HAM Kelompok 4
HAM Kelompok 4
Disusun oleh:
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia
sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki setiap
orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan langsung
dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia teriri atas dua hak
yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak
ini maka akan sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya.
Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan
terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian, kita
tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk mengikuti
kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban pada diri
manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak dasar tadi dengan kewajiban membina
dan menyempurnakannya.
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundmental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
Dengan demikian, hakikat pengormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan. Keseimbangan
adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan
dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM
menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah dan negara.
RUMUSAN MASALAH
1. Awal kemunculan penegakkan HAM di dunia
2. Makna penting dari Magna Charta
3. Bukti yang menyatakan bahwa dunia internasional mengakui penegakkan HAM
4. Awal kemunculan penegakkan HAM di Indonesia dan aturannya
5. Kasus-kasus HAM pada masa Orde lama, Orde baru, dan reformasi
METODE PENULISAN
Perpustakaan
PEMBAHASAN
Konsep HAM bukan hanya ada di Indonesia saja, melainkan di seluruh dunia. Hal ini karena
pada hakikatnya konsep HAM berasal dari dunia Barat. Sejarah perkembangan HAM
ditandai dengan tiga peristiwa penting berikut ini.
Magna Charta
Magna Charta (1215) merupakan piagam kesepakatan antara para bangsawan dengan
Raja John di Inggris. Kesepakatan ini menyatakan bahwa raja memberi jaminan beberapa
hak untuk para bangsawan dan keturunannya. Hak tersebut di antaranya adalah hak untuk
tidak dipenjara tanpa proses pemeriksaan pengadilan. Hak tersebut menjadi bagian dari
sistem konstitusional Inggris sejak saat itu.
Revolusi Amerika
Revolusi Amerika merupakan peristiwa perjuangan rakyat Amerika Serikat dalam melawan
Inggris sebagai penjajah kala itu. Hasil dari peristiwa ini adalah Declaration of Independence
dan Amerika Serikat merdeka pada 4 Juli 1776.
Revolusi Perancis
Revolusi Prancis (1789) merupakan peristiwa pemberontakan rakyat Perancis terhadap
rajanya sendiri karena dianggap telah bertindak absolut dan sewenang-wenang. Peristiwa
ini menghasilkan Pernyataan Hak-hak Manusia dan Warga Negara yang memuat tentang
hak kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan.
HAM mencakup berbagai bidang dalam kehidupan manusia dan bukan hanya milik negara-
negara Barat. HAM bersifat universal dan telah diakui secara internasional.
Piagam ini lahir pada masa pemerintahan Raja John Lockland di Inggris. Piagam ini
merupakan piagam pertama yang mengakui hak kemerdekaan diri. Magna Carta dibuat
setelah terjadi revolusi dari para tuan tanah di Inggris atas kekuasaan Raja John. Perjanjian
itu merupakan kesepakatan damai antara raja dengan para tuan tanah (baron).
Dalam piagam itu, raja akan menghormati hak-hak dan keistimewaan feodal para
tuan tanah, menjamin kebebasan bagi gereja untuk menyebarkan ajarannya, sekaligus
menegakkan hukum-hukum kerajaan. Perjanjian ini, bagi kaum sejarawan, dipandang
sebagai pijakan bagi pengembangan demokrasi di Inggris oleh generasi-generasi berikut.
Piagam itu terdiri dari Pendahuluan dan 63 klausul dan lebih banyak menyangkut
urusan-urusan feodal yang berdampak kecil bagi wilayah di luar Inggris di abad ke-13.
Namun, dokumen ini menandakan bahwa pada saat itu raja di Inggris juga sudah
berkewajiban mematuhi kesepakatan yang dibuat dengan orang-orang di wilayah
kekuasaannya. Ini pula yang membuat raja tidak bisa menerapkan absolutisme, atau
memerintah sesuai dengan kehendak sendiri.
Salah satu isi penting, yang akhirnya berlaku universal pada perjanjian itu adalah
klausul 39. Klausul itu berbunyi, "manusia bebas tidak boleh ditahan atau dipenjara atau
dihilangkan nyawanya, atau dicabut perlindungannya, atau dikucilkan atau
dikorbankan ...kecuali oleh keputusan hukum dari sesamanya atau dari hukum di
wilayahnya."
Klausul itu menjadi dasar bagi dibentuknya sidang pengadilan oleh juri dan
diterapkan prinsip habeas corpus, yang harus membebaskan seseorang dari penahanan
bila tidak didukung oleh bukti atau prosedur yang sah. Piagam itu pula yang mendasari
Inggris membuat perjanjian Petition of Right (1628) dan The Habeas Corpus Act (1679).
Frans van Anraat, dikenai dakwaan kejahatan perang dan genosida, dia adalah
warga Belanda pertama yang diadili dalam kasus ini, yang dituduh menjual bahan kimia dari
Amerika Serikat dan Jepang kepada Irak yang digunakan untuk membuat gas syaraf dan
gas mustard yang digunakan dalam perang melawan Iran tahun 1980-1988 dan terhadap
warga Kurdi Irak.
Jaksa penuntut mengatakan PBB menggambarkan van Anraat sebagai salah satu
perantara penting dalam pembelian bahan-bahan kimia oleh Irak, namun dalam sebuah
wawancara yang dilakukan tahun 2003, van Anraat menyangkal tahu menahu soal
serangan itu. Laporan-laporan menyatakan saat itu dia memberi informasi kepada dinas
rahasia Belanda mengenai program senjata Saddam Hussein. Setelah Irak diinvasi pada
bulan Maret 2003, dia kembali ke Belanda dan ditangkap pada bulan Desember 2004 di
Amsterdam. PBB mencurigai pengusaha itu adalah pemasok utama bahan-bahan kimia bagi
rejim Irak, dengan mengirim 36 kali ke negara itu.
Mengadili Jiang Zemin
Secara hukum, untuk pertama kalinya praktisi Falun Gong menuntut Jiang Zemin di
pengadilan federal Chicago, Amerika pada 22 Oktober 2002. Ia telah dituntut dibawah
hukum HAM atas penganiayaan dan kejahatan genosida (kejahatan pemunahan bangsa
atau ras) yang dilakukannya.
Tiga alasan utama dalam tuntutannya trhadap Jiang Zemin adalah: penyiksaan
kejam, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan genosida. Ketua organisasi itu, Philip Grand
mengatakan Jian Zemin dengan kepentingannya sendiri telah melakukan penindasan
terhadap pengikut Falun Gong, dan juga telah mendirikan lembaga yang khusus menangani
kasus Falun Gong yakni “Kantor 610” yang mirip Gestapo-nya Adolf Hitler. Karena itu ia
harus bertanggungjawab atas kematian lebih dari 800 praktisi.
Para praktisi Falun Gong juga bergabung dengan pemerintah berbagai negara
mendesak Mahkamah Internasional PBB untuk mengadili Jiang Zemin. Praktisi yang
tersebar di seluruh dunia, saat ini sedang mengumpulkan dan menata serangkaian bukti
penindasan, meliputi kesaksian dari saksi mata, dengan jelas menerangkan rincian dan
kejadian sebagian praktisi selama ditahan yang disiksa bahkan dipukuli hingga meninggal,
foto-foto almarhum, dan sebuah daftar nama almarhum yang paling jelas yang terakhir ini
diketahui.
Sebenarnya, PBB dalam hal ini telah mengutus UNHCR untuk datang ke Myanmar dalam
mengatasi etnis Rohingya yang masih berada di kawasan Myanmar sebagai bentuk
perhatian masyarakat internasional atas kasus Rohingya. Banyak sekali bantuan yang
dikeluarkan oleh UNHCR pada etnis ini seperti mengadakan pendidikan informal,
membangun camp pengungsian, kesehatan, dan masih banyak lainnya.
Tetapi, peran UNHCR disini hanyalah sebagai pembantu saja dan bersifat sementara,
mereka tidak dapat menembus kebijakan yang diambil pemerintah Myanmar.Hal ini
dibuktikan dengan permasalahan Rohingya sampai saat ini masih tetap ada sejalan dengan
masih eksisnya bantuan dari UNHCR di Myanmar.
Tetapi keberadaan UNHCR di Myanmar sejak tahun 90-an membuktikan bahwa usaha yang
dilakukan oleh PBB dimulai dari dalam negeri Myanmar itu sendiri, mereka mencoba
memenuhi kebutuhan dasar etnis ini, tetapi kembali lagi, usaha yang dilakukan PBB ini tidak
dapat mencegah perlakuan diskriminasi yang dilakukan pemerintah Myanmar sehingga etnis
Rohingya tetap melarikan diri ke luar wilayah Myanmar.
Myanmar adalah negara anggota PBB sejak tanggal 4 april 1948. Myanmar belum
meratifikasi Konvenan-Konvenan penting tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Namun,
sebagai bagian dari anggota PBB, Myanmar berkewajiban menghormati ketentuan-
ketentuan yang ada dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB.
Banyak ketentuan dalam UDHR yang telah dilanggar oleh pemerintah Myanmar,
diantaranya, Hak Hidup (Pasal 3) untuk tidak disiksa (Pasal 5), atas setiap orang atas
kewarganegaraan (Pasal 15) dan ha katas setiap orang untuk memilki sesuatu (Pasal 17).
Selain pelanggaran terhadap ketentuan UDHR tersebut, Myanmar sbagai anggota PBB
memiliki kewajiban untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia sebagaimana
ditegaskan dalam Piagam PBB.
Sementara itu wakil Organization of Islamic Cooperation (OIC) di PBB mendesak PBB
untuk menekan pemerintahan Myanmar agar menyelesaikan konflik Rohingya.
4. Awal Kemunculan Penegakkan HAM di Indonesia dan Aturannya
PERIODE SEBELUM KEMERDEKAAN (1908-1945)
Dalam organisasi pergerakan Budi Utomo, telah memperhatikan masalahKEBEBASAN di
Indonesia. menurut pemikiran Budi Utomo kebebasan adalah bebas untuk
berserikat/berkelompok dan bebas mengeluarkan pendapat. Maka itu dibuatlah serikat
pekerja pertama pada tahun 1912, yang terdiri dari dua serikat yaitu serikat pekerja kereta
api dan trem dan juga serikat pekerja bumi putera
Serikat pekerja itu juga merupakan serikat pekerja islam pertama, serikat islam kaum santri
tersebut dipimpin oleh H Agus Salim dan Abdul Muis, mereka berdua berprinsip untuk
mendapat kelayakan hidup dan kebebasan dari ancaman aniaya, penyiksaan, penindasan
dan deskriminasi. Sedangkan menurut partai komunis Indonesia yang pada waktu itu
menggunakan prinsip marxisme lebih mengarah pada hak-hak yang bersifat sosial.
Muhammad Hatta juga pernah membentuk organisasi yang mengemukakan hak sosial, hak
politik, hak menentukan nasib sendiri, hak berpendapat,.
Hak juga pernah dibahas pada saat perdebatan BPUPKI, perdebatan itu juga dipikirkan oleh
Soekarno, Muhammad Hatta, Soepomo, dan Muhammad Yamin.
“sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum sebagai bukti bahwa bagi kita cita
cita dan dasar kerakyatan itu benar dan pedoman penghimpunan masyarakat dan Negara
kita.mungkin sebagai akibat pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan
disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak”
Pada langkah selanjutnya, pemerintah memberikan keluasan pada rakyat untuk mendirikan
partai politik sendiri, sesuai dengan yang tercantum pada maklumat pemerintah tanggal 3
november 1945 yang antara lain menyatakan: 1.pemerintah menyukai timbulnya partai
partai politik,karena dengan partai politik itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segalah
aliran paham yang ada dalam masyarakat.2.pemerintah berharap partai partai itu telah
tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan
januari 1946.
PERIODE 1950-1959
Dalam periode ini perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode demokrasi
perlementer.pemikiran HAM pada masa ini mendapatkan momentum yang sangat
membanggakan karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasiliberal atau
demokrasi perlementer mendapatkan tempat dikalangan elit politik.bahkan menurut
prof.Bagir Manan pemikiran dan katualisasi HAM pada periode ini mengalami “bulan madu”
kebebasan.indikator menurut ahli hukum tata Negara ini ada tiga aspek:pertama,semakin
banyak tumbuh partai partai politik dengan beragam ideologinya masing
masing.kedua,kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul betul menikmati
kebebasannya.ketiga,pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokratis berlangsung dalam
suasan kebebasan,fair (keadilan) dan demokratis.keempat,perlemen atau dewan perwakilan
rakyat sebagai representer dari kedaulatan rakyat dari kedaulatan rakyat menunjukkan
kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan control yang semakin efektif
terhadap eksekutif.kelima,wacana dan pemikiran HAM memdapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasan yang memberikan ruang kebebasan.`
PERIODE 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakansoekarno terhadap sistem demokrasi perlementar.pada sistem ini
kekuasan terpusat dan berada ditangan presiden.akibat dari sistem demokrasi terpimpin
presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik dalam tataran suprastruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur.dalam kaitannya dengan HAM,telah terjadi pemasungan
hak asasi manusia masyarakat yaituhak sipil dan hak politik seperti hak untuk
berserikat,berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.Dengan kata lain terjadi
sikap restriktif terhadap hak sipil dan hak politik warga Negara.
PERIODE 1966-1998
Pada masa ini kurang-lebih ada tiga pelanggaran HAM dalam praktek- praktek politiknya.
Pertama, yang sampai sekarang masih cukup popular yaitu, represi politik oleh aparat
Negara, sekali pun intesitasnya mengalami penyusutan, contohnya kasus penangan tanjung
priok, kedung ombo, santa cruz, dan sebaginya.
Kedua, pembatasan partisipasi terhadap partai politik, atau yang sering kita dengar dengan
sebutan depolitisasi. Praktek ini termasuk pelanggaran HAM dikarenakan, menyimpangi hak
manusia untuK bebas berserikat, berkomplot,berorganisasi, dan hak mengeluarkan
pendapat.
Ketiga, praktek eksploitasi ekonomi dan juga implikasi sosialnya, bentuk ini adalah bentuk
pelanggaran HAM yang masih sering dijumpai sampai sekarang, baik dilakukan secara
terorganisir maupun yang tidak terorganisir.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan (prscriptive status) dan tahap penataan aturan secara konsisten (rule consistent
behavior).pada tahap status penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang
undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (undang undang dasar
1945),ketetapan MPR (TAP MPR),undang undang (UU),peraturan pemerintahan dan
ketentuan perundang undangan lainnya.
G30S/PKI
Gerakan ini bergerak atas perintah Letnan Kolonel Untung Syamsuri yang saat itu
adalah Komandan Batalyon I Cakrabirawa. Gerakan ini meluncur di Jakarta dan Yogyakarta
dimana gerakan ini mengincar para Dewan Jendral dan perwira tinggi. Gerakan di Jakarta
sebenarnya bermaksud untuk menculik para jendral dan membawanya ke Lubang Buaya.
namun, beberapa prajurit Cakrabirawa ada yang memutuskan untuk membunuh beberapa
jendral di tempat dia diculik. yaitu diantaranya Ahmad Yani dan Karel Satsuit Tubun. dan
sisanya meninggal secara perlahan karena luka mereka di Lubang Buaya. dan mereka yang
meninggal saat gerakan ini adalah:
Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani (Meninggal di rumahnya di Jakarta Pusat.
sekarang rumahnya menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani)
Mayor Jendral Raden Soeprapto
Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono
Mayor Jendral Siswondo Parman
Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan
Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo
Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun (Meninggal di rumahnya)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)
Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)
Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Meninggal di kediaman Jendral Abdul Haris
Nasution)
Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution yang meninggal di kejadian
ini)
Atas kejadian ini, rakyat menuntut Presiden Soekarno untuk dengan segera
membubarkan PKI. dan dengan sangat terpaksa, Soekarno akhirnya membubarkan PKI
yang merupakan kekuatan terbesar yang mendukung gerakan "Ganyang Malaysia" milik
Soekarno. Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jendral Soeharto untuk
membersihkan unsur pemerintahan dari pengaruh PKI. perintah itu pun dikenal dengan
nama Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sesuai dengan pernyataan Soekarno berisi
mengenai pengamanan diri pribadi presiden, pengamanan jalannya pemerintahan,
pengamanan ajaran presiden dan pengamanan wibawa presiden.
(http://garudaindonesiasusetio.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-singkat-gerakan-30-
september.html)
Pelanggaran HAM pada masa orde lama
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978 - 1998), Heri Hertanto (1977 -
1998), Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975 - 1998). Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala,
tenggorokan, dan dada.
Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial
Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke
gedung DPR/ MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul
12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian.
Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak
majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah
mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di
universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian
RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi
dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang
dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan
peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara
diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.
Tragedi Simangi
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.
Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998,
masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian
kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang
menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta
serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda
pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak
mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/ MPR
Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang
dwifungsi ABRI/ TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung
dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-
kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh
Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta,
tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa
berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari
pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak
menghendaki aksi mahasiswa.
Pada 24 September 1999, untuk yang kesakian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan
kepada aksi-aksi mahasiswa. Kalau itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi
untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang
materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk
melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa
bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan
Universitas Atma Jaya.
KESIMPULAN
HAM merupakan hak-hak dasar yang dimiliki setiap umat manusia. Setiap manusia
mempunyai HAM untuk memenuhi keinginan hak mereka akan tetapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa jangan pernah menindas dan melanggar HAM orang lain. Tuntutan untuk
menegakan hak asasi manusia sudah sedemikian kuat, baik di dalam negeri maupun melalui
dunia internasional, namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk itu perlu adanya
dukungan dari semua pihak. Agar penegakan hak asasi manusia bergerak ke arah positif.
Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan
elit politik agar penegakan hak asasi manusia berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Sudah menjadi kewajiban bersama segenap bangsa untuk mencegah agar pelanggaran HAM
dimasa lalu tidak terulang kembali di masa sekarang dan masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
https://muhammadaslansyah.blogspot.co.id/2013/11/beberapa-kasus-pelanggaran-hak-
asasi.html
http://mutiarabidadarisurga.blogspot.co.id/2014/05/analisa-terhadap-kasus-rohingya.html
https://yuokysurinda.wordpress.com/2016/01/20/perlindungan-terhadap-warga-muslim-
rohingya-dalam-pelanggaran-ham-berat-di-myanmar-dari-aspek-hukum-internasional-
wilayah-asean/
https://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/
http://jovi-joe.blogspot.co.id/2012/01/sejarah-ham.html
http://peristiwa-id.com/sejarah-singkat-peristiwa-g-30-s-pki/
http://sejarah-indonesia-lengkap.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-tragedi-tanjung-priok-
1984.html
https://muhammadaslansyah.blogspot.co.id/2013/11/beberapa-kasus-pelanggaran-hak-
asasi.html