Anda di halaman 1dari 31

1

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran

2.1.1 Belajar

a. Pengertian belajar

Secara umum, belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku,

akibat interaksi individu dengan lingkungan. Dengan pengertian ini kita dihadapkan

pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah yang dimaksud dengan

perilaku? Perubahan perilaku bagaimana termasuk belajar? Dan Apakah perubahan

perilaku dapat terjadi pada setiap individu yang berinteraksi dengan lingkungan?.

Perilaku itu mengandung pengertian yang luas. Hal ini mencakup

pengetahuan, pamahaman, keterampilan, sikap dan sebagainya. Setiap perilaku ada

yang nampak dan ada pula yang tak nampak. Perilaku yang nampak disebut

penampilan. Sedangkan yang tidak bisa diamati disebut kecenderungan perilaku.

Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan

lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja. Sedikitnya ada tiga

hal yang membuat seseorang melakukan proses belajar yaitu kesiapan, motivasi dan

tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian belajar adalah proses dimana tingkah

laku ditimbulkan atau diubah melaui praktik atau latihan. Dengan demikian belajar

adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melaui praktik atau

latihan (Lefudin, 2017).

b. Ciri-ciri belajar

William Burton dalam Hamalik (2016) menyimpulkan uraiannya yang


2

cukup panjang tentang prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:

1) Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, meraksi, dan melampaui

(under going).

2) Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata

pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.

3) Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.

4) Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri

yang mendorong motivasi yang kontinu.

5) Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan.

6) Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh

perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid.

7) Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-

pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan

kematangan murid.

8) Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan

kemajuan.

9) Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.

10) Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi

dapat didiskusikan secara terpisah.

11) Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang

merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.

2
3

12) Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.

13) Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada

kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.

14) Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-

pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang

baik.

15) Hasil-hasil beajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian

dengan kecepatan yang berbeda-beda.

16) Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat

berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis.

2.1.2 Pengertian pembelajaran

Penggunaan istilah “pembelajaran” sebagai pengganti istilah lama “proses

belajar mengajar (PBM)” tidak hanya sekedar merubah istilah, melainkan merubah

peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak hanya “mengajar” melainkan

“membelajarkan” peserta didik agar mau belajar. Tugas guru dalam proses

pembelajaran, disamping menyampaikan informasi, guru juga bertugas

mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, menyeleksi materi ajar, mensupervisi

kegiatan belajar, menstimulasi kegiatan belajar peserta didik, memberikan

bimbingan belajar, mengembangkan dan menggunakan strategi dan metode. Selain

itu guru juga mengembangkan dan menggunakan berbagai jenis media dan sumber

belajar, dan memberi motivasi agar peserta didik mau belajar. Guru juga harus

berperan dalam debat dan diskusi sebagai mediator,


4

menyelenggarakan field trip (seperti tamasya/kemping), stimulasi dan sebagainya

(Asyhar, 2012).

Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk

membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam

suatu proses yang sistematis melaui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi

dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

Degeng dalam Asyhar (2012) menyatakan bahwa pembelajaran pada

dasarnya merupakan upaya membelajarkan pembelajaran (anak, siswa, peserta

didik). Pengertian lain tentang pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh

pembelajar (guru, instruktur) dengan tujuan untuk membantu peserta didik agar bisa

belajar dengan mudah.

2.2 Teori Belajar

Menurut Nahar (2016) teori belajar merupakan gabungan prinsip yang

saling berhubungan dan penjelasan atas sejumlah fakta serta penemuan yang

berkaitan dengan peristiwa belajar. Penggunaan teori belajar dengan langkah-

langkah pengembangan yang benar dan pilihan materi pelajaran serta penggunaan

unsur desain pesan yang baik dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam

memahami sesuatu yang dipelajari. Selain itu, suasana belajar akan terasa lebih

santai dan menyenangkan. Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental

yang tidak tampak. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang

yang sedang belajar tidak dapat disaksikan dengan jelas, tetapi dapat dilihat dari

gejala-gejala perubahan perilaku.


5

2.2.1 Pengertian teori belajar behavoristik

Teori belajar yang menekankan terhadap perubahan perilaku siswa adalah

teori belajar behavioristik. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang

mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Desmita dalam Nahar (2016) teori

belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang

menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga

perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya

pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya

dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan

dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan

pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi

atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Teori behavioristik menekankan pada kajian ilmiah mengenai berbagai

respon perilaku yang dapat diamati dan penentu lingkungannya. Dengan kata lain,

perilaku memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihat dan

diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-

orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik. Teori belajar behavioristik

adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat

dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar behavioristik berpengaruh

terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan

aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang

tampak sebagai hasil belajar.


6

2.2.2 Ciri-ciri teori belajar behavioristik

Teori belajar behavioristik melihat semua tingkah laku manusia dapat

ditelusuri dari bentuk refleks. Dalam psikologi teori belajar behavioristik disebut

juga dengan teori pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh

dari pengkondisian lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan

lingkungan. Hal ini dilihat secara sistematis dapat diamati dengan tidak

mempertimbangkan keseluruhan keadaan mental. Menurut Ahmadi dalam Nahar

(2016), teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri, yaitu. Pertama, aliran ini

mempelajari perbuatan manusia bukan dari kesadarannya, melainkan mengamati

perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan kenyataan. Pengalaman-pengalaman

batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari. Oleh sebab

itu, behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua, segala perbuatan

dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang paling

sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang dinamakan refleks.

Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ketiga,

behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang adalah sama.

Menurut behaviorisme pendidikan adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk

yang berkembang karena kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat

mempengaruhi reflek keinginan hati.

2.2.3 Tokoh-tokoh teori belajar behavioristik

1) John B. Watson

Menurut Watson dalam Nahar (2016), belajar sebagai proses interaksi

antara stimulus dan respons, stimulus dan respons yang dimaksud harus dapat

diamati dan dapat diukur. Oleh sebab itu seseorang mengakui adanya perubahan-
7

perubahan mental dalam diri selama proses belajar. Seseorang menganggap faktor

tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.

Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan

dengan ilmuilmu lain seperi fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada

pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Watson

berasumsi bahwa hanya dengan cara demikianlah akan dapat diramalkan

perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar.

2) Ivan P. Pavlov

Paradigma kondisioning klasik merupakan karya besar Ivan P. Pavlov

(1849-1936), ilmuan Rusia yang mengembangkan teori perilaku melalui percobaan

tentang anjing dan air liurnya. Proses yang ditemukan oleh Pavlov, karena

perangsang yang asli dan netral atau rangsangan biasanya secara berulang- ulang

dipasangkan dengan unsur penguat yang menyebabkan suatu reaksi. Perangsang

netral disebut perangsang bersyarat atau terkondisionir, yang disingkat dengan CS

(conditioned stimulus). Penguatnya adalah perangsang tidak bersyarat atau US

(unconditioned stimulus). Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari disebut

reaksi bersyarat atau CR (conditioned response). Pavlov mengaplikasikan istilah-

istilah tersebut sebagai suatu penguat. Maksudnya setiap agen seperti makanan,

yang mengurangi sebagaian dari suatu kebutuhan. Dengan demikian dari mulut

anjing akan keluar air liur (UR) sebagai reaksi terhadap makanan (US). Apabila

suatu rangsangan netral, seperti sebuah bel atau genta (CS) dibunyikan bersamaan

dengan waktu penyajian maka peristiwa ini akan memunculkan air liur (CR).

Melalui paradigma kondisioning klasiknya, Pavlov memperlihatkan anjing dapat

dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap


8

rangsang semula (makanan), melainkan terhadap rangsang bunyi. Hal ini terjadi

pada waktu memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang

menimbulkan air liur, dilanjutkan dengan membunyikan lonceng atau bel berkali-

kali, akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur apabila mendengar bunyi lonceng

atau bel, walaupun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan. Disini terlihat

bahwa rangsang makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk memperlihatkan

jawaban yang sama, yakni pengeluaran air liur. Paradigma kondioning klasik ini

menjadi paradigma bermacammacam pembentukan tingkah laku yang merupakan

rangkaian dari satu kepada yang lain. Kondisoning klasik ini berhubungan pula

dengan susunan syaraf tak sadar serta otot-ototnya. Dengan demikian emosional

merupakan sesuatu yang terbentuk melalui kondisioning klasik.

Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur

pelatihan karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan

stimulus lainnya dalam mengembangkan suatu respon. Prosedur ini disebut klasik

karena prioritas historisnya seperti dikembangkan Pavlov. Kata klasikal yang

mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov

yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pengkondisian) dan

untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya. Perasaan orang belajar

bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus

tertentu, sedangkan mengenai penguat menurut pavlov bahwa stimulus yang tidak

terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan.

Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi

sebagai penguat (Nahar, 2016).


9

3) B. F. Skinner

Konsep-konsep dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli

konsep para tokoh sebelumnya. Skinner menjelaskan konsep belajar secara

sederhana, tetapi lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus

dan respons yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, kemudian

menimbulkan perubahan tingkah laku yang tidak sesederhana yang dikemukakan

oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respons yang diterima seseorang tidak

sesederhana demikian, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling

berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut yang mempengaruhi respons yang

dihasilkan. Respons yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.

Konsekuensi-konsekuensi tersebut nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

Oleh karena itu, dalam memahami tingkah laku seseorang secara harus memahami

hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang

mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang timbul akibat respons

tersebut. Skinner juga mengemukakan dengan menggunakan perubahan- perubahan

mental sebagai alat menjelaskan tingkah laku yang hanya menambah rumitnya

masalah, sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan (Nahar, 2016).

2.3 Media Pembelajaran

2.3.1 Pengertian media pembelajaran

Media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan informasi dari guru ke peserta didik sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik dan pada akhirnya dapat

menjadikan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Media yang digunakan dalam

pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa

pesan dari sumber belajar ke penerima pesan (peserta didik). Sebagai penyaji dan
10

penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru dalam

menyajikan informasi belajar kepada peserta didik. Jika program media itu di desain

dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media

meskipun tanpa keberadaan guru. Media adalah segala sesuatu yang digunakan

untuk menyampaikan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi

(Daryanto, 2014).

Media pembelajaran dapat dipahami sebagai “segala sesuatu yang dapat

menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana,

sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat

melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Asyhar, 2012).

2.3.2 Fungsi media pembelajaran

Dalam Asyhar (2012) fungsi media pembelajaran sebagai berikut:

a. Media sebagai sumber belajar

Belajar adalah proses aktif dan konstruktif melalui suatu pengalaman dalam

memperoleh informasi. Dalam proses aktif tersebut, media pembelajaran berpesan

sebagai salah satu sumber belajar bagi pembelajar. Artinya, melalui media peserta

didik memperoleh pesan dan informasi sehingga membentuk pengetahuan baru

pada diri peserta didik. Dalam batas tertentu, media dapat menggantikan fungsi guru

sebagai sumber informasi/pengetahuan bagi peserta didik. Media pembelajaran

sebagai sumber belajar merupakan suatu komponen sistem pembelajaran yang

meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, yang dapat

mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

b. Fungsi semantik
11

Semantik berkaitan dengan “meaning” atau arti dari suatu kata, istilah,

tanda atau simbol. Berbagai media dapat berfungsi semantik, seperti kamus, glosari,

internet, guru, kaset, radio, TV dan lain-lain. Media pembelajaran mempunyai

kemampuan menambah perbendaharaan kata yang makna dan maksudnya benar-

benar dipahami oleh peserta didik. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk

atau dipandang sebagai wakil sesuatu yang lain. Manusia berperan sebgai pemberi

makna pada simbol. Dalam konteks pendidikan, guru berperan memberi makna

pada setiap kata yang disampaikan atau diucapkannya.

c. Fungsi manipulatif

Fungsi manipulatif adalah kemampuan media dalam menampilkan kembali

suatu benda/peristiwa dengan berbagai cara, sesuai kondisi, situasi,


12

tujuan dan sasarannya. Manipulasi ini seringkali dibutuhkan oleh para pendidik

untuk menggambarkan suatu benda yang terlalu besar, terlalu kecil atau terlalu

berbahaya serta sulit diakses mungkin karena letak dan posisinya yang jauh atau

prosesnya terlau lama untuk diobservasi dalam waktu yang terbatas.

d. Fungsi fiksatif

Fungsi fiksatif adalah fungsi yang berkenaan dengan kemampuan suatu

media untuk menangkap, menyimpan, menampilkan kembali suatu objek atau

kejadian yang sudah lama terjadi. Artinya, fungsi fiksatif ini terkait dengan

kemampuan merekam media pada suatu peristiwa atau objek dan menyimpannya

dalam waktu yang tak terbatas sehingga sewaktu-waktu dapat diputar kembali

ketika diperlukan.

e. Fungsi psikologis

Dari segi psikologis, media pembelajaran memiliki beberapa fungsi seperti

fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, fungsi imajinatif, dan fungsi motivasi.

1) Fungsi atensi, mencakup selected attention yaitu memperhatikan

rangsangan tertentu sambil membuang rangsangan yang lainnya yang

mengganggu.

2) Fungsi afektif, berkaitan dengan psikologis peserta didik yang

terpenting bagi seorang guru ialah mampu menyiapkan media yang

mampu membangkitkan sikap peserta didik terhadap stimulus yang

diberikan.
13

3) Fungsi kognitif, dimaksudkan bahwa media tersebut memberikan

pengetahuan dan pemahaman baru kepada peserta didik tentang sesuatu.

4) Fungsi psikomotorik, berhubungan dengan keterampilan. Para guru

dapat memanfaatkan media sesuai dengan keterampilan yang

diharapkan pada para peserta didik.

5) Fungsi imajinatif, media merupakan salah satu alternatif strategi yang

dapat difungsikan untuk membangkitkan dan mengembangkan daya

imajinatif peserta didik.

6) Fungsi motivasi, media pembelajaran dapat membangkitkan motivasi

belajar peserta didik, sebab penggunaan media pembelajaran menjadi

lebih menarik dan memusatkan perhatian peserta didik.

7) Fungsi sosio-kultural, penggunaan media dalam pembelajaran dapat

mengatasi hambatan sosio-kultural antar peserta didik.

2.3.3 Jenis media pembelajaran

Menurut Asyhar (2012) media dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu:

1) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera

penglihatan semata-mata dari peserta didik. Dengan media ini, pengalaman

belajar yang dialami peserta didik sangat tergantung pada kemampuan

penglihatannya. Beberapa media visual antara lain: (a) media cetak seperti

buku, modul, jurnal, peta, gambar, dan poster, (b) model dan prototype

seperti globe bumi, dan (c) media realitas alam sekitar dan sebagainya.
14

2) Media audio, adalah jenis media yang digunakan dalam proses

pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik.

Pengalaman belajar yang akan didapatkan adalah dengan mengandalkan

indra kemampuan pendengaran. Oleh karena itu, media audio hanya mampu

memanipulasi kemampuan suara semata. Pesan dan informasi yang

diterimanya adalah berupa pesan verbal seperti bahasa lisan, kata- kata dan

lain-lain. Sedangkan pesan nonverbal adalah dalam bentuk bunyi- bunyian,

musik tiruan dan sebagainya. Contoh media audio yang umum digunakan

adalah tape recorder, radio, CD player.

3) Media audio-visual, adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan

pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus

dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat disalurkan

melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal yang

mengandalkan baik penglihatan maupun pendengaran. Beberapa contoh

media audio-visual adalah film, video, program TV dan lain-lain.

4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan

peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran multimedia melibatkan indera penglihatan dan pendengaran

melalui media teks, visual diam, visual gerak, dan audio serta media

interaktif berbasis komputer dan teknologi komunikasi dan informasi.

2.3.4 Manfaat media pembelajaran

Menurut Midun dalam Asyhar (2012) secara umum, beberapa manfaat

penggunaan media pembelajaran tersebut dijelaskan sebagai berikut:


15

1) Dengan media pembelajaran yang bervariasi dapat memperluas cakrawala

sajian materi pembelajaran yang diberikan di kelas seperti buku, foto-foto

dan narasumber.

2) Dengan menggunakan berbagai jenis media, peserta didik akan memperoleh

pengalaman beragam selama proses pembelajaran.

3) Media pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang konkret

dan langsung kepada peserta didik, seperti kegiatan karyawisata ke pabrik.

4) Media pembelajaran menyajikan sesuatu yang sulit diadakan, dikunjungi

atau dilihat oleh peserta didik, baik karena ukurannya yang terlalu besar

seperti sistem tata surya.

5) Media-media pembelajaran dapat memberikan informasi yang akurat dan

terbaru, misalnya penggunaan buku teks, majalah, dan orang sebagai

sumber informasi.

6) Media pembelajaran dapat menambah kemenarikan tampilan materi

sehingga meningkatkan motivasi dan minat serta mengambil perhatian

peserta didik untuk fokus mengikuti materi yang disajikan, sehingga

diharapkan efektifitas belajar akan meningkat pula.

7) Media pembelajaran dapat merangsang peserta didik untuk berpikir kritis,

menggunakan kemampuan imajinasinya, bersikap dan berkembang lebih

lanjut, sehingga melahirkan kreativitas dan karya-karya inovatif.

8) Penggunaan media dapat meningkatkan efisiensi proses pembelajaran.

9) Media pembelajaran dapat memecahkan masaah pendidikan atau

pengajaran baik dalam lingkup mikro maupun makro.


16

2.4 Praktikum

Menurut Arifin dalam Balram (2017) Metode praktikum merupakan penunjang

kegiatan proses belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan tentang

prinsip-prinsip yang dikembangkan. Sedangkan Menurut Djamarah dalam Pratiwi, dkk

(2015) menyatakan bahwa praktikum merupakan suatu pembelajaran dengan peserta

didik melakukan percobaan dengan

mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Praktikum memiliki kelebihan tersendiri

dengan metode pembelajaran yang lainnya, yaitu:

1) Peserta didik langsung memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam

melakukan praktikum

2) Mempertinggi partisipasi peserta didik baik secara individu maupun

kelompok.

3) Peserta didik belajar berpikir melalui prinsip-prinsip metode ilmiah atau

belajar mempratekkan prosedur kerja berdasarkan metode ilmiah.

Menurut Rustaman dalam Balram (2017) ada 4 alasan mengenai pentingnya

kegiatan praktikum IPA, yaitu:

1) Praktikum membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Belajar peserta

didik dipengaruhi oleh motivasi, peserta didik yang termotivasi untuk belajar

akan bersungguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu.

2) Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen.

Untuk melakukan eksperimen ini diperlukan beberapa keterampilan dasar

seperti mengamati, mengestimasi, mengukur dan memanipulasi peralatan.

3) Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Para pakar

pendidikan IPA meyakini bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan

ilmiah adalah dengan menjadi peserta didik sebagai scientis.


17

4) Praktikum menunjang materi pelajaran. Kegiatan praktikum memberi

kesempatan bagi peserta didik untuk menemukan teori dan membuktikan

teori.

Kegiatan praktikum akan memberikan makna apabila kegiatan tersebut

direncanakan dengan baik, memberi kesempatan untuk memilih prosedur

alternatif, merancang eksperimen, mengumpulkan data atau

menginterpretasikan data yang diperoleh. Untuk dapat melaksanakan praktikum

dengan tuntunan tersebut diperlukan keterampilan berpikir atau intelektual skill.

Untuk mengembangkan keterampilan tersebut dalam praktikum, peserta didik

perlu menggunakan prosedur yang logis dan strategis.

2.5 Pembelajaran Berbasis TIK

Menurut Sutrisno (2012) Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) dalam dunia pendidikan keberadaannya tidak dapat dipisahkan

dengan tuntutan pembelajaran abad-21. Dalam perspektif pendidikan global, TIK

merupakan soko guru (penopang) efektifnya penyelenggaraan pendidikan. Bahkan,

TIK dalam perkembangannya mendorong semua elemen-elemen pendidikan modern,

guru, peserta didik, orang tua dan sekolah dituntut aktif dalam menyikapinya.

TIK dalam literatur diinformasikan sangat berpengaruh terhadap proses

pembelajaran. Beberapa pengaruh itu telah tercatat sebagai alat komunikasi, alat bantu

desain, ungkapan artistik dan alat bantu inquiry dalam proses pembelajaran. Dalam

konsep pembelajaran berbasis TIK, teknologi merupakan salah satu pilar dalam

pembelajaran yang terintegrasi dan TIK tidak dapat dipisahkan hubungan dan perannya

dalam materi yang dipelajari.

Mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran merupakan tantangan tersendiri bagi

guru dalam pembelajaran. Model integrasi yang produktif apabila guru dapat
18

menghubungkan memanfaatkan dan menyusun secara optimal dari ketiga komponen

utama (materi pelajaran, pedagoging dan teknologi). Hal ini sangat berhubungan

dengan pengembangan profesionalitasnya. Untuk itu, komponen teknologi hendaknya

dapat dimanfaatkan secara proporsional dan efektif untuk mengkonstruksi,

meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah sehingga peserta didik

akan lebih aktif dalam proses pembelajarannya.

2.6 Laboratorium Virtual

Menurut Totiana (2012) laboratorium virtual merupakan suatu media berbasis

komputer yang berisi simulasi kegiatan di laboratorium kimia. Laboratorium virtual

dibuat untuk menggambarkan reaksi-reaksi yang mungkin tidak dapat terlihat pada

keadaan nyata. Laboratorium virtual memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan-

keunggulan itu antara lain adalah bisa menjelaskan konsep abstrak yang tidak bisa

dijelaskan melalui penyampaian secara verbal. Laboratorium virtual bisa menjadi

tempat melakukan eksperimen yang tidak bisa dilakukan di dalam laboratorium

konvensional (Sumargo, 2014).

Penggunaan simulasi interaktif membantu mahasiswa memvisualisasikan

masalah dan pemecahannya, juga dapat menumbuhkan sikap positif terhadap kimia.

Pemanfaatan multimedia dalam pembelajaran mendorong mahasiswa untuk belajar

proses penemuan (discovery learning process). Pengintegrasian laboratorium kimia

virtual dalam pembelajaran kimia dengan menggunakan strategi yang tepat akan

membantu mahasiswa dalam membangun struktur kognitif dan penguasaan materi yang

mendalam melalui interaksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya berdasarkan

pengetahuan informal yang telah dipunyainya sehingga mahasiswa yang bertidak

sebagai subyek didik ini akan lebih aktif dan termotivasi dalam mengeksplorasi dan

menganalisis konsep- konsep yang ditemukan, bahkan mahasiswa mampu


19

mengembangkan makna belajarnya di dunia nyata (kontekstual) (Mulyatun, 2013).

2.7 Macromedia Flash

Menurut Asyhar (2012) macromedia flash merupakan salah satu program

aplikasi yang digunakan untuk mendesain animasi yang banyak digunakan saat

ini. Saat membuka situs atau halaman internet tertentu, biasanya terdapat animasi objek

grafis yang bergerak dan besar menjadi kecil, dari terang menjadi redup, dari bentuk

satu menjadi bentuk lain, dan masih banyak lagi yang lain. Adapun animasi-animasi

objek grafis tersebut dapat dikerjakan dengan macromedia flash.

Macromedia flash juga mengenalkan bagaimana membuat movie clip, animasi

frame, animasi tween motion, serta perintah action script-nya. Adapun beberapa

kemampuan macromedia flash lainnya adalah sebagai berikut:

a. Dapat membuat animasi gerak (motion tween), perubahan bentuk

(shape tween), dan perubahan transparansi warna (color effect tween).

b. Dapat membuat animasi masking (efek menutupi sebagian objek yang

terlihat) dan animasi motion guide (animasi mengikuti jalur).

c. Dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek

yang lain.

d. Dapat membuat animasi logo, animasi form, presentasi multimedia,

e. game, kuis interaktif, simulasi/visualisasi.

f. Dapat dikonversi dan di-publish ke dalam beberapa tipe seperti *.swf.

2.8 Kerangka Pengembangan Hanafin

Made (2014) menyatakan bahwa model Hannafin & Peck (1987) terdiri dari tiga

proses utama. Tahap pertama model ini adalah tahap penilaian kebutuhan, dilanjutkan
20

dengan tahap desain dan tahap ketiga adalah pengembangan dan implementasi. Dalam

model ini, semua tahapan melibatkan proses evaluasi dan revisi.

Model desain Hannafin & Peck adalah model yang sederhana, namun elegan.

Ketiga fase terhubung kegiatan “evaluasi dan revisi”. Model ini berfokus pada pemecahan

kendala kualitas dan kompleksitas pengembangan (Qureshi, 2004). Secara lebih jelas, model

Hannafin & Peck dapat dilihat pada Gambar:

Pengembanga
Penilaian Tahap
n&
Kebutuhan Desain
Implementasi

Evaluasi & Revisi


Gambar 2.3 Model Pengembangan Hannafin & Peck

2.9 Senyawa Turunan Alkana


2.9.1 Pengertian gugus fungsi
Jumlah senyawa karbon sangat banyak, sehingga sulit jika dipelajari satu per
satu. Untuk memudahkannya, maka senyawa-senyawa karbon itu dikelompokkan
berdasarkan sifat khas yang dimiliki oleh senyawa-senyawa tersebut. Sifat yang
khas itu disebabkan adanya atom atau gugus atom yang menentukan struktur dan
sifat dari senyawa karbon, yang disebut gugus fungsi.
Gugus fungsi merupakan bagian yang aktif dari senyawa karbon. Apabila
senyawa karbon direaksikan dengan suatu zat, maka gugus fungsinyalah yang
mengalami perubahan. Jadi, senyawa karbon yang memiliki gugus fungsi
tertentu mempunyai sifat-sifat tertentu pula. Berdasarkan gugus fungsinya
senyawa-senyawa karbon yang jumlahnya sangat banyak dikelompokkan. Dengan
demikian gugus fungsi dapat membedakan suatu golongan senyawa karbon dengan
golongan yang lainnya. Beberapa gugus fungsional yang kita pelajari dapat dilihat
pada tabel berikut.
21

Tabel 2. Beberapa gugus fungsional


Rumus
Gugus umum Deret Contoh Nama
fungsional senyawa homolog

alkil halida metilbromida


—X R—X CH3 — Br
(haloalkana) (bromo metana)
alkil alkohol metilalkohol
— OH R — OH CH3 — OH
(alkanol) (metanol)
alkoksi alkana metoksi etana
— OR R—O—R CH3 — O — C2H5
(eter) (etil metileter)
O O
// alkanon // propanon
—C=O (keton) (dimetilketon)
R—C—R CH3 — C — CH3

O O O
// // alkanal // etanol
—C R—C (aldehida) CH3 — C (asetaldehida)
\ \ \
H H H

O O O
// // // etanoat
—C R—C alkanoat CH — C (asetat/metana
\ \ (karboksilat) 3 \ karboksilat)
OH OH OH

O O O
// // Ester // metil propanoat
— C — OR R´ — C— OR C3H5 — C —OCH3

— NH2 R — NH2 Amina CH3 — NH2 metil amina

Catatan: X = F, Cl, Br, dan I


R = gugus alkil

2.9.2 Tata Nama dan Isomer Aldehid


A. Tata Nama Aldehid
1) Nama IUPAC
Nama IUPAC untuk aldehid adalah alkanal. Untuk alkanal yang
mempunyai isomer pemberian namanya sebagai berikut :
a) Rantai pokok adalah rantai terpanjang yang mengandung gugus fungsi:
22

b) Nama aldehid sesuai nama rantai pokok, diberi akhiran al.


c) Penomoran dimulai dari gugus fungsi.
d) Pemberian nama dimulai dengan nama cabang-cabang yang disusun
menurut abjad, kemudian nama rantai pokok. Posisi gugus fungsi tidak
perlu disebutkan karena selalu pada atom C nomor satu.

Contoh:

3 metilpentanal

2) Nama Trivial
Nama trivial dari aldehid menggunakan akhiran aldehid.
Contoh:

Formaldehid

Asetaldehid

B. Isomer Aldehid
Aldehid tidak mempunyai isomer posisi karena gugus fungsi dari aldehid
terletak di ujung rantai C. Isomer pada aldehid terjadi karena adanya cabang dan
letak cabang, jadi merupakan isomer struktur. Isomer aldehid mulai terdapat pada
suku keempat yaitu butanal.

O
//
Isomer struktur C3H7 — C —H

Butanal

2-metilpropanal

2.9.3 Tata Nama dan Isomer Alkanon


A. Tata Nama Alkanon
23

1) Nama IUPAC
Nama IUPAC dari keton adalah alkanon. Suku terendah dari alkanon adalah
propanon. Untuk alkanon yang mempunyai isomer pemberian nama senyawa
sebagai berikut.
a) Rantai pokok adalah rantai terpanjang yang mengandung gugus fungsi
diberi nama alkanon

b) Penomoran dimulai dari C ujung yang terdekat dengan posisi gugus fungsi
sehingga C yang mengandung gugus fungsi mendapat nomor terkecil.
c) Pemberian nama sama seperti alkanol. Cabang-cabang disebut lebih dulu,
disusun menurut abjad dan diberi awalan yang menyatakan jumlah cabang
tersebut. Letak gugus fungsi dinyatakan dengan awalan angkap
ada nama rantai pokok.
Contoh:

1 2 3 4 5
CH3—C—CH2—CH—CH3 4-metil-2-pentanon
|| |

O CH3

2) Nama Lazim
Nama lazim keton adalah alkil-alkilketon. Jika gugus alkil sama disebut
dialkilketon.
Contoh:

dimetil keton (aseton)

etil metil keton

B. Isomer Alkanon
Keton mempunyai isomer posisi, karena letak gugus fungsi dapat berbeda.
Isomer posisi mulai terdapat pada pentanon.
24

Contoh : Senyawa C5H10O

2-pentanon

3-pentanon

3-metil-2-butanon

C. Isomer Fungsi Antara Aldehid Dan Keton


Aldehid dan keton mempunyai rumus molekul sama tetapi gugus fungsinya
berbeda.

Tabel 3. Rumus molekul aldehid dan keton


Rumus molekul Aldehid Keton

O
// CH3—C—CH3
C3H6O CH —CH —C—H ||
32 O

O
// C3— C — CH2—CH3
C4H8O CH3— (CH2)2— C — H ||
..O

O
// C2H5— C—C2H5
C5H10O CH3— (CH2)3— C — H ||
O

2.9.4 Tata Nama Dan Isomer Alkanoat (Asam Karboksilat)


A. Tata Nama Alkanoat (Asam Karboksilat)
1) Nama IUPAC
25

Pada sistem IUPAC nama asam diturunkan dari nama alkana, akhiran a
diganti oat dan di depannya ditambah kata asam. Jadi, asam karboksilat disebut
golongan asam alkanoat.
Untuk senyawa yang mempunyai isomer, tata namanya sama seperti pada
aldehid karena gugus fungsinya sama-sama berada pada ujung rantai C. Cara
penamaannya sebagai berikut.
a) Rantai pokok adalah rantai yang paling panjang yang mengandung gugus

fungsi
Nama karboksilat sesuai nama rantai pokok diberi akhiran oat.
b) Penomoran dimulai dari gugus fungsi.
c) Penulisan nama dimulai dengan nama cabang-cabang atau gugus lain yang
disusun menurut abjad kemudian nama rantai pokok. Karena gugus
26

fungsi pasti nomor satu, jadi nomor gugus fungsi tidak perlu disebutkan.
Contoh:

Asam 2-metilpropanoat

2) Nama Trivial
Nama trivial asam karboksilat diambil dari nama asal asam tersebut
di alam. Contoh:
a) HCOOH disebut asam semut atau asam formiat (asam format) karena
diketemukan pada semut (formika = semut).

b) CH3COOH disebut asam cuka atau asam asetat (asetum = cuka).

c) C2H5COOH disebut asam propionat (protopion = lemak awal).


B. Isomer alkanoat (asam karboksilat)
Asam karboksilat seperti aldehid juga tidak mempunyai isomer posisi
karena
gugus fungsinya di ujung rantai C. Karena yang dapat berubah hanya struktur
alkil, maka isomernya adalah isomer struktur. Contoh :
O
//
Isomer struktur C4H9C — OH

asam butanoat

asam 2-metilpropanoat

2.9.5 Tata Nama dan Isomer Alkil alkanoat (Ester)


A. Tata Nama Alkil alkanoat (Ester)
Penamaan ester hampir sama dengan asam karboksilat, hanya saja karena
atom H dari gugus –OH diganti dengan gugus alkil, maka nama asam diganti dengan nama
27

alkil dari R . Sehingga ester mempunyai nama alkil alkanoa


28

t.
Alkanoat alkil

etil propanoat

metil butanoat

B. Isomer Alkil alkanoat (Ester)


Senyawa ester yang mengandung atom C lebih dari dua dapat mempunyai
isomer. Karena untuk satu rumus molekul ester, 2 alkil di antara gugus karbonil
dapat berbeda.
Contoh:
Ester dengan 3 atom C

metil etanoat

etil etanoat

C. Ester dengan asam karboksilat berisomer fungsi


Ester berisomer fungsi dengan asam karboksilat karena kedua golongan ini
mempunyai rumus molekul yang sama.
Tabel 4 . Rumus molekul asam karboksilat dan ester
Rumus Molekul Asam Karboksilat Ester
O O
// //
C2H4O2 CH — C — OH H — C — OCH
3 3
O O
// //
C3H6O2 C2H — C — OH CH — C — OCH
5 3 3
O O
// //
C3H — C — OH C2H — C — OCH
C 4 H8O2 7 5 3
30

(Khamidinal, 2009

Anda mungkin juga menyukai