Anda di halaman 1dari 7

FENOMENA PEMILIHAN LEGISLATIF

DPRD KOTA/KABUPATEN

Dibuat Oleh:

Muhammad Arif

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Jurusan Manajemen

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala limpahan rahmat hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas mengenai Fenomena Pemilihan Legislatif DPRD
Kota/Kabupaten dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Tugas ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas ini.

Harapan saya semoga tugas ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik. Terima kasih, dan semoga tugas ini bisa memberikan sumbangsi
positif bagi kita semua.

Pekanbaru,24 Desember 2018


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Fenomena Pemilihan Legislatif DPRD Kota/Kabupaten ....................................... 2

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 3
B. Saran ....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara bermakna bahwa nilai-nilai Pancasila berfungsi
untuk menata dan mengatur penyelenggaraan negara, dasar dalam menata dan
mengatur sistem pemerintahan negara, serta merupakan sumber norma hukum dalam
kehidupan demokrasi yang kita anut. Dengan nilai-nilai yang terkandung, Pancasila
menyentuh dimensi lahir dan batin yang diyakini akan mengantarkan Indonesia ke
puncak kemajuan. Oleh karena itu, Pancasila harus menjadi paham yang hidup, yang
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, memberikan harapan kepada rakyat akan
kehidupan bersama yang cerah dan sejahtera, dan kemampuan mempengaruhi sekaligus
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Fenomena Pemilihan Legislatif DPRD Kota/Kabupaten?

3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa saja fenomena yang terjadi ketika Pemilihan Legislatif
DPRD Kota/Kabupaten
BAB II PEMBAHASAN

Fenomena Pemilihan Legislatif DPRD Kota/Kabupaten


Dalam perhelatan pemilihan legislatif ini,sedikit berbeda dan menarik dari pilihan
legislatif sebelumnya. Selain karena adanya penambahan jumlah partai politik yang ikut dalam
politik 2019,juga jumlah calon anggota legislatif yang bertarung merebut kursi DPRD
Kota/Kabupaten bertambah banyak. Namun kursi DPRD Kota/Kabupaten tidak bertambah.
Dengan demikian para calon anggota dewan yang diusung oleh masing-masing partai
wajb memiliki banyak strategi untuk merebut hati rakyat dan mampu untuk meyakinkan
masyarakat agar menjadi wakilnya di Lembaga Parlemen sekaligus memperjuangkan aspirasi
rakyat. Tentu masyarakat berharap banyak kepada para calon anggota dewan tersebut,karena
mempunyai pola pikir dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki masing-masing calon
anggota dewan.
Legislatif atau DPR/DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat,di mana
Rakyat/Masayarakat memilih yang juga Rakyat/Masyarakat untuk menjadi wakilnya di
Lembaga tersebut. Tentu Masyarakat memberikan kepercayaan penuh untuk para wakilnya
untuk memperjuangkan aspirasinya di Parlemen dan mendengarkan suaranya,sehingga apa
yang menjadi keinginan dan cita-cita Rakyat terwujud.
Para Calon Anggota DPRD Kota/Kabupaten memilik cara dalam berkampanye dengan
memberikan bantuan langsung baik kepada Masyarakat maupun tempat-tempat ibadah dan
tempat pengkajian agama. Mereka juga memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk
mengkomunikasi kepada Masyarakat secara luas,selain itu kampanye turun langsung ke desa-
desa yang ada di Daerah pilihan.
Persaingan Ketat

KPU telah menetapkan 16 partai politik yang bisa mengikuti pemilu legislatif pada
2019, di luar 4 partai lokal di Aceh. Tiap parpol dapat mengusulkan Bacaleg sebanyak jumlah
kursi DPRD di kabupaten/kota. Contohnya, kabupaten A memiliki jatah 25 kursi di DRPD.
Maka, masing-masing partai politik dapat mengusulkan bakal calon legislatifnyanya sebanyak
kursi di kabupaten A kepada KPU kabupaten sebanyak 25 orang. Apabila kurang, kesan
masyarakat kepada partai politik tersebut kurang populer. Jadi, jumlah caleg dari semua partai
politik di kabupaten A sebagai berikut: 16 (Parpol) X 25 (kursi DPRD) = 400 orang.
Perkecualian bila di tidak semua parpol yang ada di pusat ada di kabupaten A.

Persaingan antar partai politik adalah biasa. Namun persaingan ketat ini tidak hanya
terjadi antar partai politik peserta pemilu. Akan tetapi internal partai politik pun terjadi
persaingan yang cenderung kurang sportif. Para caleg satu partai politik juga ada yang saling
menjelekkan, saling menghina satu dengan yang lain. Mengapa? Selain tidak menghayati
ideologi dan kode etik partai, ini salah satu dampak dari pasal 422 Undang-Undang nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan: “Penetapan calon terpilih anggota
DPR, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota dari partai politik peserta pemilu didasarkan pada
perolehan kursi partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan
suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota DPR,DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota di suatu daerah pemilihan yang tercantum pada kertas suara”
Dalam kondisi normal hal tersebut biasa dan sangat ideal, apabila masing-masing
parpol dan orang parpol jujur. Akan tetapi dalam praktik di lapangan, kejujuran merupakan
barang langka. Malah di lapangan ada oknum caleg yang menempuh segala cara untuk
mendapatkan suara secara curang dengan membeli dan manipulasi. Jika tidak ada kejujuran
caleg, maka dampaknya bisa jadi orang-orang yang duduk di legislatif pada 2019 adalah
mereka yang mampu dan berani curang, beli dan manipulasi suara.

Biaya Besar

Terjun di dunia politik pasti membutuhkan biaya. Adagium mengatakan: “dalam


politik tidak ada makan siang yang gratis”. Berkaitan dengan itu, ada beberapa orang bakal
caleg Kabupaten/kota yang bertemu dengan saya, bercerita begini: “Pak AAG, sekarang untuk
bisa duduk di legislatif memerlukan uang banyak, bahkan sangat banyak. Untuk DPRD
Kabupaten/kota butuh biasa dari Rp. 400 – 700 juta, untuk DPRD Provinsi butuh biaya dari
Rp. 1 – 2 miliar, untuk DPR RI butuh biaya dari Rp. 3 – 5 miliar.”

Pemilih Perlu Cerdas

Sebaiknya masyarakat harus pandai menilai caleg di daerahnya masing-masing,


termasuk anggota DPRD sekarang yang masih mau mencalonkan diri lagi. Apakah mereka
mau mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat atau menjadikan lembaga legislatif
sebagai “lahan” untuk untuk mencari makan/uang. Mereka yang menjadikan lahan lembaga
legislatif, tidak segan-segan melakukan kecurangan dengan mempengaruhi penyelenggara
pemilu di lapangan dan mengeluarkan uang banyak untuk beli suara.
Apabila masyarakat menemui caleg semacam itu, masyarakat harus bersikap
antara lain:
 Pertama, menolak uang dan segala rayuan gombalnya, percayalah ia tidak akan
memperhatikan saudara kalau ia sudah duduk di legislatif.

 Kedua, bila ada yang memberikan uang laporkan kepada Panwas atau penegak huhum,
karena itu termasuk pelanggaran pemilu sesuai pasal 523 ayat ayat (1, 2 dan 3).

 Ketiga, bila terpaksa (tidak dianjurkan) ambil uangnya tetapi jangan pilih dia/orangnya.

 Keempat, hindari ketemu dengan caleg seperti itu dan tim suksesnya.

Seandainya caleg yang kita terima uangnya menang, akibatnya sangat fatal selama lima
tahun. Pasti ia akan berupaya keras untuk mengembalikan modal dan bayar utangnya. Mereka
berupaya mendapat proyek. Apabila mereka tidak dapat proyek akan mempersulit penetapan
APBD tiap tahun serta Perda-Perda lain yang diusulkan oleh eksekutif. Jika pun mereka dapat
proyek tidak mengerjakan, melainkan diberikan kepada orang lain dengan
meminta biaya. Hasilnya? Proyek itu pada umumnya tidak berkualitas alias asal jadi.Untuk
itu, para pemilih diharapkan agar hati-hati, bijak, dan cerdas.
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dengan sistem demokrasi perwakilan yang berlaku saat ini,rakyat setuju menyerahkan
pengelolaan negara ini di pundak para anggota dewan. Keputusan-keputusan penting,termasuk
penyusunan konstitusi,yang di ambil para wakil rakyat tersebut akan sangat menentukan masa
depan bangsa. Karena itu,seharusnya para wakil rakyat diambil dari jiwa-jiwa terbaik bangsa .

B. SARAN

Rakyat sebaiknya ikut mengawasi berjalannya proses pemilihan legislatif,terutama


setelah pemungutan suara,karena banyak kecurangan terjadi pada periode tersebut.
Bagaimanapu Rakyat juga yang akan dirugikan jika calon yang terpilih hanya mengejar jabatan
dan kekuasaaan.
.

Anda mungkin juga menyukai