu maupun nilai Re. Formula dari Reynold
Number mengandung variable kecepatan yang mana dapat dikaitkan dengan
nilai h. Formula Reynold Number yaitu:
𝜌𝑣𝐿
Re = 𝜇

Dimana :

23
Re= Reynold Number
V = kecepatan (m/s)
Ρ = massa jenis (kg/ m3)
L = panjang (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m)
Dari persamaan di atas didapatkan bahwa Re berbanding lurus dengan L dan
juga V, semakin besar nilai L dan V maka nilai Re juga semakin tinggi. Re
berbanding lurus dengan Nu, semakin besar nilai Re semakin besar juga nilai
Nu. Nu berbanding lurus dengan h, semakin besar nilai h maka nilai Nu juga
semakin besar. Dan dapat dilihat pula hubungan h, q dan ∆T melalui persamaan
heat rate, yaitu:
q = h A ∆T (Untuk heat flux konstan)
Dimana :
q = heat rate (W/m2)
h = koef. Konveksi (W/ m2K)
A = Luas spesimen (m2)
∆T = Perbedaan temperature antara permukaan dengan sekitar (K)
Dari persamaan tersebut didapatkan bahwa apabila nilai h naik maka nilai q
akan naik. Pada q” yang konstan semakin tinggi h maka ∆T akan semakin
turun. Sehingga kecepatan kipas berbanding terbalik dengan ∆T, yaitu ketika
kecepatan kipas (v) semakin tinggi maka ∆T akan semakin turun. Dimana
∆𝑇 = 𝑇𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 − 𝑇𝑖𝑛𝑓𝑖𝑛𝑖𝑡𝑦. Untuk T1 yang jaraknya lebih dekat dengan
kipas maka Ts lebih besar, begitu juga untuk T2, T3, T4, T5 yang jaraknya
semakin jauh dari kipas maka temperature yang diterima surface makin kecil.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada pada grafik thermal boundary layer diatas,
yang menyatakan bahwa Tsuface berbanding terbalik dengan jarak(x).

4.4.3 Grafik Temperatur dengan jarak pada set point 200 V

24
Grafik jarak vs temperatur pada set point 200 V
314
313 y = 0.0417x3 - 0.3393x2 + 1.619x + 307.8
312
y = 0.0417x3 - 0.3679x2 + 1.2905x + 309.84
311 Kecepatan Kipas 1
Kecepatan Kipas 2
310
Kecepatan Kipas 3
309
y = -0.05x3 + 0.3071x2 + 0.5571x + 306.34 Kipas 1)
Poly. (Kecepatan
308
Poly. (Kecepatan Kipas 2)
307
Poly. (Kecepatan Kipas 3)
306
305
304
0.45 0.465 0.48 0.495 0.51

Gambar 4.3 Grafik fungsi T terhadap jarak pada 200 V

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kecepatan kipas 3 mempunyai nilai
rata-rata yang paling rendah dibanding dengan kecepatan kipas 1 maupun
kecepatan kipas 2. Kecepatan kipas 1 mempunyai nilai temperature terendah berada
pada titik 1 sebesar 309.1 K, sedangkan temperature tertinggi berada pada titik 5
sebesar 312,6 K. Temperature terendah dari kecepatan kipas 2 berada pada titik 1
dengan nilai 310.8 C, sedangkan temperature tertingginya terdapat pada titik 5
dengan nilai 312.3 C. Temperatur terendah dari kecepatan kipas 3 terdapat pada
titik 1 sebesar 307.1 C, sedangkan temperature tertinggi terdapat pada titik 5 sebesar
310.5 C. Trendline keseluruhan garis terlihat mengalami kenaikan hingga titik
kelima.
Kecepatan kipas pada praktikum berpengaruh terhadap nilai Reynold
Number, yaitu :
𝜌𝑣𝐿
Re = 𝜇

25
Sehingga ketika nilai V meningkat maka nilai Re juga meningkat karena V dan Re
berbanding lurus. Reynold number (Re) juga berhubungan dengan Nusselt Number
yang dinyatakan dengan persamaan
Nu= C . Ren .Prm
Dari persamaan di atas dapat dilihat hubungan Re dengan Nu adalah berbanding
lurus sehingga semakin besar nilai Nu, maka Re semakin besar. Selain itu, Nusselt
number juga dapat dituliskan dalam persamaan:
ℎ𝐿
Nu = 𝑘𝑓

Dari persamaan di atas, terlihat bahwa nilai Nu berbanding lurus dengan nilai h,
sehingga apabila nilai Nu meningkat, maka nilai h juga meningkat. Dari urutan
penurunan rumus diatas, diperoleh hubungan antara h dan v (kecepatan) dimana
ketika nilai kecepatan (v) meningkat, maka nilai h juga meningkat. Dari persamaan
tersebut dapat diketahui pula hubungan antara Koefisien Konveksi (h)
dengan perubahan temperatur (ΔT). Semakin besar nilai ΔT maka nilai h akan
semakin kecil. Hubungan antara Reynold number (Re) dan perubahan temperatur
(ΔT) sesuai teori adalah semakin tinggi kecepatan kipas, maka temperature
spesimen semakin rendah. Begitupun sebaliknya, semakin rendah kecepatan kipas,
maka temperature spesimen semakin tinggi.
Pada praktikum yang dilaksanakan didapatkan hasil yang tidak sesuai
dengan teori. Pada kecepatan kipas satu sampai kecepatan kipas tiga didapatkan
perbedaan temperatur yang menurun dan kemudian kembali meningkat. Kesalahan
terjadi dikarenakan pada saat pengambilan data dengan menggunakan infrared
thermometer, thermometer tidak lurus dengan titik yang ada dan jarak antara
thermometer dengan spesimen tidak konstan pada pengambilan di setiap titiknya.

4.4.4 Grafik Voltase Terhadap Koefisien Konveksi

26
Grafik h terhadap voltase
3500
3000

h actual (W/m.K)
2500
2000
1500
1000
500
0
150 175 200
Kecepatan Tingkat 1 1404.975925 1888.386061 2069.285292
Kecepatan Tingkat 2 2001.377091 1496.471805 1776.937925
Kecepatan Tingkat 3 1737.886648 1984.297932 2901.912688
Voltase (V)
Kecepatan Tingkat 1 Kecepatan Tingkat 2 Kecepatan Tingkat 3

Gambar 4.4 Grafik Voltase Terhadap Koefisien Konveksi

Berdasarkan gambar 4.4 di atas, kecepatan 1 grafiknya naik. Pada set point
150 volt , 175volt , 200 volt, didapatkan h sebesar 1404.98 W/m2.K, 1888.39 W/
m2.K, 2069.29 W/ m2.K. Pada kecepatan 2 grafiknya turun kemudian naik dan
dengan urutan set point 150 volt , 175volt , 200 volt, didapatkan h sebesar 2001.38
W/ m2.K, 1496.47 W/ m2.K, 1776.94 W/ m2.K. Pada kecepatan 3 grafiknya naik
dengan urutan set point 150 volt , 175volt , 200 volt, didapatkan h sebesar 1737.89
W/ m2.K, 1984.30 W/ m2.K, 2901.91 W/ m2.K.
Berdasarkan persamaan q = V.I = h.A.T diperoleh hubungan kesebandingan
antara h dan v. Apabila nilai v meningkat maka nilai h juga akan meningkat, atau
dapat dikatakan jika nilai Voltase meningkat maka panas yang dialirkan juga
meningkat sehingga nilai koefisien konveksi meningkat.
Pada praktikum yang dilaksanakan didapatkan data yang tidak sesuai
dengan teori pada grafik 1 ,2, dan 3 yaitu peningkatan voltase sebanding dengan
peningkatan koefisien konveksi.
4.4.5 Grafik Kecepatan Kipas Terhadap Koefisien Konveksi

27
Grafik h terhadap kecepatan kipas
3500
3000
h actual (W/m.K)

2500
2000
1500
1000
500
0
1 2 3
150V 1404.975925 2001.377091 1737.886648
175V 1888.386061 1496.471805 1984.297932
200V 2069.285292 1776.937925 2901.912688
Kecepatan Kipas (m/s)

150V 175V 200V

Gambar 4.5 grafik h terhadap kecepatan kipas 1, 2 dan 3


Berdasarkan gambar grafik 4.5, pada set point voltage 150 volt grafiknya
naik kemudian turun, dengan kecepatan kipas 1,2,3 didapatkan h sebesar 1404.98
W/m2.K, 2001.38 W/ m2.K, dan 1737.89 W/ m2.K. Pada set point voltage 175 volt
yaitu grafiknya turun kemudian naik dengan kecepatan kipas 1,2,3 didapatkan h
sebesar 1888.39 W/ m2.K, 1496.47 W/ m2.K, 1984.30 W/ m2.K. Dan pada set point
voltage 200 volt grafiknya turun kemudian naik dengan kecepatan kipas 1,2,3
didapatkan h sebesar 2069.29 W/ m2.K, 1776.94 W/ m2.K, 2901.91 W/ m2.K.
Kecepatan kipas berpengaruh terhadap nilai Reynold Number, dimana
hubungan kecepatan ( v ) dengan Reynold number ( Re ), yaitu Re = vD/ . Sehingga
ketika nilai v meningkat maka nilai Re juga meningkat. Reynold number
berhubungan dengan Nusselt number yang dinyatakan dengan persamaan Nu = C .
Ren .Prm = hL /Kf .Dari persamaan ini terlihat bahwa nilai Nu berbanding lurus
dengan nilai h, sehingga apabila nilai Nu meningkat, maka nilai h juga meningkat.
Selain itu, nilai h juga sebanding dengan nilai Re. Karena Re sebanding dengan
nilai v, maka nilai h juga memiliki nilai kesebandingan dengan nilai v, sehingga
saat kecepatan udara meningkat maka nilai h juga meningkat pula.

28
Dari percobaan data yang diperoleh data pada voltase 150V dan 200V sesuai
dengan teori. Pada voltase 175 dengan kecepatan 1,2, dan 3 nilai h mengalami
penurunan dari kecepatan 1 ke 2 namun kemudian mengalami kenaikan antara
kecepatan 2 dan 3.

29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pada grafik temperature terhadap kecepatan semakin jauh jaraknya dari
pemanas, temperature mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan.

2. Pada grafik jarak terhadap temperatur pada set point 150 tidak sesuai dengan
teori karena trendline dari kecepatan kipas 1, 2, dan 3 sangat berfluktuasi. Hal ini
dikarenakan saat pengambilan data menggunakan infrared thermometer tidak tepat
pada titik yang ditentukan serta pengambilan datanya tidak tegak lurus dengan
spesimen.

3. Pada grafik jarak terhadap temperatur pada set point 175 tidak sesuai dengan
teori karena
trend line dari kecepatan kipas 1 naik turun hingga ke titik 5. Hal ini dikarenakan
saat pengambilan data menggunakan infrared thermometer tidak tepat pada titik
yang ditentukan serta pengambilan datanya tidak tegak lurus dengan spesimen.

4. Pada grafik jarak terhadap tempratur pada set point 200 sesuai dengan teori
karena trend line dari kecepatan kipas 1, 2, dan 3 mulai turun dari titik 3.

5. Pada grafik koefisien konveksi terhadap tegangan, pada kecepatan kipas 1, dari
voltase 150 ke 175 mengalami kenaikan dan dari voltase 175 ke 200 mengalami
penurunan. Kemudian pada kecepatan kipas 2 dan 3, dari 150 ke 175 mengalami
penurunan, dan dari voltase 175 ke 200 mengalami kenaikan.

6. Pada grafik koefisien konveksi terhadap kecepatan kipas, untuk tegangan 150 V
koefisien konveksi terbesar terdapat pada kecepatan kipas 3 dan terkecil pada
kecepatan kipas 1. Untuk tegangan 175 V koefisien konveksi tertinggi pada
kecepatan kipas 1, lalu turun di kecepatan ke 2 dan naik pada kecepatan 3. Untuk
tegangan 200 V koefisien konveksi mengalami kenaikan dari kecepatan kipas 1 ke
kecepatan kipas 3.

30
5.2 Saran
Dari praktikum didapatkan saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya alat infrared thermometer disertai dengan dudukan agar tidak terjadi
kesalahan pada pengambilan data.
2. Sebaiknya asistensi jaga memperhatikan praktikan saat pelaksanaan praktikum
agar tidak terjadi kesalahan pada metode pengujian.
3. Pada grafik jarak terhadap tempratur pada set point 200 sesuai dengan teori
karena trend line dari kecepatan kipas 1, 2, dan 3 mulai turun dari titik 3.
4. Pada grafik koefisien konveksi terhadap tegangan, pada kecepatan kipas satu,
dari voltase 150 ke 175 mengalami penurunan dan dari voltase 175 ke 200
mengalami kenaikan. Kemudian pada kecepatan kipas dua, dari 150 ke 175
mengalami kenaikan, dan dari voltase 175 ke 200 mengalami penurunan. Begitu
pula dengan kecepatan kipas tiga, dari voltase 150 ke 175 mengalami kenaikan, dan
dari voltase 175 ke 200 mengalami kenaikan. Pada titik 2 terdapat penyimpangan
nilai h, seharusnya semakin tinggi kecepatan kipas, semakin tinggi nilai h-nya.
5. Pada grafik koefisien konveksi terhadap kecepatan kipas, untuk tegangan 150 V
koefisien konveksi terbesar terdapat pada kecepatan kipas 1 dan terkecil pada
kecepatan kipas 3. Untuk tegangan 175 V koefisien konveksi tertinggi pada
kecepatan kipas 3, dan menurun kembali dengan meningkatnya kecepatan kipas.
Untuk tegangan 200 V koefisien konveksi menurun dari kecepatan kipas 1 ke
kecepatan kipas 2 kemudian naik pada kecepatan kipas 3.

31

Anda mungkin juga menyukai