Anda di halaman 1dari 15

HAK ASASI MANUSIA

Disusun oleh:

Kadek Saswata Abhimana Negara (1607532008)


Gede Eka Yasa (1607532016)
Dwiki Vernanda Krisnayana Putra (1607532022)
Ade Surya Indrawan (1607532031)
Clara Yunneke Tanadi (1607532037)

AKUNTANSI / NON REGULER


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
PENDAHULUAN

Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia
sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki setiap
orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan langsung
dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia teriri atas dua hak
yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak
ini maka akan sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya.
Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan
terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian, kita
tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk mengikuti
kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban pada diri
manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak dasar tadi dengan kewajiban membina
dan menyempurnakannya.
HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundmental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
Dengan demikian, hakikat pengormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan. Keseimbangan
adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan
dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM
menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah dan negara.

RUMUSAN MASALAH
1. Awal kemunculan penegakkan HAM di dunia
2. Makna penting dari Magna Charta
3. Bukti yang menyatakan bahwa dunia internasional mengakui penegakkan HAM
4. Awal kemunculan penegakkan HAM di Indonesia dan aturannya
5. Kasus-kasus HAM pada masa Orde lama, Orde baru, dan reformasi

METODE PENULISAN

Perpustakaan
PEMBAHASAN

1. Sejarah HAM di Dunia

Konsep HAM bukan hanya ada di Indonesia saja, melainkan di seluruh dunia. Hal ini karena
pada hakikatnya konsep HAM berasal dari dunia Barat. Sejarah perkembangan HAM
ditandai dengan tiga peristiwa penting berikut ini.

Magna Charta
Magna Charta (1215) merupakan piagam kesepakatan antara para bangsawan dengan
Raja John di Inggris. Kesepakatan ini menyatakan bahwa raja memberi jaminan beberapa
hak untuk para bangsawan dan keturunannya. Hak tersebut di antaranya adalah hak untuk
tidak dipenjara tanpa proses pemeriksaan pengadilan. Hak tersebut menjadi bagian dari
sistem konstitusional Inggris sejak saat itu.

Revolusi Amerika
Revolusi Amerika merupakan peristiwa perjuangan rakyat Amerika Serikat dalam melawan
Inggris sebagai penjajah kala itu. Hasil dari peristiwa ini adalah Declaration of Independence
dan Amerika Serikat merdeka pada 4 Juli 1776.

Revolusi Perancis
Revolusi Prancis (1789) merupakan peristiwa pemberontakan rakyat Perancis terhadap
rajanya sendiri karena dianggap telah bertindak absolut dan sewenang-wenang. Peristiwa
ini menghasilkan Pernyataan Hak-hak Manusia dan Warga Negara yang memuat tentang
hak kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan.

HAM mencakup berbagai bidang dalam kehidupan manusia dan bukan hanya milik negara-
negara Barat. HAM bersifat universal dan telah diakui secara internasional.

2. Makna Penting Magna Charta

Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan


hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris.
Magna Charta ( Piagam Agung ), 15 Juni 1215
Di Inggris, pertamakalinya HAM ditegakkan dengan keluarnya Magna Charta, sehingga
Magna Charta dikenal sebagai tonggak lahirnya HAM di dunia. Magna Charta memuat
pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut ( raja yang menciptakan
hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya , menjadi dibatasi
kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggungjawabannya di muka hukum. Isi Magna
Charta, yaitu :
 Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan
kebebasan Gereja Inggris
 Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak
sebagi berikut :
a) Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
b) Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi
yang sah.
c) Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan
bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar
tindakannya.
d) Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja
berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
e) Tidak boleh memungut pajak tanpa seizin dewan penasihat Raja Inggris.
f) Orang tidak boleh ditangkap, disiksa, atau dihukum tanpa alasan hukum.

Piagam ini lahir pada masa pemerintahan Raja John Lockland di Inggris. Piagam ini
merupakan piagam pertama yang mengakui hak kemerdekaan diri. Magna Carta dibuat
setelah terjadi revolusi dari para tuan tanah di Inggris atas kekuasaan Raja John. Perjanjian
itu merupakan kesepakatan damai antara raja dengan para tuan tanah (baron).
Dalam piagam itu, raja akan menghormati hak-hak dan keistimewaan feodal para
tuan tanah, menjamin kebebasan bagi gereja untuk menyebarkan ajarannya, sekaligus
menegakkan hukum-hukum kerajaan. Perjanjian ini, bagi kaum sejarawan, dipandang
sebagai pijakan bagi pengembangan demokrasi di Inggris oleh generasi-generasi berikut.
Piagam itu terdiri dari Pendahuluan dan 63 klausul dan lebih banyak menyangkut
urusan-urusan feodal yang berdampak kecil bagi wilayah di luar Inggris di abad ke-13.
Namun, dokumen ini menandakan bahwa pada saat itu raja di Inggris juga sudah
berkewajiban mematuhi kesepakatan yang dibuat dengan orang-orang di wilayah
kekuasaannya. Ini pula yang membuat raja tidak bisa menerapkan absolutisme, atau
memerintah sesuai dengan kehendak sendiri.
Salah satu isi penting, yang akhirnya berlaku universal pada perjanjian itu adalah
klausul 39. Klausul itu berbunyi, "manusia bebas tidak boleh ditahan atau dipenjara atau
dihilangkan nyawanya, atau dicabut perlindungannya, atau dikucilkan atau
dikorbankan ...kecuali oleh keputusan hukum dari sesamanya atau dari hukum di
wilayahnya."
Klausul itu menjadi dasar bagi dibentuknya sidang pengadilan oleh juri dan
diterapkan prinsip habeas corpus, yang harus membebaskan seseorang dari penahanan
bila tidak didukung oleh bukti atau prosedur yang sah. Piagam itu pula yang mendasari
Inggris membuat perjanjian Petition of Right (1628) dan The Habeas Corpus Act (1679).

3. Bukti yang menyatakan bahwa dunia internasional mengakui penegakan HAM


Warga Belanda Diadili Kasus Genosida Irak

Frans van Anraat, dikenai dakwaan kejahatan perang dan genosida, dia adalah
warga Belanda pertama yang diadili dalam kasus ini, yang dituduh menjual bahan kimia dari
Amerika Serikat dan Jepang kepada Irak yang digunakan untuk membuat gas syaraf dan
gas mustard yang digunakan dalam perang melawan Iran tahun 1980-1988 dan terhadap
warga Kurdi Irak.

Jaksa penuntut mengatakan PBB menggambarkan van Anraat sebagai salah satu
perantara penting dalam pembelian bahan-bahan kimia oleh Irak, namun dalam sebuah
wawancara yang dilakukan tahun 2003, van Anraat menyangkal tahu menahu soal
serangan itu. Laporan-laporan menyatakan saat itu dia memberi informasi kepada dinas
rahasia Belanda mengenai program senjata Saddam Hussein. Setelah Irak diinvasi pada
bulan Maret 2003, dia kembali ke Belanda dan ditangkap pada bulan Desember 2004 di
Amsterdam. PBB mencurigai pengusaha itu adalah pemasok utama bahan-bahan kimia bagi
rejim Irak, dengan mengirim 36 kali ke negara itu.
Mengadili Jiang Zemin

Secara hukum, untuk pertama kalinya praktisi Falun Gong menuntut Jiang Zemin di
pengadilan federal Chicago, Amerika pada 22 Oktober 2002. Ia telah dituntut dibawah
hukum HAM atas penganiayaan dan kejahatan genosida (kejahatan pemunahan bangsa
atau ras) yang dilakukannya.

Tiga alasan utama dalam tuntutannya trhadap Jiang Zemin adalah: penyiksaan
kejam, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan genosida. Ketua organisasi itu, Philip Grand
mengatakan Jian Zemin dengan kepentingannya sendiri telah melakukan penindasan
terhadap pengikut Falun Gong, dan juga telah mendirikan lembaga yang khusus menangani
kasus Falun Gong yakni “Kantor 610” yang mirip Gestapo-nya Adolf Hitler. Karena itu ia
harus bertanggungjawab atas kematian lebih dari 800 praktisi.

Para praktisi Falun Gong juga bergabung dengan pemerintah berbagai negara
mendesak Mahkamah Internasional PBB untuk mengadili Jiang Zemin. Praktisi yang
tersebar di seluruh dunia, saat ini sedang mengumpulkan dan menata serangkaian bukti
penindasan, meliputi kesaksian dari saksi mata, dengan jelas menerangkan rincian dan
kejadian sebagian praktisi selama ditahan yang disiksa bahkan dipukuli hingga meninggal,
foto-foto almarhum, dan sebuah daftar nama almarhum yang paling jelas yang terakhir ini
diketahui.

Etnis Rohingya di Myanmar

Sebenarnya, PBB dalam hal ini telah mengutus UNHCR untuk datang ke Myanmar dalam
mengatasi etnis Rohingya yang masih berada di kawasan Myanmar sebagai bentuk
perhatian masyarakat internasional atas kasus Rohingya. Banyak sekali bantuan yang
dikeluarkan oleh UNHCR pada etnis ini seperti mengadakan pendidikan informal,
membangun camp pengungsian, kesehatan, dan masih banyak lainnya.
Tetapi, peran UNHCR disini hanyalah sebagai pembantu saja dan bersifat sementara,
mereka tidak dapat menembus kebijakan yang diambil pemerintah Myanmar.Hal ini
dibuktikan dengan permasalahan Rohingya sampai saat ini masih tetap ada sejalan dengan
masih eksisnya bantuan dari UNHCR di Myanmar.
Tetapi keberadaan UNHCR di Myanmar sejak tahun 90-an membuktikan bahwa usaha yang
dilakukan oleh PBB dimulai dari dalam negeri Myanmar itu sendiri, mereka mencoba
memenuhi kebutuhan dasar etnis ini, tetapi kembali lagi, usaha yang dilakukan PBB ini tidak
dapat mencegah perlakuan diskriminasi yang dilakukan pemerintah Myanmar sehingga etnis
Rohingya tetap melarikan diri ke luar wilayah Myanmar.
Myanmar adalah negara anggota PBB sejak tanggal 4 april 1948. Myanmar belum
meratifikasi Konvenan-Konvenan penting tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Namun,
sebagai bagian dari anggota PBB, Myanmar berkewajiban menghormati ketentuan-
ketentuan yang ada dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) atau Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB.
Banyak ketentuan dalam UDHR yang telah dilanggar oleh pemerintah Myanmar,
diantaranya, Hak Hidup (Pasal 3) untuk tidak disiksa (Pasal 5), atas setiap orang atas
kewarganegaraan (Pasal 15) dan ha katas setiap orang untuk memilki sesuatu (Pasal 17).
Selain pelanggaran terhadap ketentuan UDHR tersebut, Myanmar sbagai anggota PBB
memiliki kewajiban untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia sebagaimana
ditegaskan dalam Piagam PBB.
Sementara itu wakil Organization of Islamic Cooperation (OIC) di PBB mendesak PBB
untuk menekan pemerintahan Myanmar agar menyelesaikan konflik Rohingya.
4. Awal Kemunculan Penegakkan HAM di Indonesia dan Aturannya
PERIODE SEBELUM KEMERDEKAAN (1908-1945)
Dalam organisasi pergerakan Budi Utomo, telah memperhatikan masalahKEBEBASAN di
Indonesia. menurut pemikiran Budi Utomo kebebasan adalah bebas untuk
berserikat/berkelompok dan bebas mengeluarkan pendapat. Maka itu dibuatlah serikat
pekerja pertama pada tahun 1912, yang terdiri dari dua serikat yaitu serikat pekerja kereta
api dan trem dan juga serikat pekerja bumi putera

Serikat pekerja itu juga merupakan serikat pekerja islam pertama, serikat islam kaum santri
tersebut dipimpin oleh H Agus Salim dan Abdul Muis, mereka berdua berprinsip untuk
mendapat kelayakan hidup dan kebebasan dari ancaman aniaya, penyiksaan, penindasan
dan deskriminasi. Sedangkan menurut partai komunis Indonesia yang pada waktu itu
menggunakan prinsip marxisme lebih mengarah pada hak-hak yang bersifat sosial.
Muhammad Hatta juga pernah membentuk organisasi yang mengemukakan hak sosial, hak
politik, hak menentukan nasib sendiri, hak berpendapat,.

Hak juga pernah dibahas pada saat perdebatan BPUPKI, perdebatan itu juga dipikirkan oleh
Soekarno, Muhammad Hatta, Soepomo, dan Muhammad Yamin.

PERIODE AWAL KEMERDEKAAN (1945-1950)


Pada awal kemerdekaan pemikiran HAM masih menekankan, hak untuk merdeka, hak untuk
berserikat, hak berpolitik, hak berpendapat. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi
secara resmi dan formal (tapi masih belum sempurna) dan masuk ke dalam hukum dasar
negara(konstitusi) yaitu UUD 1945. Sebagaimana yang telah dinyatakan pada tanggal 1
november 1945, yaitu:

“sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum sebagai bukti bahwa bagi kita cita
cita dan dasar kerakyatan itu benar dan pedoman penghimpunan masyarakat dan Negara
kita.mungkin sebagai akibat pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan
disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak”
Pada langkah selanjutnya, pemerintah memberikan keluasan pada rakyat untuk mendirikan
partai politik sendiri, sesuai dengan yang tercantum pada maklumat pemerintah tanggal 3
november 1945 yang antara lain menyatakan: 1.pemerintah menyukai timbulnya partai
partai politik,karena dengan partai politik itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segalah
aliran paham yang ada dalam masyarakat.2.pemerintah berharap partai partai itu telah
tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan
januari 1946.
PERIODE 1950-1959
Dalam periode ini perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode demokrasi
perlementer.pemikiran HAM pada masa ini mendapatkan momentum yang sangat
membanggakan karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasiliberal atau
demokrasi perlementer mendapatkan tempat dikalangan elit politik.bahkan menurut
prof.Bagir Manan pemikiran dan katualisasi HAM pada periode ini mengalami “bulan madu”
kebebasan.indikator menurut ahli hukum tata Negara ini ada tiga aspek:pertama,semakin
banyak tumbuh partai partai politik dengan beragam ideologinya masing
masing.kedua,kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul betul menikmati
kebebasannya.ketiga,pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokratis berlangsung dalam
suasan kebebasan,fair (keadilan) dan demokratis.keempat,perlemen atau dewan perwakilan
rakyat sebagai representer dari kedaulatan rakyat dari kedaulatan rakyat menunjukkan
kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan control yang semakin efektif
terhadap eksekutif.kelima,wacana dan pemikiran HAM memdapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasan yang memberikan ruang kebebasan.`
PERIODE 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakansoekarno terhadap sistem demokrasi perlementar.pada sistem ini
kekuasan terpusat dan berada ditangan presiden.akibat dari sistem demokrasi terpimpin
presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik dalam tataran suprastruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur.dalam kaitannya dengan HAM,telah terjadi pemasungan
hak asasi manusia masyarakat yaituhak sipil dan hak politik seperti hak untuk
berserikat,berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.Dengan kata lain terjadi
sikap restriktif terhadap hak sipil dan hak politik warga Negara.
PERIODE 1966-1998
Pada masa ini kurang-lebih ada tiga pelanggaran HAM dalam praktek- praktek politiknya.
Pertama, yang sampai sekarang masih cukup popular yaitu, represi politik oleh aparat
Negara, sekali pun intesitasnya mengalami penyusutan, contohnya kasus penangan tanjung
priok, kedung ombo, santa cruz, dan sebaginya.
Kedua, pembatasan partisipasi terhadap partai politik, atau yang sering kita dengar dengan
sebutan depolitisasi. Praktek ini termasuk pelanggaran HAM dikarenakan, menyimpangi hak
manusia untuK bebas berserikat, berkomplot,berorganisasi, dan hak mengeluarkan
pendapat.
Ketiga, praktek eksploitasi ekonomi dan juga implikasi sosialnya, bentuk ini adalah bentuk
pelanggaran HAM yang masih sering dijumpai sampai sekarang, baik dilakukan secara
terorganisir maupun yang tidak terorganisir.

Dalam perkembangannya seiring dengan munculnya berbagai pelanggaran HAM muncul


pula semangat untuk menegakkan HAM,dengan mengadakan salah satu seminar tentang
HAM pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
pengadilan HAM,pembentukan komisi dan pengadilan HAM untuk wilayah asia.selanjutnya
diadakan seminar nasional hukum pada tahun 1968 yang merekomendasikan perlunya hak
uji materi (judicial riview) untuk dilakukan guna melindungi HAM.seperti yang dikemukakan
oleh Archibald cox bahwa hak uji materi diadakan tidak lain untuk melindungi kebebasan
dasar manusia.begitu pula dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS
No.XIV/MPRS1966,MPRS melalui panitia adhoe IV telah menyiapkkan rumusan yang akan
di tuangkan dalam piagam tentang hak asasi manusia dan hak hak serta kewajiban warga
negara.
Sementara itu pada sekitar awal tahun 1970-an sampai akhir 1980-an persoalan HAM
semakin menurun karena HAM pada saat itu sudah tidak lagi dihormati,dilindungi,ditegakkan
serta diperjuangkan.pemikiran elit pada masa ini telah di tandai oleh sikap penolakan
terhadap HAM sebagai produk barat dan individualistic serta bertentangan dengan paham
kekeluargaan yang dianut oleh Indonesia.pemerintahan pada periode ini bersifat defensive
dan represif yang di cerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap
HAM.sikap defensive dalam pemerintahan terlihat dalam ungkpan bahwa HAM adalah
produk pemikiran barat yang bertentangan dengan nilai nilai luhur budaya bangsa Indonesia
yang berlandaskan pancasila,serta bangsa bangsa Indonesia telah lebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 yang lahir lebih dahulu dari pada lahirnya
deklarasi universal HAM.Selain itu sifat defensiv pemerintahan ini berdasarkan atas
anggapan bahwa isu HAM sering kali digunakan oleh Negara barat untuk memojokkan
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini.
Meskipun pihak pemerintahan mengalami kemunduran,pemikiran HAM nampaknya terus
ada pada masa ini terutama didalam kalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM
(lembaga swadaya masyarakat) dan masyarakat akademisi yang concern terhadap
penegakan HAM.upaya yang dilakukan untuk masyarakat melalui pembentukan jaringan
dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus tanjung
priok,kasus DOM diaceh dsb.
Perjuangan yang lakukan oleh masyarakat pada periode tahun 1990 nampaknya
membuahkan hasil yang menggembirakankarena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari
reprensif dan depensif menuju strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan
penegakan HAM.salah satu sikap akomodatif pemerintahan ialah adanya tuntutan
penegakan HAM dengan dibentuknya komisi nasional hak asasi manusia (KOMNAS HAM)
Berdasarkan KEPRES No. 50 tahun 1993 tertanggal 7 juni 1993.lembaga ini memiliki tugas
untuk memantau dan mengawasi serta menyelidiki pelaksanaan HAM, dan memberi
pendapat, pertimbangan dan saran kepada pemerintahan perihal pelaksaan HAM.selain itu
komisi ini bertujuan meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia indonesia seutuhnya dan kemampuannya berprestasi
dalam berbagai bidang kehidupan. serta untuk membantu pengembangan kondisi yang
kondusif bagi pelaksaan HAM yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil
amandemen UUD 1945),piagam PBB,deklarasi universal HAM atau perundang undangan
lainnya yang terkait dengan penegakan HAM
Dampak dari sikap akomodatif pemerintahan ini dibentuknya KOMNAS HAM sebagai
lembaga independen adalah bergesernya paradigma pemerintahan terhadap HAM dan
particularistic ke universalistic serta semakin kooperatifnya pemerintahan terhadap upaya
penegakan HAM di Indonesia.
Orde Baru membawa banyak perubahan positif pada penegakan HAM. Perubahan-
perubahan tersebut antara lain menyangkut aspek politik, ekonomi, dan pendidikan.
POLITIK
Salah satu kebijakan politik yang mendukung persamaan HAM terhadap masyarakat
Indonesia di dunia internasional adalah didaftarkannya Indonesia menjadi anggota PBB lagi
pada tanggal 19 September 1966. Dengan mendaftarkan diri sebagai anggota PBB, hak
asasi manusia Indonesia diakui persamaannya dengan warga negara di dunia. Ini menjadi
langkah yang baik untuk membawa masyarakat Indonesia pada keadilan dan kemakmuran
EKONOMI
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Dalam hal ekonomi, masyarakat
mendapatkan hak-hak mereka untuk mendapatkan hidup yang layak. Program transmigrasi,
repelita, dan swasembada pangan mendorong masyarakat untuk memperoleh kemakmuran
dan hak hidup secara layak.
PENDIDIKAN
Dalam bidang pendidikan, masa Orde Baru menampilkan kinerja yang positif. Pemerintah
Orde Baru bisa dianggap sukses memerangi buta huruf dengan beberapa program
unggulan, yaitu gerakan wajib belajar dan gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA).
Dengan demikian, masyarakat Indonesia mendapatkan hak asasinya untuk mendapatkan
pendidikan.
PERIODE 1998-SEKARANG
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan pengaruh yang sangat luar
biasa pada kemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia pada saat itu mulai diadakan
pengkajian terhadap beberpa kebijakan pemerintahan orde baru yang berlawanan dengan
kemajuan dan perlindungan HAM.selanjutnya dilaksanakana penyusunan peraturan
perundang undangan yang berkaitan dengan keberlakuan HAM dalam kehidupa
ketatanegaraan dan kemaysrakat di indomesia.demikian pula dilakukan pengkajian dan
ratifikasi terhadap instrument HAM internasional semakin ditingkatkan.hasil dari pengkajian
tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang
terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrument internasional dalam
bidang HAM.

Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan (prscriptive status) dan tahap penataan aturan secara konsisten (rule consistent
behavior).pada tahap status penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang
undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (undang undang dasar
1945),ketetapan MPR (TAP MPR),undang undang (UU),peraturan pemerintahan dan
ketentuan perundang undangan lainnya.

Pada masa pemerintahan habibie penghormatan dan pemajuan HAM mengalami


perkembangan yang sangat signifikan yang ditandai oleh adanya TAP MPR NO
XVII/MPR/1998 tentang HAM dan disahkannya sejumlah konvesi HAM yaitu: konvensi
menentang penyiksaan dan perlakuan kejamlainnya dengan UU no 5/19999;konvensi
penghapusan segalah bentuk diskriminasi rasial dengan UU No.29/1999;konvensi ILO No
87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk nerorganisasi dengan kepres
No 83/1998;konvensi ILO No.105 tentang penghapusan kerja paksa dengan UU No
19/1999;konvensi ILO No 111 tentang diskirminasi dalam pekerjaan dan jabatan dengan UU
no 21/1999;konvensi ILO No 138 tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja
dengan UU No 20/1999.selain itu juga dilaksanakan program “rencana aksi nasioanal HAM
pada 15 agustus 1998 yang didasarkan pada empar pilar yaitu:
1. Persiapan pengesahan perangkat internasional dibidang HAM .
2. Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
3. Penentuan skala prioritas pelaksana HAM.
4. Pelaksanaan isi perangkat internasional dibidang HAM yang telah diratifikasi melalui
perundang undangan nasional.

5. Kasus Pelanggaran HAM di Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi

Pelanggaran HAM pada masa orde lama

G30S/PKI

Gerakan 30 September 1965 / PKI atau G30S/PKI adalah peristiwa pengkhianatan


terhadap Bangsa Indonesia terbesar yang pernah terjadi. peristiwa ini terjadi malam hari
tepat saat pergantian dari tanggal 30 September (Kamis) menjadi 1 Oktober (Jumat) 1965
saat tengah malam. peristiwa ini melibatkan anggota PKI dan pasukan Cakrabirawa.

Gerakan ini bertujuan untuk menggulingkan Soekarno dan mengubah Indonesia


menjadi komunis. Gerakan ini diprakarsai oleh Dipa Nusantara Aidit yang merupakan ketua
dari PKI saat itu. DN. Aidit saat itu melancarkan hasutan-hasutan kepada rakyat Indonesia
untuk mendukung PKI menjadikan Indonesia sebagai "negara yang lebih maju". DN Aidit
dinyatakan sebagai dalang dari G30S/PKI oleh Pemerintah Republik Indonesia pada masa
Presiden Soeharto.

Gerakan ini bergerak atas perintah Letnan Kolonel Untung Syamsuri yang saat itu
adalah Komandan Batalyon I Cakrabirawa. Gerakan ini meluncur di Jakarta dan Yogyakarta
dimana gerakan ini mengincar para Dewan Jendral dan perwira tinggi. Gerakan di Jakarta
sebenarnya bermaksud untuk menculik para jendral dan membawanya ke Lubang Buaya.
namun, beberapa prajurit Cakrabirawa ada yang memutuskan untuk membunuh beberapa
jendral di tempat dia diculik. yaitu diantaranya Ahmad Yani dan Karel Satsuit Tubun. dan
sisanya meninggal secara perlahan karena luka mereka di Lubang Buaya. dan mereka yang
meninggal saat gerakan ini adalah:
 Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani (Meninggal di rumahnya di Jakarta Pusat.
sekarang rumahnya menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani)
 Mayor Jendral Raden Soeprapto
 Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono
 Mayor Jendral Siswondo Parman
 Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan
 Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo
 Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun (Meninggal di rumahnya)
 Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)
 Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)
 Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Meninggal di kediaman Jendral Abdul Haris
Nasution)
 Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution yang meninggal di kejadian
ini)
Atas kejadian ini, rakyat menuntut Presiden Soekarno untuk dengan segera
membubarkan PKI. dan dengan sangat terpaksa, Soekarno akhirnya membubarkan PKI
yang merupakan kekuatan terbesar yang mendukung gerakan "Ganyang Malaysia" milik
Soekarno. Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jendral Soeharto untuk
membersihkan unsur pemerintahan dari pengaruh PKI. perintah itu pun dikenal dengan
nama Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sesuai dengan pernyataan Soekarno berisi
mengenai pengamanan diri pribadi presiden, pengamanan jalannya pemerintahan,
pengamanan ajaran presiden dan pengamanan wibawa presiden.
(http://garudaindonesiasusetio.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-singkat-gerakan-30-
september.html)
Pelanggaran HAM pada masa orde lama

Penembakan misterius 1981-1985


"Hukuman mati" terhadap residivis, bromocorah, gali, preman tanpa melalui pengadilan ini
dikenal sebagai "penembakan misterius" yang terjadi sepanjang 1981-1985.
Dugaan bahwa ini merupakan kebijakan Soeharto dinilai Kontras terlihat jelas dalam pidato
rutin kenegaraan pada Agustus 1981.
Soeharto mengungkapkan bahwa pelaku kriminal harus dihukum dengan cara yang sama
saat ia memperlakukan korbannya. Operasi tersebut juga bagian dari shocktherapy,
sebagaimana diakui Soeharto dalam otobiografinya, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan
Saya (ditulis Ramadhan KH, halaman 389, 1989).
Amnesty Internasional dalam laporannya mencatat korban jiwa karena kebijakan tersebut
mencapai kurang lebih sekitar 5.000 orang, tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Bandung. (Amnesty Internasional, 31 Oktober 1983; "Indonesia-Extrajudicial
Executions of Suspected Criminals").
Peristiwa Tanjung Priok 1984-1987
Dalam peristiwa Tanjung Priok 1984-1987 Soeharto dianggap menggunakan KOPKAMTIB
sebagai instrumen penting mendukung dan melindungi kebijakan politiknya.
Selain itu Soeharto juga selaku panglima tertinggi telah mengeluarkan sikap, pernyataan
dan kebijakan yang bersifat represif untuk mengeliminasi berbagai respon masyarakat
terhadap kebijakan asas tunggal Pancasila yang dikeluarkan Orde Baru.
Dalam menangani persoalan ini, Soeharto dinilai Kontras kerap membuat pernyataan dan
kebijakan yang membolehkan kekerasan dalam mengendalikan respon rakyat atas
kebijakan penguasa pada saat itu. Di antaranya di depan Rapat Pimpinan (RAPIM) ABRI di
Riau, 27 Maret 1980.
Soeharto sebagai presiden dan penanggung jawab seluruh kegiatan KOPKAMTIB disebut
mewajibkan ABRI mengambil tindakan represif untuk menghadapi kelompok-kelompok
Islam yang dianggap sebagai golongan ekstrem yang harus dicegah dan ditumpas seperti
penanganan G 30 S.
Akibat dari kebijakan ini, dalam Peristiwa Tanjung Priok 1984, sekitar lebih 24 orang
meninggal, 36 terluka berat, 19 luka ringan. ("Laporan 5 Sub Tim Kajian, Tim Pengkajian
Pelanggaran HAM Soeharto", Komnas HAM, 2003).
Peristiwa 27 Juli 1996
Dalam Peristiwa 27 Juli, Soeharto memandang Megawati sebagai ancaman terhadap
kekuasaan politik Orde Baru.
Soeharto hanya menerima Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI pimpinan Suryadi yang
menjadi lawan politik PDI pimpinan Megawati.
Aksi kekerasan yang diduga berupa pembunuhan, penangkapan dan penahanan dilakukan
terhadap para simpatisan PDI pimpinan Megawati.
Dalam peristiwa ini, 11 orang meninggal, 149 luka-luka, 23 orang hilang, 124 orang ditahan.
Penculikan dan Penghilangan Secara Paksa 1997–1998
Peristiwa ini terjadi tidak terlepas dari konteks politik peristiwa 27 Juli, yakni menjelang
Pemilihan Umum 1997 dan Sidang Umum MPR 1998.
Pada masa itu wacana pergantian Soeharto kerap disuarakan.
Setidaknya 23 aktivis pro demokrasi dan masyarakat yang dianggap akan bergerak
melakukan penurunan Soeharto menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa.
Komando Pasukan Khusus, (Kopassus) disebut menjadi eksekutor lapangan, dengan nama
operasi "Tim Mawar".
Sebanyak 9 orang dikembalikan, 1 orang meninggal dunia dan 13 orang masih hilang
("Laporan Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc Penyelidikan Peristiwa Penghilangan Paksa",
2006).

Pelanggaran HAM pada masa reformasi


Tragedi Trisakti 1998
Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini
menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan
lainnya luka.

Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978 - 1998), Heri Hertanto (1977 -
1998), Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975 - 1998). Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala,
tenggorokan, dan dada.

Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial
Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke
gedung DPR/ MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul
12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian.
Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.

Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak
majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah
mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di
universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian
RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi
dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.

Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang
dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan
peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara
diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.

Tragedi Simangi
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.
Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998,
masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian
kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang
menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta
serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda
pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak
mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota DPR/ MPR
Orde Baru. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang
dwifungsi ABRI/ TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung
dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-
kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh
Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta,
tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa
berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari
pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak
menghendaki aksi mahasiswa.
Pada 24 September 1999, untuk yang kesakian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan
kepada aksi-aksi mahasiswa. Kalau itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi
untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang
materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk
melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa
bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan
Universitas Atma Jaya.
KESIMPULAN

HAM merupakan hak-hak dasar yang dimiliki setiap umat manusia. Setiap manusia
mempunyai HAM untuk memenuhi keinginan hak mereka akan tetapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa jangan pernah menindas dan melanggar HAM orang lain. Tuntutan untuk
menegakan hak asasi manusia sudah sedemikian kuat, baik di dalam negeri maupun melalui
dunia internasional, namun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk itu perlu adanya
dukungan dari semua pihak. Agar penegakan hak asasi manusia bergerak ke arah positif.

Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan
elit politik agar penegakan hak asasi manusia berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Sudah menjadi kewajiban bersama segenap bangsa untuk mencegah agar pelanggaran HAM
dimasa lalu tidak terulang kembali di masa sekarang dan masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
https://muhammadaslansyah.blogspot.co.id/2013/11/beberapa-kasus-pelanggaran-hak-
asasi.html
http://mutiarabidadarisurga.blogspot.co.id/2014/05/analisa-terhadap-kasus-rohingya.html
https://yuokysurinda.wordpress.com/2016/01/20/perlindungan-terhadap-warga-muslim-
rohingya-dalam-pelanggaran-ham-berat-di-myanmar-dari-aspek-hukum-internasional-
wilayah-asean/
https://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/
http://jovi-joe.blogspot.co.id/2012/01/sejarah-ham.html
http://peristiwa-id.com/sejarah-singkat-peristiwa-g-30-s-pki/
http://sejarah-indonesia-lengkap.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-tragedi-tanjung-priok-
1984.html
https://muhammadaslansyah.blogspot.co.id/2013/11/beberapa-kasus-pelanggaran-hak-
asasi.html

Anda mungkin juga menyukai