Anda di halaman 1dari 28

Clinical Science Session

GLAUKOMA

Oleh :

Harisnan Arbharian 130112170684


Roni Hendi Alansyah 130112170690
Yuni Astuti 130112170693

Preceptor :

Susi Heryati, dr., Sp.M (K)

Rusti Hanindya Sari, dr., Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

2019
1. Anatomi Mata

Mata adalah organ penglihatan yang terdiri dari bola mata dan saraf optik.

Mata terdiri dari 3 lapisan, dari yang terluar yaitu lapisan fibrosa yang terdiri dari

sklera dan kornea. Lapisan tengah yaitu lapisan vaskular yang terdiri dari koroid,

badan siliaris, dan iris. Lapisan yang terdalam yaitu retina yang terdiri dari bagian

optik dan non-visual. Mata memiliki 3 kompartemen: bilik anterior, bilik

posterior, dan badan vitreous.

Struktur mata manusia.


1.1 Bilik Anterior dan Bilik Posterior

Bilik anterior adalah ruangan yang dibatasi oleh kornea di bagian anterior

serta iris dan pupil di bagian posterior. Bilik posterior adalah ruangan di posterior

iris dan anterior lensa serta badan vitreous. Bilik anterior dan posterior berisi

humor akuos, yaitu cairan jernih yang dihasilkan oleh badan siliaris di bilik

posterior. Kedua bilik saling berhubungan melalui pupil sebagai tempat

mengalirnya humor akuos dari bilik posterior.


Sudut bilik anterior dan struktur sekitarnya.

1.2 Sudut Bilik Anterior

Sudut bilik anterior adalah pertemuan antara kornea perifer dan akar dari

iris. Sudut bilik anterior dibentuk oleh garis Schwalbe, anyaman trabekular dan

kanal Schlemm, serta taji sklera. Garis Schwalbe adalah penanda akhir dari

endotel kornea. Anyaman trabekular adalah jaringan ikat yang dilapisi oleh

trabekulosit yang punya kemampuan kontraktilitas untuk meningkatkan resistensi

pengaliran atau sebagai filter dengan adanya pori-pori yang ukurannya semakin

mengecil menuju kanal Schlemm. Anyaman trabekular berbentuk segitiga jika

dipotong melintang. Bagian internal yang menghadap ke bilik anterior disebut

anyaman uveal, sedangkan bagian eksternal yang menghadap kanal Schlemm

disebut anyaman korneoskleral. Faktor usia dikatakan dapat membuat lapisan

trabekular lebih tebal 2-3 kali lipat karena peningkatan jaringan ikat, akumulasi

debris, dan penumpukan glikosaminoglikan di ekstraseluler. Kanal Schlemm

merupakan saluran yang menyerupai pembuluh limfatik dan tersusun atas jaringan
ikat tipis di dindingya. Di bagian apikal dan basal epitel kanal Schlemm terdapat

vesikel micropinocytotic yang diduga berperan dalam aliran pengeluaran akuos,

semakin tinggi tekanan intra okuler semakin banyak vesikelnya.

Anyaman trabekular

1.3 Badan Siliaris

Badan siliaris merupakan bagian yang menghubungkan segmen anterior dan

posterior, berbentuk segitiga jika dipotong melintang. Ada dua fungsi utama

badan siliaris yaitu pembentukan humor akuos dan akomodasi lensa serta

berperan dalam aliran pengeluaran humor akuos ke jalur trabekular dan

uveoskleral. Pada badan siliaris, mayoritas drainasenya adalah melalui

sistem vortex, sisanya melewati pleksus vena intraskleral dan vena

episkleral ke area limbal.

1.4 Saraf Optik

Mata memiliki sekitar satu juta akson yang memanjang dari sel ganglion

retina membentuk batang saraf optik. Saraf optik ini muncul dari permukaan

posterior bola mata, melewati foramen sklera posterior. Ketika keluar dari
bola mata, serabut saraf akan termielinasi, dan diameternya bertambah dari

1,5 mm di sklera menjadi 3 mm di orbit. Saraf optik kemudian bergabung

dengan saraf optik sisi lainnya membentuk optik kiasma. Apabila saraf optik

mengalami kerusakan maka tidak dapat beregenerasi kembali, karena saraf

optik berasal dari sistem saraf pusat.

Saraf Optik
2. Pembentukan Humor Akuos

Humor akuos dibentuk oleh prosesus siliaris di badan siliaris. Proses

pembentukan dan sekresinya ke bilik posterior yaitu melewati proses sekresi aktif,

ultrafiltrasi, dan difusi sederhana. Pada proses sekresi aktif, dibutuhkan energi

untuk perpindahan substansi-substansi seperti natrium, klorida, dan bikarbonat

untuk melawan gradien dan tekanan. Proses ultrafiltrasi pergerakannya

memanfaatkan gradien tekanan, sedangkan proses difusi sederhana adalah

perpindahan ion-ion secara pasif karena perbedaan muatan dan konsentrasi.

Humor akuos berfungsi untuk memberikan nutrisi seperti glukosa dan asam amino

untuk jaringan seperti lensa yang tidak ada pembuluh darah, kornea, dan anyaman

trabekular, selain itu juga untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolit. Komponen

humor akuos pada manusia lebih banyak mengandung ion hidrogen dan klorida,
dan askorbat, namun lebih sedikit bikarbonat jika dibandingkan dengan plasma.

Humor akuos seharusnya bebas protein, jika ada hanya boleh dalam rentang 1/500

– 1/200 dari jumlah protein plasma. Hal ini penting untuk menjaga kejernihan

cairan dan merefleksikan integritas blood-aqueous barrier. Humor akuos

diproduksi dengan kecepatan 2.0-2.5 µL/min. Kecepatan pembentukan ini

dipengaruhi oleh 1) integritas blood-aqueous barrier, 2) aliran darah ke badan

siliaris, 3) regulasi neurohormonal.

2.1 Pengaliran Humor Akuos

Pengaliran humor akuos terjadi melalui dua mekanisme: dipengaruhi oleh

tekanan (jalur pengeluaran trabekular) atau tidak dipengaruhi tekanan (jalur

pengeluaran uveoskleral). Setelah diproduksi di badan siliaris, humor akuos

dari bilik posterior mengalir melewati pupil, menuju bilik anterior lalu

menuju jalur pengeluaran yang utama, yaitu jalur pengeluaran trabekular

(90%), melalui anyaman trabekular, kanal Schlemm, lalu menuju vena.

Bagian anyaman terbagi menjadi tiga: bagian uveal, kornoskleral,

jukstakanalikular. Bagian jukstakanalikular diduga adalah tempat dimana

sering terjadinya peningkatan resistensi pengaliran keluar humor akuos.

Jalur pengeluaran uveoskleral (10%) yaitu dari bilik anterior melewati otot

siliaris menuju rongga suprasiliaris dan suprakoroidal, kemudian menuju

sklera. Jalur ini dipengaruhi oleh usia, diperkirakan semakin muda usianya

semakin tinggi pengeluaran melalui jalur uveoskleral.


Pengaliran humor akuos (a) Trabekular (b) uveoskleral (c) iris.

3. Tekanan Intraokular

Tekanan intraokular didefinisikan sebagai keseimbangan antara laju

sekresi dan aliran akuos. Aliran akuos berhubungan dengan resistensi yang

ditemui di saluran dan tekanan vena episkeral. Laju aliran akuos sebanding

dengan perbedaan tekanan intraokular dan tekanan vena episkeral.

3.1 Konsep Tekanan Intraokular Normal


Tekanan intraokular normal berkisar antara 11-21 mmHg. Meskipun tidak

ada poin patologis yang mutlak, 21 mmHg dianggap sebagai batas atas tekanan

intraokular yang normal. Pada beberapa kasus, manifestasi glaukoma terjadi

dengan tekanan intraokular lebih dari 21 mmHg, namun di kasus lain tekanan

intraokular naik hingga 30 mmHg tanpa disertai manifestasi glaukoma. Meskipun

tekanan intraokular merupakan faktor penting dalam perkembangan glaukoma,

faktor lain juga berpengaruh secara signifikan. Rata-rata TIO sekitar 16 mmHg.

3.2 Fluktuasi Tekanan Intraokular

Tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular adalah laju produksi

humor akuos di badan siliar, hambatan aliran akuos di anyaman trabekular dan

sistem kanal Schlemm serta besar tekanan vena episkleral. Secara umum

meningkatnya tekanan intraokular disebabkan meningkatnya hambatan aliran

akuos. Level tekanan intraokular yang normal juga bisa bervariasi berdasarkan

faktor-faktor lain diantaranya adalah waktu (variasi diurnal), detak jantung,

respirasi, aktivitas fisik, konsumsi cairan, medikasi sistemik dan medikasi topikal.

Pada variasi diurnal, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi di pagi

hari dan lebih rendah di sore dan malam hari. Variasi diurnal pada mata dengan

tekanan normal adalah 5 mmHg (antara 2-6 mmHg) dalam 24 jam. Hypertensi

okular ataupun mata glaukoma memiliki fluktuasi lebih tinggi yakni lebih dari 10

mmHg. Variasi ini memungkinkan terjadinya kesalahan interpretasi hasil

pengukuran tekanan intraokular. Untuk menghindari hal ini, dilakukan

pengukuran beberapa kali di waktu yang berbeda. Namun dalam prakteknya,

dapat dilakukan satu kali di pagi hari karena 80% pasien memiliki tekanan

intraokular puncak sekitar jam 8 pagi.


4. GLAUKOMA

Glaukoma adalah penyakit yang dikarakteristikkan dengan kerusakan saraf

optik yang menyebabkan gangguan penglihatan dimana kenaikan tekanan

intra okuler merupakan faktor risikonya.

Klasifikasi glaukoma yang masih sering dipakai antara lain :

a. berdasarkan komorbidnya, primer dan sekunder.

b. Berdasarkan mekanisme terganggunya aliran humor akuos terbagi

menjadi sudut terbuka dan sudut tertutup.

c. Berdasarkan onset terjadinya yaitu kongenital dan didapat.

4.1 Pemeriksaan Mata Pada Glaukoma

a. Oftalmoskopi

Pemeriksaan saraf optik merupakan elemen yang penting dalam

pemeriksaan pasien glaukoma karena hilangnya lapang pandang dapat dideteksi

melalui adanya perubahan struktur diskus optik. Pada glaukoma, saraf optik

digambarkan dengan rasio cawan dan diskus optik. Semakin besar rasio cawan

diskus optik menggambarkan adanya kerusakan pada saraf optik.


Oftalmoskopi langsung. Pemeriksa menggunakan mata kiri untuk
mengevaluasi mata kiri pasien.

b. Tonometri

Tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler (TIO). Ada

beberapa jenis, Goldmann, Schiotz, dan non-kontak, namun yang menjadi baku

emas pengukuran adalah Goldmann atau tonometri aplanasi karena lebih akurat.

Pada tonometri Goldmann, TIO dapat diukur melalui tenaga yang dibutuhkan

untuk meratakan permukaan kornea.

Tonometer Aplanasi. (A) Tonometer menyentuh kornea; (B) fluorescein-


stained semicircles saat tonometry
c. Gonioskopi

Gonioskopi dilakukan untuk melihat anatomi sudut bilik anterior yang

dapat menunjukkan tipe glaukoma menggunakan goniolens. Goldmann dan

Poisner- Zeiss merupakan jenis goniolens yang memiliki cermin khusus yang

menunjukkan garis sejajar dengan iris sehingga dapat melihat sudut bilik anterior.

Goldmann goniolens. (A) Tiga cermin; (B) Satu cermin; (C) Empat cermin

d. Pemeriksaan Lapang pandang (Perimetri)

Pemeriksaan lapang pandang dilakukan untuk memeriksa fungsi penglihatan

pasien glaukoma maupun suspek glaukoma. Pemeriksaan lapang pandang

dapat digunakan untuk mendiagnosis, menilai tingkat keparahan, dan

progresivitas. Macam-macam pemeriksaan lapang pandang antara lain bisa

menggunakan perimeter otomatis, perimeter Goldmann, Friedman field

analyzer, dan tangent screen. Perimeter otomatis yang paling umum

digunakan adalah perimeter Humphrey.


Perimeter Humphrey

e. Digital palpasi
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa. Alat
yang digunakan yaitu jari telunjuk kedua tangan pemeriksa
Teknik :
- Minta pasien untuk menutup mata
- Pandangan kedua mata menghadap kebawah
- Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian
belakang kornea bergantian
- Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien
- Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata

Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan. Tinggi


rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi,
N+2 : lebih tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst

4.2 GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA (GPSTA)

Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma jenis kronis, progresinya

lambat, neuropati optik dikarakteristikkan dengan rusaknya saraf optik dan

hilangnya lapang pandang. Tekanan intraokuler menjadi faktor risiko


penting pada GPSTa, terutama TIO > 21 mmHg. Faktor lainnya antara lain

ras, ketebalan kornea, usia lanjut, dan adanya riwayat keluarga. GPSTa

cenderung lebih sering terjadi pada ras keturunan Afrika, prevalensinya

mencapai empat kali lebih banyak dibandingkan ras keturunan Eropa. Selain

itu prevalensi GPSTa sedikit lebih tinggi pada ras Hispanik dibandingkan

dengan ras kulit putih, terutama pada usia di atas 60. Jenis kelamin tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan pada prevalensi glaukoma.

Riwayat keluarga juga sangat penting sebagai faktor risiko glaukoma,

karena menurut penelitian berdasarkan populasi di Belanda, orang yang

memiliki saudara kandung penderita glaukoma sembilan kali berisiko

mendapatkan glaukoma juga. GPSTa adalah jenis glaukoma yang paling

sering terjadi, dan memiliki risiko enam kali lebih besar untuk menyebabkan

kebutaan.

4.2.1 Diagnosis

Dari gejalanya, GPSTa terjadi secara tersembunyi dan membahayakan,

progresi lambat, dan tidak ada rasa sakit. Biasanya awal keluhannya adalah

hilangnya lapang pandang, yang pada umumnya terjadi secara bilateral. Awalnya

penglihatan hilang dimulai dari perifer yang lama kelamaan meluas sampai ke

sentral pada tahap akhir penyakit. Dari riwayat penyakit, bisa didapatkan adanya

kelainan mata sebelumnya, riwayat keluarga, atau riwayat obat-obatan. Untuk

mediagnosis dilakukan penilaian tekanan intra okuler (TIO), rasio cawan diskus,

dan pemeriksaan lapang pandang.


Rata-rata tekanan intra okuler normal adalah 15,5 mmHg dengan standar

deviasi 2,6 mmHg dimana artinya rentang tekanan intra okuler normal adalah

diantara 10-21 mmHg. TIO dapat bervariasi tergantung pada fluktuasi diurnal,

dimana TIO mencapai puncaknya pada pagi, siang, malam, atau bahkan hanya

terjadi sedikit perubahan. Ketebalan kornea juga dapat mempengaruhi TIO, pada

orang dengan kornea yang tebal, TIO dapat meningkat. Meskipun TIO menjadi

faktor risiko yang penting pada pasien glaukoma, namun penampakkan dari saraf

optik dan gangguan lapang pandang berperan penting dalam mendiagnosis GPSTa

serta penting untuk di follow-up pada pasien GPSTa. Tanda klinis pada diskus

optik berupa asimetri dari cawan, area neuroretinal rim, focal thinning,

perdarahan pada diskus optik, perubahan pada penampang diskus sekeliling atau

lapisan serat saraf retina.

4.2.2 Patogenesis dan Patofisiologi

Kelainan patologis yang utama pada GPSTa adalah adanya proses

degeneratif pada anyaman trabekular, dan adanya deposisi matriks

ekstraseluler di kanal Schlemm. Hal ini menyebabkan terganggunya aliran

pengeluaran humor akuos dan meningkatkan tekanan intraokuler. Tekanan

intraokuler dapat mem-blok lamina kribrosa pada transpor protein pada

akson sehingga menyebabkan kematian sel ganglion retina.

4.3 GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP (GPSTP)

Glaukoma primer sudut tertutup adalah glaukoma yang terjadi karena

adanya hambatan pada anyaman trabekular oleh iris. GSPTp terjadi tanpa

adanya penyakit sebelumnya, kelainannya hanya pada anatomi mata.


Biasanya kelainan terjadi di bagian iris. Meskipun prevalensi GPSTp lebih

rendah daripada GPSTa, namun morbiditas kebutaannya lebih tinggi pada

GPSTp. Prevalensi GPSTp lebih tinggi di Asia Timur dibandingkan ras kulit

putih dan kulit hitam. Prevalensi juga meningkat seiring dengan

bertambahnya usia biasanya usia lebih dari 40 tahun, terutama pada orang-

orang keturunan Cina. Tidak ada perbedaan signifikan prevalensi

berdasarkan jenis kelamin, dan faktor risiko keluarga menjadi salah satu

faktor risiko terpenting.

4.3.1 Diagnosis

Manifestasi klinisnya bervariasi, terjadi secara tiba-tiba pada kejadian akut,

dan bisa asimptomatik pada kejadian kronis. Biasanya pasien dengan

kondisi akut dibawa ke instalasi gawat darurat dengan keluhan sakit kepala

hebat, mual, muntah, lemas dan tekanan bola mata tinggi, mata merah,

kelopak mata bengkak, lapang pandang menurun. Adanya halo/pelangi,

smoke-filled blur, pada akut biasanya tekanan intra okuler sangat tinggi 50-

100 mmHg. Keluhan berupa mata merah dengan penglihatan yang turun

mendadak serta TIO meningkat mendadak.

4.3.2 Patogenesis dan Patofisiologi

GPSTp disebabkan oleh kelainan anatomi mata, bisa diklasifikasikan

berdasarkan patogenesisnya, yang disebabkan karena pupillary block dan

non-pupillary block. Pada pupillary block, terjadi aposisi iris perifer ke

anyaman trabekular dan menyebabkan berkurangnya drainase humor akuos


melalui sudut bilik anterior. Pada non-pupillary block, contohnya adanya

kelainan iris yang tebal sehingga ketika pupil berdilatasi dapat menutup

anyaman trabekular.

4.4 Tata Laksana


Terapi glaukoma diberikan dengan tujuan untuk menjaga fungsi

penglihatan dengan cara menurunkan tekanan intra okuler sampai pada level yang

tidak dapat merusak saraf optik. Jenis terapi yang diberikan antara lain

medikamentosa, laser, dan bedah. Untuk memberikan terapi, harus diperhatikan

juga risiko dan efek samping yang paling rendah, kualitas hidup pasien dan biaya

terapi.

4.4.1 Medikamentosa

Ada 3 macam prinsip terapi medikamentosa:

a. Penurunan Produksi Cairan

Beta-adrenergik antagonis atau beta bloker diberikan secara topikal,

terdapat 6 macam dari topikal agen beta-adrenergik antagonis yang disetujui

digunakan di Amerika Serikat maupun Indonesia antara lain: betaxolol, carteolol,

levobunolol, metipranolol, timolol maleat, dan timolol hemyhidrate. Fungsi beta

bloker adalah menurunkan TIO dengan cara menghambat produksi dari cyclic

adenosine monophospate (cAMP) di epitel siliari.

Carbonic anhidrase inhibitor mengurangi produksi humor akuos

dengan aktifitas antagon1is langsung pada epitel siliaris dimana di dalamnya

terdapat enzim karbonik anhidrase. Ketika aktifitas enzim ini dihambat, obat ini

dapat menurunkan produksi cairan dan menurunkan TIO. Jenisnya antara lain
paling sering digunakan adalah acetazolamide and methazolamide karena paling

efektif.

Alfa-adrenergik agonis menghambat produksi cairan secara primer

sehingga dapat menurunkan TIO, menurunkan tekanan vena, meningkatkan aliran

keluar cairan melalu jalur trabekular serta dapat melindungi saraf optik. Jenisnya

antara lain Apraclonidine dan brimonidine.

b. Memfasilitasi Pengaliran Cairan

Prostaglandin analog menurunkan tekanan intraokuler dengan cara

meningkatkan aliran akuos lewat jalur uveoskleral dan meningkatkan aliran

darah. Terdapat 4 macam prostaglandin analog yang diperbolehkan untuk

kepentingan klinis antara lain: bimatoprost, latanoprost, travoprost, dan

unoproston.

Agen parasimpatomimetik memiliki efek menurunkan TIO dengan cara

meningkatkan aliran keluar cairan dengan cara meningkatkan kontraksi otot

siliaris sehingga menarik anyaman trabekular yang menutup kanalis Schlemm.

Jenisnya antara lain: Pilocarpine,Carbachol, echothipate iodide.

Adrenergik Agonis seperi epinefrin dan dipivefrin yang meningkatkan

pengaliran jalur trabekular dan uveoskleral.

c. Reduksi atau Pengurangan Cairan Vitreous

Agen hiperosmotik bekerja menurunkan TIO dengan cara meningkatkan

osmolaritas darah sehingga plasma lebih hipertonik daripada akueus humor,

contoh obatnya adalah mannitol dan gliserol.

4.4.2 Terapi Pembedahan


Terapi pembedahan terdiri dari laser dan pembedahan insisi. Terapi

pembedahan dilakukan ketika terapi medikamentosa tidak sesuai, atau tidak

efektif pada individu pasien dan jika pada pasien terdapat glaukoma yang tidak

terkontrol yang dapat mengakibatkan kerusakan progresif. Terapi pembedahan

biasanya menjadi terapi awal untuk glaukoma kongenital dan pupillary block.

Pada pasien GPSTa, terapi pembedahan dilakukan jika terapi medikamentosa

telah gagal. Ada berbagai macam tindakan pembedahan yang bisa diberikan pada

pasien glaukoma, diantaranya :

Untuk GPSTa:

a. Laser Trabekuloplasti
b. Pembedahan insisi
a) Trabekulektomi
b) Full-Thickness Sclerectomy

Untuk GPSTp:

a. Laser Iridektomi

b. Laser Gonioplasti, atau lridoplasti perifer

c. Pembedahan insisi

a) Iridektomi perifer
b) Chamber deepening and goniosynechialysis

Trabekulektomi

Pengobatan secara pembedahan yang paling efektif dan modern untuk

glaukoma adalah trabekulektomi. Trabekulektomi adalah suatu prosedur bedah

yang umum dilakukan untuk membuat saluran drainase normal, dengan

membentuk saluran antara bilik mata depan dengan ruang subkonjungtiva untuk

filtrasi. Terapi pembedahan insisi yang paling sering dilakukan adalah


trabekulektomi. Collaborative Initial Glaucoma Treatment Study (CIGTS) telah

mengkonfirmasi bahwa trabekulektomi sebagai terapi awal pada pasien glaukoma

dapat mengontrol TIO lebih baik daripada terapi medikamentosa. Sukses dalam

terapi pembedahan dikatakan jika TIO <21 mmHg dan atau penurunan TIO 30%,

dengan atau tanpa obat tambahan.

Indikasi dari trabekulektomi yaitu jika adanya kerusakan pada fungsi

saraf optik karena TIO yang sangat tinggi atau sudah tidak dapat menurunkan TIO

yang cukup dengan terapi medikamentosa ataupun laser dan intoleransi obat.

Kontraindikasi trabekulektomi yaitu tidak dapat dilakukan pada pasien yang

mengalami kebutaan. Selain itu, adanya luka ekstensif pada konjungtiva dan

sklera yang sangat tipis dapat menurunkan keberhasilan trabekulektomi karena

dapat meningkatkan pembentukan luka setelah operasi. Hasil trabekulektomi juga

dikatakan kurang memuaskan pada pasien usia muda dan glaukoma sekunder.

Tahapan Trabekulektomi (A) pembuatan outline skleral flap superfisial; (B)


pemotongan skleral flap superfisial; (C) eksisi jaringan sklera bagian dalam
menggunakan punch; (D) iridektomi perifer.
Trabekulektomi selain dapat menurunkan TIO lebih besar, juga memiliki

komplikasi paling minimal. Komplikasi bisa diklasifikasikan menjadi komplikasi


dini (muncul kurang dari 3 bulan setelah operasi) dan komplikasi lambat (3 bulan

setelah operasi). Meskipun dikatakan komplikasi paling sedikit namun dalam

memberikan inform consent kepada pasien perlu disampaikan juga bahwa risiko

trabekulektomi juga bisa menyebabkan hilangnya lapang pandang, terutama yang

disebabkan oleh katarak sebagai komplikasi setelah operasi. Komplikasi lainnya

yaitu seperti infeksi, endoftalmitis, blebitis, dan hipotonus. 6 Berdasarkan jurnal

Simon K. Law (2009), komplikasi tersering pada glaukoma sudut terbuka adalah

hipotonus dini yaitu TIO ≤ 5 mmHg, namun akan kembali normal dengan

sendirinya.

Pemberian antimetabolit selama dan setelah operasi juga membantu

menurunkan TIO lebih lanjut. Contoh antimetabolit yang dipakai adalah 5-

fluorouracil dan mitomycin C, yang akan mengurangi risiko kegagalan bleb dan

mengontrol TIO namun dengan komplikasi seperti infeksi. Cara kerjanya yaitu

mencegah terjadinya proses penyembuhan alami, dengan menghambat sintesis

dan replikasi DNA, mitosis, dan sintesis protein. Jenis antimetabolit yang sering

dipakai adalah mitomycin C karena lebih kuat efeknya dibanding 5-FU.

Perawatan pasca operasi perlu dilakukan secara intensif, maka dari itu

biasanya diperlukan follow-up setiap minggu pada bulan pertama, untuk melihat

adanya pembentukan bleb, pemberian 5-FU, atau untuk melepas sutur.

4.5 GLAUKOMA SEKUNDER

Glaukoma sekunder diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka

dan sudut tertutup. Glaukoma sekunder sudut terbuka dapat dikelompokan

berdasarkan lokasi obstruksi aliran akuos, yaitu : (a) glaukoma pre-trabekular,


yaitu glaukoma yang aliran akuosnya tersumbat oleh membran yang menutup

trabekulum, terdiri dari glaukoma neovaskular dan sindrom endotel iridokornea,

(b) glaukoma trabekular, yaitu glaukoma yang obstruksinya disebabkan karena

penyumbatan dari anyaman, terdiri dari : glaukoma pigmentari, glaukoma

fakolitik dan glaukoma pseudoeksfoliasi, (c) glaukoma pos-trabekular, yaitu

glaukoma yang trabekulumnya normal namun aliran akuosnya terganggu akibat

naiknya tekanan vena episkleral yang disebabkan oleh fistula karotid-kavernos,

sindrom Sturge-Weber dan sumbatan pada vena kava superior.

Glaukoma sekunder sudut tertutup dikelompokan menjadi glaukoma

sekunder sudut tertutup dengan blok pupil dan tanpa blok pupil. Glaukoma

sekunder sudut tertutup dengan blok pupil contohnya seclusio pupillae akibat

iridocyclitis yang berulang, glaukoma fakomorfik dan glaukoma afakik.

Glaukoma sekunder sudut tertutup tanpa blok pupil bisa disebabkan oleh

glaukoma neovaskular yang berkelanjutan dan uveitis anterior yang kronik, efusi

silio-koroidal dan sindrom blok kapsular tanpa adesi iris-kapsul.

4.5.1 Glaukoma Pseudoeksfoliasi

Sindrom pseudoeksfoliasi, dikenal juga sebagai sindrom eksfoliasi,

adalah penyebab utama dari glaukoma sudut terbuka yang kronik. Glaukoma

pseudoeksfoliasi merupakan kondisi saat mata dengan sindrom pseudoeksfoliasi

yang berkembang menjadi glaukoma sekunder sudut terbuka. Hal ini terjadi

karena meningkatnya tekanan intraokular disebabkan trabekulum yang tersumbat

oleh material pseudoeksfoliatif dan pigmen yang dihasilkan oleh iris, dan
terdeposisi di segmen anterior mata dan di lokasi lain seperti iris, konjungtiva, dan

retina perifer.

Material eksfoliasi yang terdeposit di kapsul lensa anterior (panah).

Deposit material ini membentuk pola seperti target di kapsul lensa

anterior dan paling jelas terlihat saat dilatasi pupil. Area sentral dan perifer dari

deposit ini dipisahkan oleh area intermediet yang jernih, dimana pergerakan iris

akan bergesekan dengan lensa. Deposisi material ini bisa juga terjadi pada serat

zonular dari lensa, prosesus siliaris, sudut bilik inferior anterior, dan endotel

kornea. Pada individu dengan afakis, deposit ini terlihat juga pada hyaloid

anterior. Pseudoeksfoliasi merujuk pada material abu-abu keputihan yang terlihat

di permukaan anterior lensa kristalin. Material ini terlihat seperti pengelupasan

dari sel epitel kapsul lensa, karena itu dinamakan eksfoliasi yang artinya

pengelupasan.

Glaukoma pseudoeksfoliasi ini umumnya terjadi pada umur 70-an. Mata

yang terkena biasanya unilateral. Tekanan intraokular naik secara signifikan dan

kerusakan yang parah dapat berkembang dengan cepat sehingga prognosisnya

tidak begitu baik. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa laser trabekuloplasti,

trabekulektomi, dan aspirasi trabekular.


4.5.2 Glaukoma Pigmentari

Glaukoma pigmentari terjadi pada pasien yang mengalami pigment

dispersion syndrome. Pigment dispersion syndrome dicirikan dengan deposisi

abnormal pigmen di bilik anterior, terutama di anyaman trabekular yang

menghambat aliran akuos dan permukaan kornea posterior (spindel Krukenberg).

Studi ultrasound menunjukan bagian posterior iris yang kontak dengan zonule

atau prosesus siliaris menghasilkan pigmen dan karena ada gesekan akibat kontak

tersebut menyebabkan terjadinya iris transillumination defect.

Tekanan intraokular yang meningkat disebabkan adanya obstruksi di

ruang intertrabekular oleh pigmen, menyebabkan kerusakan trabekulum yaitu

terjadinya denudasi, kolaps dan sklerosis. Sepertiga pasien dengan pigment

dispersion syndrome akan berkembang menjadi glaukoma sudut terbuka yang

kronik setelah 15 tahun. Pria dua kali lebih berisiko dibandingkan wanita.

Spindel Krukenberg (kiri) ; iris transillumination defect pada pigment dispersion


syndrome (kanan).

Karakteristik glaukoma pigmentari diantaranya adalah fluktuasi tekanan

intraokular yang bisa mencapai 50 mmHg pada mata yang tidak diobati.

Gejalanya adalah adanya halo, pandangan yang kabur namun hilang timbul, dan

sakit mata. Pengobatan medikasi biasanya dapat mengurangi tekanan intraokular.

Respon terhadap laser trabekuloplasti biasanya juga baik, meskipun efek yang
ditimbulkan hanya dalam jangka pendek. Pengobatan juga dapat dilakukan

dengan laser iridotomi.

4.5.3 Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskular merupakan salah satu komplikasi paling parah

dari iskemia okular yang dikarakteristikan dengan proliferasi jaringan

fibrovaskular di dalam sudut bilik anterior, yaitu terbentuknya rubeosis iridis

(neovaskularisasi iris). Rubeosis iridis dapat disebabkan oleh iskemia pada vena

retinal sentral, dibetes melitus, dan penyakit pada arteri retina.

4.5.4 Glaukoma Karena Induksi Lensa

Induksi lensa dapat menyebabkan glaukoma sekunder baik sudut tertutup

maupun sudut terbuka. Untuk kelompok glaukoma sekunder sudut terbuka

diantaranya adalah glaukoma fakolitik, glaukoma partikel lensa, dan glaukoma

fakoantigenik. Untuk kelompok glaukoma sekunder sudut tertutup diantaranya

adalah glaukoma fakomorfik dan ektopia lentis.

4.5.5 Glaukoma Fakolitik

Glaukoma fakolitik adalah glaukoma yang disebabkan oleh kebocoran

protein lensa melalui kapsul katarak. Seiring pertambahan usia lensa, komposisi

proteinnya mengalami perubahan, yaitu adanya peningkatan konsentrasi protein

dengan berat molekul yang tinggi. Pada katarak matur atau hipermatur, protein ini

masuk ke kapsul lensa, mengaktivasi kegiatan fagositosis makrofag dan

munculnya debris hasil inflamasi yang menghambat anyaman trabekular yang

akhirnya memicu timbulnya glaukoma sekunder. Glaukoma fakolitik disertai rasa

sakit, penglihatan yang sudah buruk akibat katarak. Melalui biomikroskop terlihat
adanya edema kornea, katarak hipermatur, dan bilik anterior yang dalam, adanya

partikel putih yang melayang pada akuos.

Penampakan glaukoma fakolitik berupa hiperemia pada konjungtiva, microcystic


corneal edema dan bilik anterior yang menonjol. Deposisi protein
lensa di endotelium dan melapisi sudut membentuk
pseudohypopyon.
4.5.6 Glaukoma Partikel Lensa

Glaukoma partikel lensa terjadi saat partikel korteks lensa menyumbat

anyaman trabekular akibat ekstraksi katarak, kapsulotomi, atau trauma okular.

Jangkauan glaukoma bergantung pada kuantitas material yang dilepaskan, derajat

inflamasi, kemampuan anyaman trabekular membersihkan material lensa, dan

status fungsional dari badan siliaris, yang biasanya berubah karena operasi atau

trauma. Jika glaukoma tidak dapat dikontrol, operasi pengangkatan material lensa

perlu dilakukan. Deteksi yang akurat dan lokalisasi material intraokular adalah

komponen penting dalam perencanaan operasi.

4.5.7 Glaukoma Sekunder Akibat Uveitis

Pada uveitis tekanan intraokular biasanya berada di bawah normal karena

badan siliar mengalami inflamasi sehingga fungsinya menurun. Namun tekanan

intraokular dapat meningkat melalui beberapa mekanisme yang berbeda.

Anyaman trabekular tertutup karena sel inflamasi dari bilik anterior, edema

sekunder, atau sel trabekular (trabekulitis). Penyebab terbesar meningkatnya


tekanan intraokular pada pasien uveitis adalah penggunaan steroid topikal. Uveitis

kronik atau uveitis yang berulang menyebabkan gangguan permanen pada fungsi

trabekular, sinekia anterior perifer dan neovaskularisasi sudut, yang semuanya

meningkatkan peluang terjadinya glaukoma sekunder. Sindrom uveitis yang

cenderung berhubungan dengan glaukoma sekunder adalah Fuchs heterochromic

cyclitis, uveitis anterior akut yang berhubungan dengan HLA-B27, uveitis karena

herpes zoster dan herpes simplex. Setiap uveitis dengan kecenderungan adanya

pembentukan sinekia posterior harus diobati untuk mengurangi risiko pupillary

4.5.8 Krisis Glaukomatosiklitik (Sindrom Posner-Schlossman)

Krisis glaukomatosiklitik (sindrom Posner-Schlossman) merupakan salah

satu jenis glaukoma inflamasi sudut terbuka yang dikarakteristikan dengan

serangan yang meningkatkan tekanan intraokular secara berulang dan inflamasi

ringan pada bilik anterior. Pertama kali dikemukakan oleh Posner dan Schlossman

pada tahun 1948 dan merupakan kondisi yang paling banyak menyerang pasien di

usia pertengahan. Gangguan penglihatan biasanya bersifat unilateral dan sakit

mata yang ringan. Iritis biasanya ringan dengan sedikit endapan keratik yang

kecil, bervariasi dan biasanya sembuh secara spontan dalam beberapa minggu.

Endapan keratik terlihat pada anyaman trabekular melalui pemeriksaan

gonioskopi yang mengindikasikan adanya trabekulitis. Tekanan intraokular

biasanya meningkat mencapai angka 40-50 mmHg. Di antara dua serangan,

tekanan intraokular biasanya normal, namun seiring meningkatnya jumlah

serangan dapat menimbulkan glaukoma sekunder yang menyebabkan gangguan

fungsi penglihatan.
4.5.9 Glaukoma Sekunder Paska Operasi Okular

a. Glaukoma dengan Blok Siliar

Operasi pada mata dapat meningkatkan tekanan intraokular sudut terbuka

atau tertutup dan menyebakan glaukoma yang disertai adanya blok pada siliar.

Setelah operasi tekanan intraokular naik melebihi perkiraan dan lensa terdorong

ke depan sebagai akibat akuos yang terkumpul di dalam dan di belakang badan

vitreos. Pasien mengalami gangguan pada penglihatan jarak jauh namun

sebaliknya peningkatan dalam penglihatan jarak dekat. Kondisi ini disertai

inflamasi dan rasa sakit. Pengobatan meliputi sikloplegik, midriatik, supresan

akuos dan agen hiperosmotik. Agen hiperosmotik digunakan untuk mengecilkan

badan vitreos dan membiarkan lensa bergerak mundur. Tindakan lain yang

dibutuhkan diantaranya sklerotomi, vitrektomi dan ekstrasi lensa.

b. Sinekia Anterior Perifer

Operasi yang menghasilkan ruang anterior datar akan menyebabkan

pembentukan sinekia anterior perifer. Reformasi bedah dini ruangan diperlukan

jika tidak terjadi secara spontan.

4.5.10 Steroid-induced Glaucoma

Kortikosteroid topikal, periokular, dan intraokular dapat menyebabkan

glaukoma sudut terbuka terutama individu dengan adanya riwayat keluarga.

Penghentian konsumsi obat biasanya menghilangkan efek ini, tetapi kerusakan

permanen dapat terjadi jika situasi tidak diketahui dalam waktu lama. Jika terapi

steroid topikal mutlak diperlukan, terapi biasanya akan mengontrol tekanan

intraokular. Sangat penting pasien yang diterapi steroid topikal/sistemik untuk

menjalani tonometri periodik & oftalmoskopi, utamanya jika ada riwayat keluarga
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Tank PW, Gest TR. Clinically Oriented
Anatomy, 6th Ed + Lippincott Williams & Wilkins Atlas of Anatomy: Lippincott
Williams & Wilkins; 2009.
2. American Academy Of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course Section 2: American
Academy of Ophthalmology; 2011-2012.
3. Riordan-Eva P, Whitcher J, editors. Vaughan & Ashbury's General
Ophthalmology. 17th ed: McGraw-Hill; 2008.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach:
Elsevier Health Sciences UK; 2016.

Anda mungkin juga menyukai