B. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat
dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa
sisa dalam waktu 1-3 minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi
atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi
stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke
iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri
serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau
sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau
secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa
jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik
dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala
terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran
biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada
organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari,
minggu atau bulan.
C. Etiologi
Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah
kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko
pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri
serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan
migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya
trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan
suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara,
atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena
timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya
diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh
darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi
dan faktor yang dapat dimodifikasi (AHA, 2015).
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis
kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015).
a. Faktor genetik seseorang berpengaruh karena individu yang
memiliki riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki
risikotinggi mengalami stroke, ras kulit hitam lebih sering
mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih sehingga ras kulit
hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke.
b. Faktor usia, stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun
semakin bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena
stroke. Usia diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda
pada setiap pertambahan usia.
c. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke, laki-laki
memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan
perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok, risiko terhadap
hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliserida lebih tinggi pada
laki-laki.
d. Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke yang dikenal
dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko tinggi
mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan bahwa 15%
kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA terlebih dahulu.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),
hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, dan pola hidup tidak sehat (AHA, 2015).
a. Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang
diperantarai oleh sekelompok penyakit yangditimbulkan akibat
obesitas, selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.
b. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke,
beberapa studi menunjukkan bahwa manajemen penurunan
tekanan darah dapat menurunkan resiko stroke sebesar 41%.
c. Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar
lemak di dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada
aliran darah.
d. Individu yang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol
memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke karena dapat memicu
terbentuknya plak dalam pembuluh darah.
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema
dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan
penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen
vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko
kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach,
1999 dalam Muttaqin, 2008).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari
berat ringannya lesi dan juga topisnya. Manifestasi klinis stroke non
hemoragik secara umum yaitu: (Prakasita Masayu, 2014)
1. Gangguan Motorik
2. Gangguan Sensorik
3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan Kemampuan Fungsional
Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke
toilet dan berpakaian.
Kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Skala yaitu:
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.
Buka mata Respon motorik Respon verbal
(E) (M) (V)
1. Tidak ada 1. Tidak ada 1. Tidak ada suara
respons gerakan
2. Respons dengan 2. Ekstensi 2. Mengerang
rangsangan abnormal
nyeri
3. Buka mata 3. Fleksi abnormal 3. Bicara kacau
dengan perintah
4. Buka mata 4. Menghindari nyeri 4. Disorientasi
spontan tempat dan
waktu
5. Melokalisir nyeri 5. Orientasi baik
dan sesuai
6. Mengikuti perintah
H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2010) untuk penatalaksanaan penderita
stroke fase akut jika penderit stroke datang dengan keadaan koma saat
masuk rumah sakit dapat mempertimbangkan mempunyai prognosis
yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk rumah sakit menghadapi
hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72 jam
dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah
prioritas pada fase akut ini. Penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Fase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
f. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita
dengan stroke masif, karena henti napas dapat menjadi faktor
yang mengancam kehidupan pada situasi ini
g. Pantau adanya komplikasi pulmonal seperti aspirasi, altektasis,
pneumonia yang berkaitan dengan ketidak efektifan jalan napas,
imobilitas atau hipoventilasi.
h. Periksa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas
dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongetif.
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STROKE NON HAEMORAGIK
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif
dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah
tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF, polisitemia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara
usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan
tenggorokan serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan
dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori
pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-
kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum
terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan
mudah frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan
untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan
kekuatan. Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan
angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan
skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi
kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah
patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek
hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900
supinasi dan lengan bawah ditopang ada atas (meja
periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek
hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi,
hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-
gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul
dengan dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada
jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal
adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada
ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi
siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot
bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan
pemeriksaan reflek ini kaki yang diperiksa
diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospital.
c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga
dagu tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif
(+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara
pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tibia
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.
B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
Hemiparesis/hemiplegia, serta penurunan mobilitas
4. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot,
kelemahan otot atau perubahan ketajaman penglihatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi
otot facial/oral
7. Gangguan perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan
nervus dan perubahan ketajaman sensori penghidu, penglihatan, dan
pengecap
8. Nyeri akut berhubungan dengan peningkata tekanan intrakranial
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan Circulation Status Peripheral Sensation
serebral b.d Tissue prefusion: Management
penurunan aliran cerebral (Manajemen sensasi
darah ke otak Kriteria Hasil : perifer)
1. Mendemonstrasikan 1. Monitor adanya
status sirkulasi yang daerah tertentu
ditandai dengan: yang hanya peka
2. Tekanan systole dan terhadap
diastole dalam rentang panas/dingin/taja
yang diharapkan m/tumpul
3. Tidak ada ortostatik 2. Monitor adanya
hipertensi paratese
4. Tidak ada tanda-tanda 3. Intruksikan
peningkatan tekanan keluarga untuk
intrakranial (tidak lebih mengobservasi
dari 15 mmHg) kulit jika ada lesi
5. Mendemonstrasikan atau laserasi
kemampuan kognitif 4. Gunakan sarung
yang ditandai dengan: tangan untuk
6. Berkomunikasi dengan proteksi
jelas sesuai dengan 5. Batasi gerakan
kemampuan pada kepala,
7. Menunjukkan leher, dan
perhatian, konsentrasi, punggung
dan orientasi 6. Monitor
8. Memproses informasi kemampuan BAB
9. Membuat keputusan 7. Kolaborasi
dengan benar pemberian
10. Menunjukkan fungsi analgetik
sensori motori cranial 8. Monitor adanya
yang utuh: tingkat tromboplebitis
kesadaran membaik, 9. Diskusikan
tidak ada gerakan mengenai
gerakan involunter penyebab
perubahan
sensasi.
2 Hambatan NOC NIC
. mobilitas fisik b.d Joint Movement: Exercise Therapy :
kerusakan active Ambulation
neuromuskular Mobility Level 1. Monitoring vital
Self Care : ADLs sign sebelum atau
sesudah latihan
Transfer dan lihat respon
performance pasien saat
Kriteria Hasil: latihan
1. Aktifitas fisik klien 2. Konsultasikan
meningkat dengan terapi
2. Mengerti tujuan dari fisik tentang
peningkatan mobilitas rencana ambulasi
3. Memverbalisasikan sesuai dengan
perasaan dalam kebutuhan
meningkatkan 3. Bantu klien untuk
kekuatan dan menggunakan
kemampuan tongkat saat
perpindahan berjalan dan
4. Memperagakan cegah terhadap
penggunaan alat cedera
5. Bantu untuk 4. Ajarkan pasien
mobilisasi (walker) atau tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
8. Berikan alat
bantu jika klien
memerlukan
9. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
Mengetahui
Pembimbing Akademik / CT
………………………………………………….
NIP.