Anda di halaman 1dari 7

Idea Nursing Journal Vol. VII No.

2 2016
ISSN : 2087-2879

LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF TERHADAP RENTANG SENDI


PASIEN PASCA STROKE

Exercise Range of Motion (ROM) Passive to Increase Joint Range of


Post-Stroke Patients

Derison Marsinova Bakara1, Surani Warsito2


1
Prodi Keperawatan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Email: derisonmarsinovab@yahoo.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Pasien stroke yang mengalami hemiparese yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat
dapat menimbulkan komplikasi gangguan fungsional, gangguan mobilisasi, gangguan aktivitas sehari hari dan
cacat yang tidak dapat disembuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Range Of
Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan rentang sendi pasien pasca stroke di Kabupaten Rejang Lebong.
Metode: Desain penelitian ini menggunakan Pre Eksperimental dengan rancangan penelitian menggunakan The
One Group Pretest-Posttest Design. Pada penelitian ini dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap rentang sendi ekstremitas atas dan bawah sendi yang besar pada pasien pasca stroke di Kabupaten
Rejang Lebong. Jumlah responden pada penelitian ini 30 pasien stroke yang mengalami hemiparese lebih dari 6
bulan. Instrumen penelitian ini menggunakan goniometri untuk mengukur perbedaan rentang sendi sebelum dan
sesudah latihan Range Of Motion (ROM) pasif dan dilakukan dianalisis dengan uji non parametrik Wilcoxon.
Hasil: Ada perbedaan yang bermakna antara rerata rentang sendi ekstremitas atas dan bawah sendi yang besar
pada pasien pasca stroke di Rejang Lebong sebelum dan sesudah latihan Range Of Motion (ROM) pasif.
Kesimpulan: Latihan Range Of Motion (ROM) pasif mempengaruhi rentang sendi pada ektremitas atas dan
bawah pada pasien stroke. Latihan Range Of Motion (ROM) pasif dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan
rentang sendi pada ektremitas atas dan bawah pada pasien stroke.

Kata kunci: range of motion (ROM), rentang sendi, pasien stroke.

ABSTRACT
Background :Stroke patients who experience hemiparese who do not get proper treatment can cause
complications of functional impairment, impaired mobilization, disruption of daily activities and defects can not
be cured. This study aimed to determine the effects of exercise Range Of Motion (ROM) passive to increase joint
range of post-stroke patients in Rejang Lebong. Methods: This study uses Pre Experimental theresearch design
using The One group pretest-posttestdesign.In this study conducted exercises Range Of Motion (ROM) of the
passive joint range of upper and lower limb large joints in patients with post-stroke in Rejang Lebong. The
number of respondents in this study 30 patients who experienced a stroke hemiparese more than 6 months. The
research instrument used to measure the difference goniometry range of joints before and after exercise Range
Of Motion (ROM) passive and carried analyzed with nonparametric Wilcoxontest. Results: There were
significant differences between the mean range of upper and lower extremity joints large joints in patients with
post-stroke in Rejang Lebong before and after exercise Range Of Motion (ROM) passive. Conclusion: Exercise
Range Of Motion (ROM) passive range is affected joints on the upper and lower extremities in stroke patients.
Exercise Range Of Motion (ROM) passive can be an alternative to increase the range of joints on the upper and
lower extremities in stroke patients.

Keywords: range of motion (ROM), range joints, stroke patients.

PENDAHULUAN bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan


Stroke merupakan penyakit pada otak kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-
berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau lain (Riskesdas, 2013). Pasien stroke akan
global, munculnya mendadak, progresif, dan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat
cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke fungsional. Gangguan sensoris dan motorik
disebabkan oleh gangguan peredaran darah post stroke mengakibatkan gangguan
otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut keseimbangan termasuk kelemahan otot,
menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta
wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, gangguan kontrol motorik dan sensorik.

12
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol METODE


motorik pada pasien stroke mengakibatkan Metode pada penelitian ini
hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan menggunakan Pre Eksperimental dengan
keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan rancangan penelitian menggunakan The One
untuk mempertahankan posisi tertentu) (Irfan, Group Pretest-Posttest Design. Dalam
2010). penelitian ini dilakukan latihan Range Of
Pasien stroke yang mengalami Motion (ROM) pasif terhadap rentang sendi
kelemahan pada satu sisi anggota tubuh pada pasien pasca stroke Di Kabupaten
disebabkan oleh karena penurunan tonus otot, Rejang Lebong Tahun 2015. Populasi pada
sehingga tidak mampu menggerakkan penelitian adalah pasien pasca stroke yang
tubuhnya. Immobilisasi yang tidak berjumlah 107 pasien. Hasil penghitungan
mendapatkan penanganan yang tepat, akan sampel diperoleh sampel minimal pada
menimbulkan komplikasi berupa abnormalitas penelitian tersebut berjumlah 30 pasien.
tonus, orthostatic hypotension, deep vein Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
thrombosis dan kontraktur (Garrison, 2003). ini adalah probability sampling atau
Setelah serangan stroke, tonus otot yang randomized sampling. Instrumen yang
normal menghilang. Tanpa latihan yang baik, digunakan untuk pengumpulan data pada
pasien akan melakukan kompensasi gerakan penelitian adalah: menggunakan goniometri
dengan menggunakan bagian tubuhnya yang untuk mengukur rentang sendi pasien pasca
sehat sehingga seumur hidupnya pasien akan stroke. Proses pelaksanaan intervensi ROM
menggunakan bagian tubuh yang sehat dan pasif dilakukan 1kali sehari dengan 10 kali
membiarkan anggota tubuhnya yang sakit. tiap gerakan selama 5 detik. Pelaksanaan
Hemiparese pasca stroke diketahui penelitian dilakukan September sampai
merupakan salah satu penyebab pasien stroke dengan Oktober 2015. Instrumen yang
mengalami kecacatan. Derajat kecacatan yang digunakan dalam pengumpulan data pada
dialami oleh pasien stroke tergantung dari penelitian ini menggunakan goniometer,
beratnya hemiparese yang dialami pasien. 30- dengan yang bersertifikat ISOM
60% dari pasien yang mengalami hemiparese, (International Standards of Measurement)
akan mengalami kehilangan penuh pada dan sudah dilakukan kalibrasi dari pabriknya.
fungsi tangan dalam waktu 6 bulan pasca Prosedur pengumpulan data dengan
stroke (Stoykov & Corcos, 2009). pengukuran rentang gerak sendi pasien stroke
Hemiparese yang disebabkan oleh pada sendi ektremitas atas dan bawah
stroke akut menyebabkan kekakuan, kemudian akan dicatat di lembar observasi.
kelumpuhan, kekuatan otot melemah dan Analisis yang dilakukan adalah analisis
akibatnya mengurangi rentang gerak sendi univariat dan bivariat dengan menggunakan
dan fungsi ekstremitas atas, aktivitas hidup ujistatistik non parametrik yaitu Wilcoxon,
sehari-hari Activity Daily Living (ADL), karena data tidak berdistribusi data normal.
seperti makan, berpakaian, mencuci (Park, Proses pengumpulan data juga
2007). mempertimbangankan etika penelitian dengan
Hemiparese merupakan masalah umum melalui uji etika penelitian yang dikeluarkan
yang dialami oleh pasien stroke. Hemiparese komisi etik Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
pada ekstremitas atas dapat menyebabkan
pasien mengalami berbagai keterbatasan HASIL
sehingga pasien banyak mengalami Analisis Univariat
ketergantungan dalam beraktivitas. Tabel 1: Karakteristik Responden
Ketergantungan ini akan berlanjut sampai
pasien pulang dari rumah sakit, oleh karena Karakteristik Respoden N %
itu diperlukan manajemen yang baik agar
kondisi yang dialami oleh pasien dapat Umur (tahun):
- < 57 14 46,7
teratasi dan pasien dapat beraktivitas mandiri
- ≥ 57 ke atas 16 53,3
pasca stroke nanti. Salah satu intervensi yang Rerata (SD) 9,14
bisa dilakukan untuk mengatasi masalah
hemiparese pada ekstremitas atas pasien Jenis kelamin:
stroke adalah dengan melakukan latihan ROM - Laki-laki 9 30
- Perempuan 21 70
baik aktif maupun pasif.
13
Idea Nursing Journal Derison Marsinova,dkk

Pekerjaan: ditampilkan pada tabel 2 didapatkan nilai z


- Bekerja 21 70 adalah -2,236 dan nilai p < 0,05. Hasil
- Tidak bekerja 9 30 tersebut dapat diartikan rerata rentang sendi
Frekuensi serang stroke: fleksi-ekstensi siku sebelum dan sesudah
- 1 kali 20 66,7
stimulasi latihan ROM pasif ada perbedaan
- > 1 kali 10 33,3
Lama menderita stroke: yang bermakna. Gambar 1 menggambarkan
- ≤ 1 tahun 4 13,3 rerata rentang sendi fleksi-ekstensi siku
- ≥ 1 tahun 26 86,7 sebelum dan sesudah stimulasi latihan ROM
Bagian paralisis: pasif.
- Tubuh bagian kiri 19 36,7 Gambar 1. Perbedaan rerata rentang sendi
- Tubuh bagian kanan 11 63,3 fleksi-ekstensi siku sebelum dan sesudah
Pada tabel 1 menunjukkan stimulasi latihan Range Of Motion (ROM)
karakteristik responden, pada karakteristik pasif pada pasien pasca stroke.
umur menunjukan jumlah yang sama besar
antara umur kurang dari 57 tahun dan umur
lebih dari 57 tahun, pada karakteristik jenis
kelamin sebagian besar responden adalah
perempuan 21(70%), pada karakteristik
pekerjaan responden sebagian besar memiliki
riwayat bekerja 21(70%) sebelum menderita
stroke, pada karakteristik frekuensi serangan
sebagian besar responden mempunyai riwayat
serangan 1 kali 10(66,7%), pada karakteristik
lama menderita stroke sebagian besar
responden mengalami stroke lebih dari 1
tahun 25(886,7%), dan bagian yang menderita
paralisis sebagian besar responden mengalami Hasil uji statistik perbedaan rerata
paralisis (kelumpuhan) pada tubuh bagian kiri rentang sendi abduksi-adduksi bahu sebelum
19(63,3%). dan sesudah stimulasi latihan ROM pasif
yang ditampilkan pada tabel 3 didapatkan
Analisis Bivariat nilai z adalah -2,236 dan nilai p < 0,000. Hasil
Perbedaan rerata rentang sendi fleksi- tersebut dapat diartikan rerata rentang sendi
ekstensi siku sebelum dan sesudah Range abduksi-adduksi bahu sebelum dan sesudah
Of Motion (ROM) stimulasi latihan ROM pasif ada perbedaan
Uji statistik yang yang digunakan rerata yang bermakna. Gambar 2 menggambarkan
rentang sendi fleksi-ekstensi siku sebelum dan rerata rentang sendi abduksi-adduksi bahu
sesudah Range Of Motion (ROM)adalah non sebelum dan sesudah stimulasi latihan ROM
parametrik Wilcoxon, karena hasil uji pasif.
distribusi sebaran data didapatkan hasil
distribusi data tidak normal.
Hasil uji statistik perbedaan rerata
rentang sendi fleksi-ekstensi sikusebelum dan
sesudah stimulasi latihan ROM pasif yang
Tabel 2. Perbedaan rerata rentang sendi fleksi-ekstensi siku sebelum dan sesudah stimulasi
latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien pasca stroke di Kabupaten Rejang Lebong
Minimum-
Pengukuran Mean SD Z p
Maksimum
- Rentang Sendi Fleksi Ekstensi -2,236 0,025
Siku
- Sebelum Stimulasi Latihan ROM 142,33 21,922 60-150
Pasif
- Sesudah Stimulasi Latihan ROM
Pasif 143,82 22,271 60-160

14
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

Tabel 3 Perbedaan rerata rentang sendi abduksi-adduksi bahu sebelum dan sesudah stimulasi
latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien pasca stroke di Kabupaten Rejang Lebong
Pengukuran Mean SD Z p Minimum-Maksimum

- Rentang Sendi Abduksi -2,236 0,025


Adduksi Bahu
- Sebelum Stimulasi
Latihan ROM Pasif 118,67 34,813 90-180
- Sesudah Stimulasi
Latihan ROM Pasif
120,00 35,062 90-190

Gambar 2 Perbedaan rerata rentang sendi Gambar 3. Perbedaan rerata rentang sendi
abduksi-adduksi bahu sebelum dan fleksi-ekstensi lutut sebelum dan sesudah
sesudah stimulasi latihan Range Of Motion stimulasi latihan Range Of Motion (ROM)
(ROM) pasif pada pasien pasca stroke. pasif pada pasien pasca stroke.

Hasil uji statistik perbedaan rerata Hasil uji statistik perbedaan rerata
rentang sendi fleksi-ekstensi lutut sebelum rentang sendi abduksi-adduksi paha sebelum
dan sesudah stimulasi latihan ROM pasif dan sesudah stimulasi latihan ROM pasif
yang ditampilkan pada tabel 5 didapatkan yang ditampilkan pada tabel 6 didapatkan
nilai z adalah -2,236 dan nilai p< 0,05. Hasil nilai z adalah -4,993 dan nilai p< 0,05. Hasil
tersebut dapat diartikan rerata rentang sendi tersebut dapat diartikan rerata rentang sendi
fleksi-ekstensi lutut sebelum dan sesudah abduksi-adduksi paha sebelum dan sesudah
stimulasi latihan ROM pasif ada perbedaan stimulasi latihan ROM pasif ada perbedaan
yang bermakna. Gambar 3 menggambarkan yang bermakna. Gambar 4 menggambarkan
rerata rentang sendi fleksi-ekstensi lutut rerata rentang sendi abduksi-adduksi paha
sebelum dan sesudah stimulasi latihan ROM sebelum dan sesudah stimulasi latihan ROM
pasif pasif

Tabel 4 Perbedaan rerata rentang sendi fleksi-ekstensi lutut sebelum dan sesudah stimulasi
latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien pasca stroke di Kabupaten Rejang Lebong
Pengukuran Mean SD Z p Minimum-Maksimum
- Rentang Sendi Fleksi- -2,236 0,025
Ekstensi Lutut
- Sebelum Stimulasi 119 5,477 90-120
Latihan ROM Pasif
- Sesudah Stimulasi
Latihan ROM Pasif 121,17 7,391
90-135

15
Idea Nursing Journal Derison Marsinova,dkk

Tabel 5 Perbedaan rerata rentang sendi abduksi-adduksi paha sebelum dan sesudah stimulasi
latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada pasien pasca stroke di Kabupaten Rejang Lebong

Pengukuran Mean SD Z p Minimum-Maksimum

- Rentang Sendi -4,993 0,000


Abduksi-Adduksi
paha
- Sebelum 82,17 19,01 20-90
Stimulasi Latihan
ROM Pasif
- Sesudah 83 19,45 20-95
Stimulasi Latihan
ROM Pasif

Gambar 4 Perbedaan rerata rentang sendi yang dapat diberikan pada pasien stroke yaitu
abduksi-adduksi paha sebelum dan sesudah mobilisasi persendian dengan latihan range of
stimulasi latihan Range Of Motion (ROM) motion (Levine,2008).Tidak digunakannya
pasif pada pasien pasca stroke. otot menyebabkan atrofi dan hilangnya
kekuatan otot pada tingkat sekitar 12%
seminggu (Jiricka, 2008).
Stroke merupakan penyakit motor
neuron atas yang dapat mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Salah satu masalah yang sering
dihadapi pasien stroke berkaitan dengan
gerakan motorik adalah hemiparese.
Hemiparese atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda lain yang sering
ditemukan pada pasien stroke selain
hemiplegi (Smletzer & Bare, 2008). Menurut
Jenkins (2005) penurunan ROM disebabkan
PEMBAHASAN
oleh tidak adanya aktivitas dan untuk
Hasil penelitian tersebut menunjukan
mempertahankan kenormalan ROM, sendi
ada perbedaan sebelum dan sesudah
dan otot harus digerakkan dengan maksimum
dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif
dan dilakukan secara teratur.
pada pasien stroke yang mengalami paralisis
yang lama 6 bulan post stroke. Penelitian ini Pasien stroke yang mengalami
kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
sejalan dengan penelitian oleh Reese (2009),
disebabkan oleh karena penurunan tonus otot,
yang mengemukakan bahwa ada peningkatan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional sehingga tidak mampu menggerakkan
tubuhnya (imobilisasi). Immobilisasi yang
secara signifikan setelah diberikan latihan
ROM pada pasien stroke. tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
akan menimbulkan komplikasi berupa
Pasien stroke perlu penanganan yang
abnormalitas tonus, orthostatic hypotension,
baik untuk mencegah kecacatan fisik dan
mental. Sebesar 30% - 40% pasien stroke deep vein thrombosis dan kontraktur
(Garrison, 2003). Lewis (2007)
dapat sembuh sempurna bila ditangani dalam
waktu 6 jam pertama, namun apabila dalam mengemukakan bahwa atropi otot karena
kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya dalam
waktu tersebut pasien stroke tidak
waktu kurang dari satu bulan setelah
mendapatkan penanganan yang maksimal
terjadinya serangan stroke. Kontraktur
maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan
merupakan salah satu penyebab terjadinya
fisik seperti hemiparese. Pasien stroke post
serangan membutuhkan waktu yang lama penurunan kemampuan pasien penderita
stroke dalam melakukan rentang gerak sendi.
untuk memulihkan dan memperoleh fungsi
Kontraktur diartikan sebagai hilangnya atau
penyesuaian diri secara maksimal.Terapi
menurunnya rentang gerak sendi, baik
dibutuhkan segera untuk mengurangi cedera
dilakukan secara pasif maupun aktif karena
cerebral lanjut, salah satu program rehabilitasi
16
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016

keterbatasan sendi, fibrosis jaringan Hasil analisis menunjukan ROM pasif


penyokong, otot dan kulit (Garrison, 2003). yang dilakukan pada pasien stroke dapat
Paralisis (kelumpuhan) merupakan meningkatkan rentang sendi, dimana reaksi
salah satu gejala klinis yang ditimbulkan oleh kontraksi dan relaksasi selama gerakkan
penyakit stroke (Junaidi, 2006). Paralisis ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke
disebabkan karena hilangnya suplai saraf ke terjadi penguluran serabut otot dan
otot sehingga otak tidak mampu untuk peningkatan aliran darah pada daerah sendi
menggerakkan ekstremitas, hilangnya suplai yang mengalami paralisis sehingga terjadi
saraf ke otot akan menyebabkan otot tidak peningkatan penambahan rentang sendi
lagi menerima sinyal kontraksi yang abduksi-adduksi pada ekstremitas atas dan
dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran bawah hanya pada sendi-sendi besar.
otot yang normal sehingga terjadi atropi. Serat Sehingga ROM pasif dapat dilakukan sebagai
otot akan dirusak dan digantikan oleh jaringan alternatif dalam meningkatkan rentang sendi
fibrosa dan jaringan lemak. Jaringan fibrosa pada pasien stroke yang mengalami paralisis.
yang menggantikan serat otot selama atrofi Pada penelitian ini hanya dilakukan
akibat denervasi memiliki kecenderungan rentang sendi pada motorik ekstremitas atas
untuk terus memendek selama berbulan dan bawah hanya pada sendi-sendi besar
bulan, yang disebut kontraktur. Atropi otot dengan pertimbangan pasien yang stroke yang
menyebabkan penurunan aktivitas pada sendi mengalami paralisis lebih dari 6 bulan telah
sehingga sendi akan mengalami kehilangan mengalami kekakuan pada sendi-sendi yang
cairan sinovial dan menyebabkan kekakuan kecil, bagi peneliti berikutnya diharapkan
sendi. Kekakuan sendi dan kecenderungan melakukan penelitian pada sendi-sendi yang
otot untuk memendek menyebabkan kecil.
penurunan rentang gerak pada sendi (Guyton,
2007). KEPUSTAKAAN
Gangguan sirkulasi darah pada arteri Batticaca, F. B (2008). Asuhan Keperawatan
serebri media akan menyebabkan timbulnya pada Pasien dengan Gangguan Sistem
gejala, seperti hemiparesis, hemianopsia dan Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
afasia global (Price, 2006). Gangguan
peredaran darah ke otak menimbulkan Garrison, S. J (2003). Handbook of Physical
gangguan pada metabolisme sel neuron dan Medicine and Rehabilitation. Edisi II.
sel otak karena akan menghambat Philadelphia: Lippincott Williams &
mitokondria dalam menghasilkan ATP Wilkins.
(Adenosine Triphosphate), sehingga terjadi
gangguan fungsi seluler dan aktivasi berbagai Guyton, C. A., & Hall, J. E (2007). Buku
proses toksik. Hasil akhir kerusakan serebral Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
akibat iskemia dalah kematian sel neuron EGC.
maupun berbagai sel lain dalam otak seperti
sel glia, mikroglia, endotel, eritrosit dan Irfan Muhammad. 2010. Fisioterapi Bagi
leukosit (Batticaca, 2008). Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Peningkatan rentang gerak sendi dapat
mengaktifkan gerak volunter yaitu gerak Jenkins, L (2005). Maximizing Range of
volunter terjadi adanya transferimpuls elektrik Motion In Older Adult. The journal on
dan girus presentralis kekorda spinalis active aging.
melalui nurotransmiter yang mencapai otot
dan menstimulasi otot sehingga menyebabkan Jiricka, M, K (2008). Activity tolerance and
pergerakan (Perry& Potter, 2005). Untuk fatigue pathophysiology: concepts of
menimbulkan gerakan disadari kearah normal, altered health states. In: Porth, CM
tahapan pertama kali yang dilakukan adalah (ed) Essentials of Pathophysiology:
memperbaiki tonus otot maupun refleks Concepts of Altered Health
tendon kearah normal yaitu dengan cara States. Philadelphia, PA: Lippincott
memberikan stimulus terhadap otot maupun Williams & Wilkins.
proprioceptor dipersendian yaitu melalui
approksimasi. Junaidi, I (2006). Stroke A-Z. Jakarta: PT.
Buana Ilmu Popular.
17
Idea Nursing Journal Derison Marsinova,dkk

Riskesdas (2013). Riset Kesehatan Dasar.


Park K, A (2007). The effect of functional Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
improvement of upper limb on the per-
formance of activities of daily livings in Smeltzer, S. C, Bare, B. G, Hinkle, J. L, &
stroke patients. Unpublished master’s Cheever, K. H (2008). Brunner &
thesis, Chonnam National University, Suddarth’s Textbook of medical-
Kwangju. surgical nursing. 11th Edition.
Philadelphia: Lippincott William &
Price, S. A, Wilson, L. M (2006). Wilkins.
Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: EGC. Stoykov M. E, and Corcos, D. M (2009). A
review of bilateral training for upper
Potter & Perry (2005). Buku Ajar extremity hemiparesis. Occupational
Fundamental Keperawatan: Konsep, Therapy International, 16 (3-4), 190-
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. 203.

Reese, N. B (2009). Joint Range of


Motionand Muscle Length Testing.
Edisi II.St. Louis: Elsevier Health
Sciences.

18

Anda mungkin juga menyukai