Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS MATA

PRESBIOPI

Dokter Pembimbing :

dr. Retno Wahyu N, SpM

Disusun oleh :

Martinus Satya Gani

H2A009031

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD AMBARAWA SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU PENYAKIT MATA

Presentasi kasus dengan judul :

PRESBIOPI
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:

Martinus Satya Gani H2A009031

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Retno Wahyu N Sp M ............................. ...........................

Mengesahkan:

Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata

dr. Retno Wahyu N Sp M


NIP 19620721 199010 2 001

LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. E H
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Kampung Rapet III/III Banyu Biru
No Telp :-
Pekerjaan : Karyawan swasta ( pegawai tekstil )
Pendidikan : S1
No RM Irja / Irna : 023886
Tanggal MRS : 27 November 2013

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 November
2013, jam 10.00 WIB di RSUD Ambarawa Semarang.
Keluhan utama : mata kabur
- Perjalanan penyakit sekarang :
Kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien merasa bila membaca di tempat
kerja menjadi kabur pada kedua matannya, awalnya kedua mata yang
membaca kabur ini dirasakan tidak terlalu mengganggu karena
memang kantornya gelap, setelah mengganti lampu dengan yang lebih
terang pasien dapat membaca dengan jelas lagi. Pada tanggal 27
November 2013, Pasien datang ke poli mata RSUD ambarawa karena
matanya yang untuk membaca kabur tersebut kambuh kembali dan
semakin kabur, pasien juga mengeluh setelah untuk membaca kedua
mata pasien menjadi kemeng dan pegal – pegal serta pusing. Sampai
saat ini pasien belum pernah memakai kacamata. Pasien datang
dengan keinginan untuk membuat kacamata baca.
- Riwayat penyakit dahulu :
o Riwayat hipertensi : Diakui
o Riwayat DM, alergi obat, trauma pada mata : Disangkal
o Riwayat operasi mata : Disangkal
o Riwayat penyakit dengan keluhan sama : Diakui
- Riwayat penyakit keluarga :
o Riwayat hipertensi : Diakui (ayah)
o Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat pribadi :
Kebiasaan pasien : merokok
- Riwayat sosial ekonomi :
Pasien tinggal bersama istrinya dan sudah mempunyai anak 2, anak
yang pertama kuliah, anak yang ke dua SMA. Biaya pengobatan
memakai In Health
II. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 November 2013 jam 10.15
WIB di Poli mata RSUD Ambarawa Semarang.
- Status generalis :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
 Tekanan darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 80 x/ menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
 RR : 16x/ menit
 Suhu : 36,5 o C
Status gizi : Kesan gizi cukup
Kepala : mesochepal
Kulit : tidak ada kelainan
Jantung : tidak ada kelainan
Paru : tidak ada kelainan
Hati : tidak ada kelainan
Limpa : tidak ada kelainan
Limfe : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan

- Status oftalmologi
Oculi Dekstra Pemeriksaan Oculi Sinistra
6/6 Visus 6/6
E Koreksi E
Buta Warna (-) Sensus Coloris Buta Warna (-)
Gerak bola mata bebas di Parese/ Paralysis Gerak bola mata bebas di
segala arah, ortophori, segala arah, ortophori,
eksoftalmos (-) eksoftalmos (-)
Trikiasis (-), distikiasis (-), Cilia Trikiasis (-), distikiasis (-),
bulu mata rontok (-), bulu mata rontok (-), krusta
krusta (-) (-)
Hiperemis (-), spasme (-), Palpebra Superior dan Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-), massa (-), udem Inferior ptosis (-), massa (-), udem
(-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-), ektropion
(-) (-)

Hiperemis (-), corpal (-), Conjunctiva Palpebra dan Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-), cobelstone (-) Fornices secret (-), cobelstone (-)
Injeksi (-), corpal (-), Conjunctiva Bulbi Injeksi (-), corpal (-),
pterygeum (-), simblefaron pterygeum (-), simblefaron
(-), secret (-) (-), secret (-)
Ikterik (-), hiperemis (-) Sclera Ikterik (-), hiperemis (-)
Jernih (+), defek (-), Cornea Jernih (+), defek (-),
neovaskularisasi (-), udem neovaskularisasi (-), udem
(-) (-)
Jernih, tindal efek (-), Camera Oculi Anterior Jernih, tindal efek (-),
kedalaman cukup, hifema kedalaman cukup, hifema
(-), hipopion (-) (-), hipopion (-)
Coklat, kripte (+), sinekia Iris Coklat, kripte (+), sinekia
(-), neovaskularisasi (-) (-), neovaskularisasi (-)
Bulat, central, regular, Pupil Bulat, central, regular,
diameter 3 mm, reflek diameter 3 mm, reflek
cahaya (+) cahaya (+)
Tidak ada kekeruhan Lensa Tidak ada kekeruhan
Tidak dilakukan Fundus Reflek Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Corpus Vitreum Tidak dilakukan
Tdig (N+) Tensio Oculi Tdig (N+)

Tidak dilakukan Sistem Canalis Lacrimalis Tidak dilakukan


Tidak dilakukan Tes Fluorescein Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Funduscopy Tidak dilakukan

III. Resume :

Laki- laki, 47 tahun dengan okuli dextra et sinistra kabur saat membaca sejak
1 tahun yang lalu sempat membaik dan sekarang bertambah saat membaca, pasien
juga merasa asthenopia akomodativa saat membaca. Riwayat sosial ekonomi kesan
cukup.

Status Oftalmologi Oculi Dekstra Oculi Sinistra


Visus 6/6 6/6
Koreksi E E

IV. DAFTAR ABNORMALITAS

Anamnesis - Pemeriksaan fisik


1. Kabur okuli dextra et sinistra
saat membaca
2. Kabur bertambah beiringan
dengan waktu
3. Astenopia akomodativa

1. Presbiopia  1,2,3

2. Hipermetropia  1,3

V. DD :
1. Presbiopia
2. Hipermetropia

VI. Diagnosis :

ODS  Presbiopia

VII. INITIAL PLAN

 Ip Dx
 S:-
 O: Pemeriksaan penunjang
 Trial lens + baca kartu “jaeger”
 Ip Tx
Kacamata Bifokal  Bagian atas ”PLANO”, untuk melihat dekatnya dengan
ADD +1.50 (Spheris +1.50)
 Ip Mx
 Monitoring visus
 Monitoring efek dari penggunaan kacamata
 Ip Ex
 Penjelasan tentang presbiopia.
 Penjelasan mengenai kacamata bifokal
 Penjelasan mengenai kontrol rutin mata setiap 6 bulan sekali.

VIII. PROGNOSIS

Ocular Dextra Ocular Sinistra


Quo ad visam Dubia ad malam
Quo ad sanam Dubia ad malam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad kosmetikam Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
EMETROPIA
Emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh dibiaskan
atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata
melakukan akomodasi. Pada mata emetropia terdapat keseimbangan antara kekuatan
pembiasan sinar dengan panjangnya bola mata. Keseimbangan dalam pembiasan
sebagian besar dibentuk oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan
panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding
media penglihatan mata yang lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat
melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda – beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata sinar normal tidak dapat terfokus
pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, astimat.
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkuranganya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia
lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

PRESBIOPIA
1. Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang
dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata.
Presbiopi ini bukan merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi
atau mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak
bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya
ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisa melihat yang dekat.
Daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung dan
memipih. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu,
umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca untuk mengkoreksi
presbiopinya.
2. Etiologi
o Kelemahan otot akomodasi
o Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis
lensa.
3. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa
dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.

4. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien – tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa
didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak
tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak
preskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional – Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan
akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
c. Presbiopi Absolut – Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi
fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
d. Presbiopi Prematur – Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun
dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit.
e. Presbiopi Nokturnal – Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada
kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil
5. Gejala
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih.
Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu
lama.
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa
(titik dekat mata makin menjauh).
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam
hari.
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
f. Terganggu secara emosional dan fisik.
g. Sulit membedakan warna.
6. Diagnosis
- Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
- Pemeriksaan Oftalmologi
o Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan
menggunakan Snellen Chart
o Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat
terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar
20/30.
o Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
o Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.
o Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh
tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan
adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior.
7. Penatalaksanaan
a. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah
untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan
objek-objek yang dekat.
b. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif
sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30.
c. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata
tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D.

Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan


40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D

d. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa
lain yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang
ada bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
o Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
o Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh.
Bisa yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
o Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat.
Bagian bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang
memuaskan hasil koreksinya.
o Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata
dominan, dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-
dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan
untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.
o Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan,
dan lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk
membaca.
e. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif

MIOPIA
1. Definisi
Miopia adalah anomali refraksi pada mata di mana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek
yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia
berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang memiliki arti menutup mata.
Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah “nearsightedness”.
2. Etiologi
Sumbu mata (jarak kornea- retina) terlalu panjang, dinamakan miopia sumbu.
Daya bias kornea, lensa atau humor akuos terlalu kuat dinamakan miopia
pembiasan.
3. Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata,
miopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
a. Miopia Simpleks
Terjadinya kelainan fundus ringan. Biasanya tidak terjadi kelainan organik
dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang
normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6 D.
Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
b. Miopia Patologis
Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak
lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan
fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak
diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat
keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang
terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D.
Menurut American Optometric Association, miopia secara klinis dapat terbagi
lima yaitu:
a. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang
terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu
tinggi.
b. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di
sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang
bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan
lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah
kondisi miopia.
c. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar
yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia
palsu, karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru –
buru memberikan lensa koreksi.
d. Miopia Degeneratif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia
maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi
dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat
koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
e. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan,
naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan
sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksikannya :
a. Ringan : lensa koreksinya < 3,00 Dioptri
b. Sedang : lensa koreksinya 3,00 Dioptri - 6,00 Dioptri.
c. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah :
a. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
b. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
c. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
d. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
4. Patofisiologi
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan
disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif
yang tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat.
Dalam hal ini disebut sebagai miopia refraktif.
5. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi )
d. Astenovergens
Gejala objektif miopia antara lain:
a. Miopia simpleks :
- Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
- Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar
papil saraf optik.
b. Miopia patologik :
- Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
- Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada
 Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
miopia
 Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur

Gambar 1. Myopia Cresent


 Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
 Retina bagian perifer : berupa degenerasi kista retina bagian perifer.
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 2. Tigroid Fundus


6. Diagnosis
a. Anamnesis
Penegakan diagnosis dari anamnesis yaitu dari gejala yang pasien keluhkan
dan riwayat keluarga
b. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh
(Snellen) dan jarak dekat (Jaeger).
 Pemeriksaan penglihatan warna (Ishihara)
 Pemeriksaan gerakan bola mata
 Pemeriksaan segmen anterior mata
 Pemeriksaan segmen posterior mata (oftalmoskop)
 Pemeriksaan tekanan intraokular
7. Penatalaksanaan
a. Koreksi dengan kacamata sferis negatif
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6,
demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan
koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik
setelah dikoreksi.
b. Koreksi dengan lensa kontak
Lensa kontak ada 2 macam :
- Lensa kontak lunak (Soft lens)
 Lensa kontak ini disusun oleh hydrogels, HEMA
(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer. Soft lens
membawa oksigen dengan perantaraan air yang dikandungnya.
Makin tinggi kandungan air, maka makin banyak oksigen yang dapat
sampai pada kornea.
- Lensa kontak keras (Hard lens)
 Lensa kontak ini terbuat dari bahan PMMA (polymethylmethacrylate)
yang memberikan oksigen melalui pinggir lensa kontak.

c. Koreksi dengan LASIK


LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang
menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara
merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan
tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata
atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh
(miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).5
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa
hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
- Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.
- Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.
- Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata atau lensa kontak yang stabil selama
paling tidak 6 (enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata,
katarak, glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2
(dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact
lens).
HIPERMETROPIA
1. Definisi
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan
bayangan di belakang retina.
Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat
akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan
bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk
akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Pada perubahan usia lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan
bayangan pada selaput jala (retina) sehingga akan lebih terletak di
belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks
dengan bertambahnya usia.

2. Etiologi dan Klasifikasi

Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu


pendek) dan sinar cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di
belakang retina. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata
yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina atau selaput jala.

Sebab atau jenis hipermetropia:

a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan


refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang
pendek.
b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
c. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kurang pada system optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa
mempunyai indeks refraksi lensa yang berkurang.
3. Bentuk Hipermetropia
Hipermetropia dikenal dalam bentuk:

a. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan


kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif.
- Hipermetropia absolute, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat
jauh.
- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien
yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal
tanpa kaca mata. Bila diberikan kaca mata positif yang memberikan
penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga
akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia
absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi
sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah
hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia
manifest.
b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau
dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian menjadi
hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan
akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya
akomodasinya masih kuat.
c. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan siklopegia.

4. Gejala Hipermetropia
Biasanya seseorang dengan hipermetropia tidak menyukai keramaian
dan lebih senang sendiri. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar
melihat jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat
sedikit lebih dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan
masalah karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh
akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan
hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi
untuk mengatasi hipermetropia ringa berkurang. Pasien hipermetropia hingga +
2.00 dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa
kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan
hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat
melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh
matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat
atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di
daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-
menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi
dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke
dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda
dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya,
terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah
membaca. Keluhan tersebut berupasakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas
adalah:
 Mata lelah
 Sakit kepala
 Penglihatan kabur melihat dekat

5. Pemeriksaan Hipermetropia
- Tujuan : Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang
diperlukan untuk memperbakir tajam penglihatan sehingga tajam
penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan yang terbaik.
- Dasar : Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa positif kurang
sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi di fokus di belakang retina. Lensa
positif menggeser bayangan benda ke depan sehingga pada mata
hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya untuk
mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.
- Alat
o Kartu Snellen
o Gagang lensa trial
o Satu set lensa trial
- Teknik
o Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
o Pada mata dipasang gagang lensa coba.
o Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk
memeriksa mata kanan. Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai
huruf terbesar (teratas) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai
pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca
o Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila
tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif tersebut ditambah
kekuatannya perlahan-lahan dan diminta membaca huruf-huruf pada
baris lebih bawah.
o Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris 6/6.
o Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih
dapat melihat huruf-huruf di atas.
o Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama.
- Nilai
o Bila dengan S + 2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +
2.25 tajam penglihatan 6/6 sedang.
o Dengan S + 2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini
derajat hipermetropia yang diperiksa S + 2.25 dan kaca mata dengan
ukuran ini diberikan pada pasien.
o Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif
terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
6. Pengobatan
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah system
pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan
sinar terutama untuk melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan
lensa cembung atau konveks untuk mematah sinar lebih kuat ke dalam mata.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest
dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal (6/6).
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata
koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar
(eksoforia) maka diberikan kaca mata koreksi positif kurang. Bila terlihat
tanda ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak
terdapat daya akomodasi.
Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kaca
mata dan penyesuaian kaca mata. Biasanya resep kaca mata dikurangkan 1-2
dioptri kurang daripada ukuran yang didapatkan dengan pemberian
sikloplegik.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata
sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kaca mata + 3.25.
Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia
fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).
Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-
anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik
atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi,
maka pasien akan mendapatkan koreksi kaca matanya dengan mata yang
istirahat.
Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat yang
memberikan penglihatan maksimal.
7. Penyulit
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia
akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan
jelas. Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata,
maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering
menggulir ke arah temporal.
Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia
adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat
pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik
mata.(5)

ASTIGMAT
1. Definisi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi mata, dimana didapatkan
bermacam-macam derajat refraksi atau variasi kurvatura atau kelengkungan
pada kornea atau lensa pada bermacam-macam meridian, sehingga sinar yang
sejajar pada mata itu tidak difokuskan pada satu titik. Pada astigmatisme,
pembiasan sinar tidak sama pada semua bidang atau meridian.
2. Etiologi
Astigmatisme biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir.
Pada anak-anak, astigmat berubah dengan cepat dan bila terdapat pada usia 6
bulan akan hilang sama sekali. Pada usia pertengahan kornea menjadi sferis
kembali sehingga terbentuk astigmat.
Pada umumnya penyebab astigmatisma berasal dari kornea dan lensa.
a. Kornea
Kelainan di kornea berupa perubahan kelengkungan dengan atau tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior-posterior bola mata.
Merupakan kelainan kongenital atau akuisita, akibat kecelakaan, peradangan
kornea atau operasi yang meghasilkan jaringan parut pada kornea. Jahitan
yang terlalu kuat pada bedah mata, dapat mengakibatkan perubahan
permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengendoran jahitan
pada kornea maka dapat terjadi astigmat akibat adanya perubahan
kelengkungan kornea.
Adanya astigmatisme di kornea dapat diperiksa dengan tes placido,
terlihat gambaran di kornea tidak teratur. Kelainan kornea merupakan
penyebab utama (90%) dari astigmatisme.
b. Lensa
Kelainan di lensa berupa kekeruhan lensa, biasanya katarak insipient
atau imatur. Kelainan visus tidak dapat diatasi dengan lensa karena menunggu
saatnya tiba untuk operasi lensa. Kelainan lensa terjadi pada 10% penderita
astigmatisme.
3. Klasifikasi
Secara garis besar, astigmatisme diklasifikasikan menjadi :
a. Astigmatisme regular
Jenis astigmatisme di mana meridian mata mempunyai titik fokus
tersendiri yang letaknya teratur. Meskipun setiap meridian memiiki daya bias
tersendiri, tetapi perbedaan itu teratur, dari meridian dengan daya bias yang
terlemah kemudian membesar sampai meridian dengan daya bias terkuat.
Bentuk lensa seperti bola rugby.
Meridian dengan daya bias terlemah (minimal) tegak lurus terhadap
meridian dengan daya bias terkuat (maksimal) sehingga terdapat meridian
vertikal dan horizontal. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meridian
90°, maka daya bias terlemahnya berada pada meridian 180°. Jika daya bias
terkuat berada pada meridian 45°, maka daya bias terlemah berada pada
meridian 135°. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silindris
yang tepat, dapat menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak
disertai adanya kelainan penglihatan lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka astigmatisme regular dibagi menjadi dua,
yaitu:
- Astigmatisme with the rule (direct)
Terjadi bila meridian vertikal mempunyai daya bias lebih besar dari
horizontal. Pada astigmatisme ini, koreksi dilakukan dengan silinder negatif
dengan sumbu horizontal atau 45 hingga -45 derajat.
Keadaan ini sering didapatkan pada anak atau orang muda akibat
perkembangan normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisme jenis ini
merupakan bentuk astigmat tersering.
- Astigmatisme against the rule (inverse)
Terjadi bila meridian horizontal mempunyai daya bias lebih besar
dibandingkan meridian vertikal. Kelainan ini dikoreksi dengan silinder negatif
dan dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder
positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Astigmatisme ini sering ditemukan
pada usia lanjut.
Sedangkan berdasarkan letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular
dibagi menjadi:
 Astigmatisme miopia simpleks
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada tepat pada retina. Contoh koreksi dengan lensa C-2.00 × 900.7
 Astigmatisme hipermetropia simpleks
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Contoh koreksi dengan lensa C+2.00 × 450.
 Astigmatisme miopia kompositus
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di antara titik A dan retina. Contoh koreksi dengan lensa S-1.50
C-1.00 × 600.
 Astigmatisme hipermetropia kompositus
Pada astigmatisme ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A di antara titik B dan retina. Contoh koreksi dengan lensa S+3.00
C+2.00 × 300.
 Astigmatisme mikstus
Pada astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan
titik B berada di belakang retina. Contoh koreksi dengan lensa S+2.00 C-5.00
× 1800.
Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.
b. Astigmatisme ireguler
Astigmatisme ini tidak mempunyai 2 meridian yang saling tegak lurus.
Perbedaan refraksi tidak hanya pada meridian yang berbeda tapi juga terdapat
bagian berbeda pada meridian yang sama, sehingga bayangan menjadi
ireguler.
Astigmatisme ireguler terjadi akibat ketidakteraturan kontur
permukaan kornea atau lensa, seperti pada infeksi kornea, trauma,
keratektasia, distrofi, kelainan pembiasan atau adanya kekeruhan tidak merata
pada bagian dalam bola mata atau pun lensa mata, misalnya pada katarak
stadium awal. Pada astigmatisme ireguler, pemeriksaan plasidoskopi terdapat
gambaran yang ireguler.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dapat seperti pada astigmatisme
yang lainnya. Namun untuk mendapatkan perhitungan yang tepat secara
klinis, dapat menggunakan corneal topographer dan wavefront aberrometer.
Bila memiliki keireguleran yang sangat tinggi, maka bentuk lensa tidak lagi
seperti bola rugby, dapat berbentuk aspherical, coma, atau trefoil.
Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata
atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak memberikan
hasil akhir berupa tajam penglihatan normal. Jika astigmatisme irregular
hanya disebabkan ketidakteraturan kontur permukaan kornea, koreksi optimal
masih dapat dilakukan, yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard
contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK, keratotomi). Lensa kontak
keras digunakan bila epitel tidak rapuh atau dengan lensa kontak lunak bila
disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan efek permukaan
yang regular.
c. Astigmatisme oblik
Merupakan jenis astigmatisme dengan meredian utama kedua bola
matanya cenderung searah dan sama – sama memiliki deviasi lebih dari 20°
terhadap meredian horizontal atau vertikal (bersifat simetris). Misalnya, kanan
C -0,50 × 55° dan kiri C -0,75 × 55°; OD sumbu atau axis = 60 0, OS sumbu
atau axis = 1200. Keluhan biasanya sakit kepala akibat efek pseudostereopsis
dan perubahan bentuk bayangan benda. Keluhan ini akan hilang dengan lensa
kontak.
4. Diagnosis
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik.
Pada astigmat, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik atau
dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga tidak didapatkan titik fokus
pembiasan di retina. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina
sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina sehingga penglihatan
akan terganggu.
Walaupun astigmatisme ringan terkadang bersifat asimtomatik, sebagian besar
astigmatisme memberikan keluhan:
- Melihat jauh kabur, sedangkan melihat dekat lebih baik
- Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
- Melihat benda bulat menjadi lonjong
- Penglihatan kabur untuk penglihatan jauh ataupun dekat
- Bentuk benda yang dilihat berubah
- Berusaha mengecilkan celah kelopak
- Sakit kepala
- Mata tegang, pegal dan lelah
- Pada astigmat tinggi (4-8D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.
Astigmatisme juga dapat ditegakkan dengan langkah-langkah pemeriksaan,
antara lain:
- Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen
Chart, Logmar, E Chart, atau Symbol.
- Periksa kelainan refraksi myopia atau hipermetropia yang dimulai dengan lensa
S – atau S+ sampai visus tercapai sebaik-baiknya.
- Tentukan tajam penglihatan. Bila tidak ada kemajuan visus pada pemberian
lensa sferis, baru diberikan lensa fogging untuk menghilangkan akomodasi.
Kemudian dengan pemberian lensa C – untuk menentukan fokus di dekat retina.
Terakhir baru diberikan lensa S -, bila visusnya belum dapat dikoreksi
sempurna.
Teknik fogging yaitu dengan meminta penderita melihat gambaran kipas dan
ditanya manakah garis yang paling jelas terlihat. Garis ini sesuai dengan
meridian yang paling ametrop, yang harus dikoreksi dengan lensa silinder
dengan aksis tegak lurus pada derajat bidang meridian tersebut.
- Pengukuran kelengkungan setiap meridian kornea dilakukan dengan
keratometri. Teknik ini biasanya dilakukan pada pemasangan lensa kontak,
pengukuran lensa tanam dan tindakan bedah refraktif. Pada keratometri terdapat
bentuk:
 With the rule, meridian kornea vertikal lebih lengkung, sedang meridian
horizontal lebih datar.
 Against the rule, meridian horizontal lebih lengkung.
Dilakukan dengan mengingat Hukum Javal dalam melakukan koreksi
astigmat, yaitu dengan cara:
Berikan kaca mata koreksi pada silinder astigmatisme with the rule dengan
silinder minus sumbu 180 derajat, hasil keratometri yang ditemukan,
dikurangi dengan 0,5 D.
Berikan hasil kaca mata koreksi pada astigmatisme against the rule dengan
silinder minus sumbu 90 derajat. Hasil yang ditemukan dengan keratometri
ditambah dengan 0,5 D.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Pemeriksaan silinder silang
Lensa silinder silang dibentuk oleh dua lensa silinder yang sama, tapi dengan
kekuatan berlawanan dan diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus (silinder silang
Jackson) sehingga e kivalen sferisnya menjadi nol. Biasanya lensa silindris silang
terdiri atas 2 lensa silinder yang menjadi satu. Dapat terdiri atas silinder – 0.25 (-
0.50) dan silinder + 0.25 (+ 0.50) yang sumbunya saling tegak lurus. Lensa ini
dipergunakan untuk:
- melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien.
Pada mata ini dipasang silinder silang yang sumbunya sejajar dengan sumbu
koreksi. Bila sumbu lensa silinder silang diputar 90 0, ditanyakan apakah
penglihatan membaik atau mengurang. Bila membaik berarti pada kedudukan
kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bila silinder itu
dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi pasien diperlukan
pemasangan tambahan lensa silinder positif. Keadaan ini dapat sebaliknya.
- Untuk melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan
sudah sesuai.
Pada keadaan ini dipasang lensa silinder silang dengan sumbu 450 terhadap
sumbu silinder koreksi yang telah dipasang. Kemudian lensa silinder silang ini
sumbunya diputar cepat 900.
Bila pasien tidak melihat perbedaan perubahan tajam penglihatan pada kedua
kedudukan ini berarti sumbu lensa koreksi yang dipakai sudah sesuai. Bila pada satu
kedudukan lensa silinder silang ini terlihat lebih jelas maka silinder positif dari lensa
koreksi diputar mendekati sumbu lensa silinder positif lensa silinder silang (dan
sebaliknya). Kemudian dilakukan sampai tercapai titik netral atau tidak terdapat
perbedaan.
b. Oftalmoskopi
Pada astigmatisme yang ringan, tak menimbulkan perubahan pada gambaran
fundus. Pada derajat yang tinggi, papil tampak lonjong dengan aksis yang panjang
sesuai dengan aksis dari lensa silinder yang mengoreksinya.
c. Retinoskopi
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Sebagian besar retinoskopi
menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland dan sisanya
oleh Welch-alynn. Retinoskopi dapat menentukan secara objektif kelainan refraksi
sferosilindris, seperti astigmatisme regular atau ireguler, serta menentukan kepadatan
dan keiregulerannya.
Retinoskopi sebaiknya dilakukan pada keadaan mata relaksasi. Pasien melihat
ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak membutuhkan daya
akomodasi. Dengan alat ini mata disinari dan penilaian dilakukan terhadap refleks
retinoskopi, antara lain kecepatan, kecerahan, dan luasnya. Kelainan refraksi yang
tinggi memilki refleks yang lambat, lebih buram, dan lebih sempit, begitu pula
sebaliknya. Refleks pada kelainan refraksi diimbangi dengan lensa koreksi, yang
dapat langsung menentukan kelainan refraksi pasien.
Pada astigmatisme, ketika retinoskop digerakkan maju mundur, kita hanya
dapat menentukan kekuatan pada satu aksis. Jika digerakkan kiri ke kanan (dengan
oreintasi streak 900), maka kita dapat menentukan kekuatan optik pada 1800, yang
disediakan oleh lensa silinder aksis 900. Oleh karena itu, aksis yang paling nyaman
yang digunakan pada retinoskopi streak, sejajar dengan aksis yang digunakan pada
lensa koreksi. Pada astigmatisme with the rule, dinetralisir dua refleks, satu dari
masing-masing meridian.
Untuk menentukan kekuatan aksis yang dinilai antara lain:
- Keretakan
Hal ini terlihat bila retinoskop streak tidak sejajar dengan salah satu meridian.
Orientasi dari streak reflek pada pupil tidak sama dengan yang diproyeksikan,
garisnya terputus atau retak. Keretakan ini tak terlihat (garisnya tampak
menyambung) ketika streak dirotasikan ke aksis yang benar dan lensa silinder
koreksi telah diletakkan pada aksis tersebut.
- Lebar
Terlihat lebarnya bervariasi bila streak digerakkan disekitar koreksi aksis dan
sempit ketika streak sejajar dengan aksis koreksi.
- Intensitas
Intensitas garis menjadi lebih terang bila streak berada pada aksis yang benar.
- Kemiringan
Kemiringan (gerakan oblik reflek streak) dapat digunakan untuk menentukan
aksis pada silinder yang kecil.
Singkatnya, dengan retinoskopi didapatkan refleks yang bergerak
kearah yang sama dengan retinoskopi di kedua meridian. Tetapi pada meridian
yang satu, bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini
menunjukkan adanya astigmatisme.
5. Penatalaksanaan
Astigmatisme dapat dikoreksi dengan kaca mata, lensa kontak, atau
pembedahan. Lensa kontak keras secara temporer dapat membentuk ulang mata
(orthokeratologi) dan dapat direkomendasikan untuk pemakaian sehari-hari.
Kaca mata dan lensa kontak memiliki variasi kurvatura konveks dan konkaf atau
keduanya untuk mengimbangi distorsi mata.
Astigmatic (incisional) keratotomy telah digunakan untuk individu dengan
astigmatisme berat atau tidak bisa mentoleransi kaca mata atau lensa kontak.
Astigmatic atau keratotomy radial (RK) yaitu membuat insisi kecil yang menyilang
aksis terbesar pada lengkung kornea untuk mendatarkan bentuknya. Tetapi tindakan
ini menimbulkan komplikasi myopia yang progresif.
Teknik pembedahan merupakan terapi yang banyak dipilih saat ini. Terdiri
dari pemotongan tipis dan membentuk flap pada kornea, mengangkat flap dan
membentuk ulang bagian bawah kornea dengan laser (Laser Assisted In-Situ
Keratomileus atau LASIK). Flap dipindahkan untuk melindungi dan mempercepat
penyembuhan mata. Pilihan kedua yaitu fotorefraktif keratotomi (PRK) dengan
prosedur flap yang sama. Pada PRK, lapisan luar kornea dipotong atau dibuang
dengan alkohol dalam persiapan untuk membentuk ulang mata dengan laser.
Teknik pembedahan astigmatisme sering dikombinasikan dengan koreksi
myopia atau hipermetropia. Koreksi astigmatisme dapat ditingkatkan dengan
mengembangkan teknologi pengukuran kurvatura ireguler dengan tepat.

6. Prognosis
Individu dengan astigmatisme, keadaannya tidak akan berubah setelah usia 25
tahun. Pada beberapa kasus yang berat, astigmatisme tidak dapat dikoreksi penuh.
Astigmatisme yang disebabkan oleh parut dan gangguan pada kornea tidak dapat
dikoreksi dengan kaca mata tapi dapat dengan lensa kontak keras atau pembedahan.
Keratotomi astigmatisme atau keratotomi insisi memberikan hasil yang bervariasi.
Teknik pembedahan seperti LASIK menurunkan tingkat kejadian
astigmatisme. Pasien yang diterapi dengan LASIK atau PRK memberikan hasil yang
baik dengan sangat sedikit efek samping. Beberapa hanya mengalami sensasi benda
asing atau kekeringan pada mata, sedangkan beberapa lainnya mengalami fotofobia,
melihat halo, starburst, dan berkurangnya penglihatan pada malam hari.
Komplikasi seperti parut pada kornea merupakan kejadian yang jarang tapi
dapat menyebabkan gangguan visus. Lebih dari satu aksis yang harus dikoreksi pada
mata yang sama, sulit bahkan tidak mungkin dilakukan koreksi penuh. Pemakaian
lensa kontak dapat meningkatkan aberasi kornea.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Optometric Association (AOA). 2006. OPTOMETRIC CLINICAL PRACTICE


GUIDELINE: CARE OF THE PATIENT WITH MYOPIA. AOA Consensus Panel on Care of the
Patient with Myopia, AOA Clinical Guidelines Coordinating Committee. Avaiable from:
http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf. [Accessed 23 Maret 2011].
2. Ilyas, S., Mailangkay, Hilman T, Raman R. S., Monang S dan Purbo S. W. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi kedua cetakan ke-1. Jakarta : CV. Sagung Seto. Hlm 47.
3. Theresia, E. 2011. Tingkat Pengetahuan Siswa- Siswi SMA Santo Thomas 1 Medan Pendertita
Miopi tentang Kesehatan Mata. (Tesis). Universitas Sumatera Utara, Medan. Hm 5-7.
4. Ilyas, S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga cetakan ke-6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm 72-83.
5. Irwana, O., Aulia R, Nova F dan Wan R. M. 2009. Miopia Tinggi. (Tesis). Universitas Riau, Riau.
Hlm 6-11.
6. http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-
conditions/presbyopia
7. http://www.snec.com.sg/about/international/menuutama/kondisimataandperawatan/Pages/common-
eye-problems.aspx
8. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/presbiopia-_-951000103861
9. http://www.scribd.com/doc/120545284/PRESBIOPI
10. http://www.scribd.com/doc/97053928/Referat-Mata
11. http://www.scribd.com/doc/101070520/Isi-Referat-Hipermetropi-Dan-Presbiopi
12. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2000. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.
Hal: 401-402.
13. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga. Hal: 35.
14. Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive Ophtamology, fourth
edition. New Age international, New Delhi
15. http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-
conditions/astigmatism
16. http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-
conditions/astigmatism/astigmatism-faqs

Anda mungkin juga menyukai