Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN KETEPATAN PENILAIAN TRIASE DENGAN TINGKAT

KEBERHASILAN PENANGANAN PASIEN CEDERA KEPALA


DI IGD RSU HKBP BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Mila Gustia1, Melva Manurung2


1,2Nursing Academic Yayasan Tenaga Pembangunan Arjuna Laguboti
Email: akperarjuna@yahoo.com; melva_manroe84@yahoo.com2

ABSTRACT

One indicator success of emergency medical response is the speed of providing


sufficient help to emergency patients either on a regular daily basis or during a disaster
and the successful handling of head injuries to save lives or prevent disability since the
incident, on the way to hospital help. Triage is a special process of sorting out patients
based on the severity of injury or illness to determine the type of emergency care. Triage
is based on ABCDE, the severity of the injury, the number of patients coming, the
available health facilities and the likelihood of life of the patient. Triage nurses use ABC
nursing such as airway, breathing and circulation, as well as skin color, humidity,
temperature, pulse, respiration, level of awareness and visual inspection for deep
wounds, gross deformities and bruises to prioritize care provided to patients in the
emergency room. Principles of initial handling include primary and secondary surveys.
In primary management prioritized on ABCDE (Airway, with cervical spine control,
Breathing and circulation with bleeding control, disability and exposure) followed by
resuscitation. Triage is a way of selecting patients based on therapeutic needs and
available resources. Triage assessment is the process of assessing a patient based on the
severity of a head injury or determining the type of emergency treatment. Method: Design
of the research used correlation research method with samples 17 people. Sampling of
this research using probability sampling with Proportionate stratified random sampling,
research conducted in January 2017. Result:The result of the research found triage of
nurse to head injured patient seen that majority of nurses succeeded in doing triage
assessment as much as 14 people (82.36%). The correlation of the accuracy of the
evaluation of the nurses Triage with the success rate of the patient's handling of Head
Injury at IGD HKBP Balige Hospital with the result of Pearson Product Moment test with
r = 0.327 which means there is a significant correlation between the accuracy of the
nurse Triage assessment with the success rate of the patient's head injury at IGD of HKBP
Balige. Therefore it is expected to the Hospital in order to maintain the results of fast
response time and precisely, and further improve its services, especially in the emergency
department.

Key words: Triage assessment, handling, patient, head injuries

PENDAHULUAN perhatian penting kepada setiap orang.


Pelayanan kesehatan Pemerintah dan segenap masyarakat
kegawatdaruratan merupakan hak asasi bertanggungjawab dalam pemeliharaan
dan kewajiban yang harus diberikan dan peningkatan kualitas pelayanan

98 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


kesehatan kegawatdaruratan sebagai penanggulangan medik penderita gawat
bagian utama dari pembangunan darurat adalah kecepatan memberikan
kesehatan sehingga pelaksanaannya pertolongan yang memadai kepada
tidak sporadik dan memiliki sistem penderita gawat darurat baik pada
pelayanan yang terstruktur (Departemen keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu
Kesehatan Republik Indonesia, 2004). bencana. Keberhasilan waktu tanggap
Rumah sakit merupakan institusi atau response time sangat tergantung
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pada kecepatan yang tersedia serta
pelayanan kesehatan perorangan secara kualitas pemberian pertolongan untuk
paripurna yang menyediakan pelayanan menyelamatkan nyawa atau mencegah
rawat inap, rawat jalan, dan gawat cacat sejak di tempat kejadian, dalam
darurat. Bedasarkan fasilitas dan perjalanan hingga pertolongan rumah
kemampuan pelayanan, rumah sakit sakit (Haryatun dan Sudaryanto, 2008).
umum diklasifikasikan menjadi: Rumah Pelayanan gawat darurat
Sakit Umum Kelas A, Rumah Sakit dikatakan terlambat apabila pelayanan
Umum Kelas B, Rumah Sakit Umum terhadap pasien gawat dan atau darurat
Kelas C, Rumah Sakit Umum Kelas D. dilayani oleh petugas IGD Rumah Sakit >
Klasifikasi Rumah Sakit Umum 15 menit (Angka KPPGD Rumah Sakit,
ditetapkan berdasarkan: Pelayanan, 2012). Pada kasus kegawatdaruratan
Sumber Daya Manusia, Peralatan, seperti jika kita bertugas di ruangan
Sarana dan Prasarana ; dan Administrasi gawat darurat kita harus dapat mengatur
dan Manajemen (Menteri Kesehatan RI, alur pasien yang baik terutama pada
2010). Salah satu bagian di Rumah Sakit jumlah ruang yang terbatas,
yang memberikan pelayanan adalah memprioritaskan pasien terutama untuk
Instalasi Gawat Darurat, yang menekan jumlah morbiditas dan
merupakan gerbang utama jalan mortalitas, serta pelabelan dan
masuknya penderita gawat darurat. IGD pengkategorian (Musliha, 2010).
adalah suatu instalasi bagian rumah sakit Moewardi (2003) mengatakan
yang melakukan tindakan berdasarkan salah satu indikator keberhasilan
triase terhadap pasien (Musliha, 2010). penanggulangan medik penderita gawat
Menurut Moewardi (2003), salah darurat adalah kecepatan memberikan
satu indikator keberhasilan pertolongan yang memadai kepada

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 99


penderita gawat darurat baik pada kebutuhan terapi dan sumber daya yang
keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu tersedia. Penilaian triase adalah proses
bencana dan keberhasilan penanganan menilai pasien berdasar beratnya cedera
cedera kepala untuk menyelamatkan kepala atau menentukan jenis perawatan
nyawa atau mencegah cacat sejak di kegawatdaruratan (Musliha, 2010).
tempat kejadian, dalam perjalanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah
hingga pertolongan rumah sakit suatu tempat/unit di rumah sakit yang
(Haryatun & Sudaryanto, 2008). memiliki tim kerja dengan kemampuan
Pelayanan gawat darurat khusus dan peralatan yang memberikan
dikatakan terlambat apabila pelayanan pelayanan pasien gawat darurat dan
terhadap pasien gawat dan atau darurat merupakan bagian dari rangkaian upaya
dilayani oleh petugas IGD Rumah Sakit > penanggulangan pasien gawat darurat
15 menit (Angka KPPGD Rumah Sakit, yang terorganisir (Kementrian
2012). Pada kasus kegawatdaruratan Kesehatan RI, 2004). Hasil penelitian
seperti jika kita bertugas di ruangan yang dilakukan oleh Yanty, Darwin dan
gawat darurat kita harus dapat mengatur Misrawati, 2011 didapatkan petugas
alur pasien yang baik terutama pada kesehatan IGD mayoritas memiliki
jumlah ruang yang terbatas, pengetahuan yang tinggi terhadap
memprioritaskan pasien terutama untuk tindakan triase berdasarkan prioritas
menekan jumlah morbiditas dan sebanyak 17 orang responden (53,1%).
mortalitas, serta pelabelan dan Mayoritas petugas kesehatan IGD
pengkategorian (Musliha, 2010). memiliki sikap yang positif terhadap
Prinsip penanganan awal meliputi tindakan triase berdasarkan prioritas
survey primer dan sekunder. Dalam sebanyak 19 orang responden (59,4%)
penatalaksaan primer yang dan sebagian besar petugas kesehatan
diprioritaskan pada ABCDE (Airway, IGD melaksanakan tindakan triase
dengan cervical spine control, Breathing berdasarkan prioritas sesuai prosedur
dan circulation dengan control sebanyak 18 orang responden (56,3%).
perdarahan, disability dan exposure) Triase adalah cara pemilahan
yang kemudian dilanjutkan dengan penderita berdasarkan kebutuhan terapi
resusitasi. Triase merupakan cara dan sumber daya yang tersedia. Terapi
pemilihan penderita berdasarkan didasarkan pada keadaan ABC (Airway,

100 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


dengan cervical spine control, Breathing Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per
dan Circulation dengan control 100.000 pasien per tahun (Irawan, 2010).
pendarahan). Triase berlaku untuk Prevalensi cedera kepala nasional adalah
pemilahan penderita baik di lapangan 8.2 persen, pravalensi tertinggi
maupun di rumah sakit (Musliha, 2010). ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%)
Pandangan pasien ini sangat penting dan terendah di Jambi (4,5%) dari survey
karena pasien yang merasa puas akan yang dilakukan pada 15 provinsi.
mematuhi pengobatan dan mau datang Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa
berobat kembali (Pohan, 2003). Tengah menunjukkan kasus cedera
Cedera kepala merupakan sebesar 7,7% yang disebabkan oleh
permasalahan kesehatan global sebagai kecelakaan sepeda motor 40,1%. Cedera
penyebab kematian, disabilitas, dan mayoritas dialami oleh kelompok umur
defisit mental. Cedera kepala menjadi dewasa yaitu sebesar 11,3% (Depkes RI,
penyebab kematian utama disabilitas 2013). Di negara berkembang seperti
pada usia muda, penderita cedera kepala Indonesia, perkembangan industri dan
sering kali mengalami edema serebri perekonomian memberikan dampak
yaitu akumulasi kelebihan cairan di terhadap cedera kepala yang semakin
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak meningkat dan merupakan salah satu
atau perdarahan intracarnial yang kasus yang sering dijumpai di ruang
mengakibatkan meningkatnya tekanan Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit
intra kranial (Kumar, 2013). (Miranda, 2014). Respon Time
Menurut WHO setiap tahun di merupakan Penanganan gawat darurat
Amerika Serikat hampir 150.000 kasus ada filosofinya yaitu Time Saving it’s
cedera kepala. Dari jumlah tersebut Live Saving, artinya seluruh tindakan
100.000 diantaranya mengalami yang dilakukan pada saat kondisi gawat
kecacatan dan 50.000 orang meninggal darurat haruslah benar-benar efektif dan
dunia. Saat ini di Amerika terdapat efisien. Hal ini mengingatkan pada
sekitar 5.300.000 orang dengan kondisi tersebut pasien dapat kehilangan
kecacatan akibat cedera kepala. Data nyawa hanya dalam hitungan menit saja.
insiden cedera kepala di Eropa pada Respon time merupakan kecepatan
tahun 2010 adalah 500 per 100.000 dalam penanganan pasien, dihitung sejak
populasi. Insiden cedera kepala di pasien datang sampai dilakukan

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 101


penanganan (Suhartati dkk, 2011). penanganan yang cepat (Sekar, 2015).
Waktu tanggap pelayanan merupakan Gawat suatu kondisi dimana korban
gabungan dari waktu tanggap saat pasien harus segera ditolong, apabila tidak
tiba di depan pintu rumah sakit sampai segera ditolong maka akan mengalami
mendapat tanggapan atau respon dari kecacatan atau kematian (Iskandar,
petugas instalasi gawat darurat dengan 2006). Darurat suatu kondisi dimana
waktu pelayanan yaitu waktu yang korban harus segera ditolong tetapi
diperlukan pasien sampai selesai. Waktu penundaan pertolongan tidak akan
tanggap pelayanan dapat dihitung menyebabkan kecacatan atau kematian
dengan hitungan menit dan sangat (Iskandar, 2006). Dari keadaan tersebut,
dipengaruhi oleh berbagai hal baik keputusan Kementerian Kesehatan tahun
mengenai jumlah tenaga maupun 2009 tentang Standar IGD bahwa
komponen-komponen lain yang indikator waktu tanggap di IGD ≤ 5
mendukung seperti pelayanan menit. Hal tersebut ditetapkan karena
laboratorium, radiologi, farmasi dan waktu tanggap perawat sangat
administrasi. Waktu tanggap dikatakan berpengaruh terhadap penyelamataan
tepat waktu atau tidak terlambat apabila pasien. Hasil penelitian Maatilu (2014)
waktu yang diperlukan tidak melebihi di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof.
waktu rata-rata standar yang ada (Sekar, Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan
2015). Ketepatan menurut Hughes hasil, waktu tanggap perawat di IGD
(2008), Ketepatan adalah kemampuan RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Makasar
untuk memberikan suatu tindakan sesuai terhadap penanganan kasus gawat
dengan prioritas masalah. Menurut darurat dalam katergori lambat yaitu
Kotler dalam Laksana (2008), ketepatan lebih dari 5 menit. Wilde (2009) telah
adalah suatu bentuk pelayanan yang membuktikan dalam penelitiannya
diberikan sesuai dengan sistem, prosedur, bahwa pentingnya waktu tanggap
maupun strategi operasional.IGD atau bahkan pada pasien selain penderita
Instalasi Gawat Darurat, adalah layanan jantung. Mekanisme tanggap, disamping
yang disediakan untuk memenuhi menetukan keluasan rusaknya organ-
kebutuhan pasien yang dalam kondisi organ dalam, juga dapat mengurangi
gawat darurat dan harus segera dibawa beban pembiayaan. Kecepatan dan
ke rumah sakit untuk mendapatkan ketepatan pertolongan yang diberikan

102 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


pada pasien yang datang ke IGD darurat haruslah benar-benar efektif dan
memerlukan standar sesuai dengan efisien. Hal ini mengingatkan pada
kompetensi dan kemampuannya kondisi tersebut pasien dapat kehilangan
sehingga dapat menjamin suatu nyawa hanya dalam hitungan menit saja.
penanganan gawat darurat dengan waktu Berhenti nafas selama 2-3 menit pada
tanggap yang cepat dan penanganan manusia dapat menyebabkan kematian
yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan yang fatal (Sutawijaya, 2009).
meningkatkan sarana, prasarana, sumber Perawat merupakan seorang
daya manusia dan manajemen IGD yang telah dipersiapkan merawat dan
rumah sakit sesuai standart (Kepmenkes, menyembuhkan orang yang sakit
2009). Menurut Haryatun (2013) yaitu meliputi usaha rehabilitasi, pencegahan
salah satu indikator keberhasilan penyakit, yang dilaksanakan sendiri
penanggulangan medik penderita gawat dibawah pengawasan dokter atau kepala
darurat adalah kecepatan memberikan ruangan (Departemen Kesehatan
pertolongan yang memadai kepada Republik Indonesia, 2007). Di ruangan
penderita gawat darurat baik pada IDG perawat adalah sumber daya
keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu manusia di rumah sakit yang harus
bencana. mampu memberikan pelayanan atau
Haryatun (2008) dalam hasil tindakan keperawatan secara profesional
penelitiannya tentang faktor-faktor yang sehingga tingkat kepercayaan pasien dan
berhubungan dengan ketepatan waktu keluarga terus meningkat terhadap
perawat pada penanganan pasien gawat perawat (Musliha, 2010).
darurat di IGD BLU RSUD Dr. Studi pendahuluan di RSU HKBP
Moerwadi didapatkan bahwa sebagian Balige Toba Samosir yang merupakan
besar perawat yang ada di IGD memiliki rumah sakit umum Tipe B dimana rumah
ketepatan waktu lebih dari 5 menit yaitu sakit ini merupakan rumah sakit umum
sebanyak 17 (56,7%) responden. rujukan di Kabupaten Toba Samosir.
Sutawijaya (2009) mengatakan Data kunjungan pasien ke IGD selama
penanganan gawat darurat ada bulan Oktober 2017-Januari 2018
filosofinya yaitu Time Saving it’s Live berjumlah 451 pasien dan pasien dengan
Saving. Artinya seluruh tindakan yang cedera kepala adalah 60 orang. Dengan
dilakukan pada saat kondisi gawat tenaga perawat yang dinas di IGD RSU

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 103


HKBP Balige berjumlah 22 orang. Dari kunjungan UGD yang melampaui
observasi yang dilakukan pada 3 orang kemampuan sumber daya yang ada
perawat di IGD RSU HKBP Balige rata- untuk melakukan penanganan segera
rata response time perawat selama 10-15 (Oman, 2008). Triase dilakukan
menit dan ketepatan penilaian triase 34%. berdasarkan pada ABCDE, beratnya
Observasi dan wawancara yang cedera, jumlah pasien yang datang,
dilakukan pada 2 pasien cedera kepala sarana kesehatan yang tersedia serta
yang masuk ke IGD RSU HKBP Balige kemungkinan hidup pasien
dengan kategori triase (urgent), setelah (Pusponegoro, 2010). Perawat triase
mendapatkan respon dan tindakan menggunakan ABC keperawatan seperti
pertama dari perawat, 3 keluarga pasien jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi,
mengatakan masih khawatir dengan serta warna kulit, kelembaban, suhu,
tindakan perawat karena lamanya nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan
tindakan yang harus mereka jalani, inspeksi visual untuk luka dalam,
mereka juga mengatakan perawat deformitas kotor dan memar untuk
memberikan tindakan atau respon dari memprioritaskan perawatan yang
perawat yang ada di IGD kurang cepat. diberikan kepada pasien di ruang gawat
Berdasarkan data tersebut, maka saya darurat. Perawat memberikan prioritas
tertarik untuk meneliti hubungan pertama untuk pasien gangguan jalan
ketepatan penilaian Triase dengan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.
tingkat keberhasilan penanganan pasien Pasien yang memiliki masalah yang
Cedera Kepala di IGD RSU HKBP sangat mengancam kehidupan diberikan
Balige Tahun 2018. pengobatan langsung bahkan jika
Triage berasal dari bahasa Prancis mereka diharapkan untuk mati atau
trier bahasa Inggris triage dan diturunkan membutuhkan banyak sumber daya
dalam bahasa Indonesia triase yang medis (Bagus, 2007).
berarti sortir, yaitu proses khusus Menurut Brooker (2008), dalam
memilah pasien berdasar beratnya prinsip triase diberlakukan sistem
cedera atau penyakit untuk menentukan prioritas, prioritas adalah
jenis perawatan gawat darurat. Sistem penentuan/penyeleksian mana yang
triase mulai dikembangkan mulai pada harus didahulukan mengenai
akhir tahun 1950-an seiring jumlah penanganan yang mengacu pada tingkat

104 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


ancaman jiwa yang timbul dengan besar, combutio (luka bakar) tingkat II
seleksi pasien berdasarkan : 1) Ancaman dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen,
jiwa yang dapat mematikan dalam laserasi luas, trauma bola mata.
hitungan menit. 2) Dapat mati dalam Prioritas III (rendah) warna hijau.
hitungan jam. 3) Trauma ringan. 4) Perlu penanganan seperti pelayanan
Sudah meninggal. Triase adalah proses biasa, tidak perlu segera. Penanganan
khusus memilah pasien berdasar dan pemindahan bersifat terakhir.
beratnya cedera atau penyakit untuk Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
menentukan prioritas perawatan gawat Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan
darurat medik. Artinya memilih berdasar untuk hidup sangat kecil, luka sangat
prioritas atau penyebab ancaman hidup. parah. Hanya perlu terapi suportif.
Tindakan ini berdasarkan prioritas Contoh henti jantung kritis, trauma
ABCDE. kepala berat (Carpenito, 2008).
Prioritas I (prioritas tertinggi) Menurut Oman (2008) penilaian
warna merah Mengancam untuk berat triase terdiri dari a. Primary survey
dan biru untuk sangat berat jiwa atau priorotas (ABC) untuk menghasilkan
fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan prioritas I dan seterusnya. b. Secondary
bedah segera, mempunyai kesempatan survey pemeriksaan menyeluruh (Head
hidup yang besar. Penanganan dan to Toe) untuk menghasilkan prioritas I,
pemindahan bersifat segera yaitu II, III,0 dan selanjutnya. c. Monitoring
gangguan pada jalan nafas, pernafasan korban akan kemungkinan terjadinya
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan perubahan perubahan pada (A,B,C)
nafas, tension pneumothorak, syok derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
hemoragik, luka terpotong pada tangan Perubahan prioritas karena perubahan
dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat kondisi korban. Penanganan pasien
II dan III > 25%. UGD perawat dalam pelaksanaan triage
Prioritas II (medium) warna harus sesuai dengan protap pelayanan
kuning. Potensial mengancam nyawa triase agar dalam penanganan pasien
atau fungsi vital bila tidak segera tidak terlalu lama.
ditangani dalam jangka waktu singkat. Protap dalam triase a. Pasien
Penanganan dan pemindahan bersifat datang diterima petugas/paramedis UGD.
jangan terlambat. Contoh: patah tulang b. Diruang triase dilakukan anamnese

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 105


dan pemeriksaan singkat dan cepat Merah/Immediate/Prioritas 1
(selintas) untuk menentukan derajat Evakuasi: Korban dengan luka yang
kegawatannya Oleh perawat. c. Bila mengancam nyawa dimana dapat
jumlah penderita/korban yang ada lebih tertolong jika segera dievakuasi untuk
dari 50 orang, maka triase dapat mendapatkan perawatan lanjut. Korban
dilakukan di luar ruang triage (di depan membutuhkan perwatan lanjut atau
gedung IGD). d. Penderita dibedakan tindakan operasi sesegera mungkin
menurut kegawatnnya dengan memberi dibawah 1 jam dari waktu kejadian.
kode warna. Salah satu metode yang Korban berada dalam kondisi kritis dan
paling sederhana dan umum digunakan akan meninggal jika tidak segera
adalah metode Simple Triage and Rapid ditolong. Kuning/Delayed/Prioritas 2
Treatment (START). Pelaksanaan triage evakuasi: korban yang dapat ditunda
dilakukan dengan memberikan tanda evakuasi medis setelah korban prioritas
sesuai dengan warna prioritas. Tanda 1 selesai dievakuasi. Korban dalam
triage dapat bervariasi mulai dari suatu kondisi stabil, tapi tetap memerlukan
kartu khusus sampai hanya suatu ikatan perawatan lebih lanjut.
dengan bahan yang warnanya sesuai Hijau/Minor/Prioritas 3 evakuasi:
dengan prioritasnya. Jangan mengganti korban ini akan dievakuasi setelah
tanda triage yang sudah ditentukan. Bila prioritas 1 dan 2 selesai dievakuasi.
keadaan penderita berubah sebelum Pasien dengan luka yang merlukan
memperoleh perawatan maka label lama pertolongan dokter tapi bisa ditunda
jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu beberapa jam atau hari. Akan dimonitor
dan pasang yang baru (Hogan dan terus sambil menunggu giliran evakuasi.
Burstein, 2007). Di dalam START Korban biasanya masih dapat berjalan
model korban dibagi dalam 4 kelompok (Walking wounded). Pasien dievakuasi
warna: Hitam/Deceased: Korban setelah prioritas 2 selesai di evakuasi.
meninggal atau tidak bernafas meskipun Proses triase mengikuti langkah-
jalan nafas sudah dibebaskan, korban langkah proses keperawatan yaitu: a.
meninggal dibiarkan di tempat kejadian Pengkajian, ketika komunikasi
dan diangkat belakangan setelah dilakukan perawat melihat keadaan
semuanya tertolong. pasien secara umum. Perawat
mendengarkan apa yang dikatakan

106 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


pasien, dan mewaspadai isyarat oral. Intervensi, dalam analisis akhir bisa
Riwayat penyakit yang diberikan oleh memungkinkan bahwa perawat tidak
pasien sebagai informasi subjektif. dapat melakukan apa-apa untuk pasien.
Tujuan informasi dapat dikumpulkan Oleh karena itu harus ada pendukung
dengan mendengarkan nafas pasien, lain yang tersedia, misalnya dokter untuk
kejelasan berbicara, dan kesesuaian menentukan tindakan yang diinginkan. e.
wacana. Informasi tambahan lain dapat Evaluasi, dalam konteks organisasi
diperoleh dengan pengamatan langsung keperawatan, evaluasi adalah ukuran
oleh pasien. Lakukan pengukuran dari apakah tindakan yang diambil
objektif seperti suhu, tekanan darah, tersebut efektif atau tidak. Jika pasien
berat badan, gula darah, dan sirkulasi tidak membaik, perawat memiliki
darah. b. Diagnosa, dinyatakan apakah tanggung jawab untuk menilai kembali
masalah termasuk ke dalam kondisi pasien, mengkonfirmasikan diagnosa
Emergency (mengancam kehidupan, urgen, merevisi rencana perawatan jika
anggota badan, atau kecacatan). Urgen diperlukan, merencanakan, dan
(mengancam kehidupan, anggota badan, kemudian mengevaluasi kembali
atau kecacatan) atau nonurgen. Diagnosa (Rutenberg, 2009).
juga meliputi penentuan kebutuhan
METODE
pasien untuk perawatan seperti Jenis penelitian ini adalah
dukungan, bimbingan, jaminan, correlation study, dengan jumlah sampel
pendidikan, pelatihan, dan perawatan
sebanyak 17 orang dan menggunakan
lainnya yang memfasilitasi kemampuan teknik probability sampling dengan
pasien untuk mencari perawatan. c. Proportionate stratified random
Perencanaan, rencana harus bersifat sampling. Pengambilan data dilakukan
kolaboratif. Perawat harus dengan pada bulan Februari 2018 di RSU HKBP
seksama menyelidiki keadaan yang Balige. Kuesioner dibuat sendiri oleh
berlaku dengan pasien, mengidentifikasi peneliti yang telah diuji validitas dan
faktor-faktor kunci yang penting, dan reliabilitasnya. Analisa data dilakukan
mengembangkan rencana perawatan dengan menggunakan uji korelasi
yang diterima pasien. Hal ini sering Pearson pada tingkat kepercayaan 95%.
membutuhkan proses negosiasi, Hak-hak responden dilindungi dari
didukung dengan pendidikan pasien. d.
berbagai aspek dalam penelitian ini.

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 107


HASIL PENELITIAN Penilaian Triase Pasien Cedera
Kepala
Tabel berikut menjelaskan karakteristik
Keberhasilan penilaian triase
responden penelitian.
perawat terhadap pasien cedera kepala
Tabel 1 Karakteristik Responden
terlihat bahawa mayoritas perawat
Usia Frekuensi Persentase
(Orang) (%) berhasil melakukan pernilaian triase
12-16 tahun 1 5.9 sebanyak 14 orang (82.36%).
17-25 tahun 9 52.9
Tabel 3 Keberhasilan Penilaian Triase
26-35 tahun 6 35.3
Keberhasilan Frekuensi Persentase
36-45 tahun 1 5.9 penilaian Triase (%)
Berhasil 14 82.4
Laki-laki 16 94.1
Wanita 1 5.9 Cukup 3 17.6
berhasil
Tidak sekolah 3 17.6
SMP 1 5.9 Total 17 100
SMA 10 58.8
Distribusi Penanganan perawat
Sarjana 3 17.6
pasien cedera kepala menunjukkan
<1 tahun 8 47.1
sebanyak sebanyak 14 orang (82.4%)
1-2 tahun 8 47.1
>3 tahun 1 5.9 melakukan penanganan yang baik
terhadap pasien cedera kepala.

Tabel 2 Klasifikasi cedera kepala pasien Hubungan ketepatan penilaian Triase


di RSU HKBP Balige perawat dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien Cedera Kepala
Klasifikasi Frekuensi Persentase
Hubungan ketepatan penilaian
(Orang) (%)
Triase perawat dengan tingkat
Ringan 7 41.17
keberhasilan penanganan pasien Cedera
Sedang 9 52.94
Berat 1 5.89 Kepala di IGD RSU HKBP Balige
dengan hasil uji Pearson Product
Jumlah 17 100
Moment dengan nilai r = 0.327 yang
Mayoritas pasien mengalami
berarti ada hubungan yang signifikan
cedera kepala sedang sebanyak 9 orang
antara ketepatan penilaian Triase
(52.94%) dan cedera kepala ringan
perawat dengan tingkat keberhasilan
sebanyak 7 orang (41.17%).
penanganan pasien Cedera Kepala,
dengan nilai signifikansi 0.000 (<0.05),

108 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


maka Ho ditolak yaitu ada hubungan minimal D3 Keperawatan dan sudah
ketepatan penilaian Triase perawat mendapat pelatihan BTCLS dan
dengan tingkat keberhasilan penanganan beberapa perawat sudah memiliki
pasien Cedera Kepala di IGD RSU pengalaman diatas 5 tahun. Hal ini
HKBP Balige. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Haryatun
menggunakan tingkat kepercayaan 5% (2008) dalam hasil penelitiannya tentang
dan kekuatan uji 95%. faktor-faktor yang berhubungan dengan
ketepatan waktu perawat pada
PEMBAHASAN
penanganan pasien gawat darurat di IGD
Penilaian Triase Pasien Cedera
Kepala BLU RSUD Dr. Moerwadi didapatkan

Berdasarkan hasil analisa data bahwa sebagian besar perawat yang ada

menunjukka penilaian triase perawat di IGD memiliki ketepatan waktu lebih

terhadap pasien cedera kepala terlihat dari 5 menit yaitu sebanyak 17 (56,7%)

bahawa mayoritas perawat berhasil responden. Sutawijaya (2009)

melakukan pernilaian triase sebanyak 14 mengatakan penanganan gawat darurat

orang (82.36%). Berdasarkan hasil ada filosofinya yaitu Time Saving it’s

tersebut berarti bahwa perawat IGD bisa Live Saving. Artinya seluruh tindakan

melakukan penilaian triase dengan baik. yang dilakukan pada saat kondisi gawat

Triage adalah cara pemilahan penderita darurat haruslah benar-benar efektif dan

korban gawat darurat berdasarkan skala efisien. Hal ini mengingatkan pada

prioritas yang didasarkan kepada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan

kebutuhan terapi korban dan sumber nyawa hanya dalam hitungan menit saja.

daya yang tersedia. Kebutuhan terapi Berhenti nafas selama 2-3 menit pada

setiap korban didasarkan pada penilaian manusia dapat menyebabkan kematian

kondisi ABC (Airways, Breathing, yang fatal (Sutawijaya, 2009).

Circulation) pasien tersebut dimana Penanganan Pasien cedera kepala di


penilaian tersebut akan menggambarkan Ruang IGD RSU HKBP Balige
Berdasarkan analisa data
derajat keparahan kondisi korban.
menunjukkan bahwa Penanganan pasien
Penilaian triase ini didukung oleh
cedera kepala menunjukkan sebanyak
kemampuan perawat dalam melakukan
sebanyak 14 orang (82.36%) melakukan
penilain karena didukung oleh beberapa
penanganan yang baik terhadap pasien
faktor yaitu pendidikan perawata

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 109


cedera kepala. Hal ini menunjukkan itu juga (Hardi, (2008) cit
bawaha tingkat keberhasilan Wahjoepramono, (2005)). Hal ini sesuai
penanganan pasien cedera kepala di dengan hasil penelitian multisenter yang
ruang IGD RSU HKBP Balige tinggi. dilakukan oleh Levin dkk (1987)
Hal ini sesuai dengan teori Smeltzer terhadap 155 pasien dengan cedera
(2001) perawat segera melakukan kepala ringan, ditemukan keluhan
penatalaksanaan pada klien dengan pertama yang paling sering adalah nyeri
cedera kepala antara lain. a. kepala 82%. Penelitian yang dilakukan
Dexamethason/kalmetason sebagai Rimel dkk. (1981) terhadap 500 pasien
pengobatan anti edema serebral, dosis trauma kepala ringan menemukan 79%
sesuai dengan berat ringannya trauma. b. terdapat paling sedikit satu keluhan
Terapi hiperventilasi (trauma kepala dalam suatu wawancara 3 bulan setelah
berat) untuk mengurangi vasodilatasi. c. cedera, 78 % mengeluh nyeri kepala
Pemberian analgetik. d. Pengobatan (Japardi, 2004). Hasil penelitian
antiedema dengan larutan hipertonis menunjukkan klasifikasi cedera kepala
yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau pasien cedera kepala yang dirawat di
gliserol. e. Antibiotik yang mengandung RSU HKBP Balige menunjukkan bahwa
barier darah otak (pinicilin) atau untuk mayoritas pasien mengalami cedera
infeksi anaerob diberikan metronidazole. kepala sedang sebanyak 9 orang
f. Makanan atau caioran infus dextrose (52.94%) dan cedera kepala ringan
5%, aminousin, aminofel (18 jam sebanyak 7 orang (41.17%). Dengan
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 mengetahui klasifikasi cedera kepala
hari kemudian diberikan makanan lunak. pasien berarti menunjukkan bahwa
Penanganan yang dilakukan saat perawat mampu melakukan penanganan
terjadi cedera kepala adalah menjaga cedera kepala dengan baik.
jalan nafas penderita, mengontrol Berkaitan dengan cedera kepala,
pendarahan dan mencegah syok, maka sangat penting sekali dalam
imobilisasi penderita, mencegah melakukan penanganan yang cepat dan
terjadinya komplikasi dan cedera tepat. Pertimbangan paling penting dari
sekunder. Setiap keadaan yang tidak cedera kepala adalah apakah otak telah
normal dan membahayakan harus segera mengalami cedera atau tidak dimana
diberikan tindakan resusitasi pada saat otak merupakan organ vital pengendali

110 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


sistem tubuh. Hasil ini sejalan dengan menunjukkan ada hubungan Waktu
penelitian sebelumnya yang dilakukan Tanggap penilaian triase dengan
oleh Sabriyanti, dkk pada tahun 2012 Penanganan Pasien Cedera Kepala di
yang meneliti tentang faktor-faktor yang Instalasi Gawat Darurat RSUD Provinsi
berhubungan dengan ketepatan penilaian Gorontalo sebagian besar waktu tanggap
triase terhadap penanganan kasus pada perawat pada penanganan cedera kepala
respon time I di IGD bedah dan non adalah tepat (90%), terdapat hubungan
bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. antara tingkat pengetahuan dengan
Didapatkan hasil waktu tanggap waktu tanggap dengan nilai p=0,009
penanganan kasus bedah sebagian besar dengan waktu tanggap perawat. Asumsi
tepat (< 5 menit) yaitu sebesar 67,9%. peneliti hal ini disebabkan oleh
keterampilan kerja lebih dipengaruhi
Hubungan ketepatan penilaian Triase
perawat dengan tingkat keberhasilan oleh lingkungan kerja dan keahlian
penanganan pasien Cedera Kepala di
semakin terasah dengan banyaknya
IGD RSU HKBP Balige
Hubungan ketepatan penilaian kasus yang sudah ditangani di IGD, serta
Triase perawat dengan tingkat semua perawat sudah mengikuti
keberhasilan penanganan pasien Cedera pelatihan BTCLS. Oleh karena itu
Kepala di IGD dengan hasil uji Pearson perawat dengan lulusan D3/D4 maupun
Product Moment dengan nilai r = 0.327 S1 Ners sama-sama memiliki waktu
yang berarti ada hubungan yang tanggap yang tepat, sehingga tingkat
signifikan antara ketepatan penilaian pendidikan tidak berpengaruh signifikan
Triase perawat dengan tingkat pada waktu tanggap perawat. Hal ini
keberhasilan penanganan pasien Cedera dapat juga disebabkan oleh tingkat
Kepala di IGD dengan kekuatan motivasi perawat dalam mempraktikkan
hubungan rendah dan dengan arah keterampilan kerja. Nursalam (2013)
korelasi positif. Penelitian ini sejalan menyatakan bahwa berkembangnya
dengan penelitian Merlin Domili (2015) pendidikan keperawatan di Indonesia
tentang Faktor-faktor yang Berhubungan baik secara kuantitas maupun kualitas,
dengan Waktu Tanggap penilaian triase sampai saat ini masih belum
dengan Penanganan Pasien Cedera memberikan kontribusi yang bermakna
Kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUD terhadap peningkatan peran perawat
Provinsi Gorontalo dimana penelitian secara profesional. Nursalam

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 111


mensinyalir bahwa pendidikan hanya cedera kepala sedang sebanyak 9
difokuskan pada penyediaan tenaga orang (52.94%) dan cedera
perawat yang siap untuk pelayanan dan kepala ringan sebanyak 7 orang
orientasi pendidikan yang sempit. Hasil (41.17%).
ini juga sesuai dengan penelitian 3. Keberhasilan penilaian triase
sebelumnya yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien cedera
Maatilu, dkk (2014) dengan hasil kepala terlihat bahawa mayoritas
perawat vokasi sebanyak 60% dan perawat berhasil melakukan
perawat profesi sebanyak 40%. Dengan pernilaian triase sebanyak 14
hasil uji statistik yang menunjukkan orang (82.36%). Hubungan
bahwa tidak terdapat hubungan yang ketepatan penilaian Triase
bermakna antara pendidikan perawat perawat dengan tingkat
pada penanganan pasien gawat darurat keberhasilan penanganan pasien
dengan nilai p 0,084. Cedera Kepala di IGD RSU
HKBP Balige dengan hasil uji
KESIMPULAN
Pearson Product Moment
1. Responden berdasarkan umur
dengan nilai r = 0.327 yang
dalam penelitian ini
berarti ada hubungan yang
menunjukkan menurut tingkat
signifikan antara ketepatan
responden yakni umur responden
penilaian Triase perawat dengan
12-16 tahun sebanyak 1 orang
tingkat keberhasilan penanganan
(5.88%), 17-25 tahun sebanyak 9
pasien Cedera Kepala di IGD
orang (52.9%), 26-35 tahun
RSU HKBP Balige
sebanyak 5 (35,43%), 36-45
sebanyak 1 orang (5.88%), SARAN
sebanyak 3 orang, SMP 1 orang, 1. Bagi RS HKBP Balige
SMA 10 orang, sarjana orang, Diharapkan kepada pihak Rumah
dan jenis kelamin mayotitas 16 Sakit agar dapat
orang. mempertahankan hasil waktu
2. Klasifikasi cedera kepala pasien tanggap yang cepat dan tepat,
cedera kepala yang dirawat di serta lebih meningkatkan lagi
RSUD menunjukkan bahwa pelayanannya khususnya di
mayoritas pasien mengalami bidang gawat darurat.

112 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018


2. Bagi Perawat teman dosen di Akper YTP. Arjuna
Diharapkan kepada perawat agar Laguboti yang telah membantu proses
hasil penelitian ini menjadi bahan penelitian ini.
evaluasi untuk lebih
DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan potensi diri
Apriyani, 2008. PMK No 129 Tahun
sehingga tercapai pelayanan 2008 Tengan SPM RS Lengkap.
optimal kepada pasien. Achmad, A. K., S. A. Winarti, & N. R.
Ramdani 2012. Faktor-Faktor yang
3. Bagi Institusi Pendidikan
Berhubungan dengan Lama Waktu
Diharapkan kepada institusi Tanggap Perawat pada Penanganan
pendidikan agar dapat Asma di Instalasi Gawat Darurat
menjadikan hasil penelitian ini RSUD Panembahan Senopati
Bantul. Jurnal. Universitas Respati
sebagai bahan pertimbangan dan Yogyakarta.
masukan untuk penelitian Boswick J. A, Ir, MD. (1997).
selanjutnya. Perawatan Gawat Darurat
(Emergency Care). Jakarta: Buku
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Kedokteran EGC.
Diharapkan kepada peneliti Brunner & Suddarth. (2002).
selanjutnya agar lebih Keperawatan Medikal Bedah, vol 1.
EGC: Jakarta
memperhatikan waktu penelitian
Departemen Kesehatan Republik
agar dan lebih menambah faktor- Indonesia. (2004). Pedoman Sistem
faktor lainnya yang Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT). Jakarta:
mempengaruhi keberhasilan
Departemen Kesehatan Republik
penanganan pasien cedera Indonesia.
kepala. Departemen Kesehatan Republik
Terima Kasih Indonesia. (2006). Pedoman
Manajemen Sumber Daya Manusia
Terima kasih sedalam-dalamnya (SDM) Kesehatan Dalam
saya ucapkan kepada Prof. Dr. Ing. K.T. Penanggulangan Bencana. Jakarta:
Sirait selaku Ketua Yayasan TP. Arjuna Kementrian Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2010,
atas segala kontribusi serta ketulusannya
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
dalam penyelesaian penelitian ini Djemari, 2011 Pelayanan Gawat Darurat
sehingga penelitian ini dapat (Emergency Care) UGD.
Hasan. L. (2012). Hubungan Response
dilakasanakan pada tahun 2018. Penulis
Time Perawat Dengan Kepuasan
juga berterima kasih kepada teman- Pasien Di Instalasi Gawat Darurat

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 113


Badan Rumah Sakit Daerah Notoatmodjo. (2005). Metodologi
Kabupaten Banggai. Penelitian Kesehatan, Jakarta:
Haryatun, 2008. Perbedaan Waktu Rineka Cipta.
Tanggap Tindakan Keperawatan Oman. K. S., Koziol-Mclain. J., &
Pasien Cedera Kepala Kategori 1 – Scheetz. L. J. (2012). Keperawatan
V di Instalasi Gawat Darurat RSUD Emergensi. EGC: Jakarta.
dr. Moewardi. Berita Ilmu Potter & Perry. (2005). Buku Ajar
Keperawatan, ISSN 1979-2697, Vol. Fundamental Keperawatan: Konsep,
1. No.70 2, Juni 2008 69-74. Proses Praktek. Edisi 4 Vol 1.
Jusuf, M. I. 2014. Manajemen Jakarta : EGC
Neurologis Trauma Kapitis. Pusponegoro, D Aryono. et al, (2010)
Seminar Nasional Keperawatan Buku Panduan Basic Trauma and
Penatalaksanaan Terkini Pasien Cardiac Life Support, Jakarta :
Cedera Kepala. Diklat Ambulance AGD 118
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Thechnical Guidelines fer Health (2013). Badan Penelitian dan
Crisis Responses on Disaster. Pengembangan Kesehatan
Jakarta. Kementerian RI tahun 2013.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik RSUD Deli Serdang. (2018).
Indonesia. (2009). Standar Instalasi Setiadi. (2010). Konsep dan Penelitian
Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Riset Keperawatan Edisi 2,
Jakarta: Menteri Kesehatan Yogyakarta: Graha Ilmu.
Republik Indonesia. Stuart, W. S. (2002) Buku Saku
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta:
Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: ECG.
Media Aesculapius. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian
Menteri Kesehatan RI. (2010). Bisnis (Pendekatan Kuantitatif,
Peraturan Menteri Kesehatan Kualitatif, dan R&D). Bandung:
Republik Indonesia Nomor Alfabeta.
340/MENKES/PER/III/2010 Sutawijaya, R. B. (2009). Gawat
Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Darurat, Aulia. Yogyakarta:
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Publishing.
Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129, 2008. (2008). Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Jakarta.
Nanda International. (2013). Diagnosis
Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC

114 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November 2018

Anda mungkin juga menyukai