Anda di halaman 1dari 16

EKSISTENSI PEMILUKADA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN

PEMERINTAHAN DAERAH YANG DEMOKRATIS

Janpatar Simamora*

Abstract Abstrak

Local direct election is an attempt to realise Pemilihan umum kepala daerah secara
an integral system of democracy and to langsung adalah merupakan sarana
encourage concept of popular sovereignty. sekaligus upaya mewujudkan sistem
The numerous obstacles on the way are demokrasi secara utuh serta sebagai
challenges that eventually will help shaping langkah merealisasikan kedaulatan rakyat.
the prevailing system to a more democratic Kendati dalam perjalanannya muncul
one. sejumlah persoalan yang mengiringinya,
namun hal itu haruslah dipandang sebagai
tantangan sekaligus bagian dari proses
pematangan dalam rangka mewujudkan
pemerintahan daerah yang lebih demokratis.

Kata Kunci: pemilu, demokrasi, kedaulatan rakyat.

A. Pendahuluan lahir dan mengiringi proses perjalanan de-


Pelaksanaan pemilihan umum kepala mokrasi di tanah air adalah implikasi lang-
daerah secara langsung adalah salah satu sung dari berbagai rintangan yang muncul.
perwujudan instrumen demokrasi dalam Namun demikian, fakta dimaksud tidaklah
rangka menciptakan pemerintah yang lebih elegan dijadikan sebagai bahan patokan
demokratis. Dengan sistem ini, maka harap­ sekaligus ukuran dalam menilai berhasil ti-
an terwujudnya kedaulatan rakyat dalam daknya pelaksanaan demokrasi di tanah air.
sistem pemerintahan diyakini dapat tereali­ Justru situasi yang demikian harus
sasi secara menyeluruh, mengingat sistem dipahami sebagai bagian dari demokrasi
demokrasi merupakan perintah langsung yang terus tumbuh dan berkembang dalam
yang diamanatkan oleh UUD 1945. proses transisi politik yang mengalami ber-
Dalam perjalanannya, sistem demo­ bagai pendewasaan perilaku politik negara
krasi yang dianut bangsa Indonesia tidak dan rakyatnya. Kompleksitas persoalan
terlepas dari berbagai bentuk rintangan yang yang dimaksud haruslah dipandang seba­
tidak jarang menimbulkan sikap apatis bagi gai bagian dari proses pendewasaan poli-
masyarakat luas. Maraknya persoalan yang tik menuju kondisi perpolitikan yang lebih

*
Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen, Medan (e-mail: patarmora_
81@yahoo.co.id).
222 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

ideal. Kendati harapan ini mungkin sulit keraguan. Jadi apabila dalam tahap perkem-
terwujud, namun bukan berarti harapan per­ bangan yang paling tinggi, demokrasi sudah
ubahan pola dan konsepsi politik yang saat menyentuh level politik-sosial-ekonomi
ini sedang tumbuh sudah menutup ruang per­ dalam suatu sistem yang komprehensif;
ubahan yang lebih baik. dalam tahapan yang lebih rendah demokrasi
Sebagaimana yang pernah diungkap­ baru terbangun dalam sistem politik dengan
kan oleh Robert Dahl, demokrasi yang ideal representasi rakyat yang bersifat nominal.2
selalu menuntut berbagai hal sehingga tidak Dari sudut pandang teori, pemilihan
ada rezim aktual yang mampu memahami umum adalah sarana sekaligus instrumen ter-
secara utuh: “ketika mencari demokrasi ­ideal penting bagi demokratisasi. Bagaimanapun,
maka tidak ada rezim yang demokratis”.1 perwujudan demokrasi akan dapat dirasakan
Dari pandangan Robert Dahl di atas, dapat secara riil oleh masyarakat ketika proses pe-
dipahami bahwa sejatinya proses demokrasi milihan umum diselenggarakan dalam rang-
akan terus menuntut perubahan secara me- ka menentukan kandidat pemimpin yang
nyeluruh. Sedemokratis apapun pemerin- layak memegang tampuk kekuasaan. Tanpa
tahan dijalankan dan setinggi apa­pun komit- langkah itu, maka kebenaran demokrasi se-
men perwujudan kedaulatan rakyat, proses bagai sarana dalam mewujudkan kedaulatan
demokrasi tidak akan pernah berhenti pada rakyat masih akan mengundang sejumlah
titik kesempurnaan. Berbagai perubahan persoalan tersendiri yang kemudian mem-
mendasar menuju posisi yang lebih baik buka ruang bagi kemunculan gugatan legiti-
akan selalu dituntut. Oleh karenanya, tidak masi pemerintahan yang berkuasa.
mengherankan bahwa kemudian banyak pi- Keyakinan akan pemilu sebagai
hak yang berasumsi hampir tidak ada negara instrument terpenting bagi demokratisasi
yang sudah mencapai tingkat kematangan memperoleh legitimasi yang kuat dari
dalam menjalankan demokrasi. Samuel P. Huntington dalam buku The
Kendati banyak negara yang meng- Third Wave of Democratization in the
klaim sistem pemerintahannya didasarkan Late Twentieth Century (1993). Dalam
pada sistem demokrasi, namun proses pen- bukunya yang monumental itu, Huntington
capaian tujuan demokrasi itu sendiri masih mendefinisikan demokrasi dengan merujuk
menyisakan sejumlah persoalan. Dalam ta- pada pendapat Joseph Schumpeter dalam
hap perkembangan yang paling tinggi, de- bukunya yang diterbitkan pertama kali pada
mokrasi tidak hanya terdapat dalam kehidu- 1942. Dalam buku Capitalism, Socialism,
pan politik, tetapi juga sudah menjalar ke and Democracy, Schumpeter mendefinisikan
kehidupan sosial dan ekonomi. Sementara demokrasi secara prosedural dengan pemilu
dalam tahap yang paling rendah, demokrasi sebagai esensi demokrasi. Akan tetapi,
dapat terwujud melalui pemilihan wakil Huntington segera menambahkan bahwa
rakyat yang kualitasnya masih mengundang sistem demokrasi tak cukup hanya dengan

1
Robert A. Dahl, 1982, Dilema Demokrasi Pluralis, Rajawali, Jakarta, hlm.7.
2
Muchtar Buchori, 2005, Indonesia Mencari Demokrasi, INSISTPress, Yogyakarta, hlm.122.
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 223

pemilu. Pemilu yang bebas, jujur, dan yang telah digariskan dalam konstitusi.
kompetitif hanya dimungkinkan bila terdapat Dengan proses demokrasi di tingkat lokal,
kebebasan berpendapat, berkumpul, dan pers, maka diharapkan agar keterpilihan para
serta jika kandidat dan partai oposisi dapat pemimpin di daerah juga mencerminkan
memberikan kritik terhadap penguasa tanpa aspirasi rakyat yang sesungguhnya.
ketakutan akan terjadinya pembalasan.3 Hanya saja dalam perjalanannya,
Berangkat dari pandangan Hunting- proses demokrasi di tingkat lokal tidak
ton, maka proses penyelenggaraan peme­ selamanya berjalan seiring dengan makna
rintahan yang sudah menyelenggarakan hakiki yang terkandung dalam demokrasi.
pemilu tanpa dibarengi dengan sejumlah Proses perkembangan yang menyisakan
syarat turunannya belumlah layak disebut sejumlah persoalan dan rumitnya aturan
sebagai demokrasi dalam arti yang sesung- main yang dijalankan menjadi tantangan
guhnya. Dibutuhkan tahapan-tahapan yang tersendiri dalam membangun demokrasi
lebih konkret dalam menerjemahkan makna yang lebih berkualitas. Seiring dengan
demokrasi yang lebih mendalam. Proses maraknya pelaksanaan pilkada di berbagai
penyelenggaraan pemilu yang sudah dilan- daerah, maka tidak dapat dihindari bahwa
daskan pada asas-asas pemilihan yang ada persoalan juga tumbuh bagaikan jamur di
masih harus dibumbui dengan kebebasan musim hujan.
berpendapat yang lebih terbuka. Di samping Tidak dapat dielakkan lagi bahwa ta­
itu, peran pers dalam menyumbangkan in- hapan demokrasi langsung yang kini telah
formasi ke hadapan publik serta melakukan menjadi bagian dari proses peralihan kekua-
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan saan di tanah air mulai memunculkan sejum-
juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan. lah persoalan yang sangat kompleks. Harapan
Ketika seluruh tahapan itu sudah berhasil akan terwujudnya pemerintahan yang baik
diwujudnyatakan, maka selanjutnya tugas (good governance) pascaperalihan sistem
oposisi dalam melakukan kritikan terhadap demokrasi dari pola lama yang menerapkan
jalannya pemerintahan secara lebih leluasa demokrasi tidak langsung menuju demokra-
menjadi suatu keharusan yang dijamin oleh si langsung (direct democracy) ternyata ti-
pemerintah. dak kunjung membawa berkah dalam wujud
Dalam tataran yang lebih sederhana, perubahan mendasar. Justru yang terjadi
pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah adalah fakta yang sangat kontras. Bangun­
di tanah air adalah bagian dari langkah an demokrasi dengan sistem pemilihan
mewujudkan agenda demokrasi secara langsung telah menyuburkan sejumlah per-
menyeluruh. Pelaksanaan pemilihan kepala soalan baru. Korupsi kepala daerah semakin
daerah yang saat ini digelar secara langsung menjalar hingga ke berbagai penjuru tanah
di Indonesia adalah salah satu perwujudan air. Budaya mengagung-agungkan otonomi
komitmen negara demokrasi sebagaimana daerah sebagai jalan memacu percepatan

3
Huntington dalam Aidul Fitriciada Azhari, “Reformasi Pemilu dan Agenda Konsolidasi Demokrasi; Perspektif
Ketatanegaraan”, Jurisprudence, Vol. 1, No. 2, September 2004, hlm. 180.
224 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

kesejahteraan rakyat hingga detik ini belum pembahasan terhadap revisi UU Nomor 32
terlihat benang merahnya. Bahkan penera- Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pan sistem demokrasi langsung telah mene­ yang saat ini sedang digodok di parlemen.
lurkan raja-raja kecil di daerah yang selalu
berupaya untuk menggerogoti pundi-pundi B. Pembahasan
keuangan daerah dengan mengatasnamakan 1. Pemilukada sebagai Perwujudan
kepentingan rakyat. Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
Maraknya kepala daerah yang harus Dalam berbagai literatur, demokrasi
berurusan dengan aparat penegak hukum diartikan sebagai kekuasaan oleh rakyat. Se-
karena terjerat dalam berbagai modus cara historis, kata ‘demokrasi’ berasal dari
korupsi adalah fakta yang sulit dibantah bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata ya­
bahwa pola demokrasi langsung telah itu demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan).
menyuburkan korupsi di berbagai daerah. Dengan demikian, secara linguis demokrasi
Kendati demikian, fakta ini seolah tidak adalah keadaan negara di mana kedaulatan
mampu dijadikan sebagai bahan evaluasi diri atau kekuasaan tertingginya berada di ­tangan
bagi kepala daerah. Kenyataannya, hingga rakyat. Konsep demokrasi diterima oleh
kini perilaku korup aparat pemerintah tetap ham­pir seluruh negara di dunia. Diterimanya
saja masih beranak pinak. konsep demokrasi disebabkan oleh keyakin­
Sementara di sisi lain, maraknya pelak­ an negara-negara bahwa konsep ini meru-
sanaan pemilihan kepala daerah secara pakan sistem tatapemerintahan yang paling
langsung telah turut menjadi beban bagi unggul dibandingkan dengan tata pemerin­
keuangan negara. Pelaksanaan pilkada tahan lainnya. Presiden Amerika Serikat
yang terus mengalir setiap tahunnya meng­ ke-16, Abraham Lincoln, mengatakan de-
akibatkan negara harus pasrah untuk me­ mokrasi adalah “government of the people,
lepaskan anggaran hingga ratusan miliar by the people and for the people”.4
rupiah. Berbagai dampak buruk inilah yang Istilah demokrasi telah dikenal sejak
kemudian dijadikan berbagai pihak sebagai abad ke 5 SM, yang pada awalnya merupakan
dalih untuk mengomentari eksistensi pe­ respon terhadap pengalaman buruk monarki
milihan umum kepala daerah yang digelar dan kediktatoran di negara-negara kota
secara langsung dalam rangka mewujudkan pada zaman Yunani kuno. Pada waktu itu,
pemerintahan yang demokratis. Sehingga demokrasi dipraktikkan sebagai sistem di
belakangan, wacana untuk mengembalikan mana seluruh warga negara merupakan
proses pemilihan kepala daerah dari sistem bagian dari lembaga legistatif. Hal ini mudah
pemilihan langsung oleh rakyat menuju sis­ untuk dilakukan karena jumlah penduduk
tem pemilihan melalui Dewan Perwakilan negara-negara kota kurang-lebih sekitar
Rakyat Daerah (DPRD) kembali digulir­ 10.000 jiwa dan bahwa wanita, anak kecil,
kan. Momen pengguliran usulan itu juga serta para budak tidak mempunyai hak
dikumandangkan pada saat akan dimulainya politik.

4
Janpatar Simamora, Harian Bisnis Indonesia, 21 Desember 2010.
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 225

Sedangkan konsep pemisahan kekua- tuk mengukur tingkat pelaksanaan demokra-


saan belum dikenal sebagaimana yang sudah si yang berjalan di suatu negara. Parameter
diterapkan berbagai negara saat ini. Dapat tersebut meliputi empat aspek. Pertama, ma-
dimaklumi, mengingat persoalan-persoalan salah pembentukan negara. Proses pemben-
kenegaraan yang timbul saat itu belumlah tukan kekuasaan akan sangat menentukan
sekompleks saat ini. Kehidupan kenegaraan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubung­
masih diselenggarakan dengan cara-cara an yang akan terbangun. Pemilihan umum
yang sangat sederhana. Oleh karenanya, dipercaya sebagai salah satu instrumen pen­
kehadiran lembaga-lembaga negara lain- ting yang dapat mendukung proses pemben-
nya dalam rangka menjalankan tugas pokok tukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar
kenegaraan serta melakukan pengawasan kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut
terhadap lembaga negara lainnya belum di- konsep legitimasi kekuasaan serta pertang-
pandang sebagai suatu kebutuhan yang ha- gungjawabannya langsung kepada rakyat.
rus direalisasikan. Kemudian yang ketiga adalah susu-
Dalam pelaksanaan demokrasi, ter- nan kekuasaan negara. Kekuasaan negara
dapat beberapa prinsip yang harus dijalan­ hendaknya dijalankan secara distributif. Hal
kan. Adanya pembagian kekuasaan, pemi­ ini dilakukan untuk menghindari pemusa-
lihan umum yang bebas, manajemen yang tan kekuasaan dalam satu tangan. Keempat,
terbuka, kebebasan individu, peradilan yang masalah kontrol rakyat. Kontrol masyara-
bebas, pengakuan hak minoritas, pemerin- kat dilakukan agar kebijakan yang diambil
tahan yang berdasarkan hukum, pers yang oleh pemerintah atau negara sesuai dengan
bebas, beberapa partai politik, konsensus, keinginan rakyat. Keseluruhan langkah itu
persetujuan, pemerintahan yang konstitu- adalah upaya mewujudkan demokrasi dan
sional, ketentuan tentang pendemokrasian, kedaulatan rakyat dalam sistem pemerin-
pengawasan terhadap administrasi negara, tahan.
perlindungan hak asasi, pemerintah yang Dalam sistem kedaulatan rakyat, ke­
mayoritas, persaingan keahlian, adanya me- kuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
kanisme politik, kebebasan kebijaksanaan Kekuasaan itu pada hakikatnya berasal
negara, dan adanya pemerintah yang mengu- dari rakyat, diperuntukkan bagi rakyat, dan
tamakan musyawarah adalah sederet prinsip dikelola oleh rakyat. Demokrasi tidak bisa
yang merupakan ciri-ciri terselenggaranya hanya dijadikan sebagai hiasan bibir semata
sebuah demokrasi. dan bahan retorika belaka. Demokrasi juga
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang tidak hanya menyangkut pelembagaan
telah disebutkan di atas kemudian dituang- gagasan-gagasan luhur tentang kehidupan
kan ke dalam konsep yang lebih praktis se- bernegara yang ideal, tetapi juga merupakan
hingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri persoalan tradisi dan budaya politik yang
ini yang kemudian dijadikan parameter un- egaliter dalam realitas pergaulan hidup yang
226 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

berkeragaman dan menghargai perbedaan.5 politik ke arah demorasi langsung. Sehingga


Untuk tingkatan daerah, pelaksanaan tidak mengherankan bila rekrutmen hampir
pemilihan kepala daerah secara langsung semua jabatan politik dilaksanakan dalam
merupakan salah satu upaya menciptakan format demokrasi yang bergerak pada
pemerintahan yang demokratis. Demokrasi hubungan state and society secara langsung.
sebagai aspek penting berkaitan dengan Mulai dari pemilihan anggota DPR, DPD, dan
pemerintahan dengan hierarki kekuasaan DPRD yang dilanjutkan dengan pemilihan
yang terdapat dalam suatu sistem politik umum presiden dan wakil presiden. Fase
negara. Artinya, akan terdapat sistem politik demokrasi langsung ini merupakan era baru
nasional yang mengandung subsistem reformasi politik di Indonesia yang pertama
politik daerah dalam bingkai sistem negara kali digelar sejak kemerdekaan. Rekrutmen
yang dianutnya. Pemilahan demokrasi lo­ politik skala nasional ini merupakan
kal ini bukan berarti terdapat determinasi perkembangan demokrasi yang mendapat
wilayah pemberlakuan demokrasi atau pengakuan dunia karena keberhasilannya.6
bahkan terdapat perbedaan demokrasi dari Bila ditinjau dari sisi kedaulatan
induknya. Demokrasi lokal ditujukan seba­ rakyat daerah, demokrasi lokal dibangun
gai bagian utuh dari demokrasi di Indone­sia untuk memberikan porsi yang seharusnya
dalam pelaksanaan rekrutmen elit politik diperoleh rakyat lokal dalam pemberian
di pemerintahan daerah. Demokrasi lokal legitimasi pada elit eksekutifnya. Selama
merupakan bagian dari subsistem politik ini rakyat daerah memberikan kedaulatan
suatu negara yang derajat pengaruhnya hanya pada legislatif daerah saja melalui
berada dalam koridor pemerintahan daerah. pemilu legislatif. Maka merujuk pada
Di Indonesia demokrasi lokal konsep trias politica-nya Montesquieu
merupakan subsistem dari demokrasi yang terkait sistem pemisahan kekuasaan atas tiga
memberikan peluang bagi pemerintahan lembaga negara untuk konteks pemerintahan
daerah dalam mengembangkan kehidupan daerah terletak pada lembaga eksekutif dan
hubungan pemerintahan daerah dengan legislatif daerah, sedangkan dalam kerangka
rakyat di lingkungannya. Semenjak era yudisial masih menginduk pada kelembagan
reformasi, demokrasi yang diusung mengarah pusat. Hal ini terkait dengan pola hubungan
pada demokrasi partisipatif atau langsung, pemerintahan pusat daerah dalam asas
salah satunya karena banyak pejabat politik desentralisasi. Kedaulatan rakyat dalam
yang tidak melakukan tanggung jawabnya kerangka sistem pemerintahan dapat dibagi
dengan baik sehingga legitimasi mereka ke dalam hierarki demokrasi nasional dan
lemah. Di sisi lain, hal ini memunculkan lokal dari tatacara rekrutmen politiknya,
ketidakpercayaan rakyat pada penguasa, namun hal itu bukan berarti memecah belah
yang akhirnya mendorong rekrutmen pejabat sistem yang ada. Justru dengan adanya

5
Jimly Asshiddiqie, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 58.
6
Deden Faturohman, Demokrasi Lokal dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Indonesia.
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 227

pelaksanaan demokrasi baik di tingkat berg, fungsi legitimasi politik ini


nasional maupun lokal secara langsung, merupakan konsekuensi logis dari
perwujudan demokrasi dan kedaulatan pemilihan umum. Ada tiga alasan
rakyat akan semakin memperoleh titik pemilihan umum dapat menjadi
penyempurnaan yang lebih baik. legitimasi politik bagi pemerin-
tahan yang berkuasa. Pertama,
2. Fungsi Pemilukada melalui pemilihan umum peme­
Pemilihan umum kepala daerah adalah rintah dapat meyakinkan atau
pemilihan umum yang diselenggarakan memperbaharui kesepakatan-ke-
di tingkat lokal. Oleh karenanya, makna sepakatan politik dengan rakyat.
dan tujuan pelaksanaan pemilukada tidak Kedua, melalui pemilihan umum
ada bedanya dengan makna dan tujuan pemerintah dapat pula mempenga­
pelaksanaan pemilu pada umumnya. Hanya ruhi perilaku rakyat atau warga
kalau pemilu sering dimaknai dalam artian negara. Dan ketiga, dalam dunia
yang lebih luas dengan cakupan nasional, modern para penguasa dituntut
pemilukada merupakan pelaksanaan pemilu untuk mengadakan kesepakatan
di tingkat daerah dalam rangka memilih dari rakyat ketimbang pemaksaan
pemimpin di daerah. (coercion) untuk mempertahankan
Sebagai sebuah aktivitas politik, pemi­ legitimasinya. Gramsci (1971)
lihan umum pastinya memiliki fungsi-fungsi menunjukkan bahwa kesepakatan
yang saling berkaitan atau interdependensi. (consent) yang diperoleh melalui
Adapun fungsi-fungsi dari pemilihan umum hegemoni oleh penguasa ternyata
itu sendiri adalah: lebih efektif dan bertahan lama
a. Sebagai sarana legitimasi politik sebagai sarana kontrol dan peles-
Fungsi legitimasi ini terutama tarian legitimasi dari otoritasnya
menjadi kebutuhan pemerintah ketimbang penggunaan kekerasan
dan sistem politik. Melalui pe- dan dominasi.
milihan umum kepala daerah, b. Fungsi perwakilan politik
keabsahan pemerintahan daerah Fungsi ini terutama menjadi ke-
yang berkuasa dapat ditegakkan, butuhan rakyat, baik untuk men-
begitu pula program dan kebi- gevaluasi maupun mengontrol
jakan yang dihasilkannya. Dengan perilaku pemerintahan dan pro-
begitu, pemerintah berdasarkan gram serta kebijakan yang di-
hukum yang disepakati bersama hasilkan. Pemilihan umum dalam
tak hanya memiliki otoritas untuk kaitan ini merupakan mekanisme
berkuasa, melainkan juga mem- demokratis bagi rakyat untuk me-
berikan sanksi berupa hukuman nentukan wakil-wakil yang dapat
dan ganjaran bagi siapapun yang dipercaya yang akan duduk dalam
melanggarnya. Menurut Gins- pemerintahan.
228 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

c. Pemilihan umum kepala daerah bagi rakyat yang bersifat lang-


dan wakil kepala daerah sebagai sung, terbuka dan massal, yang
mekanisme bagi pergantian atau diharapkan bisa mencerdaskan
sirkulasi elit penguasa tingkat pemahaman politik dan mening-
daerah katkan kesa­daran masyarakat ten-
Keterkaitan pemilihan umum tang demokrasi.7
kepala daerah dan wakil kepala
daerah dengan sirkulasi elit 3. Eksistensi Pemilukada di Indonesia
didasarkan pada asumsi bahwa Pemilihan umum kepala daerah secara
elit berasal dari dan bertugas langsung baik untuk memilih gubernur atau
mewakili masyarakat luas atau bupati/walikota di Indonesia baru terlaksana
rakyat. Secara teoretis, hubungan sejak Juni 2005. Dari perspektif yuridis,
pemilihan umum dengan sirkulasi pemilukada langsung di tanah air merupakan
elit dapat dijelaskan dengan melihat amanat langsung dari UUD 1945.8 Kendati
proses mobilitas kaum elit atau demikian, bila ditinjau dari perpektif historis
nonelit yang menggunakan jalur yuridisnya, model pelaksanaan demokrasi di
institusi politik, dan organisasi daerah sudah mengalami pasang surut.
kemasyarakatan untuk menjadi Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999
anggota elit tingkat nasional, yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32
yakni sebagai anggota kabinet dan Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
jabatan yang setara. Dalam kaitan merupakan entry point perubahan mendasar
itu, pemilihan umum merupakan dalam persoalan kewenangan yang diberikan
saran dan jalur langsung untuk kepada daerah, apalagi bila dibandingkan
mencapai posisi elit penguasa. dengan UU No. 5 Tahun 1974.9 Perubahan
Dengan begitu diharapkan selama itupun, secara niscaya tidak sebatas pada
pemilihan umum kepala daerah pemberian kewenangan kepada daerah
dan wakil kepala daerah dapat otonom, akan tetapi seiring dengan semangat
berlangsung pergantian atau reformasi, telah membawa gelombang politik
sirkulasi elit penguasa tingkat yang bermakna dalam demokratisasi lokal,
daerah secara kompetitif dan de­ yaitu pemilihan kepala daerah langsung.
mokratis. Perubahan paradigma politik, pertama dan
d. Sebagai sarana pendidikan politik terutama dalam pemilihan kepala daerah,
bagi rakyat yang senantiasa dijalankan di ruang legislatif
Pemilihan umum merupakan salah (DPRD), dewasa ini (baca: UU No. 32/2004
satu bentuk pendidikan politik diundangkan), justru “diserahkan” kepada

7
Haris S, 1998, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia dan
PPW LIPI Jakarta.
8
Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.”
9
Silahudin, “Memilih Pemimpin Daerah Secara Langsung”, http://politik.kompasiana.com/2010/06/02/memilih-
pemimpin-daerah-secara-langsung/, diakses 3 Januari 2010.
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 229

rakyat di daerahnya masing-masing sebagai milukada langsung perlu digelar, pertama


perwujudan pelaksanaan kedaulatannya. untuk membangun otonomi daerah, kedua,
Penyaluran hak politik rakyat, secara menumbuhkan kepemimpinan lokal, ke-
niscaya berbeda dengan sebelumnya, tiga, meningkatkan akuntabilitas publik dan
yang kerapkali diwakilkan kepada wakil- transparansi pemerintah dan keempat adalah
wakilnya di DPRD. Dalam bahasa lain, proses legitimasi rakyat yang kuat.
baik UU No. 5 Tahun 1974, maupun UU Pemilukada langsung, secara niscaya
No. 22 Tahun 1999 belum memberikan merupakan perluasan partisipasi politik
kebebasan untuk rakyat dalam menentukan rakyat dalam menentukan figur pemimpin-
pimpinan daerahnya. Keduanya masih nya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat
tetap menggunakan konsep perwakilan sehingga lahir pemimpin daerah yang se­suai
dalam pemilihan kepala daerahnya. Proses dengan harapan dan aspirasi rakyat serta
perubahan sistem pemilihan dari sistem memiliki legitimasi politik yang kuat. Itu se-
perwakilan lewat jalur DPRD menjadi babnya, diperlukan figur kepala daerah dan
sistem pemilihan umum secara langsung wakil kepala daerah yang mampu membawa
yang diserahkan kepada rakyat bukan tanpa daerahnya ke arah perkembangan yang ino-
dasar dan landasan yang kuat. Penguatan vatif, berwawasan ke depan, dan siap melak-
kedaulatan rakyat dan partisipasi secara sanakan perubahan yang lebih baik bagi
langsung terhadap pelaksanaan demokrasi kepentingan daerah yang dipimpinnya. Di
serta ketidakpercayaan rakyat dengan sistem dalam itu pun, harapan pemilukada langsung,
perwakilan yang kerap seiring dengan memiliki peran yang sangat strategis dalam
kehendak rakyat menjadi alasan paling rangka pengembangan kehidupan demokrasi
utama untuk merubah sistem pemilihan lokal, keadilan, pemerataan, kesejahteraan
kepala daerah. rakyat, dan sekaligus memelihara keutuhan
Menurut Mahfud MD, berdasarkan dan hubungan yang serasi dan harmonis an-
pengalaman di Indonesia setidaknya ada tara pemerintah dengan rakyat, pemerintah
dua alasan mengapa pemilihan langsung daerah dan pemerintah pusat.
dianggap perlu. Pertama, pemilihan langsung Namun demikian, pemilukada lang­
lebih membuka peluang tampilnya calon sung rata-rata baru satu hingga dua periode
pemimpin yang sesuai dengan kehendak diberlakukan (sejak tahun 2005). Ini disadari
mayoritas rakyat. Alasan kedua adalah atau tidak, merupakan ”sesuatu” yang baru
untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar dalam kehidupan politik negara bangsa
tidak mudah dijatuhkan di tengah jalan oleh ini, sehingga dalam realitas fakta sosialnya
parlemen.10 belum berjalan sebagaimana mestinya.
Sementara Maswadi Rauf dalam ma­ Dalam perspektif politik, pemilukada
kalahnya tahun 2005 menyebutkan bahwa langsung sebagai perhelatan demokrasi lokal
setidaknya ada empat alasan mengapa pe- niscaya merupakan salah satu rangkaian

10
Mahfud MD, 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta, hlm.133-135.
230 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

dari proses penataan kehidupan politik Rakyat sebagai pemegang kedaulatan se­
negara bangsa Indonesia. Di dalam Pasal mestinya tidak lagi dibatasi hak politiknya
18 ayat (4) UUD 1945, dinyatakan bahwa dengan hanya melakukan pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing- terhadap anggota legislatif semata, namun
masing sebagai kepala pemerintahan daerah juga pemilihan kepala daerah (eksekutif)
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara harus dipertahankan lewat pintu pemilihan
demokratis. Selanjutnya, dalam UU No. 32 oleh rakyat.
Tahun 2004 Pasal 24 ayat (5) dijelaskan Memang, dalam kenyataannya pemi­
bahwa kepala daerah dan wakil kepala lukada langsung masih menunjukkan ke-
daerah dipilih dalam satu pasangan secara senjangan antara harapan dan kenyataan.
langsung oleh rakyat di daerah itu. Bahkan tidak sedikit kalangan yang kemu-
Dengan berdasarkan ketentuan per- dian berargumen bahwa pemilukada justru
aturan perundang-undangan tersebut, jelas hanya membebani keuangan daerah dan me-
bahwa pemilihan kepala daerah langsung nambah maraknya politik uang. Pemilukada
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rak­ langsung masih didominasi kelompok elit
yat di wilayah Provinsi, Kabupaten, dan tertentu melalui oligarki politik, sehingga
Kota dalam bingkai Negara Kesatuan Re- menjadi perwujudan demokrasi semu. Pro­
publik Indonesia berdasarkan Pancasila ses politik sebagai suatu penguatan masyara-
dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan kat lokal masih belum terjadi, bahkan lebih
demikian, tahun 2005 bagi provinsi atau- jauh dari itu konflik-konflik horizontal yang
pun kabupaten/kota berdasarkan UU No. 32 mengarah kepada anarkisme justru acapkali
Tahun 2004 merupakan kali pertama menye­ terjadi.
lenggarakan pemilukada langsung sebagai Guna merespons berbagai pandangan
tonggak sejarah baru dengan memilih lang- yang berkembang itu, pemerintah telah
sung gambar pasangan calon oleh rakyat menggulirkan usulan untuk mengembalikan
pemilih warga provinsi dan kabupaten/kota pemilihan kepala daerah kepada DPRD.
daerah masing-masing yang telah memiliki Usulan itu tentunya patut disesalkan. Kare­
hak pilih. na bagaimanapun, pengembalian sistem
Seiring dengan landasan hukum pemilihan kepala daerah kepada DPRD
yang begitu kuat dan adanya harapan hanyalah langkah mundur demokrasi di
pemenuhan hak politik masyarakat secara tanah air. Sekalipun Pasal 18 ayat (4) UUD
maksimal, maka eksistensi pemilukada 1945 menyatakan bahwa gubernur dipilih
sejatinya harus tetap dipertahankan dalam secara demokratis, pilihan politik pembentuk
rangka mewujudkan pemerintahan daerah undang-undang telah mempersempit mak­
yang demokratis. Berbagai kegagalan yang nanya menjadi pemilihan secara langsung.
pernah ditorehkan oleh DPRD yang telah Sebagai sebuah legal policy, Pasal 56
diberikan mandat oleh rakyat dalam memilih Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
kepala daerah setidaknya juga akan terjawab tentang Pemerintahan Daerah menyatakan
dengan diselenggarakannya pemilukada. bahwa kepala daerah dipilih secara
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 231

demokratis berdasar asas langsung, umum, Terlepas dari upaya dimaksud, langkah
bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam konteks untuk mengembalikan sistem pemilihan
lebih luas, legal policy pembentuk undang- gubernur kepada DPRD patut dimaknai
undang memaknai frasa “dipilih secara sebagai kemunduran bagi demokrasi. Sampai
demokratis” menjadi pemilihan langsung saat ini, kendati RUU dimaksud masih dalam
merupakan salah satu bentuk konkret asas proses pematangan di eksekutif, namun
kedaulatan rakyat. Bagaimanapun, dengan kalangan legislatif sudah mulai menggulirkan
menggunakan sistem perwakilan, rakyat sikap berseberangan. Sejumlah fraksi di DPR
akan kehilangan kedaulatannya secara sudah mulai pasang badan untuk melakukan
langsung menentukan Gubernur. Banyak penolakan terhadap wacana yang satu ini.
pengalaman menunjukkan bahwa pemilihan Setidaknya ada tiga fraksi yang sudah
dengan sistem perwakilan terlalu sering memunculkan sinyal penolakan, yaitu fraksi
mendistorsi kehendak dan logika rakyat.11 PDI Perjuangan, fraksi Partai Demokrat, dan
Usulan yang mengemuka terkait de­ fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Memang
ngan perubahan model pemilihan kepala harus diakui bahwa sistem pemilihan
daerah dari sistem pemilukada langsung langsung yang saat ini masih berjalan dalam
menjadi sistem perwakilan oleh DPRD me­ kenyataannya kerap melahirkan sejumlah
ngemuka seiring dengan adanya rencana persoalan. Maraknya praktik politik uang
pemerintah untuk merevisi Undang-Undang dan menjamurnya potensi konflik horizontal
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah- di kalangan masyarakat menjadi ekses buruk
an Daerah yang sebelumnya sudah direvisi yang tidak terhindarkan. Situasi buruk ini
menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun tidak terlepas dari sikap yang dipertontonkan
2008. Revisi UU itu sendiri rencananya akan oleh para kandidat gubernur yang justru tidak
dipecah menjadi tiga bagian RUU, yakni jarang membenturkan situasi dan kondisi
RUU Pemerintahan Daerah, RUU Pemilih­ masyarakat dengan kepentingan pribadinya.
an Kepala Daerah, dan RUU Desa. Proses Seiring dengan maraknya persoalan
peme­cahan ini memang bisa dipahami seba­ yang mengiringi perjalanan sistem pemilihan
gai langkah konkret dalam mematangkan langsung bagi para kepala daerah di tanah air,
sistem pemerintahan di daerah yang selama sikap skeptis dan apatis publik pun menjadi
ini masih bernaung dalam satu regulasi in- konsekuensi turunan yang tidak terelakkan.
duk, yaitu UU Pemerintahan Daerah. De­ Pelaksanaan demokrasi di daerah tidak jarang
ngan pemecahan UU ini, maka harapan akan hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan
adanya pengaturan dan mekanisme yang dan pertaruhan kepentingan sejumlah
jelas terkait dengan pemerintahan di daerah kalangan. Pemaknaan yang salah kaprah ini
akan dapat terjawab secara tuntas. sering menimpa para kandidat yang kurang

11
Saldi Isra, “Haruskah Kembali ke DPRD ?”, http://cetak.kompas.com/read/2010/12/16/03572281/haruskah.
kembali.ke.dprd, diakses 2 Januari 2011.
232 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

beruntung dalam tahapan pilkada. Ketika jalannya demokrasi lokal, mestinya hal
dinyatakan tidak layak bertarung dalam itu harus dimaknai sebagai bagian dari
pilkada atau justru menelan kekalahan pada proses pembelajaran demokrasi menuju
saat pesta demokrasi sudah digelar, maka level kematangan. Beragam kekurangan
berbagai bentuk aksi penyimpangan hukum itu harus dilihat dalam perspektif peralihan
sering digulirkan. sistem menuju perubahan yang lebih baik.
Namun demikian, di tengah berbagai Membangun demokrasi jelas tidak semudah
kelemahan itu tentu harus diakui pula bahwa membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan
sederet sumbangsih positif telah berhasil tenggang waktu peralihan menuju proses
ditorehkan oleh pelaksanaan pemilihan kesempurnaan, setidak-tidaknya mendekati
kepala daerah secara langsung. Menguatnya arah yang lebih baik dari masa sebelumnya.
legitimasi kepala daerah merupakan salah Bangsa dengan luas wilayah dan tingkat
satu bukti konkret bahwa sistem pemilihan kepadatan konstituen yang begitu besar
kepala daerah yang dijalankan saat ini seperti Indonesia tentu tidaklah dapat
masih layak untuk ditindaklanjuti. Tingkat mengadopsi secara utuh sistem demokrasi
kepercayaan diri bagi kepala daerah dalam langsung (direct democracy) versi Yunani
menjalankan tugas pelayanan publiknya Kuno dengan segala kelebihannya. Kalau
kian mendekati kemapanan karena lang­ sejarah kelahiran demokrasi di Negara-
sung mendapat mandat dari rakyat. Maka kota (City State) Athena dapat berlangsung
tidak mengherankan bahwa kemudian dengan baik, maka faktor pembangun
pascapenerapan sistem pemilihan kepala kesuksesan itu juga harus dipandang sebagai
daerah secara langsung, daerah-daerah bagian tak terpisahkan dari proses yang ada.
yang sudah mengukir prestasi dalam me­ Kuantitas konstituen di Yunani jelas sangat
ngembangkan konsep otonominya sudah kontras dengan konstituen Indonesia, oleh
mulai menjamur. Semua itu tidak terlepas karenanya berbagai persoalan yang mewarnai
dari tingkat kebebasan yang melekat pada demokrasi langsung di tingkat lokal mesti
masing-masing kepala daerah setelah ditempatkan dalam koridor yang seruang
mendapatkan mandat secara langsung dari dan sebangun dengan situasi terkini.12
rakyat. Deal politik yang dulunya menjamur Mestinya berbagai efek buruk itulah
ketika peran DPRD masih mendominasi yang mesti dijadikan acuan dalam rangka
penentuan kepala daerah secara perlahan menata dan membangun sistem demokrasi
telah dapat dikikis. Arogansi DPRD dalam lokal yang lebih mumpuni. Konflik ho­
melakukan pengawasan terhadap jalannya rizontal yang lahir dari proses pilkada dan
pemerintahan juga kian mendekati tahap beragam persoalan lainnya harus dimaknai
normalisasi. sebagai bagian dari proses pematangan.
Kalaupun kini kita menyaksikan ber­ Bagaimanapun, bangsa Indonesia di tengah
bagai kekurangan yang kerap mewarnai beragam kelemahan yang ada, termasuk

12
Janpatar Simamora, “Pasang Surut Model Demokrasi Lokal” http://www.medanbisnisdaily.com/news/
read/2010/12/29/12826/pasang_surut_model_demokrasi_lokal/, diakses 30 Desember 2010.
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 233

orientasi berbagai pihak dari pelaksanaan kenegaraan, akan tetapi demokratisasi


pilkada yang masih jauh dari makna menjadi pilar dan roh yang kokoh dalam
hakikinya tidaklah relevan diperalat untuk setiap peralihan kepemimpinan-kekuasaan.
membangun regulasi dengan melakukan Sebagian masyarakat menilai bahwa
upaya tambal sulam. masyarakat kita telah mampu menjalankan
nilai-nilai demokrasi.
4. Solusi Mengatasi Persoalan dalam Buktinya, pemilihan presiden secara
Pemilukada langsung bisa berjalan dengan lancar tanpa
Sebagaimana dikemukakan di atas melahirkan kekerasan politik di tingkat
bah­wa pelaksanaan pemilukada secara akar rumput. Hal itu tentunya menjadi
langsung telah membawa sejumlah manfaat referensi positif bagi budaya demokrasi di
besar khususnya dalam penataan demokrasi Indoensia, sehingga otonomi daerah dengan
lokal di tanah air. Terpenuhinya hak-hak UU No. 32 Tahun 2004 dijadikan landasan
politik masyarakat yang ditandai dengan pe­ progresif guna melaksanakan hajatan
ran sertanya dalam memilih kepala daerah demokrasi lokal melalui pemilihan kepala
adalah perwujudan dari prinsip kedaulatan daerah secara langsung. Di satu sisi, pilkada
rakyat yang dianut bangsa Indonesia. langsung menjadi sarana dalam penguatan
Kendati demikian, seiring dengan demokrasi lokal, namun di sisi lain kultur
pelaksanaan demokrasi lokal secara lang- politik masyarakat lokal tidak mendukung.
sung, maka berbagai efek buruk juga men- Ketergantungan terhadap politik nasional
jadi tidak terhindarkan. Maraknya politik tak bisa kita bantah kebenarannya, sehingga
uang, terjadinya konflik horizontal dan ma- pemilihan kepala daerah menjadi melenceng
halnya biaya yang harus dipikul oleh daerah dari cita-cita awalnya lantaran adanya
adalah sederet persoalan yang tidak terelak- intervensi pusat.
kan. Para kandidat tidak jarang terjebak Di sinilah letak persoalan yang perlu
dalam berbagai persaingan yang tidak sehat mendapat jawaban secara menyeluruh.
dan tidak memberikan pendidikan politik Ada­nya intervensi partai politik yang ber­
dengan baik kepada masyarakat. lebihan tidak jarang justru menjadi awal
Semestinya pilkada langsung sebagai terjadinya konflik horizaontal di tingkat
momentum demokratisasi tidak hanya men­ daerah. Kemerdekaan dan kebebasan ber­
jadi ritual dalam suksesi kepemimpinan pendapat rakyat tidak jarang mengalami
untuk meraih kekuasaan, akan tetapi penyumbatan karena peran partai politik
pilkada langsung sebagai pembelajaran dan yang terlalu mendominasi hingga ke tingkat
pendidikan politik terhadap masyarakat daerah. Sebagai konsekuesinya, maka sikap
akar rumput (grass root) sehingga nantinya apatis rakyat terhadap pilkada menjadi
diharapkan proses demokratisasi tidak timbul. Hal itu ditandai dengan tingginya
mengalami hambatan yang berarti. Idealnya angka golongan putih atau konstituen yang
demokratisasi tidak sekadar menjadi tidak memberikan hak pilihnya pada saat
kelengkapan administratif dalam sistem pemilihan karena karena pilihan politiknya
234 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

justru terkendala dengan adanya intervensi dipilih, apa peran partai politik, bagaimana
parpol. pendanaan pemilu termasuk public financing
Partisipasi rakyat dalam pemilukada of elections, aturan kampanye pemilu, cara
baik yang menggunakan hak pilih maupun pemungutan suara dan penghitungan suara,
yang tidak, sesungguhnya bukan merupakan sanksi atas pelanggaran dan kejahatan
variabel independen yang berdiri sendiri, pemilu, serta penyelesaian sengketa pe­
namun dipengaruhi oleh faktor-faktor milu. Tidak kalah pentingnya organisasi
lain seperti sikap apatis, pasif dan bahkan penyelenggara pemilu seperti Komisi
pragmatis dengan alasan bahwa memilih atau Pemilihan Umum (KPU) yang diharapkan
tidak memilih tidak mempengaruhi keadaan dapat menjalankan tugasnya secara inde­
hidupnya. Dalam situasi yang demikian, penden dan kompeten.13
“pertemuan harapan” antara pemilih de­ Selain itu, dalam rangka mengatasi
ngan yang dipilih tentu saja merupakan berbagai kelemahan yang mewarnai pelak-
bagian tak terpisahkan dalam kolaborasi sanaan pemilukada, maka peran partai poli-
membangun daerahnya. Itu sebabnya, salah tik sangatlah urgen untuk dipertimbangkan.
satu aspek yang dianggap penting adalah Partai politik sebagai penyandang fungsi so-
merajut kesadaran partisipasi masyarakat sialisasi, pendidikan, partisipasi, dan rekrut-
bahwa pemilukada yang berkualitas adalah men politik merupakan media yang sa­ngat
sejauh mana sikap dan motivasi politik efektif dalam memicu partisipasi politik
masyarakat dan kandidat tersebut dapat rakyat daerah. Partai politik harus mampu
bersama-sama membangun hakikat tujuan memberikan pendidikan politik yang maksi-
otonomi daerah. Pemilukada langsung mal terhadap rakyat agar tidak terlibat dalam
bukan sekadar memperebutkan kursi kepala gejolak persoalan yang begitu sering meno-
daerah yang tidak memiliki implikasi dai pelaksanaan pemilukada.
terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun Pendidikan politik dari berbagai agen
justru harus menjadi tantangan dalam dalam pilkada yang dilakukan dengan baik
memelihara demokrasi untuk kesejahteraan akan berdampak pada kontribusi partisi-
rakyat. Program-program yang membumi pasi politik yang baik pula. Peran partai
sesuai dengan konteks daerah tampaknya tak politik yang melakukan penjaringan calon
bisa diabaikan oleh kandidat sebagai awal pa­sangan dengan obyektif dan s esuai de­
keberangkatannya memberdayakan daerah. ngan kebutuhan rakyat dalam menentukan
Di samping itu, kredibilitas pemilukada pimpinan politik daerah akan menarik minat
secara universal ditandai dengan undang- rakyat daerah untuk berperan serta. Bahkan
undang pemilu yang mengatur hal-hal utama dengan langkah ini, maka konflik horizon-
dalam penyelenggaraan pemilu seperti tal yang selama ini kerap mengiringi proses
pengaturan siapa yang berhak memilih/ pemilukada dengan sendirinya akan dapat
diminimalisir.

13
Susilo Bambang Yudhoyono, “Pemilu Sebagai Wujud Kedaulatan Rakyat”, Sambutan, Presiden RI pada Pem-
bukaan Konferensi ke-7 Hakim Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 13 Juli 2010.
Simamora, Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan 235

Rakyat tidak akan mungkin termotivasi Kendati beragam kelemahan masih


dalam melakukan berbagai tindakan anarkis mewarnai proses demokrasi lokal, namun
yang dapat merusak proses demokrasi kalau hal itu haruslah dipandang sebagai proses
tidak diawali dari adanya persoalan yang di- pematangan menuju negara demokrasi yang
yakini dapat mengebiri suara rakyat. Pada sesungguhnya. Justru berbagai persoalan itu
saat yang demikian, pendidikan politik ter- harus dipandang sebagai tantangan dalam
hadap kader, para kandidat, dan konstituen- membangun demokrasi yang tangguh. Dalam
nya menjadi senjata yang sangat ampuh un- mengurai beragam persoalan yang ada, maka
tuk proses pematangan demokrasi di tingkat perlu kiranya dibangun regulasi baru yang
lokal. Penyelenggaraan pemilukada haruslah mampu mereduksi persoalan secara perlahan
dimaknai sebagai sarana dalam mewujudkan tanpa harus memutus proses kedaulatan
pemerintahan daerah yang demokratis yang rakyat dengan mengubah sistem pemilukada
harus dipertahankan eksistensinya. Oleh ka­ secara langsung dengan mengembalikannya
rena itu, maka mengurai dan menuntaskan ke sistem perwakilan lewat jalur DPRD.
berbagai persoalan yang ada dan selama ini Pelaksanaan pemilukada secara serentak di
dipandang sebagai kelemahan dari sistem tanah air bisa saja dilakukan dalam rangka
pemilukada secara langsung menjadi sangat memangkas kemahalan biaya yang harus
penting demi menjaga tetap keutuhan pelak- ditanggung dalam menggelar demokrasi
sanaan kedaulatan rakyat di tingkat lokal. lokal.
Di samping itu, peran parpol yang
C. Penutup demikian besar dalam proses demokrasi se­
Perkembangan demokrasi lokal dalam yogyanya lebih dimaksimalkan dalam rang-
pemilihan kepala daerah secara langsung ka menumbuhkan kesadaran masyarakat
adalah merupakan jalan untuk mewujudkan untuk memaknai demokrasi secara menyelu-
kedaulatan rakyat secara maksimal di tingkat ruh. Parpol memegang tanggungjawab yang
daerah. Terlibatnya rakyat secara langsung begitu besar dalam memberikan pendidikan
dalam pemilihan kepala daerah diyakini politik terhadap seluruh elemen yang terli-
akan dapat mewujudkan pemerintahan yang bat dalam pelaksanaan demokrasi di tingkat
demokratis seiring dengan kehendak rakyat. lokal. Hal ini harus dimaknai sejak dini agar
Penyelenggaraan pemilukada yang berlan­ eksistensi pemilukada dalam rangka mewu-
daskan demokrasi dengan melibatkan seba­ judkan pemerintahan daerah yang demokra-
nyak mungkin aktor-aktor secara langsung tis dan didasarkan pada kehendak rakyat se-
ataupun tidak langsung akan menghasilkan bagai pemegang kedaulatan dapat terwujud.
pemilu yang sesuai dengan tujuannya dalam
rangka penyerahan kedaulatan secara su-
karela.
236 MIMBAR HUKUM Volume 23, Nomor 1, Februari 2011, Halaman 1 - 236

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Yudhoyono, Susilo Bambang, “Pemilu


Asshiddiqie, Jimly, 2010, Konstitusi dan Sebagai Wujud Kedaulatan Rakyat”,
Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Sambutan, Presiden RI pada Pembukaan
Grafika, Jakarta. Konferensi ke-7 Hakim Mahkamah
Buchori, Muchtar, 2005, Indonesia Mencari Konstitusi di Jakarta, 13 Juli 2010.
Demokrasi, INSISTPress, Yogyakarta.
Dahl, Robert A., 1982, Dilema Demokrasi C. Surat Kabar dan Internet
Pluralis, Rajawali, Jakarta. Isra, Saldi, “Haruskah Kembali ke
Haris S., 1998, Menggugat Pemilihan Umum DPRD?”, http://cetak.kompas.com/
Orde Baru, Sebuah Bunga Rampai, read/2010/12/16/03572281/haruskah.
Yayasan Obor Indonesia dan PPW LIPI kembali.ke.dprd, diakses 2 Januari
Jakarta. 2011.
Mahfud MD, 2007, Perdebatan Hukum Tata Silahudin, “Memilih Pemimpin Daerah
Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Secara Langsung”, http://politik.
Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. kompasiana.com/2010/06/02/memilih-
pemimpin-daerah-secara-langsung/,
B. Jurnal dan Makalah diakses 3 Januari 2010.
Azhari, Aidul Fitriciada, “Reformasi Pemilu Simamora, Janpatar, “Pasang Surut
dan Agenda Konsolidasi Demokrasi; Model Demokrasi Lokal” http://
Perspektif Ketatanegaraan”, www.medanbisnisdaily.com/news/
Jurisprudence, Vol. 1, No. 2, September read/2010/12/29/12826/pasang_surut_
2004. model_demokrasi_lokal/, diakses 30
Faturohman, Deden, Demokrasi Lokal dalam Desember 2010.
Pemilihan Kepala Daerah Langsung di __________________,Harian Bisnis Indo­
Indonesia. nesia, 21 Desember 2010.

Anda mungkin juga menyukai