DIABETES MELLITUS
1.Pengertian Diabetes
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda - tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. Diabetes mellitus adalah
gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, dan neuropati (Yuliana elin, 2009
dalam NANDA NIC-NOC, 2013)
Pankreas adalah Sejauh majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
sejauh ludah panjang kira-kira 15 cm berat 60 - 100 gram. Letak pada daerah pusat,
dimana sebelum dalam lekukan usus dua belas jari dan ekornya berbicara sejauh
lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah. Pankreas terdiri dari tiga
bahagian yaitu :
c) Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
Glukagon Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin.
Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah.
Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29
rantai asam amino. Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
3. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes
Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang
berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
Faktor genetik Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditemukannya
tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu
faktor imunologi pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga
antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal faktor lingkungan penyelidikan dilakukan
terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal yang dapat memicu destruksi sel
beta, contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
- Obesitas
- Riwayat keluarga
- Infeksi
- Nutrisi
- Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
d) Hormonal
4. Klasifikasi
- Non obesitas
- Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang
tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
5. Patofisiologi
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari
tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :
c) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi
beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus yang tidak mudah
tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita Diabetes Mellitus. Bila
jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat
kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang
ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit
tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180
mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke
metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua
energinya pada lemak, kadar asam asetat – asetat dan asam Bihidroksibutirat
dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10
Meq/Liter.
6. Gambaran Klinik
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar)
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein.
Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
a. Akut
1.) Hypoglikemia
2.) Ketoasidosis
3.) Diabetik
b. Kronik
c) Neuropati diabetic.
9. Test Diagnostik
Kriteria diagnostik menurut WHO (2015) untuk diabetes melitus pada orang dewasa
tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
a. KH 60– 70 %
b. Protein 10– 15 %
c. Lemak 20 25 %
a) BB ideal x 30% untuk laki-laki BB ideal x25% untuk wanita kebutuan kalori
dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau
menyesui, ditambah 20–30-% dari kalori basal
Pengelolaan farmakologi
2. Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal.
Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk
pasien gemuk
Salah satu komplikasi diabetes melitus yang sering dijumpai adalah terjadinya
ulkus pada kaki atau sering disebut sebagai kaki diabetik. Manifestasi gangguan kaki
pada penderita DM antara lain ulkus yang terkadang tidak disadari oleh penderita
sehingga menimbulkan infeksi, gangren dan artropati Charcot. Kejadian ulkus kaki
mencapai sekitar 15% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Catatan yang
menyebutkan bahwa dalam perjalanan penyakit sekitar 14-24% di antara penderita
kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan amputasi
I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi ulkus diabetikum
2. Untuk mengetahui klasifikasi ulkus diabetikum
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis ulkus diabetikum
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ulkus diabetikum
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis ulkus diabetikum
6. Untuk mengetahui komplikasi ulkus diabetikum
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus
(DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Rizky
Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward . 2015. Jurnal Kesehatan Andalas)
Sebuah ulkus didefinisikan sebagai daerah diskontuinitas permukaan epitel (Price &
Neile,at a glance ilmu bedah edisi ketiga, 2006)
2.2 Klasifikasi
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan
pembentukan kalus ”claw”
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005) :
1. Stage 1 : Normal foot
2. Stage 2 : High Risk Foot
3. Stage 3 : Ulcerated Foot
4. Stage 4 : Infected Foot
5. Stage 5 : Necrotic Foot
6. Stage 6 : Unsalvable Foot
(Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot care in
people with diabetes. 2008)
Klasifikasi Liverpool
1. Klasifikasi primer :
Vascular
Neuropati
Neuroiskemik
1. Klasifikasi sekunder :
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi
(Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan
Andalas)
Berdasarkan Infection :
1. No symptoms or signs of infection
2. Infection of skin and subcutaneous tissue only
3. Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure, no systemic
sign of inflammatory response
4. Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the left
metabolic instability, hypotension, azotemia (peningkatan kreatinin)
Berdasarkan Impaired sensation :
1 = Absent
2 = Present (Waspadji, 2006)
(Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar-Bali)
Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada
kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara
berjalan; dan kekuatan kaki.
2. Pemeriksaan Neurologis
Dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick
sensation, reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
3. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri
kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran
ankle brachial index (ABI).
Ankle brachial index (ABI), ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi
tekanan sistolik brachialis. Nilai normal ABI >0,9-1,3. ABI merupakan pemeriksaan
noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff
tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak
dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai,
dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis
atau arteri tibialis posterior. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien
penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan
aliran darah pada kaki.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien,
yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,
glycohemoglobin
(HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.
4. Pemeriksaan Radiologis
a) Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi
dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
b) Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu
diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
c) Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false
positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed
ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
2. Penanganan Iskemia
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus
dinilai awal pada pasien. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD (ulkus kaki
diabetik) seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI
angiogram, doppler maupun angiografi.
Pemeriksaan sederhana seperti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis
posterior dan dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang tidak disertai
edema ataupun selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh
bahkan dapat menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh
darah kaki tidak diatasi.( Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki
Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)
3. Debriement
4. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing
atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus memproduksi
sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat absorben.
Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan
ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat
mempertahankan kelembaban. Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban,
penggunaan pembalut juga selayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan
lokasi ulkus.
Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa
steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia
saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatn luka,
seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, dan sebagainya. Pemilihan
pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa mempertimbangkan cost
effective dan kemampuan ekonomi pasien.(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan
Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)
(Kartika, Ronald W. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-
230. Vol 42 (7). Hal: 549-550)
1. Hydrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.
Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai
dressing primer dan memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent film).
Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan
eksudat minimal atau tidak ada
2. Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk
luka-luka superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat dari
polyurethane film yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi : luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak.
3. Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap,
melindungi luka dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu
menyerap eksudat tetapi minimal; sebagai dressing primer atau sekunder, support
autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin,
gelatin, carboxy-methylcellulose, dan elastomers.
Indikasi : luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.
Kontraindikasi : luka terinfeksi atau luka grade III-IV.
4. Calcium Alginate
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder.
Membentuk gel di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang
berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut yang
berubah menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka.
Indikasi : luka dengan eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering.
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.
5. Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat
banyak (absorbant dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari
polyurethane; non-adherent wound contact layer, highly absorptive.
Indikasi: eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
6. Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofiber dengan spektrum luas
termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphy-lococcus aureus). Balutan ini
digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan
antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak
direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%
7. Antimikrobial Hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, non-absorben, non-adhesif. Digunakan
untuk luka bereksudat sedang – banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan balutan
sekunder.
6. Penanganan Bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya ulkus. Tindakan elektif
ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada kelainan spur
tulang, hammertoes atau bunios. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk
mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami
neuropati dengan melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon.
Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan
konservatif, misalnya angioplasti atau bedah vaskular. Bedah emergensi adalah
tindakan yang paling sering dilakukan, dan diindikasikan untuk menghambat atau
menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus dengan daerah infeksi yang luas atau
adanya gangren gas. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik.
(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu.
Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 98)
7. Penanganan Komorbiditas
Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas lain
harus dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk mendapatkan
hasil yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang
menyertai harus diidentifikasi dan dikelola secara holistik. Kepatuhan pasien juga
merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil pengobatan.
8. Pengelolaan Infeksi
Infeksi disebut mengancam bila ulkus diabetik berupa ulkus yang dalam sampai
mengenai tulang dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau disertai gambaran
klinis infeksi sistemik berupa demam, edema, limfangitis, hiperglikemia,
leukositosis dan iskemia. Perlu diperhatikan, tidak semua pasien diabetes dengan
infeksi yang relatif berat akan menunjukkan tanda dan gejala sistemik seperti
tersebut diatas. Jika ulkus mencapai tulang atau sendi, kemungkinan besar akan
terjadi osteomielitis.
Pasien dengan infeksi yang mengancam ekstremitas harus dirawat di rumah
sakit untuk manajemen yang tepat. Debridemen dilakukan sejak awal dengan
tetap memperhitungkan ada/tidaknya kompetensi vaskular. Jaringan yang diambil
dari luka dikirim untuk kultur. Tindakan ini mungkin perlu dilakukan berulang
untuk mengendalikan infeksi. Terapi empiris untuk infeksi berat harus berspektrum
luas dan diberikan secara intravena dengan mempertimbangkan faktor lain
seperti biaya, toleransi pasien, alergi, potensi efek yang merugikan ginjal atau
hati, kemudahan pemberian dan pola resistensi antibiotik setempat. Bila terjadi
infeksi berulang meskipun terapi antibiotik tetap diberikan, perlu dilakukan
kultur ulang jaringan untuk menyingkirkan infeksi superimposed.
Lamanya pemberian antibiotik tergantung pada gejala klinis, luas dan
dalamnya jaringan yang terkena serta beratnya infeksi. Pada infeksi ringan sampai
sedang antibiotik dapat diberikan 1-2 minggu, sedangkan pada infeksi yang lebih
berat antibiotik diberikan 2-4 minggu.
Debridemen yang adekuat, reseksi atau amputasi jaringan nekrosis dapat
mempersingkat waktu pemberian antibiotik. Pada kasus osteomielitis, jika tulang
terinfeksi tidak di evakuasi, maka antibiotik harus diberikan selama 6-8 minggu,
bahkan beberapa literatur menganjurkan sampai 6 bulan. Jika semua tulang yang
terinfeksi dievakuasi, antibiotik dapat diberikan lebih singkat, yaitu 1-2 minggu
dan ditujukan untuk infeksi jaringan lunak.( Langi, Yuanita A. 2011.
Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2).
Hal: 98)
2.6 Komplikasi
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronis lanjutan dari diabetes
mellitus. Komplikasi pada ulkus diabetikum sendiri mengarah pada tingkat keparahan
(grade) yang ada. Hal ini dapat diakibatkan oleh perawatan luka yang tidak dilakukan
dengan baik dan pengobatan yang tidak maksima Keadaan selanjutnya dapat lebih
parah jika luka tidak cepat diatasi dan bahkan terjadi infeksi. Jaringan yang nekrotik
dapat meluas sehingga fungsi jaringan tersebut terganggu dan beresiko untuk
dilakukan amputasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Ny. M dirawat dengan diagnose medis Ulkus Diabetikum Tipe 2 sejak 5 tahun
yang lalu. Klien di rawat dengan keluhan terdapat luka pada plantar kaki kiri yang
lambat sembuhnya. Luka timbul tanpa disadari, Kulit kaki terlihat kering , fissure,
callus, drainage luka, purulent, bau. Permukaan kulit teraba hangat ,tercium bau.
Klien mengatakan berprofesi sebagai IRT, klien mengatakan merasa menginjak
serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk kedalam kulit kaki. klien. Klien
mengatakan di rumah luka di rawat dengan merendam pada larutan rivanol dan
dibersihkan dengan menggunakan cairan Nacl. Klien mengatakan minta dibantu ke
kamar mandi untuk kebutuhan eliminasi. Tercium bau . Klien menggunakan terapi
Amoxicillin dan Antalgin namun tidak teratur . Perawat menginformasikan agar klien
sementara tidak turun dari tempat tidur karena ada luka dikakinya.
Data fokus
– HT : 35 %
– Leukosit :
11000/ul
– LED : 30
6. Perawat menginformasikan
agar klien sementara tidak
turun dari tempat tidur
karena ada luka dikakinya
DS :
1. Klien mengatakan berprofesi
sebagai IRT klien mengeluh
terdapat luka pada plantar kaki
kiri yang lambat sembuhnya.
2. klien mengatakan luka timbul
tanpa di sadari.
3. klien mengatakan merasa
menginjak serpihan rotan dan
bagian kecil kayu masuk
kedalam kulit kak
4. klien mengatakan luka menjadi
meluas sejak 3 minggu.
5. Diagnosa medis : DM Tipe2
sejak 5 tahun yang lalu
1. Diabetes Melitus
DO :
1. Kulit kaki terlihat kering ,
fissure, callus, drainage luka,
purulent, bau
2. Tercium bau
3. Hasil pemeriksaan lab :
– Albumin serum : 2,3
mg/dl
– HB : g/dl
– HT : 35 %
– GDS : 320 mg/dl
– Leukosit : 11000/ul
4. – LED : 30
DS :
1. Perawat menginformasikan agar klien sementara tidak turun dari tempat tidur karena ada
luka dikakinya
2. klien mengatakan merasa menginjak serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk kedala
kulit kaki .
3. klien mengatakan luka menjadi meluas sejak 1 bulan.
4. Klien mengatakan di rumah luka di rawat dengan merendam pada larutan rivanol dan
cairan NACL
DO :
1. Kulit kaki terlihat kering , fissure, callus, drainage luka, purulent, bau
2. Tercium bau
– LED : 30
DO :
– HB : 11 mg/dl
– HT : 35 %
– Leukosit : 11000/ul
– LED : 30
DS :
1. Klien mengatakan
minta dibantu ke kamar
mandi untuk kebutuhan
eliminasi
DO : Hambatan
Gangguan metabolism
1. Perawat mobilitas fisik
menginformasikan agar
klien sementara tidak
turun dari tempat tidur
karena ada luka
dikakinya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan hormonal
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
3. Risiko infeksi
4. Hambatan mobilitas fisik b.d Gangguan metabolism
INTERVENSI
Tujuan dan Kriteria
No Hari/Tgl Diagnosa Intervensi
Hasil
1. Kamis Kerusakan integritas kulit Pengecekan kulit
07/02/201 integritas kulit teratasi, dengan 1. Periksa kulit dan selaput
9 b.d perubahan kriteria : lendir terkait dengan
hormonal 1. Tidak ada adanya kemerahan,
drainase kehangatan ekstrim,edema
purulen atau drainase
2. Tidak ada 2. Monitor warna dan suhu
peningkatan kulit
suhu kulit 3. Lakukan langkah-langkah
3. Tidak ada untuk mecegah kerusakan
bau luka lebih lanjut misalnya:
4. Ukuran luka melapisi Kasur,
berkurang menjadwalkan reposisi.
5. Hasil lab :
6. Leukosit : Perawatan luka
5000-10000 / 1. Angkat balutan dan plester
mm3 perekat
7. LED : 2. Monitor karakteristik luka,
<20mm/jam termasuk drainase
8. Albumin : warna,ukuran dan bau
3,4-5,4 g/DL 3. Bersihkan dengan normal
9. HT : 37-43% saline atau pembersih
yang tidak beracun dengan
tepat
4. Berikan perawatan ulkus
pada kulit yang diperlukan
5. Oleskan salep yang sesuai
dengan luka atau lesi
6. Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
7. Perkuat balutan
luka,pertahankan teknik
balutan steril ketika
melakukan perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai
dengan jumlah eksudat
dan drainase
9. Periksa luka setiap kali
perubahan balutan dengan
cairan yang sesuai
Perawatan sirkulasi : isufisiensi
vena
1. Periksa denyut nadi
perifer,edema, waktu
pengsian kapiler,warna,
dan suhu
2. Inspeksi kulit untuk
adanya luka pada arteria
tau kerusakan jaringan
3. Ubah posisis pasien
masalah gangguan
setidaknya setiap 2jam
perfusi jaringan
4. Instruksikan pasien
teratasi, dengan
mengenai factor-faktor
kriteria :
yang mengganggu sirkulsi
1. Suhu kulit
darah(misalnya:merokok,p
dalam batas
akaian ketat, terlalu lama
normal
pada suhu dingin)
2. Turgor kulit
5. Instruksikan pasien
Ketidakefektifa elastis
mengenai perawatan kaki
n perfusi 3. Tekstur kulit
yang tepat
2 jaringan perifer lembut
6. Pelihara hidrasi yang
b.d diabetes 4. Integritas
memadai untuk
mellitus kulit tidak
menurunkan kekentalan
terganggu
darah kemudian lakukan
5. Hasil lab :
perawatan luka
6. Hb : 14 – 16
gr/dL
Perawatan sirkulasi : insufisiensi
7. GDS: <200
vena
mg/dL
1. Lakukan penilaian
sirkulasi perifer secara
komprehensif misalnya:
mengecek nadi
perifer,edema,waktu
pengisian kapiler,warna
dan suhu kulit.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
pemberian metformin
sesuai indikasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus
(DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. Harus
memperhatikan yang berhubungan dengan luka, warna, ukuran,bentuk, keparahan dll.
. 4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal
Kesehatan Andalas.
Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar-Bali