Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Croup berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti “tangisan keras”.


Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1928. Sindroma croup adalah
sindroma klinis yang ditandai dengan suara serak,batuk menggonggong, stridor
inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres pernafasan. Gejala yang dapat
ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang, atau bahkan bisa dengan gejala
yang cukup parah dan biasanya memburuk pada malam hari.1,2

Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi
inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika sampai
ke bronkus digunakan istilah laringotrakheobronkitis.1,3

Sindroma croup merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan suara


serak, batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres
pernapasan. Gejala yang dapat ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang,
atau bahkan bisa dengan gejala yang cukup parah dan memburuk pada malam
hari. Penyakit ini sering terjadi pada anak. 2
Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi
inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika terjadi
sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeobronkitis.1

Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus


yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan
obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga
berat.1

Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang


menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi
saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat.4
Sindrom croup terbanyak disebabkan oleh virus yang menyerang saluran
respiratori atas. Virus yang paling sering menyebabkan sindroma croup ini

1
biasanya adalah Para-influenza tipe 1 virus (HPIV-1) 60%, HPIV-2, 3 dan 4,
influenza A dan virus B, adenovirus, dan campak virus. 2
Sifat penyakit ini adalah self-limited, tetapi kadang-kadang cenderung
menjadi berat bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30%
kasus sindrom croup harus dirawat d Rumah Sakit dan 1,7% memerlukan intubasi
endotrakea. Akan tetapi, setelah kortikosteroid telah digunakan secara luas, kasus
croup yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit menurun drastis, dan intubasi
endotrakea jarang dilakukan.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom croupatau laringotrakeobronkitis akut merupakan sindroma
yang mengenai laring, subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom
croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi,
dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.1
Pada sindrom croup ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya
dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan
pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal.
Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi
biasanya secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai
penyebab.Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut menyebabkan
obstruksi saluran respiratorik atas, jika berat dapat mengancam jiwa. Paling
berat terjadi pada masa bayi.1,5

2.2 Epidemiologi
Sindrom croup biasa terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 6 tahun,
dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi
pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka prevalensi
untuk kejadian ini cukup kecil. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6
tahun dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran
respiratori atas. Hamper 15% pasien sindrom croup mempunyai keluarga
dengan riwayat penyakit yang sama.3
Insidensinya lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki dari pada
perempuan. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim
gugur, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Dalam
penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang di
diagnosis menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% di rawat di rumah
sakit, dan kira-kira 1 dai 4.500 anak yang di intubasi (sekitar 1 dari 170 anak

3
yang di rawat di rumah sakit). Pasien croup merupakan 15 % dari seluruh
pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter 5

2.3 Etiologi
Croup sindrom ini biasanya dianggap terjadi karena infeksi virus. Nama
lain menggunakan istilah yang lebih luas, untuk menyertakan laryngotrakeitis
akut, batuk tidak teratur, difteri laring, trakeitis bakteri , laryngotrakeo-
bronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis. Dari macam-macam
penyakit tersebutterdapat kondisi yang melibatkan infeksi virus dan
umumnya lebih ringan sehubungan dengan simptomatologi,akan tetapi
terdapat pula yangdikarena infeksi bakteri dan biasanya dengan tingkat
keparahan lebih besar. Selain dapat disebabkan virus dan bakteri, croup
sindrom juga bisa dikarenakan infeksi jamur yaitu berupa Candida albican1.

Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human


Parainfluenza Virus terutama tipe 1 (HPIV–1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4
terdapat pada sekitar 75% kasus. Etiologi virus lainnya adalah Influenza A
dan B, virus campak , Adenovirus dan Virus pernapasan/Respiratory
Syncytial Virus (RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus yang
sama seperti laryngotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi
biasa (seperti demam, sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah
putih).2

Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa


antara lain, difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan
laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri laring disebabkan Corynebacterium
diphtheriae sementara trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan
laryngotrakeobronkopneumonitis biasanya karena infeksi virus primer dengan
pertumbuhan bakteri sekunder.6

Etiologi lainnya selain dikarenakan infeksi berupa virus, bakteri,


dan jamur. Terdapat pula penyebab lain yaitu1:

4
 Mekanik
 Benda asing
 Pasca pembedahan
 Penekanan massa ekstrinsik
 Alergi
 Sembab angioneurotik

2.4 Klasifikasi
Secara umum sindrom croup dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu :
1. Viral croup (laringotrakeobronhitis)
Ditandai oleh gejala prodromal infeksi respiratori, gejala obstruksi
saluran respiratori berlangsung selama 3-5 hari.Usia ± 6 tahun, stridor
(+), batuk (sepanjang waktu), demam (+), durasi 2-7 hari, riwayat
keluarga (+), kecenderungan oleh asma (-).1,2
2. Spasmodik croup (spasmodic cough)
Terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal, anak dapat tiba-tiba
mengalami gejala obstruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu
malam menjelang tidur, serangan terjadi sebentar, kemudian normal
kembali. 1,2

Berdasarkan derajat kegawatan, sindrom croup dibagi menjadi 4 kategori :


1. Ringan : ditandai dengan adanya batuk keras menggonggong yang
kadang-kadang muncul, stridor yang tidak terdengar ketika pasien
beristirahat atau saat tidak beraktivitas, dan retraksi ringan dinding dada
suprastrenal dan atau interkostal.4
2. Sedang : ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,
stridor yang mudah didengar ketika pasien beristirahat atau saat tidak
beraktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tidak ada
gawat napas.4
3. Berat : ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor
inspirasi yang terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-

5
kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, dan gawat
napas.4
4. Gagal napas mengancam : batuk kadang-kadang tidak jelas, terdengar
stridor (kadang-kadang jelas ketika pasien beristirahat), gangguan
kesadaran dan letargi. 4

2.5 Patofisiologis
Infeksi dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan
laring. Timbul peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada
dinding trakea. Hal ini menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta
area subglotis mengalami iritasi. Akibatnya suara pasien menjadi serak
(parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori atas mengalami
turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada
(selama ispirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.
Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.1
Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada
laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia di
mulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring setelah
masa inkubasi 2-8 hari. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi
pada dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta
area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi
serak (parau). Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm akan menyebabkan
penyempitan saluran udara sebesar 44 % pada anak-anak dan 75 % pada
bayi.1,3,6

Aliran udara yang melewati saluran respiratori atas mengalami


turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada
(selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur

6
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.
Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.1,2

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam (38-39°C) selama
12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan, dan malaise.
Kondisi ini akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan
kasar. Gejala sistemik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan
berat dapat terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi, dan
anak tampak gelisah, dan akan memberat pada malam hari. Bila keadaan
sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah,
dan akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24
jam pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu 1
minggu. Anak akan sering menangis, rewel dan akan merasa nyaman jika
duduk ditempat tidur atau digendong. 1,3

Tabel 1. perbandingan antara Viralcroup dan Spasmodic croup1


Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup
Usia 6 bulan – 6 tahun 6 bulan – 6 tahun
Gejala prodromal Ada Tidak jelas
Stridor Ada Ada
Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari
Demam Ada (tinggi) Bisa ada, tidak tinggi
Lama sakit 2-7 hari 2-4 jam
Riwayat keluarga Tidak ada Ada
Predisposisi asma Tidak ada Ada

7
2.7 Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasakan gejala klinis yang timbul berupa
demam (38-39°C) selama 12-72 jam, hidung berair (rhinorrhea), nyeri menelan
(dysphagia), sakit tenggorokan, dan batuk ringan, dan malaise. 1,4,6
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stres pernapasan yang diderita. Pada pasien ini, gejala prodromal ada,
batuk sepanjang waktu ada, demam ada, 2-7 hari dan riwayat keluarga tidak ada
serta predisposisi asma tidak ada sehingga pasien ini dikategorikan sebagai viral
croup atau laringotrakeobronkitis.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu


diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat
napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat
diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan beratnya croup


adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang
digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk
lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi.

Tabel 2. Penilaian derajat croup (Wesley Score)4

Indikator Skoring
Stridor Respiratorik
Tidak ada 0
Hanya dengan aktivasi 1
Saat Istirahat 2
Retraksi Interkostal
Tidak ada 0
Ringan 1

8
Sedang 2
Berat 3
Udara masuk
Normal 0
Sedikit berkurang 1
Berkurang banyak 2
Sianosis
Tidak ada 0
Saat aktivitas 4
Saat istirahat 5
Tingkat kesadaran
Normal 0
Terganggu 5
Keterangan :

Nilai skor :

a. < 4 derajat ringan


b. 4-6 derajat sedang
c. > 6 derajat berat

Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair,


peradangan faring dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. 1,4,6
Pada penunjang bila ditemukan peningkatan leukosit > 20.000/mm3
yang didominasi oleh PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi misalnya
epiglotitis. Pemeriksaan radiologi leher posisi postero-anterior ditemukan
gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya
penyempitan kolumna subglotis (pada 50% kasus). Pemeriksaaan CT-scan
dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan
keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia dibawah 6
bulan atau stridor pada saat aktivitas.1,4

9
Gambar 1. X-ray normal cervical anterior-posterior1,4

Gambar 2. X-ray cervical anterior-posterior tampak udara yang menyempit pada


subglotis (steeple sign)1,4

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama bagi pasien sindrom croupatau
laringotrakeobronkitis adalah mengatasi obstruksi jalan napas. Sebagian besar
pasien croupyang ringan tidak perlu dirawat di Rumah sakit, melainkan
cukup dirawat dirumah. Anak dengan Sindrom croupatau

10
laringotrakeobronkitis berat harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan,
yakni bila dijumpai salah satu gejala berikut :
- Anak berusia di bawah 6 bulan,
- Terdengar stridor progresif,
- Stridor terdengar ketika sedang beristirahat,
- Terdapat gejala gawat napas,
- Hipoksemia,
- Gelisah,
- Sianosis,
- Gangguan kesadaran,
- Demam tinggi,
- Tidak ada respon terhadap terapi.1

2.8.1 Terapi inhalasi


Terapi inhalasi atau uap merupakan terapi yang sejak lama
digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas pada sindrom croup
oleh karena terapi dengan uap lebih praktis. Terapi uap akan
melembabkan saluran respiratori, meringankan inflamasi,
mengencerkan lendir pada saluran respiratori, sekaligus memberikan
efek yang nyaman dan menenangkan bagi anak.1
Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja,
tetapi kadang-kadang diperlukan pula farmakoterapi. Farmakoterapi
yang digunakan dapat berupa nebulisasi epinefrin. Nebuliasasi epinefrin
akan menurunkan permeabilitas vaskuler epitel bronkus dan trakea,
memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara
pernapasan. Menurut buku ajar respirologi anak, suatu penelitian
dengan metode double blind didapatkan efek terapi nebulisasi epinefrin
timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama 2 jam. Epinefrin
diberikan dapat berupa : 1,3,5

11
1. Resemic epinephrine: dosis 0,5 mllarutan recemic epinephrine
2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal dan diberikan
melalui nebulizer selama 20 menit. 1,5
2. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml, diberikan melalui nebulizer.
1,5
Efek terapi terjadi dalam 2 jam.

2.8.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid bermanfaat untuk mengurangi edema pada mukosa
laring melalui mekanisme antiinflamasi (anti radang).1,3
Dekasametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB/ per oral
atau intramuskular sebanyak 1 kali dan dapat diulang dalam 6-24 jam.
Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan.1,3
Budesonid nebulisasi dapat digunakan dengan melarutkan 2-4 mg
budesonid (2 ml) yang kemudian diberikan dengan cara inhalasi
menggunakan nebulizer. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam
30 menit. Efek terapi ini lebih cepat dibandingkan kortikosteroid
sistemik yang efeknya terjadi dalam 1 jam.1
Keuntungan pemakaian kortikostreoid adalah sebagai berikut :5
- Mengurangi rata-rata tindakan intubasi
- Mengurangi rata-rata lama rawat inap
- Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit

2.8.3 Antibiotik
Antibiotika hanya diberikan pada keadaan tertentu saja. Umumnya
antibiotika tidak diperlukan dalam tetalaksana croup. Namun, ada
kondisi tertentu yang membutuhkan antibiotika, yaitu pada
laringotrakeobronkitis yang seringkali disertai dengan superinfeksi
bakteri. Pasien diberikan terapi antibiotik empiris sambil menunggu
hasil kultur. Antibiotik empiris dapat diberikan sefalosporin generasi
ke-3. Untuk epiglottitis diberikan antibiotik golongan sefalosporin

12
generasi ke-3 (seftriaxon atau sefotaksim) selama 7-10 hari.
Kloramfenikol selama 5 hari sama efektifnya dengan pemberian
seftriakson. Untuk trakeitis bakteri: diberikan antibiotik spektrum luas
selama 10-14 hari.4,5

2.8.4 Intubasi endotrakea


Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang
berat, yang tidak responsif terhadap terapi lain. Intubasi endotrakeal
merupakan terapi alternatif selain trakeostomi untuk mengatasi
obstruksi jalan napas. Indikasi endotrakeal yakni jika terdapat
hiperkabia dan ancaman gagal napas. Selain itu, intubasi juga
diperlukan bila terdapat peningkatan stridor, peningkatan frekuensi
napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding dada, sianosis,
letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi dibutuhkan untuk jangka
waktu yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang atau teratasi. 1,3

 Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan


dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat dan anak gelisah,
lakukan intubasi sedini mungkin.
 Jika tidak mungkin, rujuk anak tersebut ke rumah sakit yang
memungkinkan untuk dilakukan intubasi atau tindakan trakeostomi
dengan cepat.
 Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut dan pastikan
tersedianya fasilitas untuk secepatnya dilakukan trakeostomi, karena
obstruksi saluran respiratorik dapat terjadi tiba-tiba.
 Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh orang yang berpengalaman.

13
2.8.5 Perawatan penunjang
- Jika anak demam (> 39°C) dapat diberikan paracetamol
-
Pemberian ASI dan makanan cair. 5
-
Hindari manipulasi yang berlebihan yang dapat memperberat
obstruksi (misalnya pemasangan infus yang tidak perlu
-
Bujuk anak untuk makan, segera setelah memungkinkan.

14
Bagan 1. Algoritma penatalaksanaan sindrom croup1

15
2.9 Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media,
dan dehidrasi. Otitis media terjadi oleh karena pada anak saluran eustasius
(suatu saluran kecil yang menghubungkan telinga bagian tengah dan hidung
bagian belakang) masih sangat pendek, sehingga memungkinkan penyebaran
infeksi. Sedangkan dehidrasi dapat terjadi oleh karena saat serangan batuk,
anak akan menjadi sesak sehingga anak menjadi sulit minum maupun makan,
hal ini akan membuat intake oral pada anak menjadi berkurang. Selain itu,
pada awal serangan anak akan mengalami demam yang tidak begitu tinggi,
namun jika demam tidak teratasi hal ini juga akan memperberat faktor risiko
dehidrasi pada anak yang mengalami serangan sidroma croup.1,3

2.10 Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang
baik. karena pada umumnya penyebab sindrom croup adalah virus, maka
sindroma ini dapat sembuh dengan sendirinya. Gejalanya dapat berlangsung
dalam 7 hari, tetapi puncaknya pada hari kedua dari perjalanan penyakit.5

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Dadiyanto Dwi, Yanngtjik Kiagus. Editor : Rahajoe Nastiti, Sepriyanto


Bambang, and Setyanto Darmawan. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi
pertama : 5.7 Croup (Laringotrakeobronkitis Akut). Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jakarta. 2012. Hal 320-329.
2. Ausejo M, Saenz A, Pham B, Kellner JD, Johnson DW, Moher D, Klassen
TP.The effectiveness of glucocorticoids in treating croup: meta-analysis. BMJ,
2012; 319: 595-600
3. Croup, Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO,
DEPKES dan IDAI. 2013. p 104-105
4. Gaillard Frank. Croup Syndrom. 2017. Diakses darihttps://radiopaedia.org.
5. ICHRC. Croup (Laringotrakeobronkitis Akut) 2017 diakses diakses dari
http://www.ichrc.org.
6. Defendi Germaine. Croup. 2016. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com
7. Bakhtiar dkk. Manifestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosis Dan
Tatalaksana Croup Pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16
Nomor 3 Desember 2016.

17

Anda mungkin juga menyukai