Anda di halaman 1dari 75

NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA

AHMAD TOHARI: ANALISIS SOSIOLOGI


SASTRA

SKRIPSI
OLEH

ANDREY PRANATA
050701036

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI:
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH

ANDREY PRANATA
050701036

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan


mengikuti ujian skripsi dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Drs. Isma Tantawi, M.A.


NIP 131676481 NIP 131570496

Departemen Sastra Indonesia


Ketua,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum.


NIP 131676481

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
NOVEL ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI:
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

ABSTRAK

Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap realitas


kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya
sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi yang berlaku
dalam masyarakatnya. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran bagaimana hubungan antara nilai struktural dengan nilai
sosiologis yang terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis telah menelaah novel Orang-Orang Proyek
karya Ahmad Tohari dan telah menerapkan teori struktural dan sosiologis. Dengan
menerapkan kerangka teori itu dapat diperoleh gambaran tentang hubungan struktur
dan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam novel tersebut. Masalah dalam analisis
skripsi ini dibatasi pada bagian-bagian yang memegang peranan penting dalam tubuh
novel Orang-Orang Proyek yaitu: latar, alur, penokohan, dan tema. Tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah, untuk menguraikan struktur novel Orang-
Orang Proyek yang mencakup latar, alur, penokohan, dan tema; dan menguraikan
nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek. Manfaat dari
penelitian ini untuk memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra
Indonesia, memberikan informasi kepada pembaca tentang nilai-nilai sosial yang
terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek, dan menambah pengetahuan masyarakat
tentang sastra dan ilmu sastra. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori
sosiologi sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
membaca heuristik dan hermeneutik. Tema novel Orang-Orang Proyek ini berkisar
pada persoalan korupsi yang terjadi di dalam pengerjaan proyek pembangunan
jembatan di Sungai Cibawor dan masalah percintaan terjadi di proyek antara Kabul
dan Wati. Cerita disusun dalam bentuk alur maju yang hubungan-hubungannya
begitu logis, yaitu hubungan sebab akibat. Penggarapan watak tokoh dapat dilihat
dari tiga aspek, yaitu: fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Jumlah tokoh sekitar
delapan orang, terdiri atas tokoh utama dan tokoh pembantu. Latar dibedakan atas
latar waktu, latar tempat, dan latar situasi. Nilai-nilai sosiologis yang tercermin dalam
novel ini adalah nilai budaya, nilai politik, dan nilai percintaan.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat-Nya yang telah

memberikan semangat dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini, penulis

mengalami kesulitan-kesulitan yang disebabkan kurangnya bahan-bahan, kemampuan

dan pengalaman.

Skripsi ini berjudul Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari:

Analisis Sosiologi Sastra. Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat

dalam menempuh ujian sarjana bidang Ilmu Sastra Indonesia di Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Drs. Wan Syaifudin, M.A., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Nurhayati, M.Hum. sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Isma

Tantawi, M.A. sebagai pembimbing II, yang telah memberikan petunjuk dan

saran yang berguna serta dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen pengajar, khususnya Bapak Drs. Asrul Siregar, M.Hum.,

sebagai dosen wali yang selalu memberikan dorongan selama penulis

mengikuti perkuliahan di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

4. Keluargaku (Ayah Edi Bambang dan Ibunda Suarti Sinaga tercinta serta

Kakak Yofi, Kakak Youlan, dan Adikku Dikky Angriawan ) yang tidak

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
pernah lupa memberi dorongan dan memanjatkan doa kepada Allah Swt untuk

keberhasilan penulis.

5. Kepada perempuan yang paling spesial di hatiku, Sepratih Surbakti, yang

selalu memotivasi penulis untuk cepat menyelesaikan skripsi, yang selalu

menjadi inspirasi penulisan skripsi penulis, dia cahaya penerang langkahku

selamanya.

6. Teman-teman Sasindo berbagai stambuk dan khususnya stambuk 2005 yang

tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu,

memberikan semangat, dan dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi

ini.

Mudah-mudahan skripsi ini berguna bagi pembaca dan dapat membangkitkan

minat untuk membicarakan ilmu sastra lebih dalam.

Medan, Maret 2009

Andrey Pranata
NIM 050701036

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................2
1.2 Rumusan masalah................................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................4
1.3.1 Tujuan Penelitian........................................................................4
1.3.2 Manfaat Penelitian......................................................................5
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA.........6
2.1 Konsep.................................................................................................6
2.2 Landasan Teori.....................................................................................8
2.3 Tinjauan Pustaka.................................................................................12
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................14
3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data..............................................14
3.2 Teknik Analisis Data...........................................................................18
3.2.1 Bahan Analisis............................................................................19
BAB IV PENDEKATAN STRUKTUR TERHADAP NOVEL ORANG-ORANG
PROYEK KARYA AHMAD TOHARI...............................................................20
4.1 Tema....................................................................................................20
4.2 Alur......................................................................................................24
4.3 Penokohan............................................................................................37
4.4 Latar.....................................................................................................47
BAB V ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP NOVEL ORANG-
ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI...............................................53
5.1 Nilai Budaya........................................................................................53
5.2 Nilai Politik..........................................................................................57
5.3 Nilai Percintaan....................................................................................61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................65
6.1 Kesimpulan..........................................................................................65
6.2 Saran....................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebuah karya sastra tercipta berdasarkan imajinasi pengarang. Suatu hal yang

tidak dapat dipungkiri adalah suatu kenyataan bahwa seorang pengarang itu

senantiasa hidup dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Di dalamnya, ia akan

senantiasa terlibat dengan berbagai permasalahan. Jabrohim (2001: 167) mengatakan

bahwa dalam bentuk yang paling nyata, ruang, dan waktu tersebut adalah masyarakat

atau kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. Dengan

kata lain, konteks ini menyatakan bahwa suatu karya sastra bukanlah suatu karya

yang bersifat otonom, berdiri sendiri, melainkan suatu yang terikat erat dengan situasi

dan kondisi lingkungan tempat karya itu diciptakan.

Sebuah karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap

realitas kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik

apabila karya sastra tersebut dapat mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi

yang berlaku dalam masyarakatnya. Sumardjo dan Saini K. M. (1991: 9) mengatakan

bahwa karya sastra yang baik juga biasanya memilki sifat-sifat yang abadi dengan

memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada.

Wellek dan Waren (1984: 276) mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil

ciptaan pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat di

dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra seorang pengarang mengandung kebenaran

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmasyarakat berdasarkan

pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan

secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur

hiburan dan penerangan terhadap pengalaman hidup manusia. Betapa pun saratnya

pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi

haruslah tetap merupakan cerita yang menarik. Tentu saja karya sastra harus bersifat

menarik, sastra harus memiliki struktur dan tujuan estetis, koherensi keseluruhan, dan

efek tertentu.

Damono (2002: 1) menyatakan bahwa karya sastra diciptakan sastrawan untuk

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah

masyarakat, ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang

menggunakan bahasa sebagai medium; bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.

Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu

kenyataan sosial. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin

seseorang, yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang

dengan orang lain atau masyarakat.

Berdasarkan beberapa uraian di atas disimpulkan bahwa sastra merupakan

penafsiran kehidupan. Proses pengungkapan realita yang dilakukan pengarang di

dalam karya sastranya, tidak terlepas dari berbagai faktor yang secara sadar atau tidak

sadar turut mempengaruhi ide, visi atau sikap pengarang. Keseluruhan faktor tersebut

berasal dari lingkungan masyarakat yang ditempati pengarang.

Novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari ini yang terdiri dari 220

halaman. Novel ini merupakan karya dari seorang pengarang Indonesia yang pernah

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
mengenyam bangku kuliah, yakni di Fakultas Ilmu Kedokteran Ilmu Khaldun, Jakarta

(1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan

Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976). Ahmad Tohari pernah

bekerja di majalah terbitan BNI ’46, keluarga dan Amanah. Novel ini berkisah

tentang perjalanan hidup seorang insinyur, Kabul, dalam pengerjaan suatu jembatan

di suatu desa. Novel ini juga bercerita tentang suatu percintaan yang bergejolak di

suatu proyek pembangunan jembatan. Selain itu, novel ini juga berhasil

menggambarkan keadaan dan situasi dalam pengerjaan proyek pembangunan

jembatan.

Dengan alasan di atas, penulis merasa tertarik untuk menganalisis novel ini

dari segi sosiologisnya. Selain itu, sepanjang sepengetahuan penulis, novel ini belum

pernah ditelaah oleh siapa pun baik dari segi sosiologis maupun dari segi lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Karya sastra merupakan dunia kemungkinan, artinya ketika pembaca

berhadapan dengan karya sastra, maka karya sastra tersebut berhadapan dengan

kemungkinan penafsiran. Setiap pembaca berhak memiliki penafsiran yang berbeda

terhadap makna karya sastra. Hal ini terjadi karena sebuah karya sastra mempunyai

sifat khas, seperti: adanya “fiksionalitas”, “ciptaan”, dan “imajinatif” (Wellek dan

Warren, 1989: 18-20). Ketiga unsur inilah yang menyebabkan masalah yang luas dan

kompleks dalam dunia sastra. Hal ini juga telah memungkinkan beragamnya teori dan

pendekatan terhadap karya sastra.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis akan menganalisis tentang unsur-unsur

yang membangun sebuah karya sastra yang meliputi: alur, penokohan, gaya bahasa,

latar, pusat pengisahan, dan tema. Menurut Rachmat Djoko Pradopo (1986:74)

sebuah cerita merupakan sebuah struktur yang terjalin dari unsur-unsur yang berjalin

erat. Stanton (1965: 11-12) membagi struktur cerita rekaan menjadi: tema, fakta-fakta

cerita, dan sarana-sarana sastra. Menurut Saleh Saad dalam Lukman Ali (1967: 120)

berpendapat bahwa unsur-unsur penting dalam sebuah struktur cerita ialah alur,

penokohan, latar, dan pusat pengisahan. U.U. Hamidy (1983: 14) mengatakan bahwa

jika kita lihat sistematika bangunan karya fiksi, kita akan melihat beberapa bagian

yang membentuknya. Di antara bagian-bagian itu yang sangat penting peranannya

ialah tema, perwatakan, alur dan tempat kejadian, sistematika hubungan antara tokoh,

dan gaya. Namun, mengingat masalah yang ditawarkan oleh dunia sastra terlalu luas

maka penulis membatasi penelitian ini ialah:

1. Pada bagian-bagian yang memegang peranan penting dalam tubuh novel

Orang-Orang Proyek, yaitu: latar, alur, penokohan, dan tema;

2. Penelitian ini juga menganalisis nilai-nilai sosial yang terkandung dalam

novel Orang-Orang proyek, seperti: nilai budaya, nilai politik, dan nilai

percintaan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Alasan-alasan yang telah dikemukakan pada bagian latar belakang merupakan

faktor pendorong dilakukannya penelitian ini. Sedangkan tujuan penelitian ini

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
menyangkut masalah teoritis dan praktis. Hal ini berkaitan dengan latar belakang

penulis sebagai salah seorang masyarakat sastra Indonesia yang bergerak di bidang

akademik sastra sehingga penelitian ini dituntut untuk menitikberatkan landasan

ilmiah dalam kegiatan penelitian sastra

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah,untuk:

a. Menguraikan struktur novel Orang-Orang Proyek yang mencakup tema,

alur, penokohan, dan latar,

b. Menguraikan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam novel Orang-

Orang Proyek.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk:

a. Memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia,

b. Memberikan informasi kepada pembaca tentang nilai-nilai sosial yang

terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek, dan

c. Menambah pengetahuan masyarakat tentang sastra dan ilmu sastra.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai

konsep-konsep penelitian. Maka pada subbab ini akan dijelaskan konsep tersebut.

Menurut Malo, dkk (1985: 47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial

walaupun istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun makna dan

pengertiannya dapat berubah.

Penelitian ini menggunakan beberapa konsep. Konsep ini berfungsi untuk

menjadi pedoman atau pendukung bagi penulis. Konsep-konsep itu adalah sebagai

berikut:

a. Sosiologi

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat

dan menyelidiki ikitan-ikatan antarmanusia yang menguasai kehidupan itu.

Berdasarkan asal usul katanya sosiologi dapat didefenisikan sebagai berikut:

sosiologi bersal dari bahasa Latin, socius: teman, kawan; social: berteman, bersama,

berserikat. Sosiologi bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam masyarakat

yaitu persekutuan, manusia, dan selanjutnya dengan pengertian itu untuk dapat

berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama. Singkatnya sosiologi

ini adalah ilmu masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia

sebagai anggota golongan atau masyarakat (tidak sebagai individu yang terlepas dari

golongan atau masyarakatnya) dengan ikatan-ikatan adat kebiasaan, kepercayaan atau

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
agamanya, tingkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan yang

meliputi segala segi kehidupannya.

b. Sastra

Damono (1978: 1) mengatakan bahwa sastra adalah lembaga sosial menggunakan

bahsa sebagai mediumnya dan bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.

c. Sosiologi Sastra

Sosiologi Sastra adalah pendekatan sastra dengan mempertimbangkan segi-

segi kemasyarakatannya. Segi kemasyarakatannya berhubungan dengan masyarakat

yang berada di sekitar sastra itu baik penciptanya, gambaran masyarakat yang

diceritakan itu dan pembacanya.

Menurut Laurenson dan Swingewood (1971) tiga perspektif berkaitan dengan

sosiologi sastra yaitu 1. Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen

sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut

diciptakan, 2. penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai cerminan situasi sosial

penulisnya, dan 3. penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa

sejarah dan keadaan sosial budaya.

d. Karya Sastra

Wellek dan Warren (1984: 276) mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil

ciptaan pengarang yang menggambarkan segala peritiwa yang dialami masyarakat di

dalam kehidupan sehari-hari.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
e. Tema

Gorys Keraf (1980: 107) mengatakan bahwa tema adalah suatu amanat utama

yang disampaikan oleh penulis lewat karangannya. Sedangkan menurut Sulastin

(1983: 92) tema adalah semacam kesimpulan bahan cerita, karena itu dinyatakan

sesingkat-singkatnya.

f. Alur

Menurut U.U. Hamidy (1983: 26) alur suatu cerita atau plot dapat dipandang

sebagai pola atau kerangka cerita dari bagian-bagian lain cerita itu disangkutkan

sehingga cerita itu kelihatan menjadi suatu bangunan yang utuh.

g. Latar

Latar atau setting ialah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana

terjadinya lakuan dalam karya sastra (Panuti Sudjiman, 1984: 46).

h. Penokohan/perwatakan

Menurut Abrams penokohan itu adalah perwatakan yaitu mengenai sifat, tabiat

atau perangai tokoh yang terdapat dalam cerita atau drama.

2.2 Landasan Teori

Untuk membahas sebuah karya sastra ada dua macam pendekatan, yaitu

pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik bertolak dari

karya itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan struktural.

Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai satu kesatuan yang utuh. Pendekatan

kedua adalah pendekatan ekstrinsik, yaitu pendekatan yang membahas tentang

hubungan karya sastra dengan sosiologi, psikologi, antropologi, dan lain-lain.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Penelitian ini menerapkan pendekatan intrinsik dengan teori struktural dan

pendekatan ekstrinsik dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Penulis

menggunakan pendekatan struktural karena untuk memenuhi sebuah cerita diperlukan

analisis struktural sebab pendekatan struktural merupakan tugas prioritas dalam

penelitian karya sastra (Teeuw, 1983: 61).

Menurut Abrams (1979: 3-29; 1981: 36-37) dan Teeuw (1984: 50) ada empat

pendekatan terhadap karya sastra, yaitu: (1) pendekatan mimetik yang menganggap

karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan); (2) pendekatan pragmatik yang

menganggap karya sastra itu adalah alat untuk mencapai tujuan tertentu; (3)

pendekatan ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan,

pikiran, dan pengalaman penyair (sastrawan); dan (4) pendekatan objektif yang

menganggap karya sastra sebagai suatu yang otonom terlepas dari alam sekitarnya,

pembaca, dan pengarang. Maka, yang penting adalah dalam kritik ini adalah karya

sastra itu sendiri, yang dianalisis khusus struktur intrinsiknya.

Penulis juga menggunakan pendekatan struktural karena untuk memahami

cerita perlu dianalisis cerita itu secara struktural sebab pendekatan struktural

merupakan tugas prioritas (Teeuw, 1983:61) merupakan pekerjaan pendahuluan

dalam penelitian karya sastra. Makna unsur-unsur karya itu hanya dapat dipahami dan

dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam

keseluruhan karya sastra.

Penulis memilih teori sosiologi sastra karena dengan menggunakan teori ini

akan diketahui dengan jelas penggambaran suatu masyarakat di dalam sebuah karya

sastra. Selain itu, dengan sosiologi sastra, karya sastra dapat dikaji dengan

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
memfokuskan perhatian kepada segi-segi sosial kemasyarakatan. Pendekatan

terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa

penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya

dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan sosiokultural terhadap

sastra. Menurut Damono (1984: 3-4) bahwa pendekatan sosiologis ini pengertiannya

mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan

pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri

kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang

diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.

Sosiologi dan sastra memiliki kesamaan permasalahan yakni sama-sama

berurusan dengan manusia. Namun demikian, tidak berarti kedua bidang tersebut

dapat disamakan begitu saja. Seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan

kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat sedangkan seorang sastrawan dengan

kedalaman imajinasinya mampu mengungkapkan keberadaan manusia dalam sebuah

kenyataan. Seorang sosiolog hanya mampu mengungkapkan kenyataan dengan apa

adanya.

Sosiologi sastra dengan menggabungkan dua disiplin ilmu yang berbeda,

sosiologi dan sastra secara harafiah harus didukung oleh dua teori yang berbeda yaitu

teori-teori sastra, di dalam penelitian sastra itu sendiri, karya sastra merupakan objek

yang paling dominan sedangkan ilmu-ilmu yang lain hanyalah sebagai ilmu Bantu.

Hal ini sesuai dengan pendapat Ratna (2003: 18) yang menyatakan bahwa masalah

yang perlu dipertimbangkan adalah dominasinya dalam analisis sehingga tujuan yang

dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal. Dalam sosiologi sastra yang

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra sedangkan teori-teori yang

berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer (pelengkap).

Ratna (2003: 18) juga mengatakan bahwa teori-teori sosiologi yang

mendukung analisis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta

sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khusus dalam kaitannya dengan

aspek-aspek ekstrinsik, seperti: kelompok sosial, status sosial, stratifikasi sosial,

institusi sosial, sistem sosial, interaksi sosial konflik sosial, dan kesadaran sosial,

yang semua berhubunagan dengan masyarakat.

Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (1984: 111)

membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi, yaitu: (1) sosiologi pengarang

yakni mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang

menyangkut diri pengarang; (2) sosiologi karya sastra yakni mempermasalahkan

tentang suatu karya sastra yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat

dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya;

(3) sosiologi sastra yakni mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh

sosialnya terhadap masyarakat. Jadi, di dalam penelitian ini penulis menelaah

sosiologi karya sastranya.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu gambaran bahwa sosiologi

sastra objek penelitiannya adalah manusia dan kehidupan sosialnya. Damono (2002:

18) berpendapat bahwa sosiologi sastra bukan hanya mengacu kepada teori,

melainkan juga mendasarkan diri pada pengamatan. Hal tersebut sudah selayaknya

dikembangkan apabila ingin memperhitungkan pentingnya faktor-faktor sosial atau

masyarakat yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Grabster (dalam Damono, 1984: 4-5) juga menjelaskan bahwa karya sastra

tidak akan dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya

masyarakat yang menghasilkannya. Kebudayaan memiliki tujuh unsur, yaitu: 1.

sistem religi dan upacara keagamaan; 2. sistem dan organisasi kemasyarakatan; 3.

sistem pengetahuan; 4. bahasa; 5. kesenian; 6. sistem mata pencaharian hidup; 7.

sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 1974).

Dari uraian tentang berbagai teori di atas untuk menganalisis novel Orang-

Orang Proyek, teori yang digunakan yaitu sosiologi sastra yang berfokus kepada

sosiologi karya sastra, dapat diketahui mengenai isi atau apa saja yang tersirat dalam

novel Orang-Orang Proyek. Dari sosiologi karya sastra itu dapat dilihat fungsi sosial

sastranya yaitu nilai-nilai sosial yang terdapat dalam sebuah karya sastra khususnya

novel Orang-Orang Proyek yang akan ditujukan bagi masyarakat pembaca.

2.3 Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian maupun hasil penelitian adalah bagian yang tidak terpisahkan

dari unsur-unsur lainnya, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung

dengan permasalahan yang sedang dibahas oleh seorang peneliti atau penulis.

Sebuah karya ilmiah mutlak membutuhkan referensi atau acuan yang

menopang penelitian yang sedang dikerjakannya. Sejauh yang peneliti ketahui, belum

ada yang meneliti novel Orang-Orang Proyek dari sosiologi sastranya di Jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Mahasiswa Jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang yaitu Diah Trianingrum

telah meneliti novel Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari dari segi sikap hidup

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
orang jawa dengan analisis sosiologi sastra. Skripsi Diah Trianingrum tersebut lebih

menekankan pokok penelitian ke segi sikap hidup orang jawa dalam novel Orang-

Orang Proyek karya Ahmad Tohari, tetapi pada skripsi penulis ini, penulis

menganalisis novel Orang-Orang Proyek dengan analisis sosiologi sastra yang

menganalisis nilai-nilai sosial yaitu nilai budaya, politik, dan percintaan yang terdapat

di dalam novel Orang-Orang proyek. Pendekatan struktural membantu

penganalisisan sosiologi sastra.

Penelitian dengan memakai analisis sosiologi sastra sudah banyak yang

menelitinya yaitu salah satunya Triana Lili Rahayu Tanjung dengan judul skripsi

Analisis Struktural dan Sosiologis terhadap Novel Ayat-Ayat Cinta Karya

Habiburrahman El Shirazy. Hal inilah yang akan menjadi referensi atau acuan untuk

memperkuat penelitian ini sendiri.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode membaca heuristik dan

hermeneutik. Menurut Pradopo (2001: 84), pembacaan heuristik adalah pembacaan

berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermeneutik

adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau

berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang

atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi sastranya.

Selain itu, Pradopo (2001: 84) juga menjelaskan, “Metode membaca heuristik
pada cerita rekaan atau novel merupakan pembacaan berdasarkan tata bahasa
ceritanya yaitu pembacaan novel dari awal sampai dengan akhir cerita secara
berurutan. Cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus.
Hal ini dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca
tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian
cerita secara berurutan.”

Hasil pembacaan heuristik terhadap novel Orang-Orang Proyek

menghasilkan sinopsis cerita sebagai berikut: novel Orang-Orang Proyek ini adalah

sebuah karya seseorang pengarang Indonesia yang pernah kuliah di beberapa fakultas

seperti ekonomi, sospol, dan kedokteran, Ahmad Tohari. Novel ini bercerita tentang

suasana pengerjaan proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor di Desa

Cibawor.

Cerita diawali dengan penggambaran seorang lelaki bernama Pak Tarya. Pak

Tarya berada di bawah pohon mbulu di tepi Sungai Cibawor di Desa Cibawor. Pak

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Tarya merupakan orang yang terpandang di desa Cibawor. Pak Tarya adalah

pensiunan pegawai Kantor Penerangan dan pernah bekerja sebagai wartawan. Ketika

Pak Tarya sedang asyik memainkan seruling, Kabul menghampirinya.

Kabul seorang pimpinan pelaksana proyek bercerita dengan Pak Tarya. Kabul

menceritakan bahwa gara-gara banjir kemarin beton pancang tiang sudah miring,

pekerjaan harus diulang lagi dari awal. Kabul pusing atas kerusakan itu yang

membuat kerugian yang cukup besar serta memberi beban batin karena hasil kerja

beberapa hari dengan biaya jutaan lenyap seketika. Kerugian itu sesungguhnya bisa

dihindari bila awal pelaksanaan pembangunan jembatan itu ditunda sampai musim

kemarau tiba beberapa bulan lagi. Itulah rekomendasi para perancang. Namun,

rekomendasi itu diabaikan, konon demi mengejar waktu. Penguasa yang punya

proyek dan para pemimpin politik lokal menghendaki jembatan itu selesai sebelum

pemilu 1992. Kabul memperkirakan bahwa peresmian jembatan akan dimanfaatkan

sebagai ajang kampanye partai golongan penguasa.

Ketika suara radio di pinggang Kabul terdengar, Kabul pun pamit untuk

kembali ke kantor kepada Pak Tarya karena Pak Dalkijo kepala proyek

memanggilnya ke kantor. Kabul berjalan menuju bangunan bedeng tak jauh dari

lokasi proyek itu. Pada bangunan itu tersedia ruangan kerja dan tempat istirahat

Kabul. Wati ada di ruangan kerja. Wati bekerja sebagai penulis kantor proyek itu.

Wati diterima kerja dalam proyek itu yaitu dalam rangka pemberdayaan tenaga kerja

setempat untuk menekan dampak sosial negatif proyek.

Tanpa terasa proyek sudah tiga bulan berlangsung. Proyek ini yang dibiayai

dengan dana pinjaman luar negeri dan akan menjadi beban masyarakat, yang mereka

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
anggap sebagai milik pribadi. Kabul tahu bagaimana bendahara proyek wajib

mengeluarkan dana untuk kegiatan partai golongan penguasa. Dan ternyata orang-

orang kampung juga ikut-ikutan nakal. Mandor yang mencatat penerimaan material

pun pandai berhitung. Namun, menghadapi semua tingkat kebocoran itu, insinyur

Dalkijo, atasan Kabul, seperti taidak menanggung beban apa pun. Sebagai insinyur,

Kabul tahu betul dampak semua permainan. Mutu bangunan menjadi taruhannya.

Padahal bila mutu bangunan dipermainkan masyarakatlah yang pasti akan

menanggung akibat buruknya. Bagi Kabul, hal itu adalah pengkhianatan terhadap

derajat keinsinyurannya.

Kabul dan Wati sering makan bersama di warung Mak Sumeh. Selain itu,

mereka juga sering nonton bersama. Dari situlah awal mula percintaan timbul

diantara mereka. Selain itu pun, mereka dibantu oleh gossip-gosip yang dibuat oleh

Mak Sumeh, pemilik warung yang berada di dekat proyek. Wiyoso, pacar Wati, yang

masih kuliah, akhirnya memutuskan Wati karena Wiyoso tidak bisa memenuhi

permintaan Wati yang menginginkan secepatnya untuk menikah.

Banyak terjadi kejanggalan-kejanggalan dalam proyek itu. Banyak dana

digelapkan untuk dapat memperkaya diri. Mereka menggelapkan dana dengan cara

mengurangi mutu takaran bangunan jembatan yang berkualitas baik. Tiba. Pak

Baldun sebagai ketua panitia renovasi masjid bersama Pak Basar yang sebagai kepala

desa datang ke proyek. Tujuan mereka untuk meminta bantuan sumbangan untuk

merenovasi masjid, yang nantinya masjid ini digunakan oleh orang-orang penting

dari partai golongan penguasa yaitu Golongan Lestari Menang (GLM) sebagai tempat

salat jumat. Kabul membaca surat permohonannya. Setelah membacanya Kabul

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
memutuskan bahwa Kabul tidak bias memberi sumbangan karena dana proyek masih

kurang. Kabul mau memberikan sumbangan setelah proyek selesai.

Kabul menuntut untuk pemasangan lantai jembatan harus digunakan besi baru

dan pasir yang bermutu baik. Kabul juga menuntut penyelesaiannya tidak dipaksakan

bersamaan dengan HUT GLM. Pak Dalkijo pun tidak menghiraukan tuntutan Kabul.

Dalkijo bersikeras dengan anjurannya agar Kabul cepat menyelesaikan proyek

pembangunan jembatan itu agar dapar digunakan pada HUT GLM. Dalkijo

menganjurkan agar menggunakan besi bekas dan pasir dari sungai cibawor itu untuk

membangun lantai jembatannya. Akhirnya, Kabul pun menyerah, dia tidak kuasa lagi,

keidealisannya itu ditentang oleh pimpinan proyek dan suasana di proyek. Kabul

mengundurkan diri dari pekerjaanya di proyek pembangunan jembatan di sungai

cibawor.

Pada desember 1992, hanya satu tahun setelah Kabul meninggalkan proyek

pembangunan jembatan di Sungai Cibawor, Kabul bekerja di proyek milik swasta

terlaksana ketika dia mendapat kepercayaan menjadi site manager pembangunan

hotel di Cirebon. Liburan akhir tahun ingin dinikmatinya di rumah Biyung bersama

Wati yang sudah menjadi Nyonya Kabul. Mereka baru sebulan menikah. Ketika di

perjalanan ke rumah biyung di mulut jalan simpang tiga, Kabul harus menghentikan

mobil. Ada papan melintang dengan tulisan “jembatan rusak”. Ada tanda panah yang

menunjukkan jalan alternatif. Mobil Kabul pun berputar dan melaju cepat

meninggalkan jembatan Sungai Cibawor. Jembatan yang sekilas tampak gagah itu

lantainya sudah jebol meski umurnya baru saru tahun. Rasa sakit tiba-tiba menusuk

dada Kabul.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Metode membaca heuristik harus diulang dengan bacaan retroaktif dan

ditafsirkan secara hermeneutik sehingga pada sistem semiotik tingkat kedua isi cerita

rekaan atau novel dapat memberikan pemahaman serta penafsiran makna cerita

keseluruhan dari novel yang dibahas.

Selanjutnya penafsiran data tersebut dicatat pada kartu data. Penafsiran

tersebut dicatat berdasarkan masalah yang berhubungan dengan unsur-unsur intrinsik,

seperti: alur, latar, penokohan, dan tema serta unsur-unsur ekstrinsik, seperti: nilai

budaya, nilai politik, dan nilai percintaan yang terdapat dalam novel Orang-Orang

Proyek pada kartu data yang berbeda.

3.2 Teknik Analisis Data

Teknik penelitian yang digunakan adalah studi perpustakaan (library

research) yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Pada penelitian ini

akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku (Semi,

1988: 8). Adapun objek penelitian ini adalah novel Orang-Orang proyek karya

Ahmad Tohari.

Dalam menganalisis data obejek yang akan diteliti terlebih dahulu dirumuskan

berdasarkan masalah kemudian diadakan studi perpustakaan. Setelah berbagai

informasi diperoleh selanjutnya dilakukan pengumpulan data, penyusunan data,

penganalisisan data, dan penafsiran data. Kesimpulan merupakan langkah akhir

dalam laporan penelitian.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
3.2.1 Bahan Analisis

Data dikumpulkan dari novel, yaitu:

Judul : Orang-Orang Proyek

Karya : Ahmad Tohari

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku : 224 halaman

Ukuran : 14 x 21 cm

Cetakan :I

Tahun : 2007

Warna Sampul: Perpaduan putih dan kuning

Gambar : Gambar orang-orang yang bekerja di proyek dengan ditambah alat-

alat penunjang pembangunan proyek

Disain : Wedha

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
BAB IV

Pendekatan Struktural terhadap Novel Orang-Orang Proyek

Karya Ahmad Tohari

4.1 Tema

Tema adalah pokok persoalan yang ingin disampaikan pengarang melalui

karyanya. Seperti yang dikemukakan oleh Gorys Keraf (1980: 107), tema adalah

suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis lewat karangannya. Kemudian

Atar Semi 91984: 34) mengatakan, tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau

amanat pengarang kepada pembaca.

Menurut Sulastin (1983: 92) tema ialah semacam kesimpulan bahan cerita

karena itu dinyatakan sesingkat-singkatnya, misalnya tema suatu cerita ialah kawin

paksa. Dalam cerita dengan tema tersebut persoalan kawin paksa akan terbayang

sepanjang cerita karena tema itulah yang menjadi pangkal penulisan cerita.

Untuk menafsirkan tema suatu karya sastra dapat digunakan kata kunci, yaitu

lewat judul suatu karya sastra (Sulastin, 1983: 129). Mursal Esten (1982: 92)

menyodorkan tiga kriteria untuk mengidentifikasi tema dalam cerita, yaitu:

Pertama tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Kedua, secara

kuantitatif, persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik-konflik yang

melahirkan peristiwa-peristiwa. Cara yang ketiga ialah menentukan waktu

penceritaan, yaitu diperlukan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa atau tokoh-

tokoh di dalam sebuah sastra. Dengan menggunakan ketiga kriteria itu akan

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
menghilangkan keraguan kita untuk menentukan persoalan mana yang merupakan

tema dari sebuah karya sastra. Ketiga kriteria tersebut tidak mutlak harus digunakan

sekaligus. Ketiganya baru digunakan menurut urutan, bila ada keraguan dalam

menentukan persoalan mana yang merupakan tema dari karya sastra tersebut. U. U.

Hamidy (1983: 16) menyodorkan empat langkah yang harus ditempuh untuk dapat

memperoleh tema suatu karya fiksi itu, yaitu pertama, buatlah kesatuan-kesatuan

peristiwa yang amat penting, yang terdapat dalam karya fiksi itu. Susunlah kesatuan-

kesatuan peristiwa yang penting itu menurut jalan cerita. Rumusan itulah yang

menjadi tema cerita tersebut.

Henry Guntur tarigan (1984: 125) mengatakan bahwa kalaupun misalnya

pengarang tidak menjelaskan apa tema ceritanya secara eksplisit itu harus dapat

dirasakan dan disimpulkan oleh pembaca setelah selesai membacanya.

Berdasarkan keterangan di atas, dalam menganalisis novel Orang-Orang

Proyek ini penulis dapat menemukan tema dalam novel tersebut.

Berdasarkan tema pokoknya, novel Orang-Orang Proyek ini dapat disebut

novel politik dan cinta karena di dalam novel ini menceritakan politik dalam

membangun jembatan pastilah orang-orang di dalam pengerjaan proyek itu

melakukan korupsi dalam apa saja. Selain itu seorang tokoh utama di samping

dilanda dilema atas tindakan korupsi itu, percintaanlah yang berkecamuk di diri

seorang tokoh utama yaitu Kabul.

Keidealisan dan kejujuran Kabul dalam pekerjaannya membangun proyek

jembatan dikalahkan oleh sikap pemimpin proyek yang lebih mengutamakan

kepentingan pribadi yaitu melakukan tindak korupsi di dalam pembangunan

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
jembatan. Pemimpin proyek, Dalkijo dendam dengan kemiskinan, hal ini berdampak

pada pembangunan jembatan yaitu mutu bangunan berkurang karena korupsi berjalan

di proyek jembatan di Sungai Cibawor. Tindakan korupsi terjadi di dalam pengerjaan

pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan di

bawah ini.

”Pertanyaan apa? Kalau sulit saya tak bisa.”


”Mudah saja. Mengapa beberapa penduduk di sini suka menyuap kuli-kuli
untuk mendapat, atau tepatnya, dicurikan semen?”
Mendapat pertanyaan yang tak terduga Pak Tarya mengerutkan dahi.
”Begitu?”
”Pura-pura tidak tahu?”
”Saya benar-benar tidak tahu.”
”Nah, sekarang sudah tahu, kan?”
”Ya...! Hup!”
Pak Tarya batal menjawab pertanyaan Kabul karena pancingannya mengena.
Tali digulung dalam gerakan yang anggun dan seekor ikan putihan menggelepar di
ujungnya. Pak Tarya melepas ikan itu dari mata kail, lalu melemparkan kembali ke
air. ”Kamu masih terlalu kecil. Tahun depan kamu saya pancing lagi. Janji, ya?”
Kabul tersenyum mendengar gumam Pak Tarya.
”Oh, maaf. Tadi Mas Kabul tanya apa? Ah, saya ingat. Ada orang kampung
ingin mendapat semen dari proyek ini dengan cara menyuap kuli-kuli?”
”Ya.”
”Tanpa maksud membela sesama saudara sekampung, bukankah mereka tak
bisa merugikan proyek tanpa kerja sama dengan orang dalam, bukan?”(Hal. 18-19)

Walaupun godaan untuk melakukan tindakan korupsi di dalam pembangunan

jembatan di Sungai Cibawor, Kabul mampu mengatasi persoalan di dalam dirinya

yaitu tetap mengikuti prinsip semula menjaga mutu bangunan dengan

mempertahankan keidealisannya yang pernah duduk di bangku kuliah. Hal ini dapat

kita lihat pada kutipan di bawah ini.

”Dik Kabul,”sambung Dalkijo. ”Saya tahu Dik Kabul mantan aktivis. Biasa
kan, yang namanya aktivis punya idealisme yang kolot. Tapi setelah bekerja ini, Dik
Kabul harus tunduk kepada kenyataan. Sedikit pragmatislah agar kita tidak konyol
seperti Don Kisot. He-he.”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
.....
Namun masalahnya, dalam ceramah tadi Dalkijo secara tak langsung

menyindir jalan lain yang secara sadar sudah dipilihnya. Yakni jalan hidup yang tidak

menaruh dendam terhadap kemiskinan yang dialaminya pada masa lalu. Bagi Kabul,

kemiskinan memang harus dihilangkan. Namun tidak harus dengan dendam pribadi.

Dan karena kemiskinan terkait erat dengan struktur maupun kultur masyarakat,

menghilangkannya harus melibatkan semua orang dalam semangat setia kawan yang

tinggi. Dengan demikian, jalan sangat egositis yang ditempuh Dalkijo terasa

menyimpang (Hal. 28-32).

Sisi percintaan muncul di dalam proyek pembangunan jembatan. Wati yang

kerja sebagai administrasi proyek kagum dengan Kabul seorang pelaksana proyek

yang berstatus bujangan. Tetapi Kabul tahu bahwa Wati mempunyai pacar. Wati tetap

suka pada Kabul itu yang dikatakan Mak Sumeh tiap Kabul istirahat di warungnya.

Hal ini dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

”Mumpung belum banyak orang, Pak insinyur, boleh aku bicara sedikit?”
”Pasti boleh. Soal apa? Banyak tukang yang belum bayar utang? Itu urusan
mandor, bukan urusanku.”
”Bukan itu, Pak Insinyur. Ini soal pribadi.”
”Pribadi siapa?”
Pribadi Pak Insinyur sendiri.”
”Kok?”
Mak Sumeh senyum-senyum.
”Ya. Begini. Ini salah Pak Insinyur kenapa masih bujangan. Jadi ada gadis
yang naksir.” Mak Sumeh senyum lagi.
”Ah, Mak Sumeh mau bilang apa?”Kabul menarik kopi yang sudah disajikan
pelayan.
”Anu. Tapi sebelumnya aku minta maaf. Apa Pak Insinyur belum tahu
Wati...anu...suka sama Pak Insinyur?” Mak Sumeh menatap lurus ke arah mata
Kabul. Yang ditatap mengangkat alis.
”Ah, yang benar.”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Aku yang sudah peyot buat apa berbohong? Dia itu ya sering ngrasani Pak
Insinyur (Hal. 46).”

4.2 Alur

Alur tidak dapat diarahkan dalam cerita rekaan (fiksi). Dalam cerita yang

sesungguhnya tidak mungkin tidak ada alur. Dalam cerita rekaan modern yang

eksperimental sekalipun, masih ditemui alur. Jika dalam sebuah cerita tidak ditemui

alur, orang tidak akan menyebutnya cerita apalagi cerita rekaan, melainkan hanya

sebuah lukisan atau paparan belaka.

Menurut U.U. Hamidy (1983: 26) alur suatu cerita atau plot dapat dipandang

sebagai pola atau kerangka cerita dari bagian-bagian lain cerita itu disangkutkan

sehingga cerita itu kelihatan menjadi suatu bangunan yang utuh.

Menurut Gorys Keraf (1980: 148),

Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur
mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lainnya, bagaimana
suatu insiden lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam
tindakan-tindakan itu, bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat
dalam tindakan-tindakan itu yang terikat dalam suatu kesatuan waktu.

Perlu ditambahkan adalah tidak perlu dipersoalkan bahwa akhir cerita masih

menimbulkan persoalan baru lagi karena akhir suatu kejadian atau peristiwa bisa

menjadi awal dari kejadian lain atau awal dari tragedi itu merupakan sebuah diskusi

yang pada gilirannya menjadi bagian pendahuluan dari kisah berikutnya.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Untuk membatasi titik tinjauan, maka perlu diberi batasan terhadap apa yang

dimaksud cerita di dalam sebuah novel, yaitu rangkaian tindakan yang terdiri dari

tahap-tahap yang penting dalam sebuah struktur yang terikat oleh waktu.

Mochtar Lubis (1981: 17) mengatakan bahwa suatu cerita terdiri dari lima

bagian, yaitu:

a. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan),

b. Generating Circumstance (peristiwa yang bersangkut-paut dan mulai

bergerak),

c. Racing Action (kedaan mulai memuncak),

d. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya), dan

e. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa).

Namun bukan berarti bahwa suatu cerita harus disusun menurut urutan

peristiwa seperti di atas, karena ini hanya merupakan penjelasan terhadap unsur-unsur

yang membangun alur tersebut. Bagian-bagian tersebut dapat saja berpindah ke

bagian lain, denoument dapat saja berpindah ke bagian sitution, demikian pula bagian

situation dapat berubah posisi ke tempat climax. Pertukaran atau perpindahan posisi

tersebut berguna untuk bagian-bagian tertentu, seperti ketakterdugaan, keterkejutan,

dan kelogisan cerita. Bagaimana cerita itu disusun tergantung kepada fantasi

pengarangnya.

Pada dasarnya alur dibagi atas dua bagian besar, yaitu alur maju dan alur

mundur. Alur maju sering juga disebut alur biasa. Disebut alur maju apabila suatu

cerita mengikuti urutan-urutan situation, generating circumstance, racing action,

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
climax, dan denoument. Sedangkan pengertian alur mundur ialah apabila cerita tidak

mengikuti konsep di atas. Alur mundur dapat diketahui apabila pengarang memulai

suatu cerita yang menegangkan atau klimaks, kemudian diceritakan penyebab konflik

besar tersebut.

Menurut fugsinya Boulton (1975: 47-48) membagi alur cerita atas fungsi

pengarang dan pembaca. Bagi pengarang, alur adalah arah supaya penulis tetap jelas.

Sedangkan bagi pembaca, alur membawa pembaca bergerak maju meskipun tidak

setiap hal kecil dapat ditangkapnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, penulis memberikan batasan

alur sebagai berikut, alur ialah rangkaian peristiwa dalam cerita berdasarkan sebab

akibat yang logis. Batasan ini selanjutnya penulis jadikan dasar kajian dalam

penelitian yang penulis lakukan ini. Sebagai pegangan tentang kriteria pembangunan

alur, penulis mengambil pembagian dari Muchtar Lubis.

Alur yang terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek masih mengikuti pola

alur biasa atau alur maju. Bagian-bagian alur cerita ini dapat digambarkan dan

dimulai dari pemaparan (situation).

a. Situation

Pemaparan (situation) merupakan suatu kondisi permulaan yang

menyampaikan informasi permulaan kepada pembaca. Kondisi ini mendorong

keingintahuan pembaca selanjutnya.

”itulah yang membuat saya tertekan, pusing. Karena beton pancang sudah
miring, pekerjaan harus diulang dari awal lagi. Nah, bila pusing Pak Tarya bisa
menghibur diri dengan main seruling. Tapi saya?”
”O, begitu? Rupanya sampeyan pusing karena banjir telah merusak pekerjaan
sampeyan?”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Dan kerusakan itu membuat kerugian yang cukup besar. Serta memberi
beban batin karena hasil kerja beberapa hari dengan biaya jutaan lenyap seketika.”
”Tapi, Mas Kabul, banjir adalah urusan alam. Jadi, buat apa disesali dan
dibuat sedih?”
”Karena kerugian itu sesungguhnya bisa dihindarkan bila awal pelaksanaan
pembangunan jembatan itu ditunda sampai musim kemarau tiba beberapa bulan lagi.
Itulah rekomendasi dari para perancang. Namun rekomendasi itu diabaikan, konon
demi mengejar waktu.”
”Maksudnya?”
”Penguasa yang punya proyek dan para pemimpin politik lokal menghendaki
jembatan itu selesai seblum Pemilu 1992. karen, saya kira, peresmiannya akan
dimanfaatkan sebagai ajang kampanye partai golongan penguasa. Menyebalkan. Dan
inilah akibatnya bila perhitungan teknis-ilmiah dikalahkan oleh perhitungan politik
(Hal. 10).”

Awal cerita novel Orang-Orang Proyek memberikan gambaran tentang

kondisi proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor yang mengalami kendala

yaitu banyak tindakan korupsi terjadi di dalamnya. Selanjutnya pada paragraf

berikutnya menerangkan tentang kegiatan yang dilakukan oleh tokoh utama.

Sebagai insinyur, Kabul tahu betul dampak semua permainan ini. Mutu
bangunan menjadi taruhan. Padahal bila mutu bangunan dipermainkan,
masyarakatlah yang pasti akan menanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal ini
adalah pengkhianatan terhadap derajat keinsinyurannya.
Namun Kabul merasa tak bisa berbuat apa-apa. Karena permainan itu terasa
sudah menjadi kewajaran dan menggejala di mana-mana, sampai masyarakat sekitar
proyek pun ikut melakukannya. Bahkan pelaksana seperti Dalkijo sudah terbiasa
menerima semua bentuk permainan itu tanpa keluhan apa-apa, atau malah
memanfaatkannya? (Hal. 28)
....

Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara
kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan
kepada masyarakat miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang
kedua?Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi
masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya hal yang niscaya untuk
menghasilkan kemaslahatan bersama? Mungkin (Hal. 34).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
b. Generating Circumstances

Peristiwa yang tersangkut paut mulai bergerak. Pada tahap ini, pembaca mulai

memahami bahwa cerita akan diceritakan sedikit demi sedikit oleh pengarang, tetapi

cerita belum jelas, masih samar-samar.

Tahap ini dapat dilihat ketika Kabul pusing melihat tiang jembatan yang

hancur di landa banjir. Tanpa terasa proyek sudah berjalan tiga bulan.

Namun karena dimulai ketika hujan masih sering turun, volume pekerjaan
yang dicapai berada di bawah target. Menghadapi kenyataan ini, Kabul sering uring-
uringan. Jengkel karena hambatan ini sesungguhnya bisa dihindari bila pemerintah
sebagai pemilik proyek dan para politikus tidak terlalu banyak campur tangan dalam
tingkat pelaksanaan.
Dan campur tangan itu ternyata tidak terbatas pada penentuan awal pekerjaan
yang menyalahi rekomendasi para perancang, tapi masuk juga ke hal-hal lain. Proyek
ini, yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan akan menjadi beban
masyarakat, mereka anggap sebagai milik pribadi (Hal. 25).

Selain itu, pada tahap ini juga diceritakan tentang pertemuan antara Kabul dan

Wati. Pertemuan itu berlangsung di ruang kerja proyek pembangunan jembatan di

Sungai Cibawor. Mereka berdua berada dalam satu ruang kerja, Kabul sebagai

pelaksana proyek dan Wati bekerja sebagai administrasi proyek.

Ya, mau apa? Pertanyaan itu menggantung. Pak Tarya hanya menanggapinya
dengan tawa ringan. Kemudian, sambil melambaikan tangan, pemancing tua itu
meneruskan perjalanan. Pulang. Kabul pun berjalan menuju bangunan bedeng tak
jauh dari proyek itu. Di sana ada kamr berdinding tripleks dengan kelengkapan yang
lumayan memadai; tempat tidur, lemari, televisi, kamar mandi. Kamar sebelahnya
adalah ruang kerja sederhana, namun cukup luas karena di ditulah administrasi
proyek diselenggarakan. Wati, yang disodorkan tokoh setempat, bekerja sebagai
penulis kantor proyek itu (Hal. 23).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
c. Ricing Action

Tahap ini berisi peristiwa-peristiwa yang mulai mengarah ke puncak cerita,

namun belum sampai menimbulkan klimaks (puncak cerita). Dalam cerita ini dapat

dilihat tahap ricing action yaitu terjadinya insiden atau konflik. Walaupun konflik

telah terjadi, namun belum menimbulkan suatu perubahan yang mendasar terhadap

tokoh utama. Hal ini disebabkan konflik atau insiden yang terjadi sifatnya tidak

terlalu fatal, dengan perkataan lain konflik yang terjadi adalah konflik-konflik kecil.

Konflik dalam cerita ini dimulai dengan konflik batin di dalam diri Kabul

yaitu keidealismeannya ditentang oleh Dalkijo selaku pimpinan proyek. Dalkijo

memperkaya diri sendiri dengan melakukan tindak korupsi di proyek pembangunan

jembatan.

Namun tidak seperti Dalkijo yang mendendam kemelaratan masa muda


dengan membalasnya melalui hidup sangat pragmatis dan kemaruk, Kabul tetap
punya idealisme dan sangat hemat. Proyek itu pun bagi Kabul harus dilihat dalam
perspektif idealismenya, maka harus dibangun demi sebesar-besarnya kemaslahatan
umum. Artinya, kualitas harus sempurna dengan memanfaatkan setiap sen anggaran
sesuai dengan ketentuan yang semestinya.
Memang, Kabul sering ditertawakan Dalkijo.
”Apa dengan mempertahankan idealismemu, orang-orang miskin di sekeliling
kita menjadi baik?” seloroh Dalkijo suatu saat. ”Apa kejujuranmu cukup berarti untuk
mengurangi korupsi di negeri ini?”
Kabul seiring merenungkan seloroh Dalkijo ini. Ya, dengan pandangan dekat,
seloroh itu ada benarnya juga. Negeri ini dihuni oleh masyarakat korup, terutama di
kalangan birokrat sipil maupun militer, juga orang awamnya. Malah Kabul melihat
jenis korupsi baru yang tersamar namun bisa sangat parah akibat yang
ditimbulkannya, Yakni korupsi melalui manipulasi gelar kesarjanaan.
Seseorang yang tidak mencapai standar kecerdasan intelektual, apalagi
kecerdasan emosional tingkat sarjana, bisa resmi mendapat gelar kesarjanaan atau
pascasarjana. Gelar itu bisa didapat dengan membeli, ikut kelas jauh, atau kuliah-
kuliahan di kota kecil yang diselenggarakan oleh universitas gurem penjual ijazah.
Dengan gelar yang semestinya bukan hak itu dia memperoleh kenaikan tingkat
kepegawaian, kenaikan gaji, dan fasilitas lain, bahkan pensiun kelak akan lebih besar.
Bila ribuan pegawai dari tingkat pusat sampai guru SD melakukan manipulasi ijazah

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
seperti itu, Kabul bisa membayangkan berapa kerugian rakyat akibat korupsi
terselubung ini. Apalagi bila dihitung untuk jangka panjang.
Ya, kecurangan memang sudah menjadi barang biasa. Maka Dalkijo juga
pernah bilang kepada Kabul, si jujur adalah orang yang menentang arus dan konyol.
Bloon. Mungkin. Namun bagi Kabul, kejujuran sebenarnya bukan suatu hal yang
istimewa. Dialah yang seharusnya dianggap biasa (Hal. 52-54).

Sebelumnya Kabul seorang anak kuliahan serta dia juga aktivis kampus.

Dalam hal menghadapi ini, Kabul tidak sedikit pun tergoda oleh apa yang telah

ditawarkan pimpinan proyek kepada Kabul untuk berbuat curang dalam bekerja.

Kabul yang memiliki keidealismean yang tinggi tidak terpengaruh dengan situasi di

dalam proyek yang banyak perangkat di dalamnya melakukan tindakan korupsi.

Konflik berikutnya dalam novel Orang-Orang Proyek adalah ketika Kabul

hendak shalat Jumat. Ketika Kabul hendak shalat Jumat itulah, Wati menyediakan

perangkat untuk shalat berupa kopiah, baju shalat, dan sarung.

Pertanyaan ini dibawa masuk ke ruang kantor. Dan di sana Kabul menemukan
jawaban yang sangat maknawi. Ada kopiah, baju koko, dan kain sarung tertata rapi di
atas mejanya. Wangi sekali. Secarik kertas di dekatnya bertuliskan ”silakan pakai”.
Kabul cepat tersadar ini hari jumat, maka pekerjaan diistirahatkan sejak jam sebelas.
Dan ia pun langsung ke kamar mandi. Selama membersihkan diri Kabul teringat
perangkat salat yang wangi itu; siapa yang menaruh di sana? Kabul tahu jawabannya
yang pasti benar. Wati. Tulisan di sana cukup menjelaskan semua. Dan agaknya Wati
sudah pulang. Tapi kok nganyar-anyari? Jumat-jumat sebelumnya Wati tak pernah
peduli apakah Kabul pergi salat atau tidak.
Keluar dari kamar mandi Kabul kembali memandang perangkat yang belum
disentuh di atas meja itu. Mau pakai atai tidak? Kabul ragu. Karena memakai atau
tidak sama-sama ada bayaran moralnya. Kalau memakai berarti Kabul menerima
sikap nganyar-anyari yang ditunjukkan Wati. Ah, Kabul menduga ada sesuatu di
balik sikap gadis itu. Padahal Kabul tidak atau belum siap berubah pandangan
terhadap dia. Kalau tidak memakai, rasanya tak enak. Pantaskah uluran tangan teman
yang sudah sekian lama bekerja sama disepelekan?
Kabul tersenyum dan wajahnya cerah karena menemukan jalan tengah.
Diambilnya kopiah dan baju koko, tapi kain sarungnya tidak. Jalan tengah ini
mungkin mewakili sikap ambigu atau keraguan (Hal. 35-36).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
d. Climax

Apabila tahap ketiga tadi menceritakan tentang berbagai macam konflik kecil

dan sifatnya menjurus ke konflik besar, maka pada tahap keempat atau puncak,

konflik pecah. Biasanya, konflik-konflik yang menuju konflik besar atau puncak akan

berakibat pada perubahan nasib para tokoh, terutama tokoh utama.

Pada tahap ini dapat dilihat dengan jelas bahwa ada beberapa konflik besar

yang terjadi dalam novel Orang-Orang Proyek. Konflik besar pertama dimulai

dengan manajer proyek, Dalkijo, memerintahkan Kabul untuk menggunakan pasir

Sungai Cibawor sebagai bahan untuk pengecoran jembatan tersebut digunakan besi

bekas. Hal di atas dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

Proyek jadi lebih ramai. Ir. Dalkijo, manajer proyek, menyuruh Kabul
menambah jumlah tukang dan kuli. ”jembatan harus selesai dan diresmikan tepat
HUT GLM,” itu kata-kata Dalkijo yang telah diulang-ulang belasan kali. Dan HUT
golongan penguasa itu makin dekat. Dalam hitungan Kabul, HUT GLM tinggal 52
hari lagi. Bila tak ada hambatan, waktu sepanjang itu cukup untuk menyelesaikan
proyek jembatan dengan tuntas.
Tapi Kabul merasa tak punya jaminan dalam waktu 52 hari semuanya akan
berjalan lancar. Musim hujan sudah nyata datang. Hujan sering memaksa tukang batu
berhenti bekerja karena tak mungkin memasang adukan dalam guyuran air. Tenda-
tanda harus dipasang untuk memayungi tukang-tukang las yang sedang menggarap
rancangan lantai jembatan.
Dalam musim hujan, mutu pasir sungai juga turun karena kandungan
tanahnya bertambah. Kabul akan mengalami kesulitan mencari pasir sungai yang
memenuhi baku mutu untuk pengecoran. Repotnya, katanya karena keterbatasan
dana, Manajer Proyek sudah memutuskan menggunakan pasir sungai untuk bahan
pembuatan lantai jembatan. Memang, bila dibilas lebih dulu, pasir sungai pun bisa
menjadi komponen beton yang memenuhi syarat. Namun pembilasan akan memakan
waktu dan juga biaya. Lagi pula harus dipersiapkan peralatan khas untuk mencuci
ratusan kubik pasir. Dan peralatan itu tidak ada.
Masih pusing dengan masalah pasir, kemarin kepala Kabul dibuat puyeng
lagi. Permintaan atas kekurangan besi rancang yang diajukan kepada Dalkijo dijawab
dengan kedatangan truk tronton; isinya besi rancang bekas bongkaran jembatan di
pantura (Hal. 179-180).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Bagi Kabul, ini sudah keterlaluan. Akhirnya Kabul protes akan perintah

manajer proyek yaitu Pak Dalkijo. Dalkijo memerintahkan kepada Kabul untuk

memakai pasir Sungai Cibawor yang kurang mencapai mutu pasir yang baik dan besi

rancang yang bekas. Pernyataan di atas dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

Bagi Kabul, ini sudah keterlaluan. Kabul protes. Maka meskipun sudah
diturunkan dari kendaraan pengangkutnya, besi-besi bekas itu dibiarkan menumpuk
di halaman kantor proyek. Melalui radio komunikasi Kabul menyatakan tidak akan
mau menggunakan besi bekas itu. Tapi Dalkijo bersikeras.
“Aduh, Dik Kabul ini bagaimana? Sudahlah, ikuti perintahku. Gunakan besi
itu. Toh itu hanya untuk menutup kekurangan. Aku tahu penggunaan besi bekas
memang tidak baik. Tapi bagaimana lagi, dana sudah habis. Makanya, kita pun tak
mampu membeli pasir giling. Dana benar-benar sudah habis.”
“Pak, kali ini saya tidak bisa berkompromi,” jawab Kabul penuh percaya diri.
“Tak bisa kompromi bagaimana? Dengar, Dik Kabul. Kita sudah selesai
membangun bagian terpenting, yakni struktur jembatan. Bukankah Dik Kabul yakin
sejauh ini pekerjaan kita bisa dipertanggungjawabkan?”
“Saya bertanggung jawab atas kualitas struktur jembatan.”
“Nah. Dengan demikian kita tinggal menyelesaikan bagian-bagian luar
struktur. Bila kita sedikit menurunkan kualitas di bagian ini, mestinya tidak mengapa.
Taruhlah, karena kita menggunakan pasir sungai dan besi bekas, lalu lantai jembatan
hanya kuat bertahan satu atau dua tahun, Dik Kabul tak usah risau. Karena struktur
jembatan tidak ada masalah. Lagi pula kita dikejar waktu. Dan aku bendahara GLM.
Bupati, Dandim, Kapolres, Kepala Kejaksaan, Ketua Pengadilan, semua kader dan
pendukung GLM. Di DPRD, golongan kita dominan. Bahkan wakil dua parpol itu
juga orang-orang yang berjiwa GLM tapi diberi baju hijau dan merah. Semuamya
pendukung setia Bapak Pembangunan. Jadi siapa yang berani mengusili kita? Paling-
paling LSM! Dan untuk meladeni anak-anak LSM kita punya aparat keamanan. Jadi,
Dik Kabul tenang sajalah. Semua bisa kita reka-reka. Semua bisa kita atur.”
”Sebentar, Pak,” sela Kabul. ”Bapak bilang saya tak perlu risau meskipun
lantai jembatan mungkin hanya bisa bertahan satu-dua tahun?”
”Ya. Bila nanti jembatan rusak, ya kita perbaiki lagi, tentu saja bila disediakan
dananya. Kita ini pemborong (Hal. 180-181).

Ketika Wiyoso, pacar Wati, semakin gelisah menentukan tindakan. Nalar

sendiri mengatakan wajar bila Wati sudah ingin menikah. Wiyoso ingat sudah

beberapa kali menghadiri pesta perkawinan teman-teman perempuan seangkatan.

Malahan sepanjang yang diketahui Wiyoso sudah ada dua teman seangkatan yang

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
bersuami. Itu belum terhitung mereka yang hanya tamat SMA lalu kawin atau harus

kawin karena pacaran kebablasan. Wiyoso bingung menentukan sikap, menerima

Wati sebagai istri hampir tidak mungkin, nalar Wiyoso mengatakan demikian.

Wiyoso belum siap untuk menikahi Wati. Wiyoso masih mengikuti perkulihan di

Fakultas Mipa. Setelah dihitung Yos, dalam semester lima usia Yos adalah 24. dan

Wati teman seangkatan di SMA, hanya berbeda jurusan. Hal di atas dapat kita lihat

pada kutipan di bawah ini.

Kebaikan masing-masing. Ah, betapa pahit dan menusuk perasaan ungkapan


ini. Sialnya, akal Yos sendiri bilang dalam kepahitannya ungkapan tadi mengandung
kebenaran juga. Bila dia melepas Wati untuk berjalan sendiri, Yos bisa lebih
berkonsentrasi pada studi. Lebih punya ruang dan waktu luas untuk menyiapkan hari
depan. Dan lebih menghargai hak Wati untuk memperhitungkan sendiri masa
depannya berdasar pada kondisi-kondisi objektif yang melekat pada dirinya.
Tapi ini terlalu rasional. Pacaran adalah tindakan untuk dan atas nama rasa.
Jadi, bila dilakukan mengikuti jalur rasional tak akan ada asyiknya (Hal. 168-169).

Akhirnya Wiyoso menemui Wati untuk membicarakan langsung hal ini.

Setelah semalaman Wiyoso bingung menentukan sikap. Hal ini dapat kita lihat

melalui penggalan kutipan di bawah ini.

”Wat, aku datang untuk bertanya.....”


Yos mematikan rokok yang baru sekali diisap. Wati menatap Yos, namun
dengan posisi wajah menunduk. Menunggu. Wati memijit-mijit kuku jari telunjuk.
“Ya, aku mau tanya, kamu benar-benar minta kawin segera?“
”Ya,” jawab Wati lirih. Yos gelisah sekali. Diambilnya rokok baru, dipasang
di mulut,tapi korek api di mana?
”Tapi kamu tahu hal itu tak mungkin bagi aku, kan?”
Wati diam dan terus memijit-mijit kukunya. Wajah Yos memerah. Matanya
menyala. Jemarinya mengepal-ngepal. Kemudian suaranya keluar dengan getar
amarah.
”Apa sebenarnya kamu ingin hubungan kita berakhir? Tolong jawab!”
Wati menelan ludah. Tangannya gemetar.
”Ya, Yos. Dan maafkan aku.” (Hal. 176-177)

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Wiyoso terus-menerus bertanya kepada Wati tentang hubungan mereka. Wati

tetap pada prinsipnya yaitu ingin segera menikah. Yos tidak mungkin melakukan hal

itu. Wiyoso pun menanyakan alasan Wati mengakhiri hubungan ini. Peristiwa di atas

dapat kita lihat pada penggalan kutipan di bawah ini.

”Aku boleh tahu sebabnya?”


Wati merasa tenggorokannya gatal. Terbatuk.
”Tadi kamu sudah mengatakannya. Kamu bilang tak mungkin menikah
dengan aku dalam waktu dekat. Yos, setelah aku pikir, aku tak bisa menunggu terlalu
lama. Umurku....”
”Tapi dulu kamu mau. Iya, kan? Mengapa sekarang tidak? Jadi kamu penipu.
Kamu pengkhianat.”
Yos benar-benar marah. Kedua matanya berkobar dan tangannya mengepal.
Wati pasi. Wajahnya ciut. Matanya mewakili kecemasan yang sangat. Kedua bibirnya
rapat. Ketika merasa harus berbicara, bibir Wati bergetar (Hal. 177).

Akhirnya Wiyoso tahu sebab Wati memutuskan hubungan ini. Wiyoso pun

beraksi atas keputusan yang dibuat Wati. Wiyoso bergegas pergi dari kantor tempat

Wati bekerja.

Yos bangkit, melangkah cepat ke meja kerja Wati. Gelas minum Wati
disambar, sedetik kemudian pecah berhamburan di lantai. Wati menjerit sambil
menutup wajah dengan tangannya.
Dan Yos berdiri dengan kaki menggigil.
Tunai?
Yos masih berdiri dan wajahnya membara (Hal. 177).
....

Kabul dan Aminah terhenti di luar pintu. Mereka menyaksikan Yos


menyalami Wati yang masih duduk dan terisak-isak. Janggal dan hambar. Yos,
keluar, mengangguk kepada Kabul dan Aminah, kemudian bergegas menuju
motornya. Semenit kemudian motor itu sudah menderu ke arah jalan. Tapi Yos tidak
memacunya seperti ketika dia datang. Barangkali karena sebutan pengkhianat yang
dia berikan kepada Wati adalah imbalan tunai atas harga yang sudah dia bayar lunas
(Hal. 178).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
e. Denoument

Tahap denoument adalah suatu tahap yang bersifat final. Pada tahap ini cerita

berakhir yang biasanya mempunyai dua pilihan, pertama berakhir dengan

kegembiraan. Kedua akan berakhir dengan tragis ataupun berakhir dengan kesedihan.

Dalam novel Orang-Orang Proyek ini cerita diakhiri oleh pengarang dengan rasa

kebahagian bercampur dengan rasa duka. Rasa duka itu muncul ketika Kabul melihat

hasil proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor yang mengecewakan.

Standar mutu suatu jemabatan tidak terdapat pada jembatan Sungai Cibawor.

Kabul akhirnya mengundurkan diri dari proyek pembangunan jembatan di

Sungai Cibawor yang dipimpin oleh Pak Dalkijo. Kabul mengundurkan diri karena

sudah tidak tahan lagi melihat keadaan proyek yang di dalamnya terjadi

penyelewengan dana yang mengakibatkan mutu jembatan yang diharapkan Kabul

tidak terlaksana. Dengan terjadinya tindakan korupsi di dalam pengerjaan proyek,

mutu jembatan tidak baik yang nantinya berdampak pada masyarakat setempat

sebagai pengguna fasilitas umum. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

Akhirnya Desember 1992, hanya satu tahun setelah Kabul meninggalkan


proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Keinginan Kabul bekerja di proyek
milik swasta terlaksana ketika dia mendapat kepercayaan menjadi site manager
pembangunan hotel di Cirebon. Liburan akhir tahun ingin dinikmatinya di rumah
Biyung bersama Wati yang sudah menjadi nyonya Kabul. Mereka baru sebulan
menikah.
Akhirnya Desember 1992, hanya satu tahun setelah Kabul meninggalkan
proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Keiinginan Kabul bekerja di proyek
milik swasta terlaksana ketika dia mendapat kepercayaan menjadi site manager
pembangunan hotel di Cirebon. Libur akhir tahun ingin dinikmatinya di rumah
Biyung bersama Wati yang sudah menjadi nyonya Kabul, mereka baru sebulan
Menikah (Hal. 216-217)

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Ketika menuju rumah Biyung, mobil Kabul melewati jembatan Sungai

Cibawor yang dulunya ia sebagai pimpinan pelaksana proyek pembangunan jembatan

Sungai Cibawor melihat keadaan jembatan yang sudah rusak. Hati Kabul sedih

melihat keadaan jembatan. Inilah hasil dari pekerjaan yang tidak sesuai mutu standar

pembangunan jembatan. Hal di atas dapat kita lihat pada penggalan kutipan di bawah

ini.

Untuk mencapai rumah Biyung dari arah Cirebon, Kabul akan melewati
jembatan Sungai Cibawor yang dulu digarapnya meskipun tidak sampai selesai.
Hampir jam empat sore mobil Kabul mencapai Desa Cibawor. Ah, Kades Basar dan
Pak Tarya sedang apa? Dan pertanyaan yang muncul itu segera diterlupakan karena
tiba-tiba Kabul terpana. Di mulut jalan simpang tiga Kabul harus menghentikan
mobil. Ada papan melintang dengan tulisan “jembatan rusak”. Lalu ada tanda panah
yang menunjukkan jalan alternatif.
Kabul dan Wati saling pandang. Wajah Kabul tegang dan merah. Dan
pengumaman itu justru membuat Kabul ingin meneruskan perjalanan ke arah
jembatan.
“Aku ingin ke sana, Wat. Rasanya harus!”
Wati memahami perasaan Kabul. Lalu mengangguk. Kabul turun dari mobil
untuk membuka jalan yang terhalang papan pengumuman. Kembali ke mobil dan
langsung melaju lurus.
Jembatan Cibawor sudah kelihatan. Tampak mangkrak dan kesepian.
Kegagahan yang dulu sempat tampak kini hilang. Dan begitu turun dari mobil di
mulut jembatan, Kabul segera tahu bagian mana yang rusak. Lantai jebol pada dua
titik dan aspal sudah retak hampir sepanjang lantai jembatan. Kabul meminta Wati
tetap di mobil, karena dia mau turun untuk mengintip bagianstruktur jembatan dari
sayap fondasi. Tampaknya tak ada maslah. Kerusakan hanya terdapat pada bagian
lantai jembatan. Meski demikian rasa kecewa, malu, marah tak bisa dihindarkan.
Pahit. Dan Kabul merasa kepalanya pening (Hal. 217).
.....

”Sudah, Mas?” seru Wati dari mobil.


Kabul menjawab dengan langkah menuju mobilnya. Wajahnya masih berat.
Duduk di belakang kemudi, tapi kunci kontak tak kunjung disentuhnya. Malah
memejamkan mata. Lama. Dengan mata terpejam Kabul malah melihat ribuan proyek
bangunan sipil yang digarap dengan ke-sontoloyo-an. Orang-orang proyek sudah
dikenal masyarakat sebagai tukang suap, tukang kongkalikong, apa saja bisa
dilakukan asal dapat untung. Dan korban kegilaan mereka adalah masyarakat umum,
karena mutu bangunan yang mereka kerjakan tak mencapai mutu baku.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Dan ada cerita humor yang sangat populer tentang orang-orang proyek. Suatu
saat di akhirat, penghuni neraka dan penghuni surga ingin saling kunjung. Maka
penghuni kedua tempat itu sepakat membuat jembatan yang akn menghubungkan
wilayah neraka dan wilayah surga. Bagian jembatan di wilayah neraka akan dibangun
oleh orang neraka dan sebaliknya. Ternyata penghuni neraka lebih cepat
menyelesaikan pekerjaannya daripada para penghuni surga. Dan ketika dicari
sebabnya, ditemukan kenyataan di antara para penghuni neraka banyak mantan orang
proyek (Hal. 218)

4.3 Penokohan

Penokohan atau karakteristik adalah upaya pengarang untuk memberikan

gambaran yang utuh mengenai tokoh di dalam ceritanya. Penggambaran watak untuk

penciptaan tokoh yang hidup dalam suatu karya sastra sangat tergantung kepada

penggambaran dari tokoh tersebut.

Penokohan itu adalah perwatakan, yaitu mengenai sifat, tabiat, atau perangai

tokoh yang terdapat dalam cerita atau drama. Watak selalu diinterpretasikan oleh

pembaca sebagai pembawaan disertai moral kualitas disposisional (pembawaan, sifat)

yang diekspresikan melalui dialog dan lakon action (Abrams, 1981: 20).

Dalam aplikasinya watak itu dapat digambarkan dengan berbagai cara.

Diterangkan satu persatu, baik keadaan jasmani dan rohani tokoh. Ciri-ciri watak ini

dapat diterangkan dengan tindakan kata-kata serta dapat pula dengan menggunakan

lambang literer (symbolization) (Wellek & Warren, 1956: 219).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas ternyata penokohan dapat dirunut

melalui keadaan jasmani dan rohani yaitu tokoh, dialog, laku, simbolisme, dan latar.

Penelusuran tindakan tokoh dalam wujud dialog, diperkirakan dapat mengungkapkan

segala sesuatu mengenai tokoh dan penokohan. Penokohan tidak dapat dilepaskan

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
kaitannya dari masyarakat di mana tokoh berada.dalam hal ini, sebagai bagian dari

masyarakat, tokoh harus benar-benar menganut laku yang dianggap wajar oleh

masyarakat yang ditransformasikan pengarang. Pengetahuan pengarang mengenai

laku masyarakat yang ditransformasikan melalui tokoh, akan diproyeksikan kembali

oleh tokoh. Penelusuran penokohan melalui simbolisme memberi peluang untuk

mengetahui lebih jauh mengenai nilai-nilai yang menjadi pedoman masyarakat untuk

melakukan sesuatu. Dalam kaitannya dalam penokohan, latar dianggap sebagai

kerangka kerja moral bagi pengarang harus dalam menangani tokoh dan penokohan.

Dengan demikian, seorang pengarang harus benar-benar menciptakan penokohan

yang selaras dengan latar, agar dapat diterima secara wajar.

Berdasarkan kepada apa yang telah diuraikan, ternyata unsur penokohan

terjaring dalam sebuah sistem jaringan yang menunjang keutuhan struktur karya

sastra. Sistem jaringan yang dimaksud dimanifestasikan melalui penokohan dalam

wujud: dialog, laku, simbolisme, dan latar.

Dilihat dari urutan pentingnya tokoh dalam cerita, dikenal adanya tokoh

utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama atau protagonis (Inggris, main character)

adalah tokoh dalam karya sastra yang memegang peran pimpinan di dalam drama

atau cerita rekaan (Panuti Sudjiman, 1984: 61). Lawan tokoh utama disebut antagonis

(Inggris, antagonist) ialah tokoh dalam karya sastra yang merupakan penentang

utama dari tokoh utama (protagonis).

Untuk mengetahui tokoh utama dalam sebuah roman dapat dilakukan dengan

tiga cara, pertama dilihat masalahnya (tema) lalu dilihat tokoh mana yang paling

banyak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, tokoh-tokoh mana yang paling

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Ketiga, tokoh mana yang paling

banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh yang paling banyak memenuhi

persyaratan yang demikian ditetapkan sebagai tokoh utama. Dengan demikian sesuatu

diskusi atau debat tentang yang mana tokoh utama menjadi tidak diperlukan (Mursal

Esten, 1982; 93).

Di bawah ini akan diberikan gambaran penokohan dari tokoh-tokoh yang ada

dalam novel Orang-Orang Proyek adalah

a. Kabul

Kabul adalah seorang pemuda yang mempunyai idealis yang kuat, komitmen

yang tinggi terhadap janji dan serius dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dia

merupakan tamatan dari fakultas teknik, ia juga mantan aktivis.

Dengan keidealisannya itu, Kabul dalam menjalankan pekerjaannya, ia

memiliki sikap dalam bekerja yaitu memiliki kejujuran yang tinggi dan kesungguhan

untuk melaksanakan tugas yang telah ditugaskan kepada Kabul.

Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara
kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan
kepada masyarakat miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang
kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi
masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya hal yang niscaya untuk
menghasilkan kemalahatan bersama? Mungkin. Atau entah. Yang jelas bagiku
kecurangan besar maupun kecil yang terjadi di proyek ini pasti akan mengurangi
tingkat kesungguhan bahkan mengkhianati tujuan dasarnya. Dan hatiku tak bisa
menerimanya.
Lalu, apakah kejujuran yang sering minta dibuktikan dengan kesahajaan sama
dengan mempertahankan kemelaratan? Ah, tidak. Pasti tidak. Banyak orang memilih
cara hidup bersahaja dan mereka sangat kaya akan rasa kaya. Atau hati dan jiwa
mereka memang benar-benar kaya. Dan kau, Dalkijo, begitu membenci kemiskinan
dengan cara hidup jor-joran, tak peduli dari mana ongkosnya, apakah kau punya rasa
kaya? Jangan-jangan kau membenci kemiskinan, sementara hati dan jiwamu memang
benar-benar melarat (Hal. 34).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Sebagai mantan aktivis kampus sewaktu masih mengikuti perkuliahan, Kabul

memiliki sikap idealisme yang tinggi. Konsistensi keidealismeannya itu terjaga di

dalam dirinya.

Sebagai insinyur, Kabul tahu betul dampak semua permainan ini. Mutu
bangunan menjadi taruhan. Padahal bila mutu bangunan dipermainkan,
masyarakatlah yang pasti akan menanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal ini
adalah pengkhiatan terhadap derajat keinsinyurannya.
Namun Kabul merasa tak bisa berbuat apa-apa. Karena permainan itu terasa
sudah menjadi kewajaran dan merajalela di mana-mana, sampai masyarakat sekitar
proyek pun ikut melakukannya. Bahkan pelaksna seperti Dalkijo sudah terbiasa
menerima semua bentuk permainan itu tanpa keluhan apa-apa, atau malah
memanfaatkannya?
”Dik Kabul,” sambung Dalkijo. ”Saya tahu Dik Kabul mantan aktivis. Biasa
kan, yang namanya aktivis punya idealisme yang kolot. Tapi setelah bekerja seperti
ini, Dik Kabul harus tunduk kepada kenyataan. Sedikit pragmatislah agar kita tidak
konyol seperti Don Kisot. He-he (Hal. 28-29).”

Kabul berasal dari keluarga yang hidup dalam ekonomi yang lemah. Dia

menjadi tulang punggung dalam keluarganya. Dengan tanggung jawab yang besar

kepada keluarganya, Kabul mencari uang demi menghidupi keluarganya.

”Jadi, dulu Anda aktivis?”


”Mungkin ya. Tapi tak bisa lanjut karena saya harus cari uang untuk
menghidupi ibu yang sudah sendiri, dan adik-adik. Kami sama seperti kebanyakan
orang kampung ini, miskin.”
”Kayaknya sekarang Anda bukan orang miskin lagi, paling tidak bila
dibanding saya (Hal. 22).”

Selain sifat keidealisan, Kabul memiliki sifat yang bijaksana dalam

menentukan sesuatu hal.

Berkendaraan seorang diri, Kabul sering menggaruk-garuk kepala. Pengakuan


Dalkijo mengesankan. Kabul memang sudah tahu gaya hidup atasan dan keluarganya
itu. Pragmatis, jor-joran. Hidup harus dinikmati atau mencari nikmat dalam hidup.
Ah, itu jalan yang dipilih koboi Dalkijo. Itu urusan dia. Namun masalahnya, dalam
ceramah tadi Dalkijo secara tak langsung menyindir jalan lain yang secara sadar
sudah dipilihnya. Yakni jalan hidup yang tidak menaruh dendam terhadap

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
kemiskinan yang dialaminya pada masa lalu. Bagi Kabul, kemiskinan memang harus
dihilangkan. Namun tidak harus dengan dendam pribadi. Dan karena kemiskinan
terkait erat dengan struktur maupun kultur masyarakat, menghilangkannya harus
melibatkan semua orang dalam semangat setia kawan yang tinggi. Dengan demikian,
jalan sangat egoistis yang ditempuh Dalkijo terasa menyimpang (Hal. 31-32).

Dalam mengambil suatu keputusan, Kabul tidak terburu-buru. Sikap ketelitian

dalam menentukan sikap dan penuh pemikiran dalam memutuskan suatu hal ada pada

diri Kabul. Untuk memutuskan sesuatu hal Kabul memikirkan dampak buruk dan

baiknya bagi dia dan orang disekitarnya.

Niat Wati untuk membayar makan siang membuat pikiran Kabul melebar: Ah,
bagaimana bila uang Wati berasal dari gaji ayahnya yang anggota DPRD itu? Di
tahun 1991 ini Kabul sering membaca kritikan pedas terhadap para anggota dan
lembaga DPRD. Secara kelembagaan, DPRD sering dicap hanya menjadi tukang
stempel atau aksesoris Pemerintah Orde Baru. Rakyat jadi pemilih sangat naif yang
hanya dipinjam namanya. Keterwakilan mereka di lembaga legislatif sangat rendah.
Amanat rakyat pemilih kurang tersalur dan lebih banyak menjadi bahan retorika para
politikus.
Menurut para kritikus, dan Kabul sependapat, apabila secara kelembagaan
DPRD sudah menyimpang dari khitahnya, dengan sendirinya para anggota demikian
pula. Mereka, para kritikus, sering mengatakan para anggota DPRD menikmati uang
rakyat tanpa melaksanakan dengan semestinya amanat yang dipercayakan kepada
mereka. Dan Kabul merasa pahit ketika membayangkan, jangan-jangan sebagian
uang rakyat itu kini ada di dompet Wati dan siap untuk membayar makan siang Kabul
kali ini.
”Ah, mungkin aku terlalu puritan,” kata Kabul untuk dirinya sendiri.
”Memang. Apalagi Dalkijo; dia pasti akan bilang kamu makin bloon saja. Dan
sok suci,” ujar satu suara dari sudut hati Kabul sendiri.
“Tapi rasa itu nyata ada. Yakni rasa enggan ditraktir bila uang Wati berasal
dari gaji ayahnya.”
“Nah, tanyakan kepada Wati; dari mana uang yang kini ada dalam
dompetnya.”
Kabul ragu untuk menuruti perintah yang bergaung dalam kepalanya sendiri.
Tidak. Kabul cepat menyelesaikan makannya. Meneguk es teh, lalu bangkit
mendekati Sonah. Makan siang bersama Wati kali ini pun Kabul yang bayar. Tak
peduli Wati merengut. Eh, biarlah merungut. Karena tiba-tiba daya tarik itu muncul
lagi dari wajah Wati (Hal. 56-57).
Sifat keingintahuan terhadap sesuatu hal yang belum ia rasakan itu besar

adanya di jiwa Kabul.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Nanti dulu, Pak Tarya. Besok hari Minggu, kan?”
”Ya.”
”Nanti dulu. Anu.” Kabul tampak ragu. Dan menggaruk kepala. ”Bagaimana
bila saya ikut? Boleh?”
”Aduh, Mas Kabul. Jangan. Bukan saya tidak mau diikuti, tapi sampeyan tak
pantas malam hari berada di pinggir kali. Jadi...”
”Saya ingin mendapat pengalaman baru. Bagaimana sih rasanya mancing di
malam hari?”
“Aduh, saya jadi tidak enak.”
”Tapi saya boleh ikut, kan? Jadi, tunggu. Saya mau ambil jaket dan senter
(Hal. 62).”

Kabul memiliki sikap pengertian terhadap kondisi sahabatnya. Kabul tahu dan

paham bila kondisi sahabatnya yang dulu seorang akitivis, keaktivisannya pudar

karena keadaan pekerjaannya yang mengalahkan sikap keaktivisannya dulu.

Basar terbatuk untuk mencoba membuyarkan lamunan Kabul. Gagal. Tapi


kekeh Pak Tarya membuat Kabul terjaga.
”Bul, tolong pahami posisiku yang sulit ini.”
“ Aku tahu kamu kades yang karenanya wajib jadi kader GLM. Meski kamu
mantan aktivis, cepat atau lambat kamu akan terpolusi oleh budaya yang telah
seperempat abad dikembangkan golongan politik ini. Feodalisme baru,
penyeragaman, rekayasa, korupsi, munafik, dan semuanya dibungkus dalam retorika
pembangunan (Hal. 143-144).”

Dengan keidealisan yang dimiliki Kabul, dalam mengambil suatu keputusan

yang menyangkut tentang keadaan dirinya ia memiliki ketegasan. Kekonsistenannya

pada apa kata hatinya membuat Kabul memiliki sikap kewibawaan.

“Ya. Dan peresmian jembatan ini tetap akan dilaksanakan tepat pada HUT
GLM. Itulah keputusan yang ada dan Dik Kabul kuminta bisa menerimanya.”
”Maaf, saya pun tetap berada pada keputusan saya. Saya tak bisa...”
”Tunggu, Dik Kabul. Aku tidak akan lupa Dik Kabul dan aku sama-sama
insinyur, lulus dari perguruan tinggi yang sama, hanya beda angkatan. Kita sudah
sekian lama bekerja sama. Dan terus terang, aku sudah menganggap Dik Kabul adik
kandungku. Maka laksanakanlah keputusan itu.”
:Maaf, Pak Dalkijo. Kalau keputusan Anda sudah final, saya pun tak mungkin
berubah. Saya tetap mengundurkan diri (Hal. 198).”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
b. Wati

Wati adalah seorang wanita yang bekerja di proyek pembangunan jembatan di

Sungai Cibawor sebagai penulis di kantor. Wati merupakan tamatan dari pendidikan

sarjana muda kesertariatan dan biasa mengoprasikan komputer. Orang tua Wati

merupakan anggota DPRD.

Wati anak yang periang, memang biasa menyapa siapa saja dengan bahasa

dan senyum yang sama hangatnya. Usia Wati kurang lebih 23 tahun.

Maka lihatlah para kuli dan tukang ketika mereka melihat Wati datang dengan
motor bebeknya. Mata mereka menyipit, tapi lebih bercahaya. Dan bagi yang
beruntung disapa Wati, mereka cengar-cengir tapi dengan hati berdebar. Wati yang
periang memang biasa menyapa siapa saja dengan bahasa dan senyum yang sama
hangatnya. Gayanya seperti anak usia enam belas, padahal usia Wati sudah 23.
hampir semua orang proyek meyakini Wati sudah punya pacar. Alasan mereka
sederhana. Gadis semenarik Wati pasti memikat banyak pemuda. Atau seperti kata
orang, apa saja yang terbaik selalu sudah ada pemesannya (Hal. 24).

Wati seorang wanita yang memiliki perhatian. Apalagi kepada lelaki yang ia

suka.

”Terima kasih? Terima kasih buat apa, Mas?”


”Ya. Atas perangkat salat yang kamu siapkan.”
Wati menunduk. Tersenyum janggal. Mencoba membuka mulut, tapi sampai
sekian detik lamanya tak ada kata-kata yang terdengar.
”Jadi, jadi, jadi, kemarin Mas memakainya? Pas apa tidak?”
’Ya, pas. Tapi aku hanya ambil kopiah dan baju koko. Kain sarung dan
sajadah aku pakai milik sendiri. Tidak apa-apa, kan?”

Walaupun usia Wati sudah 23, tetapi sifat kemanjaannya masih kelihatan. Di
balik kemanjaannya itu sebenarnya ia mengharapkan perhatian dari lelaki yang Wati
suka.
”Makan siang gasik saja ya, Mas? Aku sudah lapar.”
Kabul yang sedikit terkejut menanggapi kata-kata Wati hanya dengan
senyum, lalu melihat tangan. Jam setengah dua belas.
”Pekerjaanmu sudah selesai. Makanya aku jenuh, mau apa? Terus jadi lapar.”
”Tapi aku belum. Silakan makan sendiri.”
”Ah, tak mau.”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Wati manja. Sedikit bersungut. Kabul terdiam. Terasa ada satu detik yang
aneh. Yakni ketika Kabul merasa dalam sepersekian detik muncul daya pikat dari
penampilan Wati. Apanya? Sungutnya? Getar suaranya? Mungkin. Atau entah. Yang
pasti ada sesuatu yang baru terasa dalam beberapa detik ini (Hal. 54).

Wati memiliki pendirian yang kuat. Ketika Wiyoso, pacar Wati bertanya

kepada Wati, apakah kamu, Wati benar-benar minta kawin? Wati menjawab dengan

apa kata hati dia.

“Wat, aku datang untuk bertanya...”


Yos mematikan rokok yang baru sekali diisap. Wati menatap Yos, namun
dengan posisi wajah menunduk. Menunggu. Wati memijit-mijit kuku jari telunjuk.
“Ya aku mau tanya, kamu benar-benar minta kawin segera?“
”Ya,” jawab Wati lirih. Yos gelisah sekali. Diambilnya rokok baru, dipasang
di mulut, tapi korek api di mana?
”Tapi kamu tahu hal itu tak mungkin bagi aku, kan?”
Wati diam dan terus memijit-mijit kukunya. Wajah Yos memerah. Matanya
menyala. Jemarinya mengepal-negepal. Kemudian suaranya keluar dengan getar
amarah.
”apa sebenarnya kamu ingin hubungan kita berakhir? Tolong jawab!”
Wati menelan ludah. Tangannya gemetar.
”Ya, Yos. Dan maafkan aku.”
Hening (Hal. 176-177).

c. Pak Tarya

Pak Tarya adalah seorang lelaki yang sudah berumur, yang kesehariannya

diisi dengan kegiatan memancing karena memancing merupakan hobinya. Pak Tarya

merupakan pensiunan pegawai kantor penerangan. Pernah juga bekerja di penerbitan

dan bekerja sebagai wartawan.

“Ya, sampai beberapa hari yang lalu saya hanya tahu Pak Tarya tukang
mancing. Tapi kini saya sudah dapat informasi yang lebih lengkap bahwa sebetulnya
Pak Tarya adalah pensiunan pegawai Kantor Penerangan. Selain itu, Pak Tarya ketika
muda pernah lama mengembara ke Jakarta. Iya, kan?”
”Informasi itu sedikit benarnya, tapi banyak salahnya.”
”Tak ada guna menutup-nutupi jadi dirimu, Pak. Malah ada orang bilang,
ketika berada di Jakarta, Pak Tarya pernah bekerja di penerbitan. Jadi wartawan?”
”Ah, Cuma sebentar (Hal. 9).”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Pak Tarya yang hobinya memancing, selain memancing ia suka memainkan

alat musik seruling, memiliki kerendahan hati yang sangat baik.

”Wah, bagus sekali. Tak tahunya Pak Tarya pandai main suling?”
”Eh, Mas Kabul? Aduh, saya jadi malu. Aduh, kok sampeyan sampai di
tempat terpencil ini?”
“Jujur saja karena, meskipun hanya lamat-lamat, saya mendengar suara
serulingmu.”
“Ah, saya malu. Saya kan hanya tukang mancing dan Pak Kabul insinyur,
pelaksana pembangunan jembatan. Kok, Pak Kabul mau ngumpul dengan saya di
tempat yang kurang pantas ini?” (Hal. 8)

Sikap kepedulian terhadap sesama warga Desa Cibawor membuat Pak Tarya

dihormati di Desa Cibawor tersebut.

Pak Tarya berhenti untuk melepas kacamata, kemudian melap matanya yang
perih.
“Saya tanya sampeyan, Mas Kabul; siapa yang peduli terhadap Kang
Martasatang yang kehilangan satu-satunya mata pencaharian? Lurah? Golongan?
Anggota dewan? Atau sampeyan sendiri yang sedang memimpin pembangunan
jembatan dan akan menggusur sumber penghasilan Kang Martasatang? Semuanya
tidak, bukan?”
Kabul terpana. Dan Pak Tarya tersenyum. Ironis (Hal. 134).

Pak Tarya memilki kegemaran membaca. Bahan bacaannya biasanya dia

membaca surat kabar. Dia salah satu warga desa yang berlangganan koran.

“Kalau aku sih bukan hanya kenal, karena Pak Tarya orang sini. Dia itu orang
nyentrik. Terkenal doyan baca. Di desa ini hanya ada dua pelanggan Koran, Pak
TArya dan bapakku. Kalau bapakku langganan Koran memang sudah seharusnya.
Tapi Pak Tarya? Uang pensiunan pegawai kantor penerangan tingkat kecamatan,
berap sih besarnya? Tapi itulah Pak Tarya. Untung istrinya punya warung dan anak
mereka hanya dua. Kini keduanya sudah menikah (Hal. 75).”

Pak Tarya di Desa Cibawor terkenal memiliki sifat yang ramah dan jenaka.

Makanya dia sangat dihormati di desa tersebut dan dia juga memiliki pengetahuan

luas karena Pak Tarya pernah bekerja menjadi wartawan.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Dan hobi mancingnya itu lho!”
”Yah, semua orang di sini sudah lama menganggap mancing adalah bagian
jati diri Pak Tarya. Selebihnya Pak Tarya memang ramah dan jenaka. Maka banyak
orang suka kepdanya.”
”Konon, ketika muda pernah jadi wartawan di Jakarta?”
”Ah, itu aku tidak tahu. Aku kan baru lahir tahun 1968. tapi di sini Pak Tarya
memang dikenal punya pengetahuan yang luas (Hal. 75).”

d. Dalkijo

Dalkijo adalah atasan dari Kabul di proyek pembangunan jembatan. Dalkijo

benci dengan kemiskinan. Dalkijo merupakan anggota parta GLM.

Dalkijo memiliki sifat ketamakan atau keserakahan, keserakahannya itu

dengan melakukan suatu tindakan memperkaya diri di suatu proyek yang ia pimpin.

e. Mak Sumeh

Mak Sumeh adalah seorang wanita yang sudah berumur. Dia adalah penjual

makanan dan minuman di proyek. Setiap ada proyek dimana pun dia selalu ada.

Mak Sumeh pemilik warung di proyek pembangunan jembatan di Sungai

Cibawor memiliki sifat nyinyir.

…Lalu dari mulut Mak Sumeh yang nyinyir pula berawal omongan bahwa
Wati dan Kabul adalah pasangan yang serasi. Malah anak-anak muda sudah bias
menirukan istilah para bintang film. Cinta lokasi (Hal. 25).

Mak Sumeh juga suka mencampuri urusan pribadi orang lain.

Sambil menyuruh pembantu menyiapkan hidangan untuk pelanggan


pentingnya, Mak Sumeh menarik kursi dan duduk dekat Kabul.
”Mumpung belum banyak orang, Pak Insinyur, boleh aku bicara sedikit?”
”Pasti boleh. Soal apa? Banyak tukang yang belum bayar utang? Itu urusan
mandor, bukan urusanku.”
”Bukan itu, Pak Insinyur. Ini soal pribadi.”
”Pribadi siapa?”
”Pribadi Pak Insinyur sendiri.”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Kok?”
Mak Sumeh senyum-senyum.
”Ya. Begini. Ini salah Pak Insinyur kenapa masih bujangan. Jadi ada gadis
yang naksir.” Mak Sumeh senyum lagi.
”Ah, Mak Sumeh mau bilang apa?” Kabul menarik kopi yang sudah disajikan
pelayan.
”Anu. Tapi sebelumnya aku minta maaf. Apa Pak Insinyur belum tahu
Wati...anu...suka sama Pak Insinyur?” Mak Sumeh menatap lurus ke arah mata
Kabul. Yang ditatap mengangkat alis (Hal. 46).

4.4 Latar

Latar dalam sebuah novel harus ada. Latar ini merupakan tempat yang

biasanya menerangkan berlangsungnya sebuah kejadian di dalam sebuah cerita.

Pengarang yang memberikan secara fiktif tempat terjadinya cerita akan dirasakan

oleh pembaca sebagai suatu suasana yang ikut bergerak ke dalam suatu tempat

kejadian.

Latar ialah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya

lakuan dalam karya sastra (Panuti Sudjiman, 1984: 46). Bagi Hudson, latar berarti

tempat dan waktu. Pada kedua unsur itu ditambahkannya ”situasi” yaitu seluruh milik

sebagai cerita seperti tata cara kebiasaan, cara hidup, latar belakang alam, dan

lingkungan sekitar. Hudson membedakan latar atas latar sosial dan latar material.

Kedua jenis latar itu dikenal sebagai ruang atau tempat. Di mana tokoh-tokoh cerita

mendasarkan lakunya. Latar juga adalah pembangkit alasan psikologis pertumbuhan

tokoh (1955: 158).

Apa yang disebut latar sosial oleh Hudson di atas, menurut Mursal Esten

(1982: 93) tidak hanya kelas sosial dari masyarakat seperti pedagang, petani,

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
intelektual, dan lain-lain, tapi juga lingkungan sosial masyarakat desa, lingkungan

masyarakat kota, rural, ataupun urban.

Yang dimaksud dengan latar material (material setting) bagi Brooks dan

Warren (1959: 687) adalah latar belakang fisik (physical background), unsur tempat

dan ruang dalam suatu cerita.

Dari pendapat para ahli di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa yang

dimaksud latar ialah waktu, tempat, dan situasi di mana cerita terjadi. Pengertian

inilah yang penulis pakai sebagai dasar bagi analisis karya sastra dalam penelitian ini.

Di dalam novel Orang-Orang Proyek, latar tempat dalam kerangka struktur

sangat organis dengan tema, alur, dan penokohan. Atas dasar itulah, maka

pembicaraan tentang latar, alur bertolak dari latar tempat kemudian dari latar tempat

itu dikaitkan dengan penokohan sebagai pendukung utama makna keseluruhan novel.

Hal-hal di atas dihubungkan dengan alur dan tema, atau unsur lain yang berkaitan

erat. Ada pun tentang latar waktu dan situasi akan disinggung seperlunya dalam

hubungannya dengan latar tempat.

Pengarang secara jelas menerangkan latar waktu kejadian dalam novel Orang-

Orang Proyek. Cerita dimulai ketika pagi ini Sungai Cibawor kelihatan penuh dengan

sampah-sampah karena kemarin malam Sungai Cibawor banjir. Tiga hari yang lalu

hujan deras di hulu membuat sungai ini banjir besar. Untung sudah jadi watak sungai

pegunungan, banjir yang terjadi berlangsung cepat. Air yang semula jernih mulai

mengeruh di pagi hari ini. Sungai Cibawor seperti sedang digelontor dari hulu dengan

air bah besar yang pekat berlumpur serta membawa segala macam sampah, dari

sandal karet, bekas botol plastik, batang pisang, sampai batang mahoni. Di tepi

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Sungai Cibawor tampak lelaki tua yaitu Pak Tarya. Pak Tarya berada di tempat itu

untuk memancing.

Ketenangan di bawah pohon mbulu itu seakan diberi bobot lain oleh
kedatangan seorang pemancing tua. Lelaki itu telah lama menjadikan kerindangan
pohon mbulu di tepi Sungai Cibawor itu sebagai tempat yang paling disukai.
Memancing di tempat itu adalah berkawan dengan keheningan, dengan semilir angin,
dengan lambaian ranting-ranting yang mengayun di atas air atau cericit burung-
burung emprit (Hal. 6).

Cerita terus berlanjut yaitu pengarang menggambarkan daerah atau kawasan

proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Keadaan lokasi pembangunan

jembatan tergambarkan.

Tapak proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor terletak di tengah


bulak, di wilayah kosong. Di sekeliling tempat itu tak ada rumah penduduk. Hanya
ada hamparan tanah pertanian kering dan hutan bambu. Namun, setelah
pembangunan dimulai, tempat itu menjadi ramai. Beberapa bedeng didirikan sebagai
kantor proyek serta gudang darurat. Atau asrama darurat para pekerja. Di siang hari
proyek itu menjadi kota kecil di tengah bulak yang sepi dan kering. Dan bila matahari
telah tenggelam, proyek seakan berubah menjadi pasar malam bagi penduduk
kampung di sekitarnya (Hal. 15).

Selanjutnya setelah tiga bulan berlangsung pengerjaan jembatan di Sungai

Cibawor, volume pengerjaan yang dicapai berada di bawah target. Kabul pun uring-

uringan.

Tanpa terasa proyek sudah berjalan tiga bulan. Namun karena dimulai ketika
hujan masih sering turun, volume pekerjaan yang dicapai berada di bawah target.
Menghadapi kenyataan ini, Kabul sering uring-uringan. Jengkel karena hambatan ini
sesungguhnya bisa dihindari bila pemerintah sebagai pemilik proyek dan para
politikus tidak terlalu banyak campur tangan dalam tingkat pelaksanaan (Hal. 25).

Klimaks novel Orang-Orang Proyek terjadi di tempat pengerjaan jembatan di

Sungai Cibawor. Pada tempat itu Pak Dalkijo menginstruksikan Kabul untuk

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
memakai bahan pengecoran lantai jemabatan menggunakan bahan pasir, pasir dari

sungai. Menurut Kabul pasir dari sungai sudah bercampur dengan tanah dan lumpur.

Kalau pasir sudah bercampur dengan tanah dan lumpur, mutu pasir untuk pengecoran

lanati jembatan berkurang. Pak Dalkijo juga menyuruh Kabul untuk menggunakan

besi bekas. Besi bekas digunakan untuk mengurangi pengeluaran karena kas proyek

sudah berkurang.

Dengan dua mesin derek di sebrang-menyebrang sungai pemasangan balok-


balok jembatan selesai dalam lima hari. Kabul lega karena tahap pembangunan
struktur jembatan sudah selesai. Tahap berikut adalah pekerjaan pembuatan lantai dan
pagar pengaman jembatan serta sayap-sayap fondasi. Terakhir nanti adalah
pengaspalan. Pada tahap ini, seluruh pekerja proyek bergiat. Tukang batu
membangun sayap fondasi, tukang las, dan trukang besi menyiapkan rancangan untuk
cor lantai, tukang kayu menyiapkan papan-papan cor (Hal. 179).
.....
Masih pusing dengan masalah pasir,kemarin kepala Kabul dibuat puyeng lagi.
Permintaan atas kekurangan besi rancang yang diajukan kepada Dalkijo dijawab
dengan kedatangan truk tronton; isinya besi rancang bekas bongkaran jembatan di
pantura.
Bagi Kabul, ini sudah keterlaluan. Kabul protes. Maka meskipun sudah
diturunkan dari kendaraan pengangkutannya, besi-besi bekas itu dibiarkan menumpuk
di halaman kantor proyek.
“Aduh, Dik Kabul ini bagaimana? Sudahlah,ikuti perintahku. Gunakan besi
itu. Toh itu hanya untuk menutup kekurangan. Aku tahu penggunaan besi bekas
memang tidak baik. Tapi bagaimana lagi, dana sudah habis. Makanya,kita pun tak
mampu membeli pasir giling. Dana benar-benar sudah habis.”
“Pak, kali ini saya tidak bisa berkompromi,” jawab Kabul penuh percaya diri
(Hal. 180-181).

Pengarang secara jelas menerangkan latar waktu kejadian dalam novel Orang-

Orang Proyek. Cerita dimulai ketika Sungai Cibawor dilanda banjir. Pada saat itu,

seorang lelaki tua duduk sedang memancing dan tidak berapa lama kemudian Kabul

menghampiri lelaki tua itu. Tempat kejadian di sungai cibawor.

Dari lokasi proyek bisa dilihat puluhan layang-layang mengapung di atas


perkampungan. Ada juga baling-baling bambu besar terpancang di sudut kampung

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
dan berputar-putar menghadap ke selatan. Air Sungai Cibawor jauh menyurut,
sehingga membantu mempermudah pekerjaan proyek...(Hal. 50)

Adanya petunjuk tempat ini, pengarang seolah-olah ingin meyakinkan

pembaca bahwa novel ini benar-benar terjadi pada tempat tersebut. Tempat yang

ditunjuk fiksi itu, lebih diperkuat lagi oleh lukisan latar sosial yang menunjuk pada

kenyataan sosial budaya Desa Cibawor pada tempat itu.

Latar situasi yaitu seluruh yang meliputi cerita antara lain: tata cara,

kebiasaan, cara hidup, dan lingkungan sekitar (Hudson, 1955: 158) dalam Orang-

Orang Proyek dijumpai langsung melatarbelakangi kehidupan tokoh. Latar situasi

yang paling menonojol dalam Orang-Orang Proyek ialah apa yang disebut Mursal

Esten (1982: 93) sebagai latar sosial, yaitu kebiasaan dan cara hidup masyarakat desa

yang dominannya terjerat kemiskinan.

Dalam novel Orang-Orang Proyek ini digambarkan tentang kehidupan

masyarakat desa. Masyarakat desa kebanyakan ekonominya kurang mampu.

Sehingga dalam proyek ini, Dalkijo sebagai pemimpin proyek yang berasal dari latar

belakang ekonomi kurang mampu membalaskan dendamnya dengan melakukan

tindakan korupsi.

”Dik Kabul,” sambung Dalkijo. ”Saya tahu Dik Kabul mantan aktivis. Biasa
kan, yang namanya aktivis punya idealisme yang kolot. Tapi setelah bekerja seperti
ini, Dik Kabul harus tunduk kepada kenyataan. Sedikit pragmatislah agar kita tidak
konyol seperti Don Kisot. He-he.”
Kabul menegakkan kepala. Mau bicara tapi tidak jadi.
”Maksud saya begini. Mari bicara mulai dari nama kita. Nama saya Dalkijo,
dari Blora. Nama sampeyan Kabul, dari?”
“Gombong.”
‘Nah, melihat nama, kita tahu dari lapisan masyarakat mana kita berasal.
Taruhan, kita sama-sama anak petani miskin. Betul?”
Kabul tersentum. Persis.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Entahlah sampeyan, tapi kemiskinan yang disandang kedua orang tua saya ke
atas sudah berlangsung sekian generasi. Untung emak saya, penjual jamu gendong,
begitu tabah dan tekun mengumpulkan uang dari sen ke sen untuk membiayai sekolah
sampai saya lulus insinyur. Ini apa namanya kalau bukan keajaiban. Atau entahlah,
yang jelas sekarang saya ada pada posisi bisa memutus rantai panjang kemiskinan
yang melilit kami. Saya kini punya kemampuan untuk membalas dendam terhadap
kemiskinan yang begitu lama menyengsarakan kami. Saya sudah melakukan apa yang
dibilang orang sebagai tobat melarat. Selamat tinggal, nasi tiwul, tikar pandan, atau
rumah berlantai tanah dan beratap rendah.”(Hal. 28-29)

Dalam melukiskan latar sosial yaitu masalah cara hidup dan kebiasaan

masyarakat desa yang dibayangi ekonomi yang kurang mampu atau miskin,

kelihatannya pengarang juga menyodorkan realitas sosial yang sebenarnya.

Pengarang ingin meyakinkan pembaca bahwa novel Orang-Orang Proyek betul-betul

suatu kejadian sosial. Latar sosial kejadian novel Orang-Orang Proyek ini adalah di

lingkungan masyarakat desa.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
BAB V

Analisis Sosiologi Sastra terhadap Novel Orang-Orang Proyek

Karya Ahmad Tohari

5.1 Nilai Budaya

Budaya itu adalah cipta (mengadakan, mengarang), karsa, dan rasa sedangkan

kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu (Koentjaraningrat, 1974:181).

Kebudayaan dapat diartikan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia,

seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat. Budaya dapat diartikan akal budi,

pikiran. Budi adalah akal, adat dan perangai yang baik; alat batin yang merupakan

paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk; tabiat; akhlak; watak;

perbuatan baik; ikhtiar ( pilihan yang bebas menurut kehendak hati, pertimbangan

pikiran, usaha daya upaya).

Dalam novel Orang-Orang Proyek, terdapat beberapa nilai budaya, baik

berasal dari budaya orang yang memiliki ekonomi lemah yaitu orang yang

dicengkram kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa contoh seperti yang

tertera berikut ini:

”Dik Kabul,”sambung Dalkijo. ”Saya tahu Dik Kabul mantan aktivis. Biasa
kn, yang namanya aktivis punya idealisme yang kolot. Tapi setelah bekerja seperti
ini, Dik Kabul harus tunduk kepada kenyataan. Sedikit pragmatislah agar kita tidak
konyol seperti Don Kisot. He-he.”
Kabul menegakkan kepala. Mau bicara tapi tidak jadi.
”Maksud saya begini. Mari bicara mulai dari nama kita. Nama saya Dalkijo,
dari Blora. Nama sampeyan Kabul, dari?”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Gombong.”
”Nah, melihat nama, kita tahu dari lapisan masyarakat mana kita berasal.
Taruhan, kita sama-sama anak petani miskin. Betul?”
Kabul tersenyum. Persis.
”Entahlah sampetan, tapi kemiskinan yang disandang kedua orang tua saya ke
atas sudah berlangsung sekian generasi. Untung emak saya, penjual jamu gendong,
begitu tabah dan tekun mengumpulkan uang dari sen ke sen untuk membiayai sekolah
sampai saya lulus insinyur. Ini apa namanya kalau bukan keajaiban. Atau entahlah,
yang jelas sekarang saya ada pada posisi bisa memutus rantai panjang kemiskinan
yang melilit kami. Saya kini punya kemampuan untuk membalas dendam terhadap
kemiskinan yang begitu lama menyengsarakan kami. Saya sudah melakukan apa yang
dibilang orang sebagai tobat melarat. Selamat tinggal nasi tiwul, tikar pandan, atau
rumah berlantai tanah dan beratap rendah.”
Karena bicara dengan emosi tinggi, Dalkijo agak terengah.
“Dik Kabul, karena sudah tobat melarat, lihatlah. Saya tak mau pakai sepatu
kalau bukan yang asli dari merek terkenal. Juga baju dan celana, bahkan celana
dalam. Soal makan, apa lagi. Saya tak sudi seperti sampeyan, makan di warung Mak
Sumeh di proyek itu. Anak-anak Cina dan anak pejabat. Kamar mereka mirip kamar
anak remaja Amerika. Soal kemampuan anak itu penting, karena ternyata bisa diganti
dengan duit. Istri saya? Dik Kabul tahu sendirilah. Pokoknya saya tidak sudi lagi
berdekat-dekat dengan apa saja yang berbau kemelaratan.”
Ceramah panjang Dalkijo, yang membuat beberapa pengunjung rumah makan
itu menoleh, agaknya belum akan berakhir. Agaknya juga, Dalkijo memang benar-
benar menyimpan dendam yang berat terhadap hantu yang bernama kemiskinan yang
mencengkram dia di masa anak-anak.
”Jadi, Dik Kabul, bagi saya hanya sikap pragmatis yang bisa menghentikan
sejarah panjang kemiskinan keluarga saya. Dan dari sini saya bisa bilang, mau apa
Dik Kabul dengan idealisme yang sampeyan kukuhi? (Hal. 28-30)

Dari kutipan di atas tersebut dapat kita lihat bahwa faktor ekonomi yang

lemah yaitu orang yang miskin mempengaruhi cara berpikirnya. Masyarakat yang

terjerat kemiskinan pastilah dia berpikir untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari

walaupun dengan cara bagaimana ia mencari uang untuk kebutuhannya sehari-hari.

”Ya, rasanya memang begitu. Nah, sekarang bagaimana? Kamu ikut aku ke
rumah Pak Tarya?”
”Mas Kabul tidak keberatan?”
”Ah, kamu bagaimana? Jelas aku yang mengajak kamu, jadi bagaimana aku
bisa keberatan?”
”Kalau ngajaknya Cuma pura-pura?”

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Kabul terdiam. Ya, perempuan memang perasa. Dan Kabul menunggu Wati
merengut. Tidak. Wati malah tertawa.
”Aku tidak suka berpura-pura. Jadi ayolah.”
”Pakai motorku saja ya, Mas?”
Kabul terdiam. Kalau naik motor, Kabul merasa kurang enak. Sebab orang
akan menganggap dia sudah benar-benar dekat dengan Wati. Kabul sadar akan nilai-
nilai masyarakat dusun. Apa lagi konon Wati sudah punya pacar.
”Pakai jip proyek saja. Mau?”
Wati diam. Lalu merengut. Dan selalu, hati Kabul tersedot oleh nuansa
merengut yang menyaput wajah Wati.
”Kalau naik jip kita tidak kepanasan.”
”Tapi aku ingin naik motor.” Kabul masih menikmati nuansa merengut itu.
Luluh.
”Ya sudah, ayo naik sepeda motor. Aku kira Pak Tarya sudah menunggu (Hal.
75-76).”

Pada kutipan di atas menggambarkan tokoh utama yaitu Kabul yang berpikir

untuk pergi ke rumah Pak Tarya ketika mau membawa Wati ke rumah Pak Tarya.

Kabul berpikir naik motor atau mobil tetapi Wati menginginkan naik motor Wati.

Kabul merenungkan tawaran Wati. Kabul berpikir kalau mereka naik motor pastilah

masyarakat menilai apa-apa tentang mereka. Masyarakat desa masih memperhatikan

dan memegang nilai-nilai masyarakat dusun. Norma-norma di masyarakat desa masih

terjaga. Sehingga kalau ada seseorang melanggar norma masyarakat setempat

sanksinya adalah moral.

Hari kedua sejak Sawin tidak pulang, Kang Martasatang mulai diganggu
selentingan yang entah dari siapa asalnya. Selentingan itu mengatakan proyek sedang
minta tumbal seekor jengger atau ayam jantan muda. Tumbal harus diberikan, konon,
karena pada awal penggarapan proyek hanya didahului dengan doa-doa biasa, tidak
disertai acara tanam kepala kerbau. ”Jadi, lihatlah. Hasil kerja bulan pertama di
proyek itu langsung disapu banjir,” kata Wircumplung, tetangga Kang Martasatang.
”Nah, musim hujan akan datang lagi. Kalau tumbal tidak diberikan, seluruh bangunan
jembatan yang sudah setengah jadi bisa dirobohkan bah. Lihat sajalah,’ tambahnya
(Hal. 120).
...

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Seekor jengger harus dijadikan tumbal. Kang Martasatang mengartikan
jengger sama dengan perjaka atau lelaki muda. Sawin? Apakah Sawin sbenarnya
telah mati karena dijadikan tumbal proyek jembatan?(Hal. 120)

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa budaya ketika membangun apa saja

pasti di kalangan masyarakat desa memiliki suatu ritual-ritual tertentu. Mungkin

prosesi-prosesi itu dilakukan agar tidak ada terjadi bala ketika pembangunan itu

berlangsung.

”Mas Kabul, banyak orang bilang Anda masih bujangan. Betul? Eh, tapi
maafkan mulut saya yang usil ini.”
Kabul tertegun sejenak. Lalu tersenyum. Pertanyaan Pak Tarya memang usil.
Ah, tapi semua orang proyek memang sudah tahu dia bujangan.
”Kalau ya, Pak Tarya mau mencarikan saya istri? Saya lihat banyak gadis di
sini cantik-cantik. Atau Pak Tarya sendiri punya kemenakan?”
“He-he, tidak sejauh itu, Mas. Saya Cuma mengikuti semacam budaya kita;
bila ada lelaki sudah cukup dewasa dan mapan, selalu kita ingin bertanya mengapa
belum kawin. Itu saja. Dan sampeyan punya keinginan menjawab pertanyaan itu
(Hal. 22)?”

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa di kalangan masyarakat desa

khususnya di dalam keluarga ketika ada salah satu anggota keluarga masih ada

pemikiran untuk memaksa untuk cepat-cepat mencari pasangan hidup. Cara itu tidak

dapat menjawab semuanya barulah pihak keluarga melakukan suatu usaha dengan

mencari jodoh untuk salah satu anggota keluarga yang belum menikah.

Namun ketika pergi memancing sore ini Pak Tarya tidak singgah ke warung
Mak Sumeh. Ketika melintas dekat proyek Pak Tarya melihat Kabul melambaikan
tangan.
“Tunggu, Pak Tarya. Saya ikut.”
Pak Tarya tersenyum.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Wah, saya tidak enak, Mas. Nanti saya dibilang mengajak-ajak sampeyan
meninggalkan pekerjaan.”(Hal. 17)

Dari paragraf di atas dapat kita lihat bahwa orang Jawa memiliki sifat yang

rendah hati. Tampak ketidakenakan ketika ada suatu hal yang dilakukan. Nilai-nilai

kesopanan terjaga pada masyarakat Jawa.

”Tanpa maksud membela sesama saudara sekampung, bukankah mereka tak


bisa merugikan proyek tanpa kerja sama dengan orang dalam, bukan?”
”Ya. Tapi kan selama ini saya menganggap orang kampung lugu, bersih, tidak
melik terhadap barang orang lain.”(Hal. 19)

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa biasanya kalau dia berasal dari desa

semasa dia hidup, masyarakat desa itu memiliki tingkat kejujuran yang baik.

Keluguan tampak pada karakter warga desa dan tidak banyak tingkah. Inilah yang

menunjukkan budaya sikap masyarakat desa.

5.2 Nilai Politik

Politik adalah segala sesuatu yang bersangkutanm dengan cara-cara dan

kebijaksanaan pemerintah dalam mengatur negara dan masyarakatnya di suatu

negara; taktik; siasat (Santoso dan Al Hanif, 2005: 292). Novel Orang-Orang Proyek

juga menggambarkan di dalamnya mengenai sistem pemerintahan negara Indonesia

yang penuh dengan tindakan-tindakan yang curang. Tindakan-tindakan curang yang

tergambar di dalam novel Orang-Orang Proyek adalah tindakan korupsi di suatu

pengerjaan proyek jembatan.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Novel Orang-Orang Proyek ini juga memuat nilai politik di dalamnya,

seperti:

He-he-he... itu dulu, Mas Kabul. Sekarang lain. Sekarang orang kampung
menganggap, misalnya, mengambil aspal dari pinggir jalan adalah perkara biasa. Bila
ketahuan, ya mereka akan membelikan rokok buat pak pak mandor. Selesai. Atau,
mereka takkan merasa bersalah karena menebang kayu jati di perkebunan negara,
karena mereka tahu banyak pagar makan tanaman. Jadi kalau kuli-kuli Anda mencuri
semen dan orang kampung jadi penadahnya, apa aneh?”
”Taruhlah tidak aneh. Tapi pertanyaannya tetap. Mengapa hal itu menjadi
tidak aneh?”
Pak Tarya terkekeh (Hal. 19).

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa di dalam lingkungan pengerjaan

suatu proyek banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menimbulkan

kerugian bagi masyarakat luas. Ini mencerminkan suasana politik negara Indonesia

pun sama halnya dengan situasi penyimpangan yang terjadi di dalam pengerjaan

proyek.

Tanpa terasa proyek sudah berjalan tiga bulan. Namun karena dimulai ketika
hujan masih sering turun, volume pekerjaan yang dicapai berada di bawah target.
Menghadapi kenyataan ini, Kabul sering uring-uringan. Jengkel karena hambatan ini
sesungguhnya bisa dihindari bila pemerintah sebagai pemilik proyek dan para
politikus tidak terlalu banyak campur tangan dalam tingkat pelaksanaan.
Dan campur tangan itu ternyata tidak terbatas pada penentuan awal perkerjaan
yang menyalahi rekomendasi para perancang, tapi masuk juga ke hal-hal lain. Proyek
ini, yang dibiayai dengan dana pinjaman luar negeri dan akan menjadi beban
masyarakat, mereka anggap sebagai milik pribadi. Kabul tahu bagaimana bendahara
proyek wajib menegeluarkan dan untuk kegiatan parta golongan penguasa.
Kendaraan-kendaraan proyek wajib ikut meramaikan perayaan HUT golongan itu.
Malah pernah terjadi pelaksana proyek diminta mengeraskan jalan yang menuju
rumah ketua partai golongan karena tokoh itu akan punya hajat. Bukan hanya
mengeraskan jalan, melainkan juga memasang tarub. Belum lagi dengan oknum sipil
maupun militer, juga oknum-oknum anggota DPRD yang suka minta uang saku
kepada bendahara proyek kalau mereka mau pelesir ke luar daerah (Hal. 25-26).

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Dari kutipan di atas tampak suatu kejadian tentang sistem politik mengambil

alih suatu pengerjaan proyek. Perhitungan teknis dalam pembangunan jembatan

dikalahkan oleh perhitungan politik. Pembangunan jembatan di Sungai Cibawor

dimanfaatkan nantinya untuk ajang salah satu partai politik milik penguasa. Akhirnya

mutu dari jembatan itu tidak terjaga. Karena di dalam proyek itu sendiri banyak

terjadi tindak korupsi oleh oknum-oknum dalam maupun luar.

Kabul sering merenungkan seloroh Dalkijo ini. Ya, dengan pandangan dekat,
seloroh itu ada benarnya juga. Negeri ini dihuni oleh masyarakat korup, terutama di
kalangan birokrat sipil maupun militer, juga orang awamnya. Malahan Kabul melihat
jenis koripsi baru yang tersamar namun bisa sangat parah akibat yang ditimbulkan.
Yakni korupsi melalui manipulasi gelar kesarjanaan.
Seseorang yang tidak mencapai standar kecerdasan intelektual, apalagi
kecerdasan emosional tingkat sarjana, bisa resmi mendapart gelar kesarjanaan atau
pascasarjana. Gelar itu bisa didapat dengan membeli, ikut kelas jauh, atau kuliah-
kuliahan di kota kecil yang diselenggarakan oleh universitas gurem penjual ijazah.
Dengan gelar yang semestinya bukan hak itu dia memperoleh kenaikan tingkat
kepegawaian, kenaikan gaji, dan fasilitas lain, bahkan pensiun kelak akan lebih besar.
Bila ribuan pegawai dari tingkat pusat sampai guru SD melakukan manipulasi rakyat
akibat korupsi terselubung ini. Apalagi bila dihitung untuk jangka panjang.
Ya, kecurangan memang sudah menjadi barang biasa. Maka Dalkijo juga
pernah bilang kepada Kabul, si jujur adalah orang yang menentang arus dan konyol.
Bloon. Mungkin. Namun bagi Kabul, kejujuran sebenarnya bukan suatu hal yang
istimewa. Dialah yang seharusnya dianggap biasa (Hal. 53-54).

Sistem birokrasi bangsa Indonesia sudah tercemar dengan banyaknya

tindakan-tindakan korupsi yang terjadi di sistem pemerintahan kita ini. Tindakan

korupsi sudah menjadi tradisi atau kebiasaan para petinggi di sistem pemerintahan

kita. Ini menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah terhadap tindakan-tindakan

dan juga tidak diikuti oleh sumber manusia yang beriman dan bertakwa.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
... di tahun 1991 ini Kabul sering membaca kritikan pedas terhadap para
anggota dan lembaga DPRD. Secara kelembagaan, DPRD sering dicap hanya
menjadi tukang stempel atau aksesoris Pemerintah Orde Baru. Rakyat jadi pemilih
sangat naif yang hanya dipinjam namanya. Keterwakilan mereka di lembaga legislatif
sangat rendah. Amanat rakyat pemilih kurang tersalur dan lebih banyak menjadi
bahan retorika para politikus.
Menurut para kritikus, dan Kabul sependapat, apabila secara kelembagaan
DPRD sudah menyimpang dari khitahnya, dengan sendirinya para anggota demikian
pula. Mereka, para kritikus, sering mengatakan para anggota DPRD menikmati uang
rakyat tanpa melaksanakan dengan semestinya amanat yangdipercayakan kepada
mereka. Dan Kabul merasa pahit ketika membayangkan, jangan-jangan sebagian
uang rakyat itu kini ada di dompet Wati...(Hal. 56).

Pada paragraf di atas menunjukkan suatu peristiwa tentang DPRD sudah dicap

jelek oleh masyarakat kinerjanya. Kinerja para anggota DPRD dipertanyakan oleh

berbagai kalangan masyarakat. Tampak banyak anggota DPR yang terlibat kasus

korupsi. Para anggota DPR dan DPRD banyak yang ingin memperkaya diri masing-

masing. Mereka bekerja bukan demi memperhatikan nasib rakyat yang banyak hidup

dengan nasib yang kurang baik. Seharusnya inilah yang diperhatikan oleh anggota

dewan. Mereka dapat duduk di sana karena rakyatlah yang memilih mereka. Rakyat

sudah percaya pada pilihannya. Apa yang rakyat pilih mudah-mudah dapat mengubah

kondisi bangsa dan negara Indonesia.

Memang ya. Karena, sistem kekuasaan di bawah Golongan Lestari Menang,


GLM, menempatkan jajaran perangkat desa dan kelurahan seluruh Indonesia menjadi
onderbouw mereka. Jajaran perangkat desa adalah satu di antara tiga pilar penopang
GLM. Dua pilar lain adalah birokrasi pegawai negeri dan ABRI. Maka, suka atau
tidak, kades sperti Basar sudah tercantum sebagai kader Golongan Lestari Menang.
....
Ya, dia merasa makin tertekan setelah menemukan dirinya jelas berada dalam,
malah menjadi bagian, sistem kekuasaan yang dulu amat sering dikritiknya. Dulu,
ketika bersama Kabul masih giat sebagai aktivis kampus, Basar yakin Orde Baru
banyak melakukan penyimpangan. Semangat republik demokrasi dibungkam,
sehingga rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan masih jadi objek yang terinjak

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
kekuasaan. Sebaliknya, feodalisme gaya baru yang menganggap kekuasaan adalah
kewenangan istimewa yang dimiliki pemegangnya, telah melahirkan sistem yang
amat korup dan tak terkendali. Kini negeri ini adalah yang paling korup di Asia. Atau
malah di dunia? (Hal. 84)

Pada paragraf di atas menerangkan keadaan pengaderan anggota partai politik

pada zaman orde baru dengan cara siapa saja yang termasuk perangkat pemerintah

maka dia termasuk kader partai penguasa. Hal ini mematikan semangat republik

demokrasi sehingga rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan masih jadi objek yang

terinjak kekuasaan. Feodalisme gaya baru yang menganggap kekuasaan adalah

kewenangan istimewa yang dimiliki pemegangnya, telah melahirkan sistem yang

amat korup dan tidak terkendali.

5.3 Nilai Percintaan

Cinta adalah sayang benar, suka sekali, kasih sekali, terpikat (antara laki-laki

dan perempuan); ingin sekali; berharap sekali; rindu; susah hati (khawatir) ( Santoso

dan Al Hanif, 2005: 84). Novel Orang-Orang Proyek juga menggambarkan kisah

percintaan antara Kabul dan Wati.

Rasa cinta dan kasih sayang dapat kita berikan kepada siapa saja tanpa

memandang usia, agama, jenis kelamin ataupun suku bangsa. Dalam novel Orang-

Orang Proyek ini kita dapat melihat perasaan cinta yang ada pada diri Wati ketika

melihat sosok Kabul yang sesuai dengan idaman Wati.

Wati pun mulai melakukan pendekatan untuk menarik simpati Kabul. Wati

menyediakan peralatan shalat. Ketika itu hari Jumat, bagi yang berjenis kelamin laki-

laki diwajibkan untuk shalat Jumat. Inisiatif Wati untuk memulai langkah cintanya

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
dengan menyediakan peralatan shalat Jumat. Hal ini dapat dilihat pada penggalan

kutipan di bawah ini.

”Terima kasih? Terima kasih buat apa, Mas?”


”Ya. Atas perangkat salat yang kamu siapkan.”
Wati menunduk. Tersenyum janggal. Mencoba membuka mulut, tapi sampai
sekian detik lamanya tak ada kata-kata yang terdengar.
”Jadi, jadi, jadi, kemarin Mas memakainya? Pas apa tidak?”
”Ya, pas. Tapi aku hanya ambil kopiah dan baju koko. Kain sarung dan
sajadah aku pakai milik sendiri. Tidak apa-apa, kan?”
Wati menelan ludah. Menatap Kabul tak berkedip.
”Tapi semuanya aku berikan untuk Mas. Mau, nggak sih?”
Kabul menunduk. Tersenyum. Ada kecamuk di kepala.
”Mau, dan terima kasih. Tapi jadi merepotkan kamu. Lagi pula... oh, maaf.
Tidak jadi. Pokoknya terima kasih (Hal. 49).

Paragraf di atas menunjukkan bahwa Wati benar-benar memiliki perasaan

cinta kepada Kabul. Tetapi Kabul memanggapnya biasa karena Kabul tahu bahwa

Wati sudah memiliki pacar. Jadi, sikap Kabul terhadap Wati yang telah

memperhatikan melalui menyediakan peralatan shalat, biasa saja. Peristiwa di atas

dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

”Tumben hari Minggu kamu datang, Wat?” tanya Kabul dengan senyum.

”Nggak boleh apa?” sedikit merengut. Ah, entahlah. Kabul ingat detik yang
aneh itu. Yakni detik ketika Kabul menyadari Wati yang sudah berbulan-bulan
bersamanya dalam satu ruangan memang cantik. Detik itu datang ketika Wati sedang
merengut.
”Aku mau baca koran di sini. Bila membaca di rumah aku harus berebut
dengan banyak orang. Ini, aku juga bawa koran mingguan kesukaan Mas Kabul.”
“Terima kasih. Nah, baca-bacalah dulu, aku mau lihat persiapan pekerjaan
yang akan digarap hari ini. Pengecoran tiang jembatan yang kedua selesai tadi
malam. Kini giliran tiang ketiga (Hal. 74).”
Paragraf di atas memberi gambaran bahwa Wati terus-menerus memberikan

perhatian kepada Kabul dengan membawakan koran kesukaan Kabul. Kejadian itu

mencerminkan suatu perasaan Wati yang benar- benar cinta dengan Kabul.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
“Makan siang yuk. Mas sudah lapar, kan? Eh, nanti dulu. Aku punya ini untuk
Mas. Enak. Manis sekali.”
Kabul membiarkan Wati meletakkan setangkai buah matoa di hadapannya.
“Buah pertama dari pohon yang tumbuh di halaman. Aku pun baru kali ini
merasakan enaknya buah ini. Cobalah, Mas.”
Kabul mengambil satu, mengamati sebentar. Dia sudah mendengar ada buah
berasal dari Irian bernama matoa. Tapi Kabul juga belum pernah merasakan enaknya.
“Enak kan, Mas?” mata Wati benderang ketika menatap Kabul. Mengangguk.
”Ya, enak.”
”Iya, kan? Nah, sekarang ayo makan siang.”
”Wat, aku malas keluar. Suruh Sonah atau Sri membawakan makan siang kita
kemari.”
”Mas ingin makan di ruang ini? Wah, ini kejutan. Aku suka sekali, Mas.
Sebab, seperti di rumah sendiri, ya kan? Sedangkan makan di warung? Sumpek.
Banyak orang, lagi.”
Dengan kegembiraan yang tidak ditutup-tutupi Wati bersicepat keluar menuju
warung Mak Sumeh (Hal. 97).

Paragraf di atas menunjukkan bahwa Kabul mulai membalas sikap Wati

selama ini kepada dia. Kabul mulai memahami apa yang diperbuat Wati dengan cara

menyenangkan Wati. Cara Kabul menyenangkan Wati yaitu dengan cara mengajak

Wati makan bersama. Hal ini jarang dilakukan Kabul dengan Wati. Makanya hal ini

kejutaan besar bagi Wati. Selain itu perhatian Wati tampak ketika dia membawa

makanan yaitu Wati membawakan buah matoa.

”Kamu sudah benar-benar sembuh kan, Wat? Tanya Kabul sambil


memerhatikan Wati yang sedang melap meja kerja.
”Sudah kok, Mas,” jawab Wati tanpa menoleh. Wajahnya nol. ”Tapi aku
belum berani naik motor. Jadi aku masih diantar Bani, adikku.”
”Kata dokter, kamu sakit apa?” (Hal. 150)

Pada paragraf ini tampak Kabul memperhatiakan Wati. Kabul menanyakan

keadaan Wati yang lagi sakit. Kabul menanyakan kondisi Wati pascasakit yang

dialami Wati.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
”Ya, aku mau tanya, kamu benar-benar minta kawin segera?”
”Ya,” jawab Wati lirih. Yos gelisah sekali. Diambilnya rokok baru dipasang
di mulut, tapi korek api di mana?
”Tapi kamu tahu hal itu tak mungkin bagi aku, kan?”
Wati diam dan terus memijit-mijit kukunya. Wajah Yos memerah. Matanya
menyala. Jemarinya mengepal-ngepal. Kemudian suaranya keluar dengan getar
amarah.
”Apa sebenarnya kamu ingin hubungan kita berakhir? Tolong jawab!”
Wati menelan ludah. Tangannya gemetar.
”Ya, Yos. Dan maafkan aku (Hal. 176-177).”

Paragraf di atas menggambarkan suatu peristiwa tentang Wati akhirnya

menyelesaikan hubungan pacarannya dengan Wiyoso. Wiyoso tidak dapat

menyanggupi permintaan Wati yang ingin segera menikah. Pada akhirnya Wiyoso

menerima keputusan yang dibuat Wati. Dengan penuh rasa kesal Wiyoso

membanting suatu benda yang ada di kantor Wati.

Akhir Desember 1992, hanya satu tahun setelah Kabul meninggalkan proyek
pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Keinginan Kabul bekerja di proyek milik
swasta terlaksana ketika dia mendapat kepercayaan menjadi site manager
pembangunan hotel di Cirebon. Libur akhir tahun ingin dinikmatinya di rumah
Biyung bersama Wati yang sudah menjadi nyonya Kabul. Mereka baru sebulan
menikah (Hal. 216-217).

Akhirnya Wati dan Kabul dapat menikah. Perasaan cinta yang dipendam

selama proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor akhirnya selesai dengan

bersatunya dalam keluarga antara Wati dan Kabul. Bentuk perhatian yang dibuat

masing-masing akhirnya berbuah manis. Kabul yang setelah mendapat pekerjaan

sebagai site manager di suatu pembangunan hotel di Cirebon menikah dengan Wati.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian terhadap novel Orang-Orang Proyek maka dapat

diambil beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Tema novel ini bercerita tentang kecurangan atau tindakan-tindakan korupsi

terjadi di proyek pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Dengan

terjadinya tindakan korupsi maka dapat digambarkan kekuatan iman

masyarakat tidak kuat. Selain menggambarkan tentang tindakan korupsi,

novel Orang-Orang Proyek juga menggambarkan tentang percintaan.

Percintaan terjadi antara Kabul dan Wati.

2. Alur yang terjadi pada novel Orang-Orang proyek adalah alur maju. Cerita

disusun dalam bentuk alur maju yang hubungan-hubungannya begitu logis,

yaitu hubungan sebab akibat.

3. Penggarapan watak tokoh dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: fisiologis,

sosiologis, dan psikologis. Jumlah tokoh sekitar delapan orang, terdiri atas

tokoh utama dan tokoh pembantu. Kabul sebagai tokoh utama memiliki watak

yang kuat. Kabul memiliki keidealismean yang kuat. Wati sebagai tokoh

pembantu memiliki watak tidak sombong walaupun orang tuanya anggota

DPRD.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
4. Latar dibedakan atas latar waktu, latar tempat, dan latar situasi. Latar waktu

yang terjadi dalam novel Orang-Orang Proyek adalah pada tahun 90-an. Latar

tempat peristiwa-peristiwa pada novel Orang-Orang Proyek adalah di Sungai

Cibawor tepatnya di Desa Cibawor. Latar situasi novel Orang-Orang Proyek

adalah pada situasi pengerjaan pembangunan jembatan.

5. Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam novel Orang-Orang Proyek ini antara

lain: nilai budaya, nilai politik, dan nilai percintaan.

6.2 Saran

Penulis telah melakukan penelitian terhadap novel Orang-Orang Proyek

dengan menggunakan analisis sosiologi sastra. Peristiwa-peristiwa yang terdapat di

dalam novel Orang-Orang Proyek menggambarkan kehidupan sosial di negara

Indonesia ini. Jadi, penulis tertarik untuk mengkaji novel Orang-Orang Proyek dari

analisis sosiologi sastra. Penulis menyarankan agar novel ini bisa dikaji dari segi

analisis strukturalnya. Dengan menggunakan analasis struktural novel Orang-Orang

Proyek tampak jelas dari sisi intrinsik dan ekstrinsiknya. Dan penulis juga

menyarankan agar novel Orang-Orang Proyek bisa dikaji dari segi psikologi sastra.

Bagaimana tokoh kabul yang memiliki watak keidealismean yang kuat. Kabul tidak

tergoda oleh perbuatan-perbuatan yang menurut Kabul tidak cocok dengan pola

berpikirnya.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1979. The Miror and The Lamp. New York: Oxford University Press.

Ali, Lukman (Ed.). 1967. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cerminan
Manusia Indonesia Baru. Jakarta: Gunung Agung.

Boulton, M. 1975. The anatomy of Novel. London: Routledge and Keagen Paul.

Brooks, C. and R.P. Warren. 1959. Understanding Fiction. New York: Appleton
Century Crofts, Inc.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.


Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Esten Mursal. 1982. Sastra Indonesia dan Tragedi Subkultur. Bandung: Angkasa.

Hamidy, U.U. 1983. Pembahasan karya Fiksi dan Puisi. Pekanbaru: Bumi Pustaka.

Hudson, W.H. 1955. An Introduction to the Study of Literature. London: George 6.


Harrap and Co. Ltd.

Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Junus, Umar. 1981. Mitos dan Komunikasi. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1986. Analisis Puisi secara Struktural dan Semiotik.
Semarang: Mickey Mouse.
. 2001. “Penelitian Sastra dengan Pendekatan Semiotik”,
Dalam Jabrohim dan Ari Wulandari (Ed.), Metode Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modren. Yogyakarta: Gama
Media.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Santoso, Ananda dan Al Hanif. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya
: Alumni.
Semi, Atar. 1984. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Stanton, R. 1965. An Introduction fiction. New York: Holt Rinehart and Winston,
Inc.
Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Ende-Flores: Nusa Indah.

Sulastin, S.1983. Hikayat Hang Tuah. Yogyakarta: University Gadjah Mada Press.

Sumardjo, Yacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung:


Alumni.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Van Luxemburg, Jan, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1984. Teori Kesusastraan (Terjemahan Oleh
Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
www. Karya-ilmiah.um.ac.id/index.phap/sastra-indonesia/article/view/284.

Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.
Andrey Pranata : Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Analisis Sosiologi Sastra, 2009.

Anda mungkin juga menyukai