Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326439488

MYASTHENIA GRAVIS AN UPDATE

Chapter · July 2014

CITATIONS READS

0 1,929

1 author:

Shahdevi Nandar
Brawijaya University
37 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Dermatology and Neurology View project

mTOR and Epilepsy View project

All content following this page was uploaded by Shahdevi Nandar on 17 July 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MYASTHENIA GRAVIS : AN UPDATE

HOW CITE THIS ARTICLE :

Kurniawan, S. N. 2014. Myasthenia Gravis : an Update dalam Continuing


Neurological Education, Malang 2014. UB Media, Universitas Brawijaya,
Malang. p59-80
MYASTHENIA GRAVIS : AN UPDATE

Shahdevi Nandar Kurniawan

PENDAHULUAN

Miastenia gravis (MG) adalah gangguan neuromuskular kronis yang ditandai dengan
kelemahan dan kelelahan otot skeletal yang fluktuatif. Kondisi autoimun ini jarang terjadi sehingga dapat
menjadi sebuah tantangan diagnostik untuk klinisi. Karena insiden yang rendah dalam praktek klinis
sehari-hari dan gejalanya sering tidak dikenali, keterlambatan sering terjadi dalam mendiagnosis selama 1
sampai 2 tahun. Mengenali gejala klinis adalah komponen kunci dari diagnosis yang tepat. Untuk
menghindari keterlambatan dalam pengobatan, klinisi harus mengetahui variasi gejala MG dan alat yang
digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Karena pasien diuntungkan dari perawatan spesialis
neuromuskuler, klinisi tidak diharapkan untuk menjadi ahli dalam pengobatan MG. Akan tetapi
pengetahuan tentang prinsip-prinsip perawatan umum memberikan kesempatan APN berkolaborasi
dengan spesialis neuromuskuler untuk menangani pasien dengan MG.
Miastenia gravis adalah gangguan neuromuskular kronis yang ditandai dengan
kelemahan dan kelelahan otot skeletal yang fluktuatif. Pengenalan gambaran klinis MG adalah komponen
kunci dari diagnosis yang tepat. Karena orang berusia lanjut mendapat manfaat pengobatan MG dari
perawatan spesialis neuromuskuler, APN tidak diharapkan untuk menjadi ahli dalam pengobatan MG.
Namun, untuk menghindari keterlambatan dalam terapi, semua provider harus menyadari variasi gejala
MG dan alat yang digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip
pengobatan umum MG memberi kesempatan APN pada pelayanan primer untuk berkolaborasi dengan
spesialis neuromuskuler untuk mempromosikan perawatan kesehatan yang optimal.
Miastenia gravis adalah kelainan transmisi neuromuscular junction yang paling umum
terjadi dan salah satu penyakit autoimun yang khas. Bagaimanapun, gejalanya secara umum adalah
kelemahan, yang bervariasi dari pasien satu ke pasien lain, dan pada pasien yang sama. Berbeda dari
waktu ke waktu. Gejala yang bervariasi ini akan sangat membingungkan bagi pasien yang belum
terdiagnosa dan bagi dokter yang belum mencurigai suatu gejala. Diagnosis yang tidak pasti bisa
membuat pasien frustasi dan stress emosional yang dapat memperburuk kondisi pasien.

ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI


1
Dalam MG, antibodi terhadap asetikolin (ACh) reseptor nikotinik pasca-sinaptik
terbentuk pada sambungan neuromuskuler saraf perifer. Kompleks imun antibodi-antigen dan terkait
dengan peradangan menghasilkan disfungsi yang menghambat transmisi neuromuskuler yang normal.
Pada sebagian besar pasien, antibodi IgG menyerang reseptor asetilkolin (AChRs), tetapi mereka juga
dapat diarahkan otot kinase spesifik/muscle konase spesific (Musk). Limfosit T juga terlibat dalam
patogenesis MG, sebagai subset spesifik dari sel T yang dikenal untuk menanggapi rangsangan antigenik
dan mengaktifkan sel-sel B AChR-spesifik . Reaksi toleransi imunitas diduga melibatkan timus
(hiperplasia atau timoma) yang terjadi pada sebagian besar pasien dengan MG.
Walaupun merupakan gangguan autoimun yang relatif jarang terjadi, MG sekarang dianggap
mempengaruhi sekitar 36.000 sampai 60.000 orang Amerika. Meskipun wanita lebih sering terkena
daripada pria selama lima dekade pertama kehidupan, pria lebih sering didiagnosis antara usia 60 dan 80
tahun.

PATOFISIOLOGI
Ketika antibodi berikatan dengan AChR pada membran postsinap, mereka menukarkan
senyawa AChR, yang dapat diserap pada serabut otot dan kemudian terpisah kembali. Selain itu, system
pelengkap diaktifkan untuk memediasi kerusakan lebih lanjut pada membran postsinap.
Antibodi AChR dapat muncul dari germinal center pada thymus, dimana sel myoid berkelompok yang
mengeluarkan AChR pada lapisan membran plasma. Sekitar 60% antibodi yang positif AChR pada pasien
miastenia gravis terjadi pembesaran thymus, dan 10 % mempunyai timoma – tumor pada sel epitel
thymus. Sebaliknya, sekitar 15 % pasien dengan timoma mempunyai miastenia gravis klinis, dan lebih
dari 20 % memiliki antibodi anti AChR pada serum tanpa gejala miastenia gravis. Seperti AChr, MuSK
adalah komponen transmembran dari postsinap neuromuscular junction. Selama pembentukan dari
neuromuscular junction, MuSK diaktifkan lewat ikatan dari agrin (saraf bentukan proteoglikan) ke
lipoprotein yang terikat protein 4 (LRP4), setelah sinyal intracellular yang rumit memicu pemasangan dan
penyeimbangan dari AChR.

Tidak seperti antibodi AChR, antibodi anti MuSK tidak mengaktifkan sistem pelengkap,
dan fiksasi pelengkap tidak penting untuk munculnya gejala klinis miastenia gravis. Juga miastenia gravis
dengan antibodi MuSK jarang ditemukan dengan timoma. Mekanisme penting dengan antibodi MuSK
yang menghalangi transmisi pada neuromuscular junction telah menjadi misteri hingga saat ini.
Percobaan dengan hewan, termasuk tikus mutan MuSK dan tikus yang disuntikkan protein MuSK atau
dengan immunoglobulin G yang menunjukkan penurunan drastis dari kelompok AChR dan kerusakan
dari struktur neuromuscular junction.
2
Selain itu, antibodi MuSK membuat disfungsi presynaps, yang mengakibatkan
pengurangan jumlah asetikolin. Informasi ini berdasar penelitian pada tikus dan pada percobaan in vitro
analisis elektrofisiologis neuromuscular junction dari pasien dengan penyakit ini. Akhirnya antibodi
MuSK secara tidak langsung dapat mempengaruhi pengolahan asetikolin. Setelah pengaktifan postsinap,
asetikolin biasanya dihidrolisa oleh enzim asetikolinsterase, yang terletak pada cleft synaps tapi terikat
dengan MuSK pada membran postsinap. Antibodi MuSK menghambat menghambat ikatan MuSK pada
asetikolinsterase, yang dapat membuat rendahnya akumulasi dari asetikolinsterase. Proses ini dapat
menjelaskan mengapa pasien dengan antibodi positif MuSK miastenia gravis memiliki respon yang
rendah pada asetikolinsterase inhibitor.

Gambar 1. Neuromuscular junction normal dan pada miastenia gravis.

Pada kejadian 562 pasien tetap dengan kelemahan seluruh badan karena miastenia gravis,
92 % positif untuk antibodi AChR, 3 % positif untuk antibodi MuSK, dan 5 % seronegatif (tidak memiliki

3
kedua antibodi). Sebaliknya, sekitar 50 % pasien dengan miastenia gravis okular murni (kelemahan
terisolasi dari m. levator palpebra superior, m. orbikularis okuli, atau m. oculomotor) merupakan
seropositif antibodi AChR. Hanya sedikit kasus antibodi positif MuSK okular yang telah dijelaskan, tanpa
sisa seronegatif. Kadang kala kedua antibodi bisa terdeteksi pada pasien yang sama. Pada pasien yang
negatif antibodi AChR pada saat onset penyakit, serokonversi dapat muncul bersamaan dengan serangan.
Pengulangan tes serologi pada 6 hingga 12 bulan selanjutnya antibodi AChR dapat terdeteksi sekitar 15 %
pada pasien yang sebelumnya seronegatif.

Gambaran klinis, temuan elektrofisiologis, temuan patologi pada thymus, dan respon
pengobatan sangat mirip antara antibodi positif AChR dengan seronegatif miastenia gravis. Penelitian
tentang biopsi otot pada kasus seronegatif menggambarkan hilangnya AChR. Berdasar pada penelitian
tersebut, pasien seronegatif yang memiliki antibodi ikatan rendah yang dapat terikat kuat pada kelompok
AChR di membran postsinap namun akan terdeteksi dengan uji radioimun rutin. Dengan uji
imunofluoresen berdasar sel sensitifitas, antibodi ikatan rendah pada kelompok AChR dapat dideteksi
pada 66 % pasien dengan miastenia gravis total dan pada 50 % dengan miastenia gravis okular yang
seronegatif pada uji standar. Pada antibodi AChR ikatan rendah dapat pula mengaktifkan penambahan in
vitro, meningkatkan ciri-ciri gambaran patogen. Meskipun begitu, uji untuk mendeteksi antibodi AChR
ikatan rendah belum tersedia secara umum.

Selama setahun terakhir, 3 grup penelitian independen melaporkan bahwa antibodi


terdeteksi pada LRP4 sebanyak 2%-50% pada pasien seronegatif miastenia gravis. Banyaknya variasi
pada prevalen dari antibodi LRP4 dapat dapat berhubungan dengan etnis pasien dan metode deteksi.
LRP4 adalah reseptor agrin dan membutuhkan agrin pemicu aktivasi pengelompokkan MuSK dan AChR.
Antibodi LRP dapat mengaktifkan komplemen, walaupun itu normal bahwa ikatan antibodi LRP4
mengarah pada hilangnya AChR pada membran postsynap. Bagaimanapun, penelitian tambahan
diperlukan untuk menjelaskan antibodi LRP4 merupakan pathogen pada miastenia gravis.

GEJALA KLINIS

Gambaran klinis MG ditandai dengan kelemahan otot lurik tanpa rasa nyeri yang
memburuk setelah aktivitas berulang atau berkelanjutan dan meningkatkan dengan istirahat. Tingkat
gejala dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan pada jam tertentu dalam setiap hari, tetapi gambaran
klinis biasanya menjadi lebih jelas beberapa jam sebelum waktu tidur. Selain aktivitas fisik atau olahraga,
kelemahan MG dapat menjadi lebih jelas dengan beberapa faktor : stres emosional, lingkungan panas,
perubahan yang cepat dalam suhu tubuh, infeksi, hipertiroidisme, operasi, trauma, dan obat-obatan

4
tertentu (misalnya, aminoglikosida, beta adrenergik, calcium channel blockers, chloroquine,
fluoroquinolone, haloperidol, kontras iodinasi, lidocaine, makrolida, magnesium, muscle relaxant,
fenitoin, procainamide, quinidine, quinolon, dan tetrasiklin).
Manifestasi okular yaitu, diplopia dan ptosis adalah gejala utama pada sebagian besar
pasien. Kelemahan otot ekstraokular dapat terjadi asimetris, sehingga terjadi diplopia. Orang dewasa
dengan diplopia dapat mencari perawatan dari dokter mata mereka; konvergensi visual dan adanya lirikan
mata ke atas dapat terdeteksi selama pemeriksaan mata. Unilateral atau bilateral ptosis dapat terlihat saat
bekerja di depan komputer, membaca, atau selama periode mengemudi yang panjang pada orang dewasa
lain mungkin menemukan diri mereka harus memiringkan kepala mereka kembali untuk memperpanjang
bidang visual bawah karena ptosis.
Pada sekitar 10% sampai 40% kasus, gejala terbatas pada otot-otot ekstraokular (MG
okular). Namun, kelemahan otot lebih sering berkembang menjadi MG, yang dapat mempengaruhi
orofaringeal, rangka, dan/atau otot-otot pernapasan. Pola bicara mungkin mencerminkan kelemahan dari
palatum durum (intonasi hidung), lidah, bibir, dan otot-otot wajah yang mendukung (slurring of words).
Kelemahan dan kelelahan otot juga dapat mengakibatkan perubahan dalam ekspresi, kelelahan
mengunyah, kesulitan menelan dan ketidakmampuan untuk mempertahankan penutupan rahang setelah
mengunyah. Bagi mereka dengan MG ringan, kelemahan leher fleksor mungkin satu-satunya temuan
klinis, dan pasien dapat memegang rahang dan leher mereka dengan tangan mereka. Secara umum, gejala
kelemahan ekstremitas atas lebih umum daripada kelemahan ekstremitas bawah. Kelemahan ekstremitas
cenderung proksimal dan simetris, namun kelemahan tidak dibatasi terhadap distribusi setiap saraf
tunggal atau tingkat sistem saraf pusat. Pasien kemungkinan memiliki kesulitan untuk mengatur lengan
mereka dalam posisi abduksi. Kelemahan tersebut berimplikasi pada kesulitan menyikat gigi, menyisir
rambut, atau mengendarai sepeda kendaraan bermotor. Ketika pergerakan motorik tangan sudah
memburuk, akan muncul gejala kesulitan menulis. Pada ekstremitas bawah, mereka sering mengeluh
kesulitan bangkit dari posisi duduk, naik dan turun tangga, atau berjalan seperti apa yang akan mereka
anggap jarak “normal”. Pada orang dengan MG stadium lanjut, fungsi kandung kemih juga dapat terkena.
Dalam kasus lain, MG juga dapat melibatkan otot pernapasan dan dapat menyebabkan gangguan
pernapasan atau kegagalan napas.

Tabel 1. Gejala yang umum pada miastenia gravis

Location Symptoms
5
Ocular • Ptosis, sometimes alternating from one eye to the other
• Diplopia
• Weakness of eye closure
Bulbar • Dysarthria with nasal speech
• Dysphagia with nasal regurgitation
• Facial weakness
Cervical • Neck flexor weakness causing head-lag upon lifting up from lying down
• Neck extensor weakness manifesting as posterior neck ain and head-drop
Limb • Proximal limb weakness, arm more than leg Finger extensor weakness
Respiratory • Intercostal and diaphragm muscle weakness causing respiratory failure
• Accessory muscle usage sometimes not prominent

DIAGNOSIS

Pada sebagian besar kasus MG, riwayat neuromuskular dan pemeriksaan fisik digunakan
untuk menetapkan diagnosis awal. Diagnostik awal sering diperintahkan oleh pelayanan primer APN
sambil menunggu rujukan neuromuskular. Ciri utama dari miastenia gravis adalah kelemahan otot yang
fluktuatif, seringkali dengan kecapekan. Banyak pasien mengeluh kelemahan pada kelompok otot tertentu
setelah aktivitas berulang. Gejala nyeri secara umum lebih sedikit, dan kecapekan menyeluruh tanpa
kelemahan tertentu kadang terjadi pada miastenia gravis.
Tanda dari kelemahan otot antara lain kelopak mata turun, diplopia, ketidakmampuan
mengangkat kepala lurus, kesulitan menelan dan mengunyah, kelainan berbicara, kesulitan bernafas, dan
kesulitan mengangkat tangan dari posisi duduk. Pola klasik adalah ptosis yang bergantian dari satu mata
ke mata yang lain adalah karakteristik miastenia gravis. Kelemahan dari orbikularis okuli mudah
diidentifikasi pada pemeriksaan pembukaan mata ketika mata ditutup secara paksa. Kelemahan anggota
gerak biasanya lebih signifikan pada tangan dari pada kaki. Ciri yang sering terlupakan dari miastenia
gravis adalah kelemahan ekstensi jari yang berhubungan dengan otot tangan distal yang lain.

Tes ice-pack dilakukan dengan menempatkan sebungkus es pada mata yang ptosis
selama 2-5 menit dan menilai derajat perbaikan ptosis yang terlihat. Tes ini tidak terlalu membantu untuk
menilai kelemahan motor okular.

Tes edrophonium (Tensilon) dapat digunakan pada pasien dengan ptosis atau
opthalmoparesis. Edrophonium, adalah asetikolinsterase inhibitor dengan kerja pendek, yang diberikan
intravena ketika pasien diobservasi kemajuan fisiknya. Status kardio dari pasien harus dimonitor pada
aritmia dan hipotensi. Atropin dapat diberikan secepatnya pada kasus bradikardi berat. Tes ice-pack dan
tes edrophonium dapat memberikan hasil negatif palsu dan positif palsu, dan diagnosis miastenia gravis
harus diulangi dengan tes diagnostik yang lain.
6
Pemeriksaan Antibodi

Pemeriksaan sirkulasi antibodi AChR, antibodi MuSK, atau keduanya adalah langkah
pertama konfirmasi laboratorium untuk miastenia gravis. Ada tiga macam subtipe antibodi AChR :
pengikat, penghambat dan pemicu. Antibodi pengikat muncul pada 80%-90% pasien dengan miastenia
gravis total dan 50% pada miastenia gravis okular. Pemeriksaan antibodi penghambat dan pemicu AChR
meningkatkan sensitivitas kurang dari 5% ketika ditambahkan pemeriksaan antibodi pengikat. Titer
antibodi AChR tidak sebanding dengan keparahan penyakit antar pasien. Meskipun, pada individu pasien,
titer antibodi menurun secara parallel pada perbaikan klinis.

Antibodi MuSK terdeteksi hampir setengah dari pasien miastenia gravis dengan
kelemahan total yang negatif antibodi AChR. Dengan tersedianya tes untuk mengevaluasi antibodi AChR,
studi laboratorium telah menggantikan studi farmakologi yaitu edrophonium sebagai standar untuk
mendiagnosis MG. Adanya antibodi AChR pada pasien simptomatik hampir menegaskan diagnosisnya.
Titer akan negatif palsu bila dilakukan pada awal proses penyakitnya atau pada mereka dengan penyakit
ringan . Mereka yang memiliki gejala umum yang anti-AChR negatif harus menjalani tes untuk antibodi
anti-Musk.

Tes Elektrofisiologis

Tes elektrofisiologis biasanya dapat mendiagnosis seronegatif miastenia gravis. Dapat


pula membantu pada seropositive pasien yang mempunyai gambaran klinis atau respon yang lemah pada
pengobatan. Tes stimulasi elektrofisiologis saraf secara berulang (repetitive nerve stimulation/RNS)
digunakan dengan rasio rendah (2-5 Hz) stimulasi elektrik berulang. Hasil positif bila respon motoris
ditolak lebih dari 10%. Meskipun, pengurangan respon tidak spesifik pada miastenia gravis, dapat dilihat
dari kelainan neuromuscular lain seperti penyakit motor neuron atau Sindrom Lambert-Eaton miastenia.
Tes ini lebih mudah dilakukan pada otot distal dari pada proksimal, namun kurang sensitif. Tetapi
pemeriksaan pada otot proksimal seperti trapezius atau otot wajah biasanya juga dilakukan untuk
memaksimalkan hasil. Untuk memaksimalkan sensitivitas, otot yang diperiksa harus hangat, dan
asetikolinsterase inhibitor harus dihambat 12 jam sebelumnya. Pemeriksaan stimulasi saraf berulang pada
otot distal didapatkan positif hingga 75% pasien dengan miastenia gravis total dan 30% pada miastenia
gravis okular.

Single-fiber electromyography (sFEMG) lebih banyak persyaratan dari pada stimulasi


saraf berulang dan jarang tersedia di pelayanan kesehatan. Ini biasanya dilakukan dengan jarum elektrode
spesial yang dapat melihat aksi potensial secara simultan muncul dari salah satu benang otot yang
7
diinervasi oleh akson yang sama. Variabel dari waktu aksi potensial kedua berhubungan dengan pertama
disebut “jitter”. Jitter yang tidak normal terlihat pada lebih dari 95% pasien dengan miastenia gravis total
dan 85%-90% pada miastenia gravis okular. Meskipun begitu, jitter yang tidak normal dapat pula dilihat
pada penyakit neuromuscular lain seperti penyakit motor neuron atau pada penyakit neuromuscular
junction seperti sindrom Lambert-Eaton miastenia.

DIAGNOSIS BANDING

Tabel 2. Diagnosa banding miastenia gravis

Main Differential Clinical features distind from Ancillary testing features distind
symptom diagnoses autoimmune myasthenia gravis from autoimmune myasthenia
Thyroid Stable restrided ophthalmopathy Enlarged extraocular muscles on
ophthalmopathy imaging
Mitochondrial Chronic progressive ptosis and Muscle biopsy revealing ragged red
myopathy ophthalmoparesis, diplopia rare, slow fibers, presence of specific mutations
saccadic movement
Ptosis &
Oculopharyngeal Autosomal dominant inheritance Muscle biopsy revealing intranuclear
diplopia
dystrophy Slowly progressive ptosis and inclusion
dysphagia in 4th and 5th decades Mutations in PABPNI gene
Myotonic dystrophy Autosomal dominant inheritance Eledromyogram revealing myotonia
Charaderistic facial features, distal Mutations in DMPK or CNBP gene
weakness, myotonia
Brainstem mass lesion or Hyperreflexia, nonfluctuating Brainstem imaging findings
Dysarthria encephalitis symptoms
and Motor neuron disease Progressive course, spastic dysarthria, Eledromyogram revealing widespread
dysphagia tongue atrophy, hyperreflexia, asym- denervation or reinnervation
metrical weakness, fasciculations
Lambert-Eaton Leg more than arm weakness, bu|bar Positive voltage-gated calcium channel
myasthenic syndrome symptoms rare, autonomic antibody, facilitation on
dysfunction (dry mouth, erectile electrophysiologic
dysfunction) testing
Congenital myasthenic Positive family history, early Lack of AChR or MUSK antibody,
syndromes childhood onset with slow and steady presence of specific mutations
Proximal progression
muscle Botulism Prominent autonomic features Facilitation on electrophysiologic
weakness testing
Guillain-Barre syndrome Hyporeflexia, sensory loss, ataxia High cerebrospinal fluid protein
Chronic inflammatory Nerve conduction study showing
demyelinating features suggesting acquired
polyneuropathy demyelination
Myopathy or limb-girdle Nonfluctuating weakness, ocular Creatine phosphokinase elevation,
dystrophy findings rare muscle biopsy revealing myopathic
changes
Pemeriksaan Radiologi

CT scan atau MRI dada dengan kontras seharusnya dilakukan pada semua pasien
miastenia gravis untuk mencari adanya timoma. Meskipun orang yang lebih tua dari 50 sering memiliki
8
timus normal atau atrofi, secara umum direkomendasikan bahwa setiap pasien MG harus dilakukan
skrining untuk gangguan timua(timoma atau hyperplasia) melalui kontras tomografi komputer (CT) atau
magnetic resonance imaging pada saat diagnosis. Single-fiber electromyogram mampu menunjukkan
variasi dalam transmisi neuromuskuler pada 95% sampai 99% pasien dengan MG. Pasien dengan MG
yang melaporkan sesak napas harus dievaluasi dengan spirometri; kapasitas atau arus puncak akan
menurun setelah dilakukan pengujian berulang kali. Ice pack test dilaporkan memiliki tingkat sensitivitas
yang tinggi (dapat melebihi 80%) pada pasien dengan ptosis prominen. Tes ini positif jika ptosis jelas
terlihat atau terukur menurun ketika kompres es diletakkan di atas kelopak mata-ptosis terkena selama 2
menit.

PENGOBATAN

Di masa lalu, MG, jika tidak ditangani, MG akan memiliki tingkat kematian setinggi 40%.
Namun prognosis saat ini telah membaik, mereka yang hidup dengan MG sekarang memiliki harapan
hidup yang hampir normal. Pengobatan farmakologis konvensional (tabel 3) sudah termasuk penggunaan
asetikolinsterase (AChE) inhibitor untuk mengurangi gejala-gejala dan berbagai agen terapi modulasi
kekebalan , yaitu imunomodulator dan imunosupresif untuk memodifikasi proses penyakit. Antibodi
monoklonal dan TNF-alpha telah digunakan pada pasien dengan penyakit yang lebih berat yang tidak
merespon terhadap pengobatan lain.
Terapi nonfarmakologi juga dapat bermanfaat bagi pasien MG. Dalam kasus di mana
respon yang cepat diperlukan misalnya krisis miastenia, pertukaran plasma atau infus imunoglobulin
intravena dapat digunakan. Timektomi biasanya tidak diindikasikan untuk orang lanjut usia, tapi sangat
membantu bagi mereka yang onsetnya masih muda, mereka yang berusis kurang dari 60 dengan
kelemahan otot yang moderat sampai severe dan semua orang dengan timoma. Pengobatan konservatif
(yaitu, kruk tutup atau prisma Fresnel) dapat berguna untuk orang lanjut usia dengan ptosis dan diplopia
refraktori. Strabismus atau operasi blepharoptosis dapat bermanfaat bagi mereka yang tidak merespon
terhadap terapi konservatif.
Asetilkolinesterase Inhibitor
Sebagai terapi lini pertama dalam kasus ringan miastenia gravis, asetilkolinesterase
inhibitor menghentikan degradasi asetilkolin dan memperpanjang efeknya pada neuromuskular junction,
tetapi tidak memodifikasi penyakit dan manfaatnya hanya sedikit. Pyridostigmine adalah pilihan biasa
asetikolinsterase inhibitor. Onset kerjanya cepat ( 15-30 menit ) dan berlangsung 3-4 jam. Untuk sebagian
besar pasien, rentang dosis efektif adalah 60-90 mg setiap 4-6 jam. Bentuk long-acting juga tersedia dan
dapat diberikan dosis tunggal pada malam hari.

9
Terapi Imunomodulator
Pasien dengan gejala sedang sampai berat memerlukan terapi immunomodulator.
Plasmapheresis atau imunoglobulin intravena diberikan untuk pasien dengan penyakit parah atau
memburuk dengan cepat karena efek yang menguntungkan dapat dilihat dalam minggu pertama
pengobatan. Immunoterapi kerja panjang ( kortikosteroid, azathioprine, mycophenolate mofetil dan lain-
lain) memiliki onset lebih lambat dari respon tetapi memberikan manfaat yang berkelanjutan. Obat yang
digunakan tergantung pada faktor-faktor seperti komorbiditas, efek samping dan biaya.
Obat yang dihindari
Beberapa obat dapat memperburuk kelemahan dalam miastenia gravis dan harus
dihindari atau digunakan dengan hati-hati. Daftar ini panjang, tetapi yang harus dihindari adalah
penicillamine, interferon, procainamide, quinidine, dan antibiotik, seperti quinolone dan aminoglikosida.
Induksi cepat imunoterapi : Plasmapheresis dan Imunoglobulin
Plasmapheresis dan immunoglobulin intravena bekerja cepat selama sehari, tapi pada
banyak pasien efeknya bertahan beberapa minggu. Keduanya digunakan sebagai terapi awal untuk krisis
miastenia, terapi sambungan untuk imunoterapi kerja lambat, atau pengobatan terusan untuk kasus sulit
dikontrol. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan efikasi dari plasmapheresis pada lebih 80%
pasien dengan gejala umum.
Penelitian acak pada pasien dengan terapi umum, immunoglobulin intravena meningkatkan kekuatan otot
pada kelompok pasien dengan gejala berat. Dosis efektif immunoglobulin intravena bervariasi dari 1-2
gr/kg tanpa perbedaan antar dosis. Percobaan membandingkan efikasi dari immunoglobulin intravena dan
plasmapheresis pada miastenia gravis akut dan berat tidak menunjukkan perbedaan efikasi.
Imunoglobulin intravena dosis minilam 0,4 gr/kg tiap 3 bulan telah sukses sebagai monoterapi jangka
panjang, dan berperan besar pada pasien untuk penelitian selanjutnya.
Pilihan antara plasmapheresis dan immunoglobulin intravena didasarkan pada
kemampuan pasien menoleransi tiap pengobatan dan pada ketersediaan prosedur plasmapheresis.
Imunoglobulin intravena lebih mudah dilakukan, sebanding dengan sedikitnya efek samping yang
berhubungan dengan akses vascular, dan lebih tersedia dari pada plasmapheresis pada beberapa pusat.
Kortikosteroid
Prednison, adalah obat yang paling sering digunakan, karena remisi atau peningkatan
yang baik pada 70%-80% pasien dengan miastenia gravis okular atau total. Ini juga dapat menghambat
proses dari miastenia gravis okular menjadi bentuk total. Dosis prednison yang efektif tergantung
keparahan dan distribusi gejala. Beberapa pasien mungkin perlu lebih dari 1,0 mg/kg/hari (biasanya 50-80
mg per hari). Pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang, dosis maksimum terendah 20-40 mg per

10
hari mungkin cukup. Dalam 1-2 minggu setelah memulai dosis prednison yang tinggi, hingga 50 % pasien
dapat mengembangkan gangguan transisi, termasuk kemungkinan presipitasi dari krisis miastenia. Untuk
alasan ini, dosis tinggi prednison umumnya dimulai hanya pada pasien rawat inap yang
juga menerima plasmapheresis atau intravena imunoglobulin. Jika tidak, pasien rawat jalan
dengan protokol dosis eskalasi dapat digunakan untuk mencapai target dosis selama beberapa minggu.
Penurunan dosis prednison dapat mulai setelah pasien menggunakan dosis tinggi 1-2 bulan dan terdapat
peningkatan signifikan yang jelas. Penurunan dosis bulanan 5-10 mg lebih dipilih, kemudian diperlambat
setelah dosis harian mencapai 30 mg. Dosis rawatan rutin rata-rata sekitar 5 mg per hari.
Efek samping yang umum dari prednison termasuk peningkatan berat badan, gambaran
cushing, mudah memar, katarak, glaukoma, hipertensi, diabetes, dislipidemia dan osteoporosis. Pasien
disarankan untuk menggunakan suplemen kalsium (1500 mg per hari) dan vitamin D (400-800 IU per
hari). Bagi pasien dengan risiko osteoporosis, pengobatan dengan bifosfonat harus dipertimbangkan.
Agen immunoterapi lainnya sering dibutuhkan, baik untuk mengganti kortikosteroid atau untuk
memungkinkan penggunaan dosis yang lebih rendah. Karena onset yang tertunda, memulai agen
kortikosteroid dengan hati-hati lebih awal seringkali diperlukan. Agen ini sering dikombinasikan dengan
prednison dosis tinggi, dengan tujuan mengakhiri prednison sepenuhnya. Strategi ini menawarkan
keuntungan dari induksi relatif cepat sementara menghindari efek merugikan pengobatan kortikosteroid
jangka-panjang.
Azathioprine
Azathioprine awalnya tidak menunjukkan efek yang menguntungkan pada miastenia
gravis selama 6-12 bulan, dan seringkali mencapai efikasi maksimal hanya setelah pengobatan 1-2 tahun.
Dalam sebuah penelitian terhadap 78 pasien miastenia gravis, 91% membaik selama pengobatan dengan
azathioprine sendiri atau bersama dengan prednison. Di penelitian lain, azathioprine dan prednisolon
digunakan untuk miastenia gravis total, hampir dua pertiga pasien datang dengan prednisolon selagi
pemeliharaan remisi selama 3 tahun. Dosis pemeliharaan khas adalah 2-3 mg/kg/hari. Efek samping yang
umum adalah mual, muntah, dan malaise. Efek samping yang kurang umum termasuk kelainan
hematologi, kelainan fungsi hati, dan pankreatitis. Pemantauan bulanan dengan hitung darah lengkap dan
tes fungsi hati untuk enam bulan pertama, kemudian lebih jarang. Satu dari 300 orang dalam populasi
umum adalah homozigot untuk alel mutan dalam gen thiopurine methyltransferase (TPMT). Pasien
dengan genotipe ini tidak harus menerima azathioprine, karena risiko supresi sumsum tulang yang
mengancam jiwa. Sedikit peningkatan risiko beberapa bentuk limfoma memiliki telah dilaporkan.41
Mycophenolat mofetil

11
Sebuah obat ditoleransi dengan sedikit efek samping, mycophenolate mofetil digunakan
lebih pada miastenia gravis. Hasil dari dua percobaan acak terbaru menunjukkan bahwa ini tidak efektif
dalam memperbaiki gejala miastenia gravis atau prednison dosis hemat ketika digunakan selama 90 hari
atau 36 minggu. Namun, pengalaman klinis mendukung keberhasilan jangka panjang dalam miastenia
gravis. Dalam sebuah penelitian retrospektif dari 85 pasien dengan miastenia gravis total, mycophenolate
dalam dosis 1-3 gr sehari menunjukkan gejala membaik 73 % dan terjadi 50 % remisi. Dosis steroid
dikurangi pada 71 % pasien. Penelitian retrospektif lain, dengan 102 pasien didapatkan perkembangan
yang lambat dari manfaat klinis setelah berbulan-bulan menggunakan terapi tunggal mycophenolate atau
kombinasi dengan prednison. Sekitar 50 % dari pasien mencapai manifestasi minimal setelah 6-12 bulan
pengobatan mycophenolate. Akhirnya, setelah 24 bulan pengobatan, 80 % pasien memiliki hasil yang
diinginkan dari manifestasi klinis minimal atau lebih baik, 55 % dari pasien mampu melepaskan
prednison keseluruhan, dan 75% menggunakan kurang dari 7.5 mg prednison per hari.
Efek samping yang umum dari mycophenolate antara lain mual, diare dan infeksi seperti
infeksi saluran kemih dan herpes reaktivasi. Penghitungan darah lengkap harus sering dipantau selama 6
bulan pertama terapi. Leukopenia dapat terjadi namun jarang hingga harus menghentikan pengobatan.
Data keamanan jangka panjang yang kurang, tapi sejauh ini tidak jelas adanya peningkatan resiko
keganasan. Paparan mycophenolate dalam kehamilan menyebabkan tingginya insiden malformasi janin.
Oleh karena itu, penggunaannya pada pasien hamil tidak dianjurkan, dan wanita usia subur harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif.
Cyclosporine
Sebuah uji coba secara acak dengan sejumlah kecil pasien menyarankan bahwa
cyclosporin sangat efektif sebagai monotherapy. Onset tindakan pada miastenia gravis lebih cepat dari
kortikosteroid agen hemat lain, dan manfaat klinis dapat sering dilihat selama 1-2 bulan. Dosis 5
mg/kg/hari dan mempertahankan tingkat serum 100-150 ng/mL umumnya direkomendasikan. Namun,
toksisitas ginjal, hati dan hematologi dan interaksi dengan obat lain membuat siklosporin kurang menjadi
pilihan.
Metotreksat
Sebuah uji coba secara acak mengevaluasi kegunaan methotrexate sebagai agen hemat
steroid dibandingkan dengan azathioprine. Pada 24 bulan, efek hemat steroid mirip dengan azathioprine,
dan dosis prednison berkurang lebih dari 50% dari pasien. Tahap II percobaan lain mengenai manfaat
methotrexate pada miastenia gravis sedang dijalankan.
Rituximab

12
Rituximab adalah antibodi monoklonal terhadap membran sel B penanda CD20.
Peningkatan jumlah kasus mendukung efektivitas pada pasien dengan miastenia gravis total yang parah
dan tahan pada beberapa imunosupresan. Ini tampak sangat efektif pada penyakit antibodi positif MuSK,
dengan mengurangi titer antibodi MuSK dan memiliki efek pengobatan yang bertahan beberapa tahun.
Dosis standar adalah 375 mg/m2 tiap minggu selama 4 minggu berturut-turut. Sel B perifer cenderung
untuk dikeluarkan dalam waktu 2 minggu setelah infus pertama, sedangkan populasi sel T tetap tidak
berubah. Reaksi infus minimum seperti kemerahan dan menggigil dapat dilihat dengan infus pertama.
Pasien mungkin lebih rentan terhadap infeksi tertentu seperti reaktivasi herpes zoster, namun rituximab
umumnya ditoleransi dengan baik. Kasus yang jarang terjadi pada progressive multifocal
leukoencephalopathy telah dilaporkan pada pasien yang manggunakannya, tapi tak ada satupun yang
terjadi sejauh ini pada pengobatan miastenia gravis.
Cyclophosphamide
Cyclophosphamide adalah agen alkylating yang mengurangi proliferasi sel B dan sel T.
Hal ini dapat efektif dalam miastenia gravis , tetapi efek samping yang serius membatasi penggunaannya.
Itu harus disediakan untuk persentase kecil kasus yang refrakter terhadap immunoterapi lain.
Timektomi
Pengobatan bedah harus dipertimbangkan untuk pasien dengan timoma. Jika tumor tidak
dapat di operasi reseksi, kemoradioterapi dapat dipertimbangkan untuk menghilangkan gejala miastenia
dan pencegahan invasi lokal. Timoma kambuh pada sebagian kecil pasien bertahun-tahun setelah reseksi
awal, kadang-kadangtanpa gejala miastenia gravis. Kambuhnya gejala tidak selalu menunjukkan
kambuhnya timoma. Rendahnya korelasi antara gejala miastenia gravis dan kekambuhan timoma
menggambarkan pentingnya pemantauan radiologi pada pasien tersebut.
Untuk pasien tanpa timoma, banyak ahli percaya bahwa timektomi bermanfaat pada
pasien di bawah umur 60 tahun yang memiliki miastenia gravis total. Kemungkinan bahwa obat tanpa
remisi adalah sekitar dua kali lebih besar, dan probabilitas menjadi asimtomatik adalah 1.5 kali lebih
tinggi setelah timektomi. Namun, dibutuhkan hingga beberapa tahun untuk mendapat manfaat nyata
timektomi, dan timektomi tidak menjamin perlindungan dari pengembangan antibodi positif AChR
miastenia gravis di masa depan.
Waktu optimal untuk timektomi tidaklah pasti, namun, dalam prosedur biasanya
dianjurkan dalam 3 tahun pertama setelah didiagnosis. Respon timektomi serupa untuk pasien antibodi
positif AChR dan seronegatif. Secara keseluruhan, timektomi untuk pasien antibodi positif MuSK belum
efektif, dan perannya dalam miastenia gravis okular masih belum jelas.

13
Tabel 3. Jenis terapi obat untuk miastenia gravis.
Obat Dosis Keterangan
Terapi simptomatis (AChE inhibitors)
Pyridostigmine • Inisial : 30 mg setiap 4 sampai 6 jam Efek samping kolinergik tergantung
(Mestinon) • Pemeliharaan: 60 mg empat kali sehari (180 mg dosis yang umum termasuk mual,
rilis berkelanjutan) muntah, diare, kram perut atau otot,
• Pemeliharaan dosis sampai 1500 mg per hari dan peningkatan produksi air mata,
mungkin diperlukan pada kasus yang berat. Titrasi air liur, dan sekresi bronkial.
dosis untuk meminimalkan risiko krisis kolinergik.
Korelasikan dosis terbesar dengan waktu yang
paling menonjol kelemahannya.
Immune-directed therapy
Steroids
Prednison • Awal: 60-100 mg per hari Umumnya dimulai selama rawat
• Pemeliharaan: 5 sampai 15 mg per hari inap. Sementara memburuknya
• Dosis secara bertahap dikurangkan, setelah 2 kelemahan otot dapat terjadi.
ampai 4 minggu, sebagai perbaikan gejala yang Sering digunakan dalam kaitannya
disebutkan dengan inhibitor AChE.
Non-steroid immunomodulators
• Awal: 1 mg / kg per hari (50 mg) Sering dibutuhkan ketika tidak
Azathioprine • Maksimum: 2,5 mg / kg per hari dapat meruncingan dosis perawatan
• Memantau CBC dan LFT steroid yang rendah. Mungkin
Mycophenolate • Awal: 250 mg twice daily memakan waktu berbulan-bulan
mofetil • Maksimum: 3 g per day untuk merespon yang jelas. Efek
samping yang parah, seperti
• Memantau CBC dan CMP
keganasan (misalnya limfoma) dan
Cyclosporine • Awal: 25 mg dua kali sehari
infeksi oportunistik dapat terjadi.
• Maximum: 3 sampai 6 mg / kg per hari dibagi dua
kali sehari
• Memantau BP, fungsi ginjal, kadar obat
Cyclophosphamide • Awal: 25 mg sehari
• Maximum: 2 sampai 5 mg / kg per hari
• Memantau CBC, BMP, dan UA (sistitis hemoragik)

KESIMPULAN

Pada banyak kasus miastenia gravis, pasien memiliki antibodi yang melawan asetikolin
receptor (AChR) atau muscle-specific tyrosin kinase (MuSK). Penegakan diagnose miastenia gravis
didapatkan dari gejala klinis, tes bedside (ice-pack tes atau edrophonium tes), tes serologi untuk antibodi
AChR atau antibodi MuSK dan tes elektrofisiologi. Asetikolinsterase inhibitor adalah terapi lini pertama,
namun pada pasien dengan gejala sedang hingga berat membutuhkan tambahan terapi imunomodulating.
Banyak jenis obat yang dapat memperburuk kelemahan otot pada miastenia gravis dan harus dihindari
atau pemakaian dengan perhatian. Contohnya penicillamine, interferons, procainamide, quinidine, dan
antibiotic seperti quinolone dan aminoglikosida.

REFERENSI

Aashit K Shah. 2014. Miastenia Gravis Medication. http://emedicine.medscape.com

14
David Hilton-Jones, Jackie Palace. 2005. Review : The Management of Miastenia Gravis. Pract
Neurol. 5:18-2.
Dyar KL. 2013. Therapeutic plasma exchange in a patient with miastenia gravis. Nephrol Nurs J.
40(6):545-7.
Li Y, Arora Y, Levin K. 2013. Miastenia gravis: newer therapies offer sustained improvement. Cleve
Clin J Med. 80(11):711-21.
Nils EG. 2011. Neuromuscular disease: Acute treatment for miastenia gravis. Nature Reviews
Neurology. 7: 132-134.
Sivakumar Sathasivam. 2008. Steroids and immunosuppressant drugs in miastenia gravis. Nature
Clinical Practice Neurology. 4: 317-327.

15
16

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai