Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh
270110140028
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 270110140028
Menyetujui
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Geologi
UniversitasPadjadjaran
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dihaturkan kepada Allah SWT yang telah memberi limpahan
Dalam pelaksanaan Pemetaan ini, sangat banyak pihak yang ikut membantu dan
1. Ibu Dr. Ir. Vijaya Isnaniawardhani, M.T., sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Padjadjaran
3. Bapak Dr.Ir. Zufialdi Zakaria M.T sebagai Pembimbing Utama dan Bapak
melaksanakan penelitian,
Padjadjaran, atas ilmu yang sangat berguna yang telah penulis dapatkan
yang telah memberikan dukungan dalam bentuk doa, kasih sayang, cinta,
iii
6. Bapak Kuwu Desa Cimanintin serta seluruh warga, dan keluarga bapak
8. Rekan kelompok pemetaan lanjut: Farha, Fathani, Rian, dan Rony atas
2014, atas seluruh dukungan dan motivasi kalian yang selama 3 tahun
Penulis sadar bahwa laporan ini masih jau dari sempurna, maka dengan itu penulis
Kritik dan saran sangat berguna bagi penulis dan diharapkan demi hasil yang tepat
dalam laporan ini. Semoga apa yang tertulis dalam laporan ini dapat bermanfaat
Penulis,
iv
SARI
Daerah penelitian berlokasi di daerah Cimanintin, kecamatan Jatinunggal,
Sumedang dan sekitarnya, yang secara geografis terletak di 108°11’07,67” -
108°13’53,24” BT dan 6°52’35,40” - 6°55’18,47” LS dan administratif terletak di
Kabupaten Sumedang dan Majalengka, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur, sejarah dan potensi yang
berkembang di daerah penelitian. Penelitian merupakan pemetaan batuan yang
terisngkap dengan metode orientasi lapangan dan metode lainnya yang mendukung.
Terdapat 4 satuan geomorfologi yang ditemukan yaitu Perbukitan Struktural Curam
– Terjal, Perbukitan Struktural Curam, Bukit Intrusi, dan Dataran Aluvium.
Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, analisis paleontologi, analisis
petrografi, daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan geologi yang dari tua ke
muda yaitu Satuan Batulempung (Tmbl), Satuan Batupasir (Tmbp), Satuan
Batupasir Tufan (Tpbp) dan Satuan Intrusi (Id). Struktur geologi yang ditemukan
yaitu kekar dan Lipatan. Sejarah geologi daerah dimulai pada kala Miosen Tengah
dengan Lingkungan Pengendapan Laut. Potensi geologi yang ditemukan berupa
geowisata memanfaatkan wisata visual yang menanyajikan pemandangan bentang
alam perbukitan curam-terjal, sedangkan potensi kebencanaan adalah tanah
longsor.
v
ABSTRACT
The research area was located in Cimanintin, Jatinguggal District, Sumedang
Regency which geografically located at E 108°11’07,67” - 108°13’53,24” and S
6°52’35,40” - 6°55’18,47”and administratively lies on Sumedang, and Majalengka
West Java. This research aims to understand the geological aspect of the area.
Mapping was done by surface data and mainly with field orientation method. There
are 4 geomorfology units, namely Very Steep – Steep Structural Hills, Steep
Structural Hills, Intrution Hills, and Aluvium Flat Plain. From geological section,
pertrography and paleontology analysis, area study divided into four geological
units, Claystone Unit (Tmbl), Sandstone Unit (Tmbp), Tuff Sandstone Unit (Tpbp)
and Intrusion (IA). Structure geology that found in the area are joints, and .
Geological history was started at Middle Miocene. The resource potential from the
area is visual view of Very Steep – Steep Structural Hills which can be a
Geotourisme and for the geological hazard is landslide.
vi
DAFTAR ISI
vii
3.1.1 Morfografi .................................................................................................... 19
3.1.2 Morfometri ................................................................................................... 23
3.1.3 Morfogenetik ................................................................................................ 24
3.1.4 Satuan Geomorfologi ................................................................................... 26
3.2 Stratigrafi........................................................................................................ 30
3.2.1 Satuan Batulempung (Tmbl) ........................................................................ 32
3.2.2 Satuan Batupasir (Tmbp) ............................................................................. 38
3.2.3 Satuan Batupasir Tufan (Tpbp) .................................................................... 43
3.2.4 Satuan Intrusi (Id) ........................................................................................ 47
3.3 Struktur Geologi .............................................................................................. 49
3.3.1 Struktur Kekar .............................................................................................. 49
3.3.2 Struktur Lipatan ........................................................................................... 51
3.4 Sejarah Geologi ............................................................................................... 54
3.5 Sumberdaya dan Kebahayaan Geologi .......................................................... 55
3.5.1 Potensi Sumberdaya Geologi ....................................................................... 55
3.5.2 Kebahayaan Geologi .................................................................................... 56
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61
LAMPIRAN .......................................................................................................... 63
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 3. 27 Jalan Amblas .................................................................................. 56
Gambar 3. 28 Jatuhan Batuan ............................................................................... 57
x
DAFTAR TABEL
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Geologi sebagai bidang ilmu yang mempelajari bumi termasuk sejarah, proses yang
berlangsung di dalamnya baik selama dan setelah pembentukan, serta pengaruh proses
terhadap bumi itu sendiri. Ilmu geologi memiliki cabang ilmu utama dan cabang ilmu
terapan, yang termasuk sebagai ilmu utama yaitu geologi struktur, stratigrafi,
kondisi fisiografi yang didominasi oleh perbukitan terjal dengan orientasi barat laut –
tenggara yang dipotong oleh pengaliran sungai Cilutung yang mengalir relatif dari
selatan ke utara. Dari sudut pandang Geologi yang mempelajari gejala dipermukaan
maupun di dalam muka bumi, wilayah penelitian yang memiliki fisiografi perbukitan
memanjang ini menjadi menarik untuk dikaji untuk mengetahui berbagai interaksi yang
terjadi pada batuan penyusun bumi yang dipengaruhi oleh gaya dari dalam maupun
luar bumi secara geologi untuk mengetahui karakteristik dan sejarah geologi
1
2
Barat dengan luas daerah 25 km2. Menurut peneliti yang telah dulakukan sebelumnya,
penelitian?
penelitian?
potensi sumberdaya dan bencana geologi yang mungkin ada di wilayah penelitian.
Penelitia ini dilaksanakan dengan melakukan observasi terhadap kondisi geologi yang
terdiri dari:
1. Geomorfologi
3
Untuk penentuan proses geomorfologi, tingkat erosi, dan pola pengaliran yang
2. Litologi
Membedakan jenis batuan serta menganalisa dengan lebih detail tiap satuan batuan
3. Struktur Geologi
Menggunakan struktur geologi yang berkembang sebagai penentu jenis dan pola
volume batuan.
4. Stratigrafi
kontak antar perlapisan untuk mengetahui sifat stratigrafi dan sejarah geologi yang
terjadi.
5. Sejarah Geologi
Meliputi sejarah geologi dari daerah penelitian. Sejarah geologi berupa kejadian-
kejadian geologi yang pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari struktur
1. Peta dasar skala 1 : 12500, hasil digitalisasi Peta rupabumi Peta Rupa Bumi
2. Kompas geologi.
ditemukan.
11. Pita ukur dengan panjang 50m, digunakan khususnya untuk mengukur jarak
14. Alat-alat tulis ; bolpoin, penghapus, pensil, busur derajat, penggaris, pensil
warna
Alat yang digunakan dalam membantu analisis fosil adalah mangkok plastik
dan kaleng, NaOH dan H2O2 30% secukupnya, mikroskop, lembar deskripsi fosil,
jarum, kuas, tatakan sampel, plate fosil, alat-alat tulis, literatur dan kamera digital.
Untuk analisis Petrografi, alat yang adalah penyayat batuan (dimiliki dan
plagioklas Michel-Levy, alat tulis dan lembar deskripsi serta kamera digital.
Pemetaan Geologi Lanjut ini dibagi menjadi empat tahap yaitu tahap persiapan,
tahap kegiatan lapangan, tahap analisis laboratorium, analisis data serta pembuatan
1.5.1Tahap Persiapan
melakukan penyiapan peta serta analisis studio seperti analisis kelurusan, analisis
geomorfologi, serta pola aliran sungai. Hal yang dilakukan dalam tahap persiapan ialah
pembuatan peta dasar, peta geologi dan geomorfologi tentatif dan mengurus masalah
Tahap kegiatan lapangan ini meliputi beberapa metode yang digunakan peniliti
untuk membantu dalam pengerjaan kegiatan lapangan agar dapat menghasilkan data
yang optimal.
Metode yang dipakai di dalam kegiatan lapangan ini diantaranya adalah metode
orientasi lapangan, pengambilan sampel serta pengukuran arah jurus dan kemiringan
lapisan batuan. Pelaksanaan pemetaan dilakukan dengan memberi tanda setiap jalur
yang dilewati dengan bantuan GPS, serta menandai lokasi singkapan pada GPS. Data
peta dengan bantuan program Map Info dan Global Mapper. Kompas digunakan untuk
membantu orientasi lapangan, perhitung arah jurus dan perlapisan pada singkapan yang
Pettijohn (1975), dan batuan vulkanik klastik menggunakan klasifikasi Schmidt (1981).
7
3. NaOH
4. Saringan (mesh)
5. Label
6. Oven
7. Kantong sampel
8. Mikroskop
9. Plate
2. Apabila sampel batuan tersebut keras maka harus dipecah secara perlahan-
7. Setelah kering, residu sampel dikemas di dalam plastik dan diberi label
1. Determinasi
Pada tahap ini dilakukan pemerian nama pada fosil yang dilakukan melalui
2. Intrepretasi Paleontologi
kuantitatif.
a. Metode kualitatif
b. Metode kuantitatif
penciri suatu umur tertentu, dalam hal ini berdasarkan pada zonasi fosil
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai keadaan dan karakteristik geologi secara
regional meliputi fisiografi, stratigrafi, struktur geologi, dan sejarah geologi regional.
Daerah penelitian termasuk dalam peta rupabumi digital Indonesia Lembar Bantarujeg
(1309-112) juga dalam peta geologi termasuk dalam peta geologi regional lembar
Secara umum wilayah Jawa Barat memiliki karakteristik pedataran yang disusun oleh
aluvium dibagian utara dan rantai pegunungan di bagian selatan. Fisiografi Jawa Barat
dibagi menjadi empat zona fisiografi (Van Bemmelen, 1949, dalam Martodjodjo,
11
12
Zona Dataran Pantai Jakarta tersebar memanjang mulai ujung barat Pulau Jawa ke arah
timur mengikuti pantai utara Jawa Barat ke kota Cirebon, dengan lebar sekitar 40 Km.
Secara umum daerah ini mempunyai morfologi pedataran yang sebagian besar tertutup
oleh endapan sungai, endapan lahar, dan endapan piroklastik gunungapi kuarter.
Daerah pemetaan termasuk kedalam zona ini. Zona Bogor terletak di sebelah selatan
Dataran Pantai Jakarta dan membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari
kurang lebih 40 km. Zona Bogor umumnya mempunyai morfologi perbukitan yang
dikenal sebagai suatu antiklinorium yang terdiri dari perlipatan kuat lapisan yang
berumur Neogen (Van Bemmelen, 1949). Selain itu, beberapa intrusi juga telah
mempunyai relief lebih terjal dibandingkan dengan tubuh intrusi pada Zona Bandung,
13
yang posisinya berada di sebelah selatan zona ini. Batuannya terdiri atas batupasir,
batulempung dan breksi yang merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi
hypabisal, konglomerat dan hasil endapan gunungapi. Disamping itu juga terdapat
Zona Bandung membentang mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu melalui Dataran Tinggi
Cianjur, Bandung, Garut hingga Lembah Sungai Citanduy dan berakhir di Segara
Anakan, Jawa Tengah. Van Bemmelen (1949) dalam Martodjodjo (2003) menyatakan
depression) yang berarah relatif barat-timur. Daerah ini secara struktural merupakan
bagian atas dari geantiklin Jawa yang telah mengalami pensesaran selama atau setelah
pengangkatannya pada Tersier Akhir. Di bagian utara dan selatan dibatasi oleh deretan
gunungapi. Zona ini sebagian besar ditutupi oleh endapan gunungapi Kuarter, akan
Wilayah yang membentang dari Pelabuhan Ratu Sukabumi hingga nusa kambangan,
cilacap. Batas zona ini dengan zona bandung dapat diamati dibeberapa tempat dengan
sangat mudah, misalnya di Lembah Cimandiri yang teramati dengan ciri perbedaan
beberapa formasi yang berhubungan dengan stratigrafi daerah penelitian, dan diuraikan
dari satuan yang lebih tua ke satuan yang lebih muda. Secara regional daerah penelitian
termasuk ke dalam Zona Bogor. Peta geologi regional lembar Arjawirangun tersusun
atas lima formasi yaitu Formasi Cinambo, Formasi Kaliwangu, Formasi Citalang,
Satuan Intrusi Andesit, dan Kuarter Aluvium (Djuri, 1995). Formasi yang termasuk
dalam daerah penelitian yaitu Formasi Cinambo (Tomcl dan Tomcu) dan Andesit (ha).
Formasi Cinambo berumur Miosen Tengah (Djuri, 1973). Formasi ini dibagi
menjadi dua, yaitu Anggota batupasir (bagian bawah), terdiri dari graywacke, yang
mempunyai ciri perlapisan tebal dengan sisipan serpih, batulempung tipis, batupasir
gampingan, tuf, batulempung, dan batulanau, dan Anggota Serpih (bagian Atas), terdiri
batupasir tufaan. Pada bagian tengah formasi ini, lapisan batupasir tufaan semakin tebal
dan rapat, di beberapa tempat dijumpai sisipan batupasir yang mengandung fosil
Batuan ini mengintrusi bantuan sedimen Formasi Cinambo, Formasi Halang, Formasi
Subang dan Formasi Citalang. Formasi ini berumur kuarter (Djuri, 1973)
Menurut Van Bemmelen (1970) Zona Bogor telah mengalami dua kali masa
geantiklin jawa, akibat gaya tekanan dari arah selatan terbentuk struktur lipatan
dan sesar pada sedimen di utara. Peristiwa ini terjadi setelah Formasi Cidadap
diendapkan pada Miosen Tengah. Pada Miosen Atas atau Miosen – Pliosen
antklinorium ini mengalami intrusi dasit dan andesit hornblenda, di samping itu
Pliosen Bawah (Silitonga, 1973) yang terjadi pada Zona Bogor bagian utara,
Pada periode tektonik Pliosen-Pleistosen, terjadi proses perlipatan dan sesar yang
diakibatkan oleh terjadinya amblesan dibagian utara Zona Bogor yang kemudian
16
menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada Zona Bogor. Pada kala Pliosen-
Kaliglagah Beds yang terdiri dari endapan klastik dan lignit dan selanjutnya
sesar terobosan komplek kromong yang andesitis dan dasitis. Setelah berakhir
dan menutupi satuan lainya secara tidak selaras. Tidak adanya batuan yang
batuan. Pada kala Pleistosen Tengah sampai Atas di Zona Bogor bagian tengah
dan timur terbentuk endapan Vulkanik tua (Gunung Slamet tua) dan Vulkanik
muda dari Gunung Ciremai, selanjutnya disusul oleh aktifitas pada Pleistosen
Atas yang menghasilkan Linggopodo Beds dan diikuti lagi oleh kegiatan
perlipatan dan sesar naik dibagian Zona Bogor yang dikenal sebagai Sesar
Baribis.
Bogor merupakan cekungan laut dalam yang ditandai dengan adanya endapan flysh,
17
endapan laut dengan sisipan batuan vulkanik yang kemudian dikenal dengan nama
beberapa gunungapi bawah laut pada awal Miosen yang menghasilkan endapan yang
bersifat andesitik dan basaltik. Pada Miosen Tengah aktivitas volkanisme ini berkurang
dan diganti dengan pengendapan lempung, napal, dan gamping terumbu yang
menandakan lingkungan laut dalam. Di Zona Bogor pada masa itu dibentuk endapan
Formasi Cidadap dan Formasi Halang. Fasies Selatan tersusun atas breksi dan batupasir
dengan peluncuran puncaknya ke arah cekungan Jawa bagian utara. Akhir Miosen Atas
aktivitas volkanisme ini bergeser ke Zona Bandung dan Bogor Selatan yang
menghasilkan endapan Breksi Kumbang. Hal ini menunjukan bahwa zona tunjaman
arahnya telah bergeser lebih ke selatan dari sebelumnya. Selama kegiatan volkanisme
Miosen Tengah, sedimen Zona Bandung dan Zona Bogor mengalami erosi kuat.
Sementara itu dataran pantai Jakarta terus mengalami penurunan dengan ditandai oleh
diendapkannya lempung dan napal yang dikenal dengan nama Formasi Kaliwangu,
Pada Miosen Atas, dapat dikatakan bahwa cekungan Bogor telah berubah
menjadi dangkal. Hal ini ditandai dengan adanya satuan batupasir dengan struktur
sedimen silang siur dan fosil mollusca. Di atasnya diendapkan endapan volkanik
18
Pliosen-Plistosen, di mana aktivitas ini terlihat jelas pada jalur transisi Zona Bandung
Formasi Kaliwangu yang berfasies sedimen berubah kearah fasies volkanik yang
GEOLOGI
Pada bab ini akan diuraikan pembahasaan mengenai hasil pemetaan geologi yang
Kabupaten Sumedang, Povinsi Jawa barat. Pembahasan kondisi geologi meliputi aspek
3.1 Geomorfologi
bumi serta proses–proses yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak bumi
Satuan geomorfologi merupakan suatu bentuk atau kumpulan dari beberapa permukaan
bumi yang mempunyai karakteristik tertetu sehingga dapat dibedakan dengan bentuk
permukaan bumi yang lain. Aspek geomorfologi terdiri dari 3 aspek utama yaitu
3.1.1 Morfografi
Aspek yang merupakan bagian dari morfografi antara lain adalah bentuk lahan
19
20
Wilayah penelitian dapat dibagi menjadi dua jenis bentuk lahan berdasarkan
klasifikasi van zuidam (1985) yaitu perbukitan dan pedataran. Bentuk lahan pedataran
memiliki elevasi mengisi 20% daerah luas daerah penelitian sedangakan 80% daerah
a. Bentuk Lahan Perbukitan (ditandai dengan huruf A), menempati sekitar 75%
b. Bentuk lahan Pedataran (ditandai dengan Huruf B), menempati sekitar 25% dari
luas daerah.
21
Air merupakan salah satu agen yang turut andil dalam mempengaruhi geomorfologi
suatu daerah. Kegiatan erosi dan tektonik yang menghasilkan bentuk - bentuk lembah
sebagai tempat pengaliran air, selanjutnya akan menbentuk pola - pola tertentu disebut
Sungai secara umum dibedakan menjadi dua yaitu sungai permanen yang airnya
mengalir sepanjang tahun pada daerah penelitian sungai jenis ini adalah sungai
Cilutung, dan yang kedua adalah sungai yang airnya hanya mengalir pada saat musim
22
hujan yang sebagian besar tidak bernama dan merupakan anak sungai dari sungai
utaman. Seluruh anak sungai diwilayah penelitian bermuara ke sungai utama yaitu
sungai Cilutung, sungai Cilutung mengalir relatif ke utara. Pola pengaliran sungai
diwilayah penelitian berdasarkan klasifikasi howard (1976) dapat dibagi menjadi tiga
kelompok pola pengaliran sungai yaitu pola pengaliran subpararel, dendritik dan pola
pengaliran trellis
.
Gambar 3. 3 Zonasi pola pengaliran di daerah penelitian
Pola Pengaliran subpararel
penelitian.
23
Memiliki bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan
relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan,
kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi. Pola pengaliran ini berada di
utara dan timur laut daerah penelitian. Pola pengaliran dendritik berkembang diwilayah
Pola aliran ini memiliki karakteristi untuk berkembang pada area yang disusun oleh
batuan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat, batuan
vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang
jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Pola pengaliran trellis berkembang diwilayah barat dengan kisaran 50% dari
3.1.2 Morfometri
tata nama bentuklahan dan akan sangat membantu terhadap analisis lahan untuk tujuan
tertentu, seperti tingkat erosi, kestabilan lereng, menentukan nilai kemiringan dari
oleh Van Zuidam (1985). Pembuatan zonasi ini dibantu dengan citra DEM (Digital
Eelevation Model) dengan menggunakan software Global Mapper 15. Dari DEM akan
menunjukan kemiringan lereng dengan warna yang berbeda sesuai dengan kategori
penelitian. Setidaknya terdapat 3 kelas lereng yaitu kelas curam – terjal (160 – 350/ 30
– 70% ), kelas landai – curam (40 – 80/ 7 – 15% ), dan kelas landai (20 – 40/ 2 – 7% )
3.1.3 Morfogenetik
geologi, proses endogen dan eksogen yang mempengaruhi kondisi bentang alam.
25
a. Proses Endogen
Proses endogen bersifat membagun bentuk lahan, pada wilayah penelitian dapat
diamati bentukan lahan berupa perbukitan memanjang yang dipengaruhi oleh aktifitas
struktural.
b. Proses Eksogen
Proses eksogen secara umum mengahasilkan perusakan terhadap bentang alam yang
menonjol melalui proses erosi yang pelapukan, serta pengisian terhadap cekungan-
cekungan melalui proses sedimentasi. Didaerah penelitian proses erosi, serta pelapukan
terjadi dan menghasilkan lembahan lembahan, proses sedimentasi juga dapat diamati
asal laut (marine), bentuklahan asal sungai (fluvial), bentuklahan asal glasial (es),
bentuklahan asal aeolian (angin), dan bentuklahan asal karst (gamping) (van Zuidam,
Dengan menilai ketiga aspek geomorfologi maka daerah penelitian dapat dibagi
TABEL GEOMORFOLOGI
Perbukitan Struktural Perbukitan V Dendritik 112-378 8-16 Curam Tektonik Pelapukan Batupasir dan
Curam dan Erosi batulempung
Pedataran Aluvium Pedataran- U-V Anastomotik 112-212 0-2 Datar - Pelapukan, Aluvium
Aluvium Erosi, dan
Sedimentasi
lokasi pengamatan
Gambar 3. 7 Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural Landai-Curam
Satuan ini menempati kurang lebih 30% luas daerah penelitian dengan ketinggian
137m-365 mdpl. Pada peta geomorfologi satuan ini ditandai dengan warna ungu muda.
Satuan ini dicirikan dengan perbukitan yang memanjang barat-timur, dan memiliki
garis kontur yang rapat hingga sedang. Kemiringan lereng landai dengan kemiringan
lereng 8O-13O Litologi pada satuan ini umumnya berupa batuan sedimane yaitu
lokasi pengamatan
Gambar 3. 8 Satuan Geomorfologi Perbukitan struktural curam
29
Satuan ini menempati kurang lebih 65% luas daerah penelitian dengan ketinggian
137m-550mdpl. Pada peta geomorfologi satuan ini ditandai dengan warna ungu tua.
Satuan ini memiliki ciri memanjang baratlaut-tenggara, dan memiliki garis kontu yang
sangat rapat sampai sedang. Kemiringan lereng pada satuan ini curam sampai terjal 16
O
-35O. litologi pada satuan ini umumnya berupa batuan sedimen yaitu batulempung
dan batupasir
lokasi pengamatan
Gambar 3. 9 Satuan Geomorfologi Bukit Intrusi
Satuan ini menenmpati 5% daerah penelitian. Pada peta geomorfologi satuan ini
berwarna merah. Satuan bukit intrusi merupakan bukit terisolir yang menonjol diantara
topografi disekitarnya, memiliki lereng yang terjal dan curam dengan kemiringan
lereng 25 O -30 O litologi pada satuan ini adalah batuan beku Diorit
30
lokasi pengamatan
Gambar 3. 10 Satuan Geomorfologi Dataran Aluvium
Satuan ini menempati kurang lebih 10% daerah penelitian. Pada peta geomorfologi
satuan ini berwarna biru, satuan ini terbentuk oleh material aterial lepas hasil erosi
sungai, berukuran bongkah sampai lempung terdiri dari fragmen batuan beku dan
batuan sedimen. Satuan ini memiliki morfologi yang landaidengan persen lereng 0-5%.
3.2 Stratigrafi
litostratigrafi atau satuan batuan (litologi unit) berdasarkan pada ciri-ciri litologi yang
dapat diamati secara langsung di lapangan. Satuan yang digunakan adalah satuan
litostratigrafi tidak resmi, yaitu satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan
sandi. Satuan litostratigrafi tidak resmi didasarkan pada ciri-ciri litologi yang dapat
diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala
litologi dan gejala-gejala lain dalam tubuh batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1995)
yang kemudian disebandingkan dengan penamaan secara resmi hasil peneliti terdahulu.
31
Batas atau kontak antarsatuan batuan seringkali tidak ditemukan dengan jelas
di lapangan akibat tertutup oleh vegetasi ataupun tanah akibat pelapukan yang intensif.
Oleh karena itu, penarikan batas-batas satuan batuan dilakukan dengan pertimbangan
analisis topografi, penampang litologi, dan kedudukan pola jurus perlapisan batuan
Penentuan umur relatif satuan batuan didasarkan pada analisis fosil, posisi
pengamatan terhadap struktur sedimen yang berkembang, ciri litologi, serta dari hasil
menjadi empat satuan batuan dan satu endapan alluvial yang berurutan dari tua ke muda
adalah :
Berikut ini disajikan penjelasan setiap satuan batuan tersebut, yang meliputi
litologi dan peesebaran, kisaran umur relatif dan lingkungan pengendapan, hubungan
pengamatan dan deskripsi insitu tediri dari litologi batupasir dan batulempung
batulempung yang memiliki ciri umum menyerpih, berwarna lapuk coklat jingga
dengan warna segarnya abu-abu cerah, bersifat karbonatan, tekstur dari batuan ini
mempunyai ukuran butir lempung, bentuk butir membundar, memiliki sortasi yang
baik dan kemas tertutup, dengan tingkat kompaksinya agak keras sampai keras.
Satuan batulempung ini kita jumpai dalam bentuk perselingan dengan batupasir
yang berukuran butir pasir sangat halus sampai pasir sedang dengan sortasi yang
sedang dan kemas terbuka keduanya membentuk struktur perlapisan dengan pemilahan
sedang sampai buruk. Penyebaran satuan ini berada di Timur serta dapat diamati
tersingkap di Sungai Cilutung dengan kemiringan lapisan rata-rata 65° dan arah pola
.
Gambar 3. 11 Perselingan batulempung batupasir
satuan ini (gambar 3.12) berwarna putih pada posisi parallel nicol dan kuning posisi
cross nicol. Memiliki komponen 70% lithic fragmen 7% kuarsa 50% feldspar 5%
plagioklas kembar kalsbad, mineral opak 8% matriks 20% hancuran kuarsa, semen
10% silika dan feldspar tanpa analisator colorless warna dengan analisator kuning,
34
deskripsi sortasi baik bentuk mineral sub hedral, kemas tertutup. Berdasarkan
Gambar 3. 13 Lithic Wacke dengan mini foraminifera pada sayatan batupasir statiun
IJ 02 01 dengan perbesaran 40 X
Analisis petrografi pada litologi batupasir lain disatuan ini menunjukan sayatan
berwarna coklat pada posisi cross dan pararel nicol (gambar 3.13). Terdiri dari
Komponen mineral kalsit 10%, skeletal fragmen 30% mikrofosil foraminifera dan
Matriks 60% mineral kalsit. Terdapat skeletal fragmen sebagai komponennya berupa
foraminifera kecil matriks berupa mineral karbonat berupa kalsit pleokroisme nya
Lithic Wacke.
35
parallel nicol dan hitam keputih-putihan posisi cross nicol berdasarkan analisis
petrografi. Fragmen mineral terdiri atas kuarsa (15%) dan matriks mineral lempung
Mudstone
analisis terhadap mikrofosil foraminifera yang terdapat pada batuan. Pada satuan
batulempung terdapat tiga sampel batuan yang mengandung fosil foraminifera dan
umur batuan untuk ketiga sampel batuan tersebut adalah sebagai berikut
IJ 05 04 menunjukan batuan pada statiun tersebut memiliki umur yang berkisar antara
N13-N16 atau setara dengan Miosen Awal sampai Miosen Akhir (tabel 3.1).
36
Kandungan fosil pada statiun IJ 03 06 dan IJ 02 06 yang terletak pada satuan yang sama
menunjukan secara beuturut-turut kisaran umur N17-N18 atau setara dengan Miosen
Akhir sampai Pliosen Awal (Table 3.2), dan umur N18-N19 atau setara dengan Pliosen
berkisar dari N13 sampai N19 atau setara dengan Miosen Tengah sampai Pliosen Awal.
dan deskripsi insitu didominasi oleh litologi batupasir, pengamatan laboratorium pada
wacke.
struktur batupasir sisipan batulempung, satuan batupasir ini dijumpai dalam bentuk
batupasir sisipan dengan batulempung yang berukuran butir pasir sangat halus sampai
pasir kasar berwarna lapuk coklat kekuningan dan warna segar abu-abu cerah dengan
sortasi yang sedang dan kemas terbuka keduanya membentuk struktur perlapisan
dengan pemilahan sedang sampai buruk. Penyebaran satuan ini berada di wilayah timur
daerah penelitian. Batuan pada satuan batupasir ini memiliki arah perlapisan relatif
posisi parallel nicol dan berwarna kuning ke coklatan pada posisi cross nicol, terdapat
komponen, 60% yang terdiri dari mineral kalsit 20% lithic fragmen 20% skeletal
fragmen 10% kuarsa 5% plagioklas 5%. Matriks 20% kalsit semen 20% mikrokristalin
40
cokelat muda posisi parallel nicol dan hitam keputih-putihan posisi cross nicol.
Fragmen mineral terdiri atas Amfibol (± 27%) Fragmen batuan (± 15%), Plagioklas (±
opak 7% dan kuarsa 8%, massa dasar 25% terdiri dari mikrolit plagioklas. Warna saat
parallel nicol transparan dan warna saat cross nicol bervariasi tergantung jenis mineral
tekstur cenderung faneritik, holo kristalin, uuran kristal tidak seragam, panidiomorf.
diorite.
42
15% amfibol 15% kuarsa 10% plagioklas 20%. Matriks 40% yg terdiri pecahan
plagioklas dan pecahan kuarsa. Bentuk butir angular, sortasi buruk, kemas terbuka.
Warna saat parallel nicol transparan dengan mineral amfibol memiliki pleokroime
yang tinggi dan warna saat cross nicol bervariasi tergantung jenis mineral. Berdasarkan
kedudukan menindih satuan batulempung. Karena pada satuan ini tidak ditemukan
kandungan fosil, maka penentua umur didasarkan dari rekonstruksi penampang dan
litologinya, maka satuan batupasir (Tmbp) dapat disebandingkan dengan anggota atas
43
dari formasi halang (Tmhu) (Tabel 3.6) sehingga dapat disimpulkan satuan ini berumur
sedang. Berdasarkan pengamatan dan deskripsi insitu satuan ini terdiri dari litologi
batupasir tufan dan batulempung yang membentuk struktur perselingan batupasir tufan
batu lempung, batupasir disatuan ini diklasifikasikan menjadi dari lithic tuff
Satuan ini tersusun oleh litologi batupasir tufaan, dan batulempung membentuk
struktur batupasir sisipan batulempung, satuan batupasir ini dijumpai dalam bentuk
batupasir sisipan dengan batulempung yang berukuran butir pasir sangat halus sampai
pasir kasar berwarna lapuk coklat kekuningan dan warna segar abu-abu dengan sortasi
yang sedang dan kemas terbuka keduanya membentuk struktur perlapisan dengan
pemilahan sedang sampai buruk. Penyebaran satuan ini berada di wilayah barat daerah
penelitian. Batuan pada satuan batupasir ini memiliki arah perlapisan relatif barat laut–
parallel nicol dan warna abu-abu kecoklatan pada posisi cross nicol. Komponennya
55% terdiri dari lithic fragmen 30% berupa batuan beku andesit, fragmem kristal
45
berupa 20% plagioklas dan 5% kuarsa. Matriks 45% berupa gelas. Ukuran butir
inequigranural kemas terbuka, bentuk butir sub rounded- sub angular dengan
parallel nicol dan coklat kehitaman cross nicol. Fragmen mineral terdiri atas kuarsa
(±4%) dan lithic fragmen (±6%)dan matriks mineral silika (90%), memiliki
mudrock.
46
Karena pada satuan ini tidak ditemukan kandungan fosil, maka penentua umur
dapat disebandingkan dengan anggota atas dari formasi halang (Tmhu) (Tabel 3.6)
sehingga dapat disimpulkan satuan ini berumur Pliosen Awal. Berikut adalah tabel
kesebandingan keduanya.
Batuan beku intrusif memiliki warna segar abu-abu terang, lapuk abu-abu
Batuan ini memiliki persentase fenokris 45% dan massa dasar 55%. Sayatan
colorless pada posisi parallel nicol dan hitam-keabuan pada posisi cross nicol ketika
terdiri atas mineral plagioklas (30%), kuarsa (10%), dan alkali feldspar (5%) sebagai
penyusun mineral utama, dan Massa dasar batuan tersusun atas mikrolit plagioklas
(55%).
48
Posisi stratigrafi satuan intrusi berada di atas satuan batupasir tufan yang berarti
relatif lebih tua. Hubungan stratigrafi antara satuan intrusi dengan satuan batupasir
stasiun kekar yang diolah data kekarnya dari penelitian ini. Data dari stasiun tersebut
Kekar linggawangi ditemukan pada Batupasir. Hasil analisis menggunakan Dips, yang
b
50
Kekar linggawangi ditemukan pada Batupasir. Hasil analisis menggunakan Dips, yang
Lipatan adalah struktur geologi yang memiliki suatu bentuk lengkungan (curve) dari
suatu bidang lapisan batuan (Park, 1980). Struktur lipatan yang berkembang di daerah
struktur antiklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IJ.03.03 dan IJ.04.04 dengan
struktur sinklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IJ.02.01 dan IJ.02.02 dengan
struktur antiklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IJ.04.12 dan IJ.04.13 dengan
struktur antiklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IJ.04.14 dan IJ.01.16 dengan
struktur sinklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IF.03.02 dan IF.03.01 dengan
struktur antiklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IF.03.01 dan IF.04.15 dengan
struktur sinklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
Pola jurus dan perlapisan batuan di statiun pengamatan IJ.01.13 dan IJ.01.10 dengan
struktur sinklin. Berdasarkan nilai plunge, interlimb dan dip of axial plane maka
lingkungan laut dalam, satuan ini tersusun atas litologi batulempung dan batupasir
ini ini mengalami litifikasi, dan selanjutnya terjadi pengendapan satuan batupasir
55
secara selaras satuan ini terdiri dari batupasir sedang dan sisipan batulempung non
karbonata dan mengendap secara selaras terhadap satuan batulempung yang ada di
perlipatan perlapisan batuan. Pada kala pliosen terendapkan material pasir dan
terlitifikasi membentuk satuan batupasir tufan diatas lapisan satuan batupasit. Terjadi
perlipatan perlapisan batuan serta menyebabkan terciptanya zona lemah dan menjadi
media rekahan bagi magma yang bergerak medekat ke permukaan dan memotong
batuan yang ada diatasnya, magama ini hari ini dapat diamati sebagai bukit intrusi
Gunung Batu. Proses eksogen berjalan sampai hari ini dan menyebabkan bentuk relief
Wialayah penelitian yang dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari kota Majalengka
Kondisi wilayah penelitian yang didominasi perbukitan dengan kondisi lereng curam
hingga terjal menimbulkan resiko kebencanaan berupa pergerakan tanah atau batuan.
KESIMPULAN
Dari pemetaan geologi yang telah dilakukan di didapatkan keadaan geologi di daerah
c. Bukit Intrusi
d. Dataran Aluvial
termuda adalah:
a. Satuan Batupasir (Tmbp) yang tersusun dari batupasir halus, batu lempung,
c. Satuan Batupasir Tufan (Tpbp) yang tersusun dari batupasir tufaan berumur
Pliosen Awal.
59
d. Satuan intrusi (Id) yang tersusun dari batuan beku diorite Berumur
Plistosen.
(Tmbl).
Awal
Tufaan.
kemunculan intrusi
Djuri, 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa, skala 1: 100000, Pusat
Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat.Disertasi Doktor Geologi,
Praptisih dan Kamtono, 2016. Potensi batuan induk hidrokarbon pada Formasi
Mineral. Vol. 17 No.1, Februari 2016. Pusat Survei Geologi. Badan Geologi.
Praptisih. 2016. Studi Batuan Sedimen Formasi Cinambo di Daerah Sumedang, Jawa
Pettijohn, F. J. 1975. Sedimentary Rock. Harper and Row, Publishers, New York,
Travis, Russell, B. 1955. Classification of The Igneous Rocks. Quarterly of the Colorado
Matriks
• Hancuran Kuarsa
Warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, warna
interferensi putih/agak kuning orde I
KODE SAMPEL : IJ 02 01
NAMA BATUAN : Lithic Wacke (Pettijohn, 1975)
NAMA SATUAN : TOBL
Sayatan berwarna cokelat muda posisi parallel nicol dan hitam – putih posisi cross
nicol. Fragmen mineral terdiri atas Amfibol (± 27%) Fragmen batuan (± 15%),
Plagioklas (± 5 %), Kuarsa (± 3 %) dan matriks mineral lempung (50%).
Mineral Utama
• Amfibol (± 27%)
berwarna cokelat, pleokroisme tinggi, relief tinggi, indeks bias
nmineral>nmedium, bentuk kristal anhedral, tidak ada kembar
• Fragmen batuan (± 15%)
Colorless, membundar tanggung dengan bentuk elipsoidal, disusun oleh
banyak mineral kuarsa.
• Plagioklas (± 5 %)
Colorless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief rendah,
bentuk subhedral - anhedral, , kembar albit.
• Kuarsa (± 3 %)
Colorless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief rendah,
bentuk anhedral, belahan tidak ada.
Massa dasar
• Mikrolit lempung (± 50 %)
Colorless, tidak ada pleokroisme, nmineral > nmedium, relief rendah, bentuk
subhedral-anhedral.
Breksi Komponen
Pada sayatan komponen breksi berupa Fenokris 75% terdiri dari plagioklas 60%
mineral opak 7% dan kuarsa 8%, massa dasar 25% terdiri dari mikrolit plagioklas.
Warna saat // nicol transparan dan warna saat x nicol bervariasi tergantung jenis
mineral tekstur cenderung faneritik, holo kristalin, uuran kristal tidak seragam,
panidiomorf.
Mineral Utama
• Plagioklas
Warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks bias n min > nmed, relief
rendah, bentuk subhedral-euhedral, inklusi tidak ada. belahan 1 arah, kembar
albit/karlsbad, zoning tidak ditemukan, warna interferensi abu-
abu, putih orde 1
• Mineral Opak
Mineral Opak, bentuk kristal anhedral, relief tinggi, pleokroisme tidak ada,
warna interferensi hitam orde-2
• Kuarsa
Warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief
rendah, bentuk subhedral, belahan tidak ada, kembar tidak ada, zoning tidak
ada, warna interferensi putih/agak kuning orde I
Massa Dasar
Mikrolin Plagioklas
Colorless, tidak ada pleokroisme, nmineral > nmedium, relief rendah, bentuk
subhedral-anhedral.
KODE SAMPEL : IJ 05 10 (Matriks)
NAMA BATUAN : Tonalit (Streckeisen, 1976)
NAMA SATUAN : TOBP
MATRIKS
Matriks Breksi
Pada sayatan matriks tersusun atas fragmen 60% piroksen 15% amfibol 15% kuarsa
10% plagioklas 20%. Matriks 40% yg terdiri pecahan plagioklas dan pecahan kuarsa.
Bentuk butir angular, sortasi buruk, kemas terbuka. Wrna saat // nicol transparan
dengan mineral amfibol memiliki pleokroime yang tinggi dan warna saat x nicol
bervariasi tergantung jenis mineral.
Mineral Utama
• Piroksen
Warna colorless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief
tinggi, bentuk subhedral, inklusi tidak ada, belahan 1 arah, kembar
sederhana,korona ada, warna interferensi orde II bagian tengah
• Plagioklas
Warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks bias n min > nmed, relief
rendah, bentuk subhedral-euhedral, inklusi tidak ada. belahan 1 arah, kembar
karlsbad, zoning tidak ditemukan, warna interferensi abu-abu, putih orde 1
• Amfibol
Berwarna cokelat, pleokroisme tinggi, relief tinggi, indeks bias
nmineral>nmedium, bentuk kristal anhedral, tidak ada kembar
• Kuarsa
Warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief
rendah, bentuk subhedral, belahan tidak ada, kembar tidak ada, zoning tidak
ada, warna interferensi putih/agak kuning orde I
Matriks
Pecahan Plagioklas
Warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks bias n min > nmed, relief rendah,
bentuk subhedral-anhedral.
KODE SAMPEL : IJ 01 10
NAMA BATUAN : Litthic Tuff (Schmid, 1981)
NAMA SATUAN : TPBP
Matriks
Gelas
Matriks
Mineral Lempung (± 85%)
Warna cokelat kehitaman, nmineral >
nmedium. bentuk kristal anhedral, relief
rendah, pleokroisme rendah.
KODE SAMPEL : IJ 01 03
NAMA BATUAN : Quartz Diorite (Streckeisen, 1976)
NAMA SATUAN : ID
• Kuarsa (± 7 %)
Colorless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief rendah,
bentuk anhedral, belahan tidak ada.
• Plagioklas (± 33 %)
Colorless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral > nmedium, relief rendah,
bentuk subhedral - euhedral, belahan 1 arah, kembar albit dan karlsbad,
zoning ada.
• Alkali Feldspar (± 5 %)
Colorless, pleokroisme tidak ada, indeks bias nmineral < nmedium, relief rendah,
bentuk subhedral, belahan 1 arah.
Massa dasar
• Mikrolit plagioklas (± 55 %)
Colorless, tidak ada pleokroisme, nmineral > nmedium, relief rendah, bentuk
subhedral-anhedral.
Presentase Mineral Utama
• Q 22,2%,
• P 66,7%
• A 11,1%
Perhitungan Jenis Plagioklas
• Posisi terang maksimum = 105,2
• Sudut pemadaman 1 = 70
• Sudut pemadaman 2 = 134,6
• Rata-rata 33,65
• Jenis Plagioklas adalah Andesine
LAMPIRAN
ANALISIS MIKROFOSIL
KODE STASIUN : IJ 03 06
LITOLOGI : PERSELINGAN BATULEMPUNG BATUPASIR
LOKASI : DS. LINGGAWANGI
SATUAN : BATULEMPUNG
FORAMINIFERA PLANKTONIK
No Nama Deskripsi
1 Sphaeroidinella subdehiscens Ketinggian cangkang trochospiral rendah,
(BLOW) kenampakan pori-pori secara mendatar
mebulat sedangkan secara vertical
membundar. Dinding utama berpori kasar
ditutupi oleh lapisan sekunder material
cangkang sehingga mengurangi bukan
ekstored pori pada dinding utama. Kamar
kamar berbentuk agak bulat, tersusun dari
tiga putaran dengan putaran terakhir
terdapat tiga kamar yang ukurannya
bertambah secara perlahan. Sutura pada
vertical dan dorsal hamper lurus agak
tertekan mulut terlrtak pada bagian
terakhir
Umur : N.13 - N.19
N.1 – N.17
N.1 – N.17
Oligosen Miosen Pliose
No Nama Fosil E M L E M L E M L
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Sphaeroidinella
subdehiscens
1
(BLOW)
Globigerinoides
2 immaturus
(LEROY)
Sphaeroidinella
3 dehiscens
(BLOW)
Globigerina
4 praebulloides
(BLOW)
Globigerina
5 praebulloides
(BLOW)
KODE STASIUN : IJ 02 06
LITOLOGI : BATULEMPUNG SISIPAN BATUPASIR
LOKASI : CIKAWOAN
SATUAN : BATULEMPUNG
FORAMINIFERA PLANKTONIK
No Nama Deskripsi
2 Orbulina universa (D’ORBIGNY) Cangkang globular, pada tahap awal
trochospiral, globigerine-like.
Komposisi dinding cangkang
gampingan, cangkang berpori kasar,
permukaan berlubang sedang.
Cangkang terputar, kamar terakhir
berbentuk globular menutupi kamar-
kamar sebelumnya yang semakin
mengecil. Aperture primer
interiomarginal. Apertur sekunder
tambahan terbentuk pada pertemuan
antar sutura, dengan dinding tipis
diantaranya. Ornamentasi spinose.
N.9 – N.23.
N.9 – N.23.
4 Sphaeroidinella subdehiscens Cangkang trochospiral rendah, padat.
(BLOW) Komposisi dinding cangkang gampingan,
cangkang berpori kasar, ditutupi oleh
lapisan kedua dari cangkang, mengkilat.
Kamar subglobular hingga radial
elongate, tersusun atas tiga putaran,
dengan tiga kamar pada putaran
terakhir, membesar perlahan. Aperture
interiomarginal, umbilical, berupa celah
panjang. Smooth.
Umur : N.13-N.19
Umur: N.18-N.23
FORAMINIFERA BENTONIK
Fissurina sp Cangkang pyriform, terkompresi dengan
1 (Reuss) margin bulat, lebar terbesar
sekitarsepertiga dari cangkang dari dasar,
dinding transparan terperforasi halus
dengan perforasi kasar berbentuk pita
lateral. Permukaan halus, daerah aperture
berkilau, hyaline, broadly produced, agak
tercekung sepanjang sumbu, aperture ovate
diantara dua bibir tebal. Tuba entusolenian
terpasang ke satu sisi dengn Panjang sekitar
setengah cangkang.
Kedalaman :600 m.
Oligosen Miosen Pliose
E M L E M L E M L
No Nama Fosil
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Orbulina universa
2
(D’ORBIGNY)
Orbulina universa
3
(D’ORBIGNY)
Sphaeroidinella
4
subdehiscens (BLOW)
Globorotalia
pseudomiocenica
5
(BOLLI &
BERMUDEZ)
Globorotalia mayeri
6 (CUSHMAN
& ELLISOR)
Sphaeroidinella
7 dehiscens
(PARKER & JONES)
KEDALAMAN (m)
FORAMINIFERA NERITIK BATHYAL
No LITORAL ABYSAL
BENTONIK DALAM TENGAH LUAR ATAS BAWAH
0 20 50 100 200 1000 2000 3000
Fissurina sp
1
(Reuss)
KODE STASIUN : IJ 05 04
LITOLOGI : PERSELINGAN BATUPASIR BATULEMPUNG
LOKASI : DS. CIMANINTIN
SATUAN : BATUPASIR
FORAMINIFERA PLANKTONIK
No Nama Deskripsi
1 Sphaeroidinella subdehiscens Cangkang trochospiral rendah, padat.
(BLOW) Komposisi dinding cangkang
gampingan, cangkang berpori kasar,
ditutupi oleh lapisan kedua dari
cangkang, mengkilat. Kamar
subglobular hingga radial elongate,
tersusun atas tiga putaran, dengan tiga
kamar pada putaran terakhir, membesar
perlahan. Aperture interiomarginal,
umbilical, berupa celah panjang.
Smooth.
Umur: N.13-N.19
N.9 – N.23
3 Globoquadrina dehiscens Cangkang trochospiral rendah. Komposisi
(CHAPMAN, PARR, dan dinding cangkang gampingan, cangkang
COLLINS) berpori, permukaan berbintik-bintik.
Kamar menggembung pada tahap awal,
tertekan pada bagian akhir dengan bahu
membundar hingga menyudut, tersusun
atas empat putaran, dengan empat kamar
pada putaran terakhir, membesar dan
bertambah tinggi dengan cepat. Umbilicus
sempit hingga lebar dan dalam. Aperture
interiomarginal, umbilical, ditutupi oleh
penutup panjang, tooth-like. Rugose.
N.9 – N.23.
Orbulina universa Cangkang globular, pada tahap awal
5 (D’ORBIGNY) trochospiral, globigerine-like.
Komposisi dinding cangkang
gampingan, cangkang berpori kasar,
permukaan berlubang sedang.
Cangkang terputar, kamar terakhir
berbentuk globular menutupi kamar-
kamar sebelumnya yang semakin
mengecil. Aperture primer
interiomarginal. Apertur sekunder
tambahan terbentuk pada pertemuan
antar sutura, dengan dinding tipis
diantaranya. Ornamentasi spinose.
N.9 – N.23.
Oligosen Miosen Pliose
E M L E M L E M L
No Nama Fosil
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Sphaeroidinella
1
subdehiscens (BLOW)
Orbulina universa
2
(D’ORBIGNY)
Globoquadrina
dehiscens
3 (CHAPMAN, PARR,
dan
COLLINS)
Orbulina universa
4
(D’ORBIGNY)
Orbulina universa
5
(D’ORBIGNY)