Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN STROKE NON


HEMORAGIK (SNH)

I. KONSEP DASAR STROKE NON HAEMORAGIK


A. Pengertian
Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak
pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai
otak. Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan
umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah
kontemporer untuk stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu
kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak sebagai akibat dari
oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh
darah otak.
Menurut Padila (2012), Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke
otak dan tempat lain di tubuh.
Jadi, dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non
hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan
oleh sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti
aterosklerosis, arteritis, trombus dan embolus.

B. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat
dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa
sisa dalam waktu 1-3 minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi
atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi
stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa
jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik
dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran
biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada
organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari,
minggu atau bulan.

C. Etiologi
Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah
kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya
trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan
suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara,
atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena
timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya
diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh
darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi
dan faktor yang dapat dimodifikasi (AHA, 2015).
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis
kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015).
a. Faktor genetik seseorang berpengaruh karena individu yang
memiliki riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki
risikotinggi mengalami stroke, ras kulit hitam lebih sering
mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih sehingga ras kulit
hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke.
b. Faktor usia, stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun
semakin bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena
stroke. Usia diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda
pada setiap pertambahan usia.
c. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke, laki-laki
memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan
perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok, risiko terhadap
hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliserida lebih tinggi pada
laki-laki.
d. Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke yang dikenal
dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko tinggi
mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan bahwa 15%
kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA terlebih dahulu.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),
hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, dan pola hidup tidak sehat (AHA, 2015).
a. Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang
diperantarai oleh sekelompok penyakit yangditimbulkan akibat
obesitas, selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.
b. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke,
beberapa studi menunjukkan bahwa manajemen penurunan
tekanan darah dapat menurunkan resiko stroke sebesar 41%.
c. Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar
lemak di dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada
aliran darah.
d. Individu yang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol
memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke karena dapat memicu
terbentuknya plak dalam pembuluh darah.
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen
vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko
kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach,
1999 dalam Muttaqin, 2008).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari
berat ringannya lesi dan juga topisnya. Manifestasi klinis stroke non
hemoragik secara umum yaitu: (Prakasita Masayu, 2014)
1. Gangguan Motorik
2. Gangguan Sensorik
3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan Kemampuan Fungsional
Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke
toilet dan berpakaian.
Kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Skala yaitu:
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.
Buka mata Respon motorik Respon verbal
(E) (M) (V)
1. Tidak ada 1. Tidak ada 1. Tidak ada suara
respons gerakan
2. Respons dengan 2. Ekstensi 2. Mengerang
rangsangan abnormal
nyeri
3. Buka mata 3. Fleksi abnormal 3. Bicara kacau
dengan perintah
4. Buka mata 4. Menghindari nyeri 4. Disorientasi
spontan tempat dan
waktu
5. Melokalisir nyeri 5. Orientasi baik
dan sesuai
6. Mengikuti perintah

Penilaian skor skala koma Glasgow :


a. Koma (GCS = 3-8)
b. Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)
c. Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik
(hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia,
parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang
siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi,
defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori,
emosi) yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan
koordinasi (sidrom serebelar):
a. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang
terlihat seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang
sewaktu berdiri
b. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan
seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot
dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan
atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan
kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak
dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang
arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria,
terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.
c. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir
gerakan
d. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara
simpangsiur dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan.
Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar
tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-
goyang.
Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial.
Nervus kranial Fungsi Penemuan
klinis
dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia
(hilangnya
daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata; Diplopia
kontriksi (penglihatan
pupil; kembar),
akomodasi ptosis;
midriasis;
hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum ”mati rasa” pada
wajah, kulit wajah;
kepala, dan kelemahan
gigi; gerak otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; Hilangnya
sensasi umum kemampuan
pada platum mengecap
dan telinga pada dua
luar; sekresi pertiga
kelenjar anterior
lakrimalis, lidah; mulut
submandibula kering;
dan hilangnya
sublingual; lakrimasi;
ekspresi wajah paralisis otot
wajah
VIII: Pendengaran; Tuli;
Vestibulokoklea keseimbangan tinitus(berde
ris nging terus
menerus);
vertigo;
nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; Hilangnya daya
sensasi umum pengecapan
pada faring pada
dan telinga; sepertiga
mengangkat posterior
palatum; lidah;
sekresi anestesi pada
kelenjar farings;
parotis mulut kering
sebagian
X: Vagus Pengecapan; Disfagia
sensasi umum (gangguan
pada farings, menelan)
laring dan suara parau;
telinga; paralisis
menelan; palatum
fonasi;
parasimpatis
untuk jantung
dan visera
abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan Suara parau;
Spinal kepala; leher kelemahan
dan bahu otot kepala,
leher dan
bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan
pelayuan
lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana


Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infak bagian hemisfer
otak kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah
kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese
dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi
dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian
tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke
otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda
berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang
terkena, akibat insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media
atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas
atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer
dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah
bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasi
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya
bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
F. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.

H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2010) untuk penatalaksanaan penderita
stroke fase akut jika penderit stroke datang dengan keadaan koma saat
masuk rumah sakit dapat mempertimbangkan mempunyai prognosis
yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk rumah sakit menghadapi
hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72 jam
dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah
prioritas pada fase akut ini. Penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Fase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
f. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita
dengan stroke masif, karena henti napas dapat menjadi faktor
yang mengancam kehidupan pada situasi ini
g. Pantau adanya komplikasi pulmonal seperti aspirasi, altektasis,
pneumonia yang berkaitan dengan ketidak efektifan jalan napas,
imobilitas atau hipoventilasi.
h. Periksa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas
dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongetif.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STROKE NON HAEMORAGIK
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif
dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah
tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF, polisitemia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara
usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan
tenggorokan serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan
dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori
pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-
kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum
terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan
mudah frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan
untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan
kekuatan. Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan
angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan
skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi
kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah
patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek
hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900
supinasi dan lengan bawah ditopang ada atas (meja
periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek
hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi,
hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-
gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul
dengan dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada
jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal
adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada
ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi
siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot
bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan
pemeriksaan reflek ini kaki yang diperiksa
diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospital.
c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga
dagu tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif
(+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara
pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tibia
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
Hemiparesis/hemiplegia, serta penurunan mobilitas
4. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot,
kelemahan otot atau perubahan ketajaman penglihatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi
otot facial/oral
7. Gangguan perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan
nervus dan perubahan ketajaman sensori penghidu, penglihatan, dan
pengecap
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkata tekanan intrakranial

C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan  Circulation Status Peripheral Sensation
serebral b.d  Tissue prefusion: Management
penurunan aliran cerebral (Manajemen sensasi
darah ke otak Kriteria Hasil : perifer)
1. Mendemonstrasikan 1. Monitor adanya
status sirkulasi yang daerah tertentu
ditandai dengan: yang hanya peka
2. Tekanan systole dan terhadap
diastole dalam rentang panas/dingin/taja
yang diharapkan m/tumpul
3. Tidak ada ortostatik 2. Monitor adanya
hipertensi paratese
4. Tidak ada tanda-tanda 3. Intruksikan
peningkatan tekanan keluarga untuk
intrakranial (tidak lebih mengobservasi
dari 15 mmHg) kulit jika ada lesi
5. Mendemonstrasikan atau laserasi
kemampuan kognitif 4. Gunakan sarung
yang ditandai dengan: tangan untuk
6. Berkomunikasi dengan proteksi
jelas sesuai dengan 5. Batasi gerakan
kemampuan pada kepala,
7. Menunjukkan leher, dan
perhatian, konsentrasi, punggung
dan orientasi 6. Monitor
8. Memproses informasi kemampuan BAB
9. Membuat keputusan 7. Kolaborasi
dengan benar pemberian
10. Menunjukkan fungsi analgetik
sensori motori cranial 8. Monitor adanya
yang utuh: tingkat tromboplebitis
kesadaran membaik, 9. Diskusikan
tidak ada gerakan mengenai
gerakan involunter penyebab
perubahan
sensasi.
2 Hambatan NOC NIC
. mobilitas fisik b.d  Joint Movement: Exercise Therapy :
kerusakan active Ambulation
neuromuskular  Mobility Level 1. Monitoring vital
 Self Care : ADLs sign sebelum atau
sesudah latihan
 Transfer dan lihat respon
performance pasien saat
Kriteria Hasil: latihan
1. Aktifitas fisik klien 2. Konsultasikan
meningkat dengan terapi
2. Mengerti tujuan dari fisik tentang
peningkatan mobilitas rencana ambulasi
3. Memverbalisasikan sesuai dengan
perasaan dalam kebutuhan
meningkatkan 3. Bantu klien untuk
kekuatan dan menggunakan
kemampuan tongkat saat
perpindahan berjalan dan
4. Memperagakan cegah terhadap
penggunaan alat cedera
5. Bantu untuk 4. Ajarkan pasien
mobilisasi (walker) atau tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
8. Berikan alat
bantu jika klien
memerlukan
9. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan

3 Kerusakan NOC NIC


. integritas kulit b.d  Tissue Integrity : skin Pressure ulcer
hemiparesis/hemipl and mucous prevention wound care
egia serta  Wound healing :  Anjurkan pasien
penurunan primary and secondary untuk menggunakan
mobilitas intention pakaian yang longgar
Kriteria hasil :  Jaga kulit agar tetap
1. Perfusi jaringan normal bersih dan kering
2. Tidak ada tanda-tanda  Mobilisasi pasien
infeksi (ubah posisi pasien)
3. Ketebalan dan tekstur setiap dua jam sekali
jaringan normal  Monitor kulit akan
4. Menunjukkan pemahaman adanya kemerahan
dalam proses, perbaikan  Oleskan lotion atau
kulit dan mencegah minyak/ baby oil pada
terjadinya cidera daerah yang tertekan
5. Menunjukkan terjadinya  Monitor aktivitas dan
proses penyembuhan luka mobilisasi pasien
 Monitor stats nutrisi
pasien
 Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
 Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus
 Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
 Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP
 Cegah kontaminasi
feses dan urine
 Lakukan teknk
perawatan luka
dengan steril
 Berika posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
 Hindari kerutan pada
tempat tidur
4 Resiko Jatuh NOC NIC
. berhubungan  Trauma risk for Fall Prevention
dengan penurunan  Injury risk for  Mengidentifikasikan
kemampuan otot, Kriteria hasil defisit kognitif atau
kelemahan otot 1. Keseimbangan: fisik pasien yang
atau perubahan kemampuan untuk dapat meningkatkan
ketajaman mempertahankan potensi jatuh dalam
penglihatan ekuilibrium lingkungan tertentu.
2. Gerakan terkoordinasi:  Mengidentifikasikan
kemampuan otot untuk perilaku dan faktor
bekerja sama secara yang mempengaruhi
volunter untuk resiko jatuh
melakukan gerakan  Mengidentifikasikan
yang bertujuan karakteristik
3. Perilaku pencegahan lingkungan yang
jatuh: tindakan individu dapat meningkatkan
atau pemberi asuhan potensi untuk jatuh
untuk meminimalkan (misalnya lantai licin.
faktor resiko yang tangga terbuka dan
dapat memicu jatuh lain-lain)
dilingkungan individu  Sarankan perubahan
4. Kejadian jatuh : tidak dalam gaya berjalan
ada kejadian jatuh  Mendorong pasien
5. Pengetahuan : untuk mengunakan
pemahaman tongkat atau alat
pencegahan jatuh pembantu berjalan
pengetahuan  Kunci roda dari kursi
keselamatan anak fisik roda, tempat tidur,
6. Pengetahuan: kemanan atau brankar selama
pribadi transfer pasien
7. Pelanggaran  Tempat artikel mudah
perlindungan tingkat diangkau dari pasien
kebingungan akut  Ajarkan pasien
8. Tingkat agitasi\ bagaimana jatuh
9. Komunitas untuk meminimalkan
pengendalian resiko cedera
10. kekerasan  Memantau
11. Komunitas kemampuan untuk
pengendalian resiko mentransfer dari
12. Gerakan terkoordinasi tempat tidur ke kursi
13. Kecenderungan resiko dan demikian pula
pelarianuntuk kawin sebaliknya
14. Kejadian terjun  Gunakan teknik yang
15. Mengasuh keselamatan tepat untuk
fisik remaja mentransfer pasien
16. Mengasuh bayi/balita ke dan dari kursi roda,
keselamatan fisik tempat tidur, toilet,
17. Perilaku keselamatan dan sebagainya
pribadi  Menyediakan toilet
18. Keparahan cedera fisik ditinggikan untuk
19. Pengendalian resiko memudahkan trnsfer
20. pengendalian resiko  Menyediakan kursi
penggunaan alkohol, dari ketinggian yang
narkoba tepat, dengan
21. Pengendalian resiko : sandaran dan
pencahayaan sinar sandaran tangan untuk
matahari memudahkan transfer
22. Deteksi resiko  Menyediakan tempat
23. Lingkugan rumah aman tidurkasur dengan tepi
24. Aman berkeliaran yang erat untuk
25. Zat penarikan memudahkan transfer
keparahan
26. Integritas jaringan :  Gunakan rel sisi
kulit dan membran ranjang yang sesuai
mukosa dengan tinggi utnuk
27. Perilak kepatuhan visi mencegah jatuh dari
temoat tidur, sesuai
kebutuhan
 Memberikan pasien
tergantung dengan
sarana
bantuanpemanggilan
(misalnya bel,atau
cahaya panggilan)
ketika penjaga tidak
ada
 Membatu toileting
seringkali, interval
dijadwalkan
 Menandai amang
pintu dan tepi langkah
sesuai kebutuhan
 Hapus dataran rendah
perabotan (misalnya
tumpuan atau tabel)
yang enimbulkan
bahaya tersandung
 Hindari kekacauan
pada permukaan
lantai
 Memberikan
pencahayaan yang
memadai untuk
meningkatkan
visibilitas
 Menyediakan lampu
malam disamping
tempat tidur
 Menyediakan
pegangan angan
terlihat memegang
tiang
 Menyediakan lajur
anti tergelinsir,
permukaan lantai
notrip/tidak
tersandung
 Menyediakan
permukaan
nonslip/anti
tergelincirdi bak
mandi atau pancuran
 Menyediakan kokoh,
tinja curam nonslip
untuk memfasilitasi
jangkauan mudah
 Pastikan pasien yang
memakai sepatu yang
pas, kecangkan aman,
memiliki sol tidak
mudah tergelincir
 Anjurkan pasien
utnuk memakai
kacamata sesuai
ketika keluar dari
tempat tidur
 Memdidik anggota
keluarga tentang
resiko yang
berkontribusi
terhadap jatuh dan
bagaimana mereka
dapat menurunikan
resiko tersebut
 Sarankan adaptasi
rumah untuk
meningkatkan
keselamatan
 Intruksikan keluarga
pada pentingnya
pegangan tangan
untuk kamar mandi,
tangga, dan trotoar
 Sarankan alas kaki
yang aman
 Mengembangkan cara
untuk pasien
berpartisipasi
keselamatan dalam
kegiatan rekreasi
 Lembaga program
latihan rutin fisik
yang meliputi berjalan
 Tanda-tanda psting
untuk mengingatkan
staf bahwa pasien
yang beresiko tinggi
untuk jauh
 Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan
lainnya untuk
meminimalkan efek
samping dari obat
yang berkontribusi
terhadap jatuh :
(misalnya hipotensi
ortostatik dan kiprah
goyah)
 Memberikan
pengawasan yang
ketat dan/perangkat
penahan.
5 Ketidakseimbangan NOC NIC
. nutrisi kurang dari  Nutritional Status Nutrition
kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food Management
berhubungan and fluid intake  Kaji adanya alergi
dengan  Nutritional Status : makanan
ketidakmampuan nutrient intake  Kolaborasi dengan
untuk mencerna  Weight control ahli gizi untuk
makanan, Kriteria Hasil : menentukan jumlah
penurunan fungsi 1. Adanya peningkatan berat kalori dan nutrisi
nervus hipoglosus badan sesuai tujuan yang dibutuhkan
2. Berat badan ideal sesuai pasien
dengan tinggi badan  Anjurkan pasien
3. Mampu untuk meningkatkan
mengidentifikasikan Intake Fe
kebutuhan nutrisi  Anjurka pasien untuk
4. Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein
malnutrisi dan vitamin C
5. Menunjukkan peningkatan  Berikan substansi
fungsi pengecapan dari gula
menelan  Yakiknkan diet yang
6. Tidak terjadi penurunan dimakan
berat badanyang berarti mengandung tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan
yang terpilih (sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi
 Ajarkan pasien
bagaimana cara
membuat catatan
makanan harian
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhan
Nutition Monitoring
 BB pasien dalam
batas normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa diakukan
 Monitor interaksi
anak dan orang tua
selamamakan
 Monitor lingkungan
selera makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit
keringdan perubahan
pigmentasi
 \Monitor turgor kulit
 Monitir kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, kadar
protein
 Lepaskan impaksi
tinja secara manual,
jika perlu
 Timbang pasien
secara teratur
 Ajarkan pasien atau
keluarga tentang
proses pencarian yang
normal
 Ajarkan
pasien/keluarga
tentang kerangka
waktu untuk resolusi
sembelit
6 Hambatan NOC NIC
. komunikasi verbal  Anxiety self control Communication
b.d penurunan  Coping Enhancement : Speech
fungsi otot  Sensori/function: Defisit
facial/oral hearing & vision  Gunakan penerjemah,
 Fear self control jika diperlukan
Kriteria hasil :  Beri satu kalimat
1. Komunikasi : penerimaan, sederhana satiap kali
intrepretasi dan bertemu, jika
ekspresipesan, lisan, diperlukan
tulisan dan non cerbal  Konsultasikan dengan
meningkat dokter kebutuhan
2. Komunikasi ekspresif terapi wicara
(kesulitan berbicara:  Dorong pasien untuk
ekspresi pesan verbal dan berkomunikasi secara
atau non verbal yang perlahan dan untuk
bermakna mengulangi
3. Kmunikasi permintaan
resptif(kesulitan  Dengarkan dengan
mendengar) : penerimaan penuh perhatian
komunikasi dan  Berdiri di depan
interpretasi pesan verbal pasien ketika
dan non verbal berbicara
4. Gerakan terkoordinasikan  Gunakan kartu
: mampu mengkoordinasi baca,kertas,pensil,bah
gerakan dalam asa
menggunakan bahasa tubuh,gambar,daftar
isyarat kosakata,bahasa
5. Pengolahan informasi : asing,computer,dan
klien mampu untuk lain-lain untuk
memperoleh, mengatur, memfasilitasi
dan menggunakan komunikasi dua arah
informasi yang optimal
6. Mampu mengontrol  Ajarkan bicara
respon ketakutan dan dengan esophagus,
kecemasan terhadap jika diperlukan
ketidakmampuan  Beri anjuran kepada
berbicara pasien dan keluarga
7. Mampu memanajemen tentang penggunaan
kemampuan fisik yang alat bantu bicara
dimiliki  Berika pujian
8. Mampu positive, jika
mengkomunikasikankebut diperlukan
uhan dengan lingkungan  Anjurkan pada
sosial
pertemuan kelompok
 Anjrkan kunjungan
keluarga secara
teratur untuk
memberikan stimulus
komunikasi
 Anjurkan ekspresi diri
dengan cara lain
dalam menyampaikan
informasi (bahasa
isyarat)
Communication
Enhacement : Hearing
Defisit
Communication
Enhacement : Visual
Defisit
Anxiety Reduction
Active listening

7 Gangguan Menelan NOC NIC


. berhubungan dengan  Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
penurunan fungsi  Ketidakefektifan pola  Memantau tingkat
nervus vagus atau menyusui kesadaran, refleks
hilangnya refluks  Status menelan: batuk, refleks muntah,
muntah tindakan pribadi dan kemampuan
untuk mencegah menelan
pengeluaran cairan  Monitor status paru,
dan partikel padat ke menjaga/mempertaha
dalam paru nkanjalan napas
 Status menelan: fase  Posisi tegak 90
esofagus: penyaluran derajat atau sejauh
cairan atau partikel mungkin
padat dari faring ke  Jauhkan manset
lambung trakea meningkat
 Status menelan: fase  Jauhkan pengaturan
oral: persiapan, hisap yang tersedia
penahanan, dan  Menyuapkan
pergerakan cairan makanan dalam
atau partikel padat ke jumlah kecil/sedikit
arah posterior mulut  Periksa penempatan
 Status menelan: fase tabung NG atau
faring penyaluran gastrostomy sebelum
cairan atau partikel menyusui
padat dari mulut ke  Periksa tabung NG
esofagus atau grastostomy sisa
Kriteria hasil: sebelum makan
1. Dapat mempertahankan  Hindari makan, jika
makanan dalam mulut residu tinggi temat
2. kemampuan menelan "pewarna" dalam
adekuat tabung pengisi NG
3. Pengiriman bolus ke  Hindari cairan atau
hipofaring selaras menggunakan zat
dengan reflek menelan pengental
4. Kemampuan untuk  Penawaran makanan
mengosongkan rongga atau cairan yang dapat
mulut dibentuk menjadi
5. Mampu mengontrol bolus sebelum
mual dan muntal menelan
6. Imobilitas kensekuensi:  Potong makanan
fisiologis menjadi potongan-
7. Pengetahuan tentang potongan kecil
prosedur pengobatan  Permintaan obat
8. Tidak ada kerusakan dalam bentuk obat
otot tenggorong atau mujarab
otot wajah , menelan,  Istirahat atau
menggerakkan lidah. menghancurkan pil
atau reflek muntah sebelum pemberian
9. Pemulihan pasca  Jauhkan kepala
prosedur pengobatan tempat tidur
10. Kondisi pernapasan, ditinggikan 30-45
ventilasi adekuat menit setelah makan
11. Mampu melakukan  Sarankan
perawatan terhadap non pidato/berbicara
pengobatan parenteral patologi berkonsultasi
12. Mengidentifikasi faktor
emosi atau psikologis
yang menghambat
menelan
13. Dapat mentoleransi
ingesti makanan tanpa
terdesakatau aspirasi
14. Menyusui adekuat
15. Kondisi menelan bayi
16. Memelihara kondisi
gizi:makanan dan
asupan cairan ibu dan
bayi
17. Hidrasi tidak
ditemukan
18. Pengetahuan mengenai
cara menyusui
19. Kondisi pernapasan
adekuat
20. Tidak terjadi gangguan
neurologis
8. Gangguan Perubahan NOC NIC
Persepsi Sensori Fungsi sensori:penglihatan Peningkatan
Pengelihatan Indikator : komunikasi : defisit
1. Ketajaman penglihatan penglihatan
pusat (kiri) Intervensi:
2. Ketajaman penglihatan 1. Catat reaksi pasien
pusat (kanan) terhadap rusaknya
3. Ketajaman penglihatan penglihatan (misal,
sekitar (kiri) depresi, menarik diri,
4. Ketajaman penglihatan dan menolak
sekitar (kanan) kenyataan)
5. Lapang pandang pusat 2. Menerima reaksi
(kiri) pasien terhadap
6. Lapang pandang pusat rusaknya penglihatan
(kanan) 3. Andalkan
7. Lapang pandang sekitar penglihatan pasien
(kiri) yang tersisa
8. Lapang pandang sekitar sebagaimana
(kanan) mestinya
9. Respon untuk 4. Sediakan kaca
rangsangan penglihatan pembesar atau
Kompensasi tingkah laku kacamata prisma
penglihatan sewajarnya untuk
Indikator: membaca
1. Monitor gejala dari 5. Sediakan bahan
kemunduran penglihatan bacaan Braille,
2. Posisikan sendiri untuk sebagaimana
kebaikan penglihatn perlunya
3. Mengingatkan untuk 6. Bacakan surat, koran,
menggunakan teknik dan informasi
penglihatan lainnya pada pasien
4. Menggunakan cahaya Terapi kegiatan
yang adekuat dalam Intervensi:
melakukan aktifitas 1. Bekerjasama dengan
5. Menggunakan kacamata tenaga kesehatan,
dengan benar dokter, dan/atau ahli
6. merawat kacamata terapis dalam
dengan benar merencanakan dan
7. Menggunakan kontak memantau kegiatan
lensa dengan benar program sebaimana
8. Menggunakan tulisan mestinya
2. Tentukan komitmen
pasien untuk
meningkatkan
frekuensi dan/atau
jangkauan kegiatan
3. Bantu untuk
menemukan makna
diri melalui aktivitas
yang biasa (misalnya
bekerja) dan/atau
aktivitas liburan yang
disukai
4. Bantu memilih
kegiatan yang sesuai
dengan kemampuan
fisik, psikologi, dan
social
5. Bantu untuk
memfokuskan pada
apa yang dapat
dilakukan pasien
bukan pada
kelemahan pasien
6. Bantu
mengidentifikasi dan
memperoleh sumber
daya yang diperlukan
untuk kegiatan yang
dikehendaki
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
volume 2 Penerbit Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit
Buku Kedokteran EGC
Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online)
Available:
https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULU
AN_NHS (diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00
Wita)
Kaharu, Atika.2015. Laporan Pendahuluan Stroke Non Haemoragik.
(Online) Available:
https://www.academia.edu./17079805/LP_STROKE_NON_HAE
MORAGIK (diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00
Wita)
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC.
Yogyakarta: Mediaction
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi
jilid 3. Yogyakarta: Mediaction
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth . Jakarta : E G C.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem
Persyarafan . Jakarta: Sagung Seto.
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam
Penyakit . Jakarta: Indeks.
Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non
Haemoragik (SNH). (Online) Available :
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULU
AN_KLIEN_DENGAN_STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH
(diakses pada tanggal 26 oktober 2015 pukul 20.00 Wita)
Prakasita Masayu. 2014. Laporan Karya Tulis Ilmiah BAB II. Diakses dari:
eprints.undip.ac.id Pada tanggal 1 Mei 2017 Pukul 08.13 WIB.
Mengetahui Denpasar, November 2015

Pembimbing Praktik / CI Mahasiswa

............................................................. Ngakan Raka Saputra

NIP. NIM. P07120214036

Mengetahui

Pembimbing Akademik / CT

………………………………………………….

NIP.

Anda mungkin juga menyukai